Dari ketujuh bagian akhir mantra di atas, dapat dipastikan bahwa bagian akhir mantra-mantra tersebut tidak memiliki kesamaan bentuk seperti pada bagian
pembuka.Tetapi pada kelima bagian akhir mantra dari tujuh keseluruhan mantra, ditemukan gejala-gejala yang mirip dengan bagian tubuh mantra, yaitu
ditemukannya kata-kata Sang Hyang, atau pada kasus ini salah satu mantra hanya menggunakan kata Hyang.Hal ini dapat dilihat pada mantra 19,20,21,22,
dan 23. Seperti pada bagian tubuh mantra, kebanyakan kata-kata Sang Hyang adalah wujud dari puji-pujian kepada Tuhan, tetapi pada bagian akhir mantra 19,
kata Sang Hyang digunakan tidak sebagai bentuk puji-pujian melainkan sebagai bentuk harapan. Bagian akhir mantra yang berwujud harapan juga ditemukan pada
mantra 20.Sedangkan mantra 25 hanyalah mantra penutup dari keseluruhan rangkaian mantra-mantra kedalaman. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa
dengan mengamati bagian akhir dari mantra-mantra kedalaman, tidak ditemukan kesamaan bentuk dari keseluruhan mantra seperti pada bagian pembuka, tetapi
ditemukan beberapa kata-kata Sang Hyang atau Hyang pada sebagian besar mantra. Hal ini karena sebagian besar akhir mantra bersifat puji-pujian.
Sedangkan pada bagian akhir mantra yang lain tidak ditemukan kesamaan bentuk atau maksud. Terlebih karena bagian akhir mantra-mantra ini tidak berisi pujian,
melainkan harapan dan penutup dari keseluruhan rangkaian mantra-mantra kedalaman.
2.2.4 Diksi Mantra Hindu Jawa
Dalam mantra-mantra Hindu Jawa yang dikaji dalam penelitian ini, sebagian kata berasal dari bahasa Jawa dan Jawa kuna.Bahasa Jawa kuna
kemudian banyak diadopsi oleh kebudayaan Hindu, seperti kata Sang Hyang Widhi yang berarti Tuhan. Atau kata Hong yang digunakan di awal setiap doa,
yang berarti kekosongan. Penggunaan kata Hong hanya ditemukan di Hindu Jawa, karena pada mantra-mantra Hindu di Bali atau daerah lain, banyak digunakan kata
Aum, yang kurang lebih bermakna sama. Agar perbedaan lebih tampak, berikut adalah contoh mantra pembuka dalam upacara vertikal Hindu Jawa, dan mantra
Tri Sandya yang merupakan salah satu mantra utama dalam Hindu Bali. Mantra pembuka dalam upacara vertikal Hindu Jawa
26
Hong Sang Hyang Murbeng Dumadi
Kang hanyipta jagad raya Sarta sadaya dumadi
Dalem hanyembah sungkem hamarikelu Hangluhurake paduka
Namung paduka ingkang kawula sembah Hinggih Sang Hyang Widhi
Bagian pembuka dalam mantra Trisandya yang merupakan salah satu mantra pokok Hindu- Bali
27
Aum bhùr bhvah svah
tat savitur varenyam
bhargo devasya dhimahi dhiyo yo nah pracodayàt
Selain penggunaan kata di awal doa yang berbeda meski maknanya sama, hal lain yang perlu diamati adalah penggunaan kata yang berarti Tuhan yang
memiliki istilah berbeda. Pada mantra kedalaman Hindu Jawa, banyak dijumpai istilah Sang Hyang Widhi, atau nama-nama lain untuk Tuhan yang juga diawali
kata Sang dan Hyang, seperti Sang Hyang Murbeng Dumadi yang berarti Tuhan yang maha tahu. Sedangkan pada kebanyakan mantra yang digunakan Hindu Bali,
banyak digunakan istilah-istilah dari Sansekerta seperti bhùr bhvah svah yang memiliki arti Tuhan. Lain halnya dalam kehidupan sehari-hari umat Hindu Bali,
mereka akan menggunakan istilah Sang Hyang Widhi untuk menyebut Tuhan. Melalui pengamatan dan hasil wawancara dengan putra Ida Pedanda
Djajakoesoema, Agung Harjuno, penulis menyadari bahwa pemilihan diksi dalam Hindu Jawa memiliki poros yang berbeda dengan Hindu Bali. Diksi dalam Hindu
Jawa berporos pada Bahasa Jawa, dan Jawa kuna.Sedangkan Hindu Bali berporos pada Bahasa Sansekerta.Hal ini lagi-lagi dapat dibuktikan dengan mantra penutup
Hindu Jawa dan Hindu Bali. Dalam Hindu Jawa, sebuah mantra ditutup dengan Hong sidem sidem sidem, Hong. Sedangkan dalam Hindu Bali, sebuah mantra
ditutup dengan Aum santi santi santi, Aum.Kedua kalimat yang digunakan untuk menutup sebuah mantra memiliki arti “kedamaian”.Hanya saja sidhem adalah
Bahasa Jawa kuna, dan santi adalah Bahasa Sansekerta.Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa fenomena penggunaan istilah Sang Hyang Widhi dalam
masyarakat Bali, merupakan ungkapan untuk menyebutkan Tuhan yang diadaptasi
dari budaya Jawa Kuna.Kemungkinan hal ini adalah akibat dari berpindahnya secara besar-besaran umat Hindu di Jawa ke Bali pada awal masa kerajaan Islam
di Jawa. Selain penggunaan bahasa Jawa Kuna, penggunaan kata dalam mantra
didominasi oleh kata-kata dalam bahasa Jawa. Bahasa Jawa yang digunakan juga merupakan bahasa Jawa Krama bahasa Jawa yang halus, yang biasa digunakan
untuk berbicara dengan orang yang dihormati, hal ini ditemukan pada hampir seluruh rangkaian mantra kedalaman kecuali pada salah satu mantra yang
menggunakan Bahasa Jawa Ngoko. Berikut adalah mantra tersebut.
28
Hong Sedulurku keblat papat kalima pancer
Kakang kawah, adi ari-ari Kakang mbarep, adi wuragil
Sedulurku kang manggon hing jagad wetan, jagad kidul, jagad kulon, jagad lor
Karep putih, abang, kuning, ireng Karsa Putih, abang, kuning, ireng
Sedulurku kang metu bareng sak uwat Mati seje panggonan
Kakang sabdo palon, kakang naya genggong Kaki mong, nini mong
Ibu abang, bapa putih Ibu abang, gendongen aku
Bapa putih, aling-alingana aku Sang Hyang Wening
Suksma sejati, jabang bayiku Hu teguh rahayu slamet
Berbeda dengan mantra lainnya, mantra ini menggunakan Bahasa Jawa Ngoko karena ditujukan pada diri sendiri.Hal ini dipercaya sebagai tahap pertama dalam
mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam Hindu Jawa dipercaya bahwa terdapat tiga dunia, yaitu dunia mikro kosmosbawana alit yang berarti hubungan
manusia dengan diri sendiri, dunia makro kosmos bawana gede yang berarti hubungan manusia dengan alam semesta dunia sekitar, dan nur kosmos bawana
pepadhang yang berarti hubungan manusia dengan sang pencipta. Pemilihan Bahasa Jawa Ngoko dalam mantra ini dikarenakan ini adalah sebuah mantra
mikro kosmos atau bawana alit, yang bertujuan untuk mengenali dan membersihkan diri sendiri sebelum dapat menuju kedua dunia lainnya, terutama
Tuhan. Adapun penggunaan bahasa Indonesia dapat ditemukan pada beberapa
mantra, namun hal ini sedikit diragukan, karena bahasa Indonesia banyak dipengaruhi oleh Sansekerta, begitu juga Bahasa Jawa, dan Bahasa Jawa kuna.
Bahkan beberapa kata dalam bahasa Indonesia diadopsi langsung dari Bahasa Jawa. Contoh kata yang kita kenali dalam bahasa Indonesia yang digunakan
dalam mantra ini adalah sejati, suci, maha dan kuasa.
2.2.5 Gaya Bahasa Mantra Hindu Jawa
Pembahasan gaya bahasa mantra Hindu Jawa akan menyinggung majas, karena dalam penulisan mantra-mantra Hindu Jawa ditemukan beberapa majas
yang digunakan. Sebagian besar majas yang digunakan adalah majas