Fungsi Filosofis Mantra Hindu Jawa
71
mendasar ini dapat dikatakan dengan istilah yang lebih abstrak sebagai kesejahteraan dalam dunia empiris dan dunia supra-empiris. Yang satu terletak di
sini dan kini, yang lain digambarkan sebagai di atas dunia ini. Dunia transenden, yang tak terjangkau oleh pengalaman empiri manusia, karena ada di luar dunia
pengalaman ini. Usaha apa yang telah dilakukan manusia untuk merebut dua jenis kebahagiaan itu. Ternyata berdasar pengalaman sekarang dan catatan sejarah
manusia melakukan dua jenis usaha raksasa, yaitu usaha religius dan usaha non religius. Manusia menempuh jalan nonreligius selama ia masih sanggup merebut
kebahagiaan itu dengan kekuatan manusiawinya sendiri. Jalan yang kedua ditempuhnya segera setelah manusia mengalami dan dari situ meyakini ketidak
mampuannya, atau terbatasnya kekuatan manusia secara radikal dan total. Dengan kata lain, di mana manusia tak berdaya sama sekali untuk merebut kebahagiaan
itu, di situ manusia menjalankan usaha religius. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa manusia bukan lagi menggunakan kekuatan sendiri tetapi tenaga lain yang
dipercayai berada di dunia lain yang tak dapat dijangkau oleh pancaindera, namun dirasa bisa membantunya.
Dengan pemahaman relijiusitas dari pendapat Hendropuspito, dapat disimpulkan bahwa fungsi religius dari mantra-mantra Hindu Jawa dapat dibagi
menjadi dua, yaitu hidup yang seimbang antara tribawana kebahagiaan sekarang ini dan mencapai moksa kebahagiaan nanti. Meskipun demikian, perlu diingat
bahwa tribawana, salah satu filosofi mendasar umat Hindu Jawa, tidak seluruhnya merupakan dunia empiris.Hal ini dikarenakan adanya unsur Tuhan Sing Nggawe
Urip Bawana Gedhe yang merupakan unsur dunia supra-empiris. Memahami
72
kenyataan ini, terdapat kemungkinan bahwa pembagian dunia empiris dan supra- empiris yang total hanya ditemukan pada agama-agama wahyu Islam, Kristen,
Katholik, Yahudi. Sedangkan pada agama-agama kuno yang berbau kedaerahan, pembagian dua dunia dalam tubuh agama tersebut akan sedikit berbeda.
Barangkali hal ini disebabkan oleh situasi sosial, budaya dan alam yang berbeda pada masa agama wahyu, dan agama kuno yang berbau kedaerahan dan dilahirkan
dalam masyarakat. Secara garis besar, fungsi religius tentang Tuhan dalam Hindu Jawa dapat
dijelaskan dalam bagian mantra berikut:
Tabel 5. Fungsi Religius dalam Mantra
Mantra dalam Bahasa Asli Mantra dalam Bahasa Indonesia
Hong wilaheng hawigena Hong yang penuh dengan arti
Hong sekaring bawana langgeng Hong yang penuh dengan makna
Hong alam yang abadi
Hong hyang, hyang, hyang Hong Hyang Hyang Hyang
Ketiga baris mantra ini mewakili konstruksi Tuhan Sing Nggawe Urip bawana gedhe dunia supra-empiris, dalam pengertian umat Hindu Jawa. Kata Hong pada
baris pertama mantra tersebut memiliki arti ‘kosong’, sedangkan wilaheng hawigena memiliki arti ‘berisi’, sehingga baris pertama dari ketiga baris di atas
memiliki arti ‘kosong yang penuh dengan arti’. Kondisi kosong ini adalah awal dari adanya segala yang ada.Pada baris kedua, Hong sekaring bawana langgeng
membicarakan tentang keabadian.Wujud dewa yang direpresentasikan dalam baris kedua mantra ini adalah Trimukti Brahma, Wisnu, Siwa.Brahma bertugas
73
sebagai pencipta, kemudian Wisnu sebagai pemelihara, dan Siwa sebagai pelebur.Ketika mencapai tahap Siwa lebur, bukan berarti semuanya hancur
rusak.Tahap ini justru menjadi tahap peleburan agar dapat terjadi suatu penciptaan baru.Dengan begitu, proses penciptaan, pemeliharaan, maupun peleburan menjadi
siklus dan terjadilah sebuah keabadian.Pada baris ketiga, kata hyang memiliki arti cahaya atau dewa, sehingga kalimat Hong hyang, hyang, hyang, mewakili wujud
manifestasi Tuhan di dunia.Kesimpulan yang didapatkan adalah bahwa konstruksi dari Tuhan adalah segala yang ada diadakan oleh yang maha ada kosong sebagai
awal dari terjadinya sesuatu yang ada.Lalu mengarah ke lapisan Trimukti, yang menjelaskan tentang perputaran siklus.Lapisan Trimukti menjelaskan tentang
adanya keabadian dalam kehidupan ini, yaitu adanya suatu kelahiran, kehidupan, kematian dan suatu kelahiran lagi.Pada lapisan berikutnya digambarkan
manifestasi dari Tuhan cahaya-cahaya Tuhan dewa-dewa. Dewa-dewa yang dimaksud, salah satunya adalah dewa kang linuwih dewa yang berada di dalam
diri kita sendiri atau memiliki nama lain sukma. Melalui sukma kemudian manusia dipercaya dapat berhubungan dengan dunia cahaya.
Jika Tribawana dianggap sebagai sebuah wujud dari dunia empiris menurut pengertian Hendropuspito, maka kontruksi Tuhan di atas adalah sebuah
wujud dunia supra-empiris.Kesimpulan akhir dari fungsi religius adalah dunia empiris kebahagiaan sekarang ini dapat diwujudkan dengan memahami
Tribawana, yaitu memahami bahwa hidup seorang manusia harus dipenuhi dengan pertimbangan bahwa kehadirannya adalah bagian dari satu rangkaian
bumi, dan Tuhan. Dengan memahami unsur bumi dan Tuhan, seorang manusia
74
tidak akan melupakan posisinya di dunia, dan akan hidup dengan bahagia. Sedangkan dunia supra-empiris kebahagiaan nanti, dapat diwujudkan dengan
memahami bahwa segalanya diawali dengan kekosongan yang penuh arti, satu- satunya hal yang abadi dalam dunia ini adalah penciptaan, pemeliharaan dan
peleburan yang kemudian mengawali sebuah penciptaan baru, dan menyadari bahwa kita sebagai manusia adalah bagian dari dewa kang linuwih, atau cahaya
para dewa yang diturunkan ke bumi. Dengan memahami pemahaman ini, manusia akan menerima bahwa kekosongan, ataupun kematian bukanlah akhir dari
segalanya. Segala yang berakhir akan mengawali penciptaan baru.