Etika dalam Ragam Satu

kepada hamba-Nya di dalam setiap aktivitas, pasti tersimpan banyak hikmah dan kebaikan. Bagaimanapun, Guru Sauti telah melakukan sublimasi nilai-nilai Islam dan Melayu dalam karya tarinya Serampang XII. Masyarakat Melayu memiliki adat-istiadat kawin yang rumit dan sangat panjang, dasarnya adalah ajaran-ajaran agama Islam. Hal-hal ini kemudian diaplikasikannya ke dalam Tarian Serampang XII. Lebih jauh lagi, orang Melayu dalam menentukan jodoh harus juga mengetahui atau mengenal pasangannya, yang secara adat telah diatur dengan sistem kesopanan Melayu. Saling mengenal antara pasangan ini misalnya dilakukan dalam masa panen padi, dalam masa perayaan pernikahan, dan lainnya. Memang di dalam ajaran Islam tidak dibenarkan berpacaran, tetapi mengenal calon suami atau istri tentu saja diperbolehkan, dan dilandasi pula oleh adat. Ini yang tampak ingin dikemukakan oleh Guru Sauti. Tari berpasangan antara jenis kelamin ini juga mengadopsi nilai-nilai Islam, seperti dalam gerak, busana, tidak bersentuhan, dengan menggunakan sapu tangan di ragam terakhir, dan hal-hal lain. Lebih lanjut lagi penulis membahas Etika Pergaulan Pemuda-Pemudi Melayu ini dalam deskripsi gerak dari ragam 1 satu sampai ragam 12 dua belas:

4.1.1 Etika dalam Ragam Satu

Ragam satu, disebut juga dengan ragam tari permulaan atau pertemuan pertama. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.1 Hitungan beat tari keseluruhannya dua kali delapan. Pada ragam ini penari saling berhadapan. Pada hitungan satu keduanya berpusing di tempat ke arah kanan sebesar sudut siku-siku 90 , penari menggunakan teknik goncek kaki kanan, ditambah dengan kecak pinggang, dan posisi kepala tunduk. Kemudian pada hitungan dua dan tiga, penari masih melakukan gerak dengan teknik goncek. Pada hitungan empat gerakan ditahan, mata melakukan teknik kerling ke depan. Selanjutnya pada hitungan lima penari melakukan pusing badan ke kanan sebesar sudut siku-siku, dan menerapkan teknik goncek kaki kiri, sementara tangan dalam posisi kecak pinggang dan kepala tunduk. Selanjutnya, pada hitungan enam sampai tujuh, penari melakukan gerakan goncek. Hitungan delapan gerakan ditahan dan mata melakukan kerling ke arah depan. Siklus berikutnya, pada hitungan satu sampai delapan sama dengan siklus awal di atas. Pada hitungan delapan posisinya adalah kedua penari saling mengerling. Universitas Sumatera Utara Ragam satu, tari permulaan, yang dilukiskan oleh Guru Sauti dalam sebait pantun berikut ini. Sedang melayang pandangan mata, Terpaut pandangan pada juita, Menggetar sukma berdebar cita, Terbayang-bayang di ruang mata. Ragam satu tari Serampang XII diberi tajuk tari permulaan. Maknanya adalah tercermin dalam sebait pantun tersebut. Pantun ini adalah masuk ke dalam kategori pantun empat rangkap dalam sastra tradisi Melayu. Rima sajak yang digunakan adalah rata a-a-a-a. Keseluruhannya menggunakan enam belas kata, berupa kata dasar, kata ulang, kata depan, verbal, keterangan, dan lainnya. Terdiri dari 41 suku kata. Secara semiotik, pantun ini dengan eksplisit menyatakan bahwa sedang terjadi perasaan cinta, seseorang kepada pautan hatinya. Cinta ini dimulai dari pandangan mata, sehingga terpaut kepada juwita. Selanjutnya cinta ini menggetarkan sukma, dan terus terbayang sang pujaan hati. Untuk lebih menegaskan keadaan jatuh cinta pada pandangan pertama ini, Sauti dalam sampirannya langsung menggunakan sampiran pada dua larik penggal pertama. Pantun ini secara umum adalah menjelaskan terjadinya awal kali proses jatuh cinta, sebagai anugrah Tuhan kepada manusia.

4.1.2 Etika dalam Ragam Dua