Strategi Pengembangan Pemanfaatan Pekarangan Dalam Mendukung Pemberdayaan Masyarakat Suburban” (Studi Kasus: Desa Suka Makmur, Kedai Durian, dan Mekar Sari, Kecamatan Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang)
STRATEGI PENGEMBANGAN PEMANFAATAN PEKARANGAN DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT SUBURBAN
(Studi Kasus: Desa Suka Makmur, Kedai Durian, dan Mekar Sari, Kecamatan Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang)
SKRIPSI
Muhammad Idris Al Fath 110304090
AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
(2)
STRATEGI PENGEMBANGAN PEMANFAATAN PEKARANGAN DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT SUBURBAN
(Studi Kasus: Desa Suka Makmur, Kedai Durian, dan Mekar Sari, Kecamatan Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang)
SKRIPSI
MUHAMMAD IDRIS AL FATH 110304090
AGRIBISNIS
Usulan Penelitian sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara Disetujui oleh: Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
(Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec.)
NIP: 196304021997031001 NIP: 196206241986031001 (Ir. Yusak Maryunianta, M.Si.)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
(3)
ABSTRAK
MUHAMMAD IDRIS AL FATH (110304090/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi “STRATEGI PENGEMBANGAN PEMANFAATAN PEKARANGAN DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SUBURBAN DENGAN STUDI KASUS: DESA SUKA MAKMUR, KEDAI DURIAN, DAN MEKAR SARI, KECAMATAN DELI TUA, KABUPATEN DELI SERDANG”. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015 dengan dibimbing oleh Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec. dan Ir. Yusak Maryunianta, M.Si.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ukuran pekarangan di wilayah suburban, untuk mengetahui pembagian fungsi ruang pekarangan di wilayah suburban, untuk mengetahui stratifikasi tanaman (etagebow) penyusun pekarangan di wilayah suburban, untuk mengetahui nilai dan fungsi yang terkandung dalam pemanfaatan lahan pekarangan pada masyarakat suburban, untuk mengetahui faktor-faktor pengembangan pemanfaatan lahan pekarangan pada masyarakat suburban, untuk mengetahui strategi pengembangan pemanfaatan lahan pekarangan pada masyarakat suburban dalam pemenuhan lahan bagi usaha pertanian dan upaya memunculkan nilai-nilai yang selama ini melekat pada beberapa masyarakat. Penetuan sampel dengan metode accidental dengan sampel sebanyak 17 orang. Data yang digunakan adalah data primer. Metode analisis yang digunakan adalah dengan metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan Analisis SWOT .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Luas lahan pekarangan daerah suburban termasuk dalam kategori pekarangan sempit. (2) Fungsi ruang pekarangan di wilayah suburban ialah untu sirkulasi aktivitas anggota keluarga dan tetangga. (3) Stratifikasi tanaman (etagebow) penyusun pekarangan di wilayah suburban ialah terpenuhi 4 (empat) strata keragaman vertikal yaitu Strata I, II, III, dan IV. (4) Nilai dan fungsi yang terkandung dalam pemanfaatan lahan pekarangan pada masyarakat suburban ialah produksi secara subsisten, fungsi sosial-budaya, fungsi spiritualitas, fungsi estetis, fungsi ekologis dan bio-fisik lingkungan, iklim mikro, dan ekosistem suburban. (5) Faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan pemanfaatan pekarangan suburban. (6) Strategi yang diperoleh untuk meningkatkan pemasaran roti kacang di Kota Tebing Tinggi adalah strategi agresif atau strategi SO (Strengths – Opportunities) yaitu ada kekuatan yang dimanfaatkan untuk meraih peluang yang menguntungkan.
(4)
RIWAYAT HIDUP
MUHAMMAD IDRIS AL FATH dilahirkan di Desa Tanjung Morawa pada tanggal 25 Januari 1994. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari Bapak Drs. Anwar dan Ibu Roslaini. Penulis telah menempuh jenjang pendidikan formal sebagai berikut:
1. Jenjang pendidikan Taman Kanak-Kanak di Raudhatul Athfal Nurul Amaliyah masuk pada tahun 1998 dan tamat tahun 1999
2. Jenjang pendidikan tingkat dasar di SD Inpres No. 105328 Desa Dagang Kerawan, masuk pada tahun 1999 dan tamat tahun 2005
3. Jenjang pendidikan tingkat menengah pertama di SMP Negeri 1 Tanjung Morawa, masuk pada tahun 2005 dan tamat tahun 2008
4. Jenjang pendidikan tingkat menengah atas di SMA Negeri 1 Tanjung Morawa, masuk pada tahun 2008 dan tamat tahun 2011
5. Jenjang pendidikan tingkat sarjana (S1) di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, masuk pada tahun 2011 dan tamat pada tahun 2015.
Mengikuti Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Desa Kuala Gebang Kecamatan Gebang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2014 dan mengadakan penelitian skripsi di Desa Suka Makmur, Kedai Durian, dan Mekar Sari, Kecamatan Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2015.
Penulis aktif dalam berbagai organisasi mahasiswa antara lain, Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) dan Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia (POPMASEPI).
(5)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “STRATEGI PENGEMBANGAN PEMANFAATAN PEKARANGAN DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SUBURBAN” (Studi Kasus: Desa Suka Makmur, Kedai Durian, dan Mekar Sari, Kecamatan Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang). Skripsi ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada ayahanda tercinta Drs. Anwar dan ibunda tercinta Roslaini atas segala doa dan dukungan yang tidak pernah putus diberkan kepada penulis. Dalam hal ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu sebagai berikut:
1. Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.S., sebagai Ketua Program Studi Agribisnis dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec., sebagai Sekretaris Program Studi
Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah
memimpin dan mengelola institusi pendidikan tinggi di tingkat program studi. 2. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec. dan Bapak Ir. Yusak Maryunianta,
M.Si., selaku pembimbing yang selama ini telah memberikan motivasi, arahan, dan bimbingan dengan penuh kesabaran kepada penulis.
(6)
3. Seluruh dosen di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang selama ini telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama penulis menjadi mahasiswa.
4. Seluruh staf akademik di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah membantu proses administrasi. 5. Seluruh kantor pemerintahan Desa Suka Makmur, Kedai Durian, dan Mekar
Sari, Kecamatan Deli Serdang, Kabupaten Deli Serdang yang terkait dengan penelitian penulis.
6. Seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis selama penelitian ini terutama kepada abangda Dicky Syahlevi yang terus memberikan dorongan dalam penyelesain skripsi ini.
7. Teman-teman penulis di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara angkatan 2011, khususnya Annisa Azzahra, Denti Juli Irawati, Risa Januarti, Syari Syafrina, Ade Rezkika Nasution, Muhammad Sidik Pramono, Alief Ya Hutomo, Meinia Singgar Niari dan semua rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu atas doa, semangat, dan bantuannya.
Sebagai sebuah karya ilmiah, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan yang disebabkan keterabatasan ilmu pengetahuan yang dimiliki penulis. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Desember 2015
(7)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
RIWAYAT HIDUP ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penulisan ... 3
1.4 Manfaat Penulisan ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Lahan Pekarangan ... 5
2.2 Kultur Pekarangan ... 7
2.3 Fungsi Pekarangan ... 10
2.4 Suburban ... 11
2.5 Landasan Teori ... 12
2.5.1 Pekarangan... 12
2.5.2 Teori Strategi Pengembangan ... 13
2.6 Penelitian Terdahulu ... 14
2.7 Kerangka Pemikiran ... 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 19
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 19
3.2 Metode Pengumpulan Sampel ... 19
3.3 Metode Penentuan Data ... 20
3.4 Metode Analisis Data ... 20
3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 27
3.5.1 Defenisi ... 27
3.5.2 Batasan Operasional ... 30
BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN ... 31
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 31
4.1.1 Letak Geografis, Batas, dan Luas Wilayah ... 31
(8)
4.2 Karakteristik Responden ... 33
4.2.1 Usia ... 33
4.2.2 Tingkat Pendidikan ... 33
4.2.3 Pekerjaan ... 34
4.2.4 Jumlah Anggota Keluarga ... 34
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36
5.1 Ukuran Pekarangan di Wilayah Suburban ... 36
5.2 Pembagian Fungsi Ruang Pekarangan di Wilayah Suburban ... 36
5.5.1 Fungsi Ruang Berkaitan dengan Aktifitas dan Nilai Tempat .... 36
5.2.2 Fungsi Ruang Menurut Spatial Pattern ... 47
5.3 Stratifikasi Tanaman ... 55
5.4 Nilai dan Fungsi yang Terkandung dalam Pemanfaatan Lahan Pekarangan pada Masyarakat Suburban ... 56
5.5 Analisis Faktor-faktor Internal dan Eksternal Strategi Pengembangan Pemanfaatan Pekarangan ... 59
5.5.1 Faktor Faktor Internal ... 59
5.5.2 Faktor Faktor Eksternal ... 60
5.5.3 Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman dalam Pengembangan Pemanfaatan Pekarangan Suburban ... 61
5.5.3.1 Kekuatan dalam Pengembangan Pemanfaatan Pekarangan Subruban ... 61
5.5.3.2 Kelemahan dalam Pengembangan Pemanfaatan Pekarangan Subruban ... 65
5.5.3.3 Peluang dalam Pengembangan Pemanfaatan Pekarangan Subruban ... 67
5.5.3.4 Ancaman dalam Pengembangan Pemanfaatan Pekarangan Subruban ... 69
5.6 Formulasi Strategi Pengembangan Pemanfaatan Pekarangan Suburban ... 70
5.6.1 Skoring Faktor Internal dan Faktor Eksternal ... 70
5.6.2 Pembobotan Faktor Internal dan Faktor Eksternal ... 74
5.6.3 Penentuan Strategi Pengembangan Pemanfaatan Pekarangan Berdasarkan Analisis SWOT ... 76
5.6.4 Penentuan Alternatif Strategi Pengembangan Pemanfaatan Pekarangan ... 82
5.6.5 Evaluasi strategi Pengembangan Pemanfaatan Pekarangan Suburban di Desa Suka Makmur, Kedai Durian, dan Mekar Sari, Kecamatan Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang ... 84
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 87
6.1 Kesimpulan ... 87
6.2 Saran ... 89 DAFTAR PUSTAKA
(9)
DAFTAR TABEL
No Judul Tabel Hal
1 Faktor-Faktor Yang Diperkirakan Terkait dengan
Pengembangan Pemanfaatan Lahan Pekarangan 22 2 Skala Teknik Komparasi Berpasangan (Pairwise Comparison) 24 3 Luas Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan
Penduduk di Kecamatan Deli Tua Tahun 2013 32 4 Banyaknya Penduduk menurut Mata Pencaharian di Kecamatan
Deli Tua Tahun 2013 32
5 Banyaknya Penduduk menurut Suku Bangsa di Kecamatan Deli
Tua Tahun 2013 33
6 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 32 7 Karakterisktik Responden Berdasarkan Pekerjaan 34 8 Karakterisktik Responden Berdasarkan Jumlah Anggota
Keluarga 34
9 Fungsi Yang Terkandung dalam Pemanfaatan Lahan
Pekarangan 58
10 Faktor-faktor Internal dalam Pengembangan Pemanfaatan
Pekarangan Suburban 59
11 Faktor-faktor Eksternal dalam Pengembangan Pemanfaatan
Pekarangan Suburban 60
12 Skoring Faktor Internal dan Faktor Eksternal 71 13 Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman Strategi
(10)
Pengembangan Pemanfaatan Pekarangan Suburban 73
14 Pembobotan Faktor Internal (IFAS) 74
15 Pembobotan Faktor Eksternal (EFAS) 75 16 Matriks Evaluasi Faktor Strategis Internal (IFAS) 77 17 Matriks Evaluasi Faktor Strategis Internal (IFAS) 78 18 Gabungan Matiks Evaluasi Faktor Strategis Internal dan
Eksternal Pengembangan Pemanfaatan Pekarangan Suburban 79 19 Analisis SWOT Strategi Pengembangan Pemanfaatan
(11)
DAFTAR GAMBAR
No Judul Tabel Hal
1 Skema Kerangka Penelitian 16
2 Matriks Posisi SWOT 24
3 Tampak dua sisi Kasus 1 36
4 Tampak dua sisi Kasus 2 36
5 Tampak dua sisi Kasus 3 37
6 Tampak dua sisi Kasus 4 38
7 Matriks Posisi Pengembangan Pemanfaatan Pekarangan
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul
1 Data Karakteristik Responden
2 Indikator dan Parameter Faktor Internal 3 Indikator dan Parameter Faktor Eksternal 4 Pembobotan Faktor Internal
5 Pembobotan Faktor Eksternal
6 Hasil Kuesioner - Faktor-faktor Internal 7 Hasil Kuesioner - Faktor-faktor Eksternal
8 Parameter Penilaian Skor Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman Pemanfaatan Pekarangan Suburban
9 Penentuan Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan) Pemanfaatan Pekarangan
10 Penentuan Faktor Eksternal (Peluang dan Ancaman) Pemanfaatan Pekarangan
11 Hasil Penilaian Faktor Internal (IFAS) 12 Hasil Penilaian Faktor Eksternal (EFAS)
13 Hasil Perhitungan Nilai Rata-Rata Geometris Faktor Internal (IFAS) 14 Normalisasi Faktor Internal (IFAS)
15 Hasil Perhitungan Nilai Rata-rata Geometris Faktor Eksternal (EFAS) 16 Normalisasi Faktor Eksternal (EFAS)
17 Pembobotan Faktor Internal (IFAS) 18 Pembobotan Faktor Internal (IFAS)
(13)
19 Matriks Evaluasi Faktor Strategis Internal (IFAS) 20 Matriks Evaluasi Faktor Strategis Eksternal (EFAS)
(14)
ABSTRAK
MUHAMMAD IDRIS AL FATH (110304090/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi “STRATEGI PENGEMBANGAN PEMANFAATAN PEKARANGAN DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SUBURBAN DENGAN STUDI KASUS: DESA SUKA MAKMUR, KEDAI DURIAN, DAN MEKAR SARI, KECAMATAN DELI TUA, KABUPATEN DELI SERDANG”. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015 dengan dibimbing oleh Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec. dan Ir. Yusak Maryunianta, M.Si.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ukuran pekarangan di wilayah suburban, untuk mengetahui pembagian fungsi ruang pekarangan di wilayah suburban, untuk mengetahui stratifikasi tanaman (etagebow) penyusun pekarangan di wilayah suburban, untuk mengetahui nilai dan fungsi yang terkandung dalam pemanfaatan lahan pekarangan pada masyarakat suburban, untuk mengetahui faktor-faktor pengembangan pemanfaatan lahan pekarangan pada masyarakat suburban, untuk mengetahui strategi pengembangan pemanfaatan lahan pekarangan pada masyarakat suburban dalam pemenuhan lahan bagi usaha pertanian dan upaya memunculkan nilai-nilai yang selama ini melekat pada beberapa masyarakat. Penetuan sampel dengan metode accidental dengan sampel sebanyak 17 orang. Data yang digunakan adalah data primer. Metode analisis yang digunakan adalah dengan metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan Analisis SWOT .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Luas lahan pekarangan daerah suburban termasuk dalam kategori pekarangan sempit. (2) Fungsi ruang pekarangan di wilayah suburban ialah untu sirkulasi aktivitas anggota keluarga dan tetangga. (3) Stratifikasi tanaman (etagebow) penyusun pekarangan di wilayah suburban ialah terpenuhi 4 (empat) strata keragaman vertikal yaitu Strata I, II, III, dan IV. (4) Nilai dan fungsi yang terkandung dalam pemanfaatan lahan pekarangan pada masyarakat suburban ialah produksi secara subsisten, fungsi sosial-budaya, fungsi spiritualitas, fungsi estetis, fungsi ekologis dan bio-fisik lingkungan, iklim mikro, dan ekosistem suburban. (5) Faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan pemanfaatan pekarangan suburban. (6) Strategi yang diperoleh untuk meningkatkan pemasaran roti kacang di Kota Tebing Tinggi adalah strategi agresif atau strategi SO (Strengths – Opportunities) yaitu ada kekuatan yang dimanfaatkan untuk meraih peluang yang menguntungkan.
(15)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang cukup panjang guna mewujudkan kesejahteraan di Tanah Air. BPS (2015) memproyeksikan, jumlah penduduk Indonesia pada 2015 mencapai 255.461.700 atau naik dibanding jumlah penduduk 2010 yang mencapai 238.518.600 jiwa. Artinya, dalam lima tahun terakhir telah terjadi pertambahan penduduk sebanyak 16.943.100 jiwa.
Tantangan pembangunan fisik telah memacu urbanisasi dan industrialisasi yang selalu berdampak pada perubahan tata guna lahan dan penutupan lahan karena adanya beragam kepentingan (Saroinsong et al, 2007 dalam Arifin, 2013). Di hulu daerah aliran sungai (DAS) banyak terjadi deforestasi, di tengah banyak lahan pertanian berubah menjadi permukiman, dan di hilir alih fungsi lahan cenderung menuju ke pembangunan fisik kawasan industri, kota baru, serta fasilitas dan infrastruktur kota lainnya (Arifin, 2013).
Pembangunan tersebut tidak hanya terjadi di perkotaan tetapi juga di perdesaan atau pinggir perkotaan. Salah satu contohnya dapat dilihat di Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang cukup berkembang di Provinsi Sumatera Utara. Lokasinya berdampingan langsung dengan ibu kota provinsi. Ditambah lagi jumlah penduduk hingga tahun 2013 tercatat 2.057.370 jiwa (Prasandi, 2013).
(16)
Pertambahan penduduk ini memicu pembangunan kota baru serta sarana dan prasarana pendukungnya yang berkembang. Pembangunan perumahan yang berkembang secara horizontal akan membuka lahan baru disekitar rumah. Setiap penambahan unit terkecil dari perumahan tersebut akan menambah jumlah pekarangan sehingga total luasannya juga bertambah. Potensi lahan pekarangan di Indonesia harus dapat dimanfaatkan (Rukmana, 2008). Terdapat 5.686.177 ha pekarangan di Indonesia, 268.122 ha luasan ada di Provinsi Sumatera Utara dan 38.557 ha di Kabupaten Deli Serdang (BPS, 2003). Menurut Sankarto (2012 dalam Arifin, 2013) pada 2010 total luas pekarangan di Indonesia telah bertambah menjadi 10.3 juta ha.
Pekarangan adalah bagian dari kultur masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia telah mengenal bahwa pekarangan merupakan bagian dari kehidupan yang telah mengakar dari kebiasaan dan adat-istiadat yang selama ini dikenal sebagai pengetahuan lokal (local knowledge). Baik pada masyarakat Melayu, Jawa, Bali, dan daerah-daerah lainnya. Pekarangan memiliki fungsi dan nilai-nilai yang didapati di dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, kultur pekarangan penting untuk diberdayakan dalam upaya pemenuhan lahan bagi usaha pertanian dan penguatan kembali nilai-nilai yang selama ini melekat pada beberapa masyarakat Indonesia.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana ukuran pekarangan di wilayah suburban?
(17)
3. Bagaimana stratifikasi tanaman (etagebow) penyusun pekarangan di wilayah suburban?
4. Apa nilai dan fungsi yang terkandung dalam pemanfaatan lahan pekarangan pada masyarakat suburban?
5. Apa faktor-faktor dalam pengembangan pemanfaatan lahan pekarangan pada masyarakat suburban?
6. Bagaimana strategi pengembangan pemanfaatan lahan pekarangan pada masyarakat suburban dalam pemenuhan lahan bagi usaha pertanian dan upaya memunculkan nilai-nilai yang selama ini melekat pada beberapa masyarakat Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
Sesuai dengan identifikasi masalah, maka tujuan penulisan yaitu: 1. Untuk mengetahui ukuran pekarangan di wilayah suburban
2. Untuk mengetahui pembagian fungsi ruang pekarangan di wilayah suburban
3. Untuk mengetahui stratifikasi tanaman (etagebow) penyusun pekarangan di wilayah suburban
4. Untuk mengetahui nilai dan fungsi yang terkandung dalam pemanfaatan lahan pekarangan pada masyarakat suburban
5. Untuk mengetahui faktor-faktor pengembangan pemanfaatan lahan pekarangan pada masyarakat suburban
6. Untuk mengetahui strategi pengembangan pemanfaatan lahan pekarangan pada masyarakat suburban dalam pemenuhan lahan bagi usaha pertanian
(18)
dan upaya memunculkan nilai-nilai yang selama ini melekat pada beberapa masyarakat Indonesia
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan ialah:
1. Sebagai bahan referensi dan studi untuk pengembangan ilmu untuk pihak-pihak yang membutuhkan.
2. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengambil kebijakan untuk mengembangkan program pengentasan kemiskinan terutama untuk daerah-daerah suburban.
3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti dalam pengembangan wawasan untuk menjadi seorang peneliti
(19)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lahan Pekarangan
Pekarangan dari sudut ekologi merupakan lahan dengan sistem yang terintegrasi dan mempunyai hubungan yang kuat antara manusia sebagai pemilik/penghuninya dengan tanaman, tumbuhan, serta ikan, satwa liar, dan hewan yang diternakkannya (Arifin, 2013). Selain itu, pekarangan secara global dapat didefenisikan sebagai berikut (Kehlenbeck, 2007):
As the appearance of homegardens is highly variable, there are several definitions of this system. Homegardens are commonly defined as a piece of land with a definite boundary surrounding a homestead, being cultivated with a diverse mixture of perennial and annual plant species, arranged in a multilayered vertical structure, often in combination with raising livestock, and managed mainly by household members for subsistence production (Christanty, 1990; Fernandes & Nair, 1986; Hoogerbrugge & Fresco, 1993; Kumar & Nair, 2004; Rugalema et al., 1994; Soemarwoto, 1987).
Homegardens are one of the most complex and diverse agro-ecosystems worldwide. Homegarden systems have existed for millennia (Kumar & Nair, 2004; Soemarwoto & Conway, 1992) in many tropical regions, where they played an important role towards then development of early agriculture and domestication of crops and fruit trees, a still ongoing process (Kimber, 1978; Miller & Nair, 2006; Niñez, 1987; Smith, 1996).
(20)
Menurut Badan Litbang Pertanian (2014) pemanfaatan lahan pekarangan merupakan suatu wujud dari kemandirian pangan rumah tangga petani. Kemandirian pangan rumah tangga petani merupakan kemampuan kepala rumah tangga dalam memenuhi konsumsi protein nabati dan hewani sehari-hari untuk keluarganya. Pemanfaatan lahan pekarangan untuk ditanami aneka tanaman sayuran yang biasa dikonsumsi. Aneka sayuran yang ditanam dalam bentuk pot atau polibag meliputi tanaman sawi, bayam, cabe, caisim, kangkung, seledri, tomat, terong, bawang daun, dan sejenisnya. Protein hewani hasil pemanfaatan lahan pekarangan seperti ayam, telur ayam, ikan, dan kelinci.
Menurut Badan Litbang Pertanian (2014) pengelompokan lahan pekarangan dibedakan atas pekarangan perkotaan dan pedesaan. Lahan pekarangan di perkotaan dikelompokkan berdasarkan dengan tipe rumah di perumahan. Sedangkan Lahan pekarangan di perdesaan dikelompokkan berdasarkan luas lahan.
a. Pekarangan perkotaan dikelompokkan menjadi 4 (empat), yaitu: 1. Pada perumahan Tipe 21, dengan total luas lahan sekitar 36 m2 2. Pada perumahan Tipe 36, luas lahan sekitar 72 m2
3. Pada perumahan Tipe 45, luas lahan sekitar 90 m2
4. Pada perumahan Tipe 54 atau 60, luas lahan sekitar 120 m2 b. Pekarangan pedesaan dikelompokkan menjadi 4 (empat), yaitu:
1. Pekarangan sangat sempit (tanpa halaman) 2. Pekarangan sempit (<120 m2)
3. Pekarangan sedang (120-400 m2) 4. Pekarangan luas (>400 m2)
(21)
2.2 Kultur Pekarangan
Konsep pekarangan diperkenalkan oleh sekelompok orang yang berasal dari Indochina dan selanjutnya menetap di Jawa Tengah sejak tahun 860 M. Pekarangan berkembang kearah Jawa Timur, Madura dan Bali dan penyebaran ke daerah Jawa Barat pada abad ke-18 (Terra, 1948 dalam Christanty, 1990 dalam Pendong dan Arrijani, 2004).
Keberadaan pekarangan telah menjadi bagian dari kultur bangsa Indonesia. Pekarangan dipengaruhi oleh adat istiadat, kebiasaan, agama, dan suku. Konsep tri-hita-karana sebagai pengetahuan lokal pada masyarakat di Bali yang hingga kini masih melekat dan menjadi bagian kultur hidup masyarakat. Setiap aspek pekarangan memiliki penggunaan yang khas, termasuk bagi pola pertanaman dan pemilihan jenis tanaman di pekarangan. Pekarangan memiliki peran yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Hasil pekarangan selain untuk kebutuhan pangan secara subsisten dan dijual, juga untuk sesajen setiap hari serta untuk rangkaian upacara terutama buah-buahan dan daun. Hal ini adalah ekspresi kearifan lokal masyarakat dalam konsep keberlanjutan fungsi pekarangan (Arifin, 2013).
Kultur pemanfaatan pekarangan tidak hanya ada di Indonesia. Namun juga di negara lain di Asia. Menurut Kehlenbeck (2007): Individual homegardens have been continuously cultivated for many decades and even centuries, for example, in Sri Lanka (Hochegger, 1998), Vietnam (Trinh et al., 2003), Bangladesh (Ali, 2005; Oakley, 2004; Oakley & Momsen, 2007), Thailand (Moreno-Black et al., 1996), and Nepal (Shrestha et al, 2004).
(22)
Terra (1948) dalam Danoesastro (1977) mengemukakan bahwa di Indonesia perkembangan pemanfaatan pekarangan dapat dilaksanakan lebih baik di daerah yang penduduknya matriarchal (Jawa, Madura, Minang, Aceh, Bali), sebaliknya di daerah yang patriarchal seperti Tapanuli, pekarangan tidak atau sukar berkembang.
Hal ini juga didukung dari hasil penelitian di beberapa negara melihat bahwa penduduk yang matriarchal memiliki potensi dalam pengembangan pekarangan. Menurut Kehlenbeck (2007): Dominance of females in hoeing, weeding, and harvesting, but of males in pruning and hard work such as preparing the land is stated also in the literature (e.g. Tchatat et al. (1996) for Cameroon, Rugalema et al. (1994) for Tanzania, Bennett-Lartey et al. (2004) for Ghana). A rather equal division of labour between male and female household members without giving more detailed information is reported from Java, Indonesia (Andayani, 1988, cited in Suryana & Simatupang, 1992), Vietnam (Hodel et al., 1999), Nicaragua (Méndez et al., 2001), and Martinique (Kimber, 1966). However, in some regions, homegardens are said to be managed mainly or even exclusively by females, e.g. in Bangladesh (Ali, 2005; Oakley, 2004; Oakley & Momsen, 2007), Thailand (Moreno-Black et al., 1996), Nepal (Shrestha et al., 2004), Yemen (Ceccolini, 2002), or Tanzania (Rugalema et al., 1994). In contrast, dominance of males in homegardening is reported only from India (Dash & Misra, 2001).
Kultur pekarangan ini juga membentuk zonasi pekarangan yang dipengaruhi juga oleh adat-istiadat, kebiasaan, agama, dan suku. Di Bali, Konsep tri-hita-karana sebagai local knowledge pada masyarakatnya. di mana tata-ruang mulai dari
(23)
pulau,banjar, sampai pekarangan dibagi menjadi parahyang (hulu, atas, kepala), pawongan (tengah, badan), dan palemahan (hilir, bawah, kaki). Setiap bagian memiliki penggunaan yang khas, termasuk bagi pola pertanaman dan pemilihan jenis tanaman di pekarangan. Pada pekarangan Bali, zona parahyangan menghadap ke arah Gunung Agung, sebagai tempat suci (prajan) untuk sembahyang (sanggah). Zona ini digunakan untuk tanaman hias baik bunga-bungaan maupun daun yang setiap hari bisa dipetik untuk persembahan. Zona pawongan adalah bagian dari kehidupan manusia penghuninya yang dicirikan dengan tanaman buah-buahan, bunga dan daun. Pada zona palemahan tanamannya dalam bentuk buah, batang, daun, dan umbi-umbian.
Pada pekarangan Sunda, pekarangan dibagi menjadi tigabagian. Bagian depan yang disebut buruan. Bagian ini biasanya disapu dan hampir dibersihkan tiap hari. Kadang ditanami dengan tanaman hias atau tanaman peneduh, yang digunakan untuk menjemur pakaian, hasil bumi, tempat bermain anak dan lainnya. Bagian pinggir rumah yang berada di samping kiri dan kanan, yaitu pipir. Pipir ini biasanya digunakan untuk tempat perabot/alat-alat pertanian, seperti garu, gasrok, grendel, dan lainnya, tetapi biasanya disimpan di belakang rumah. Jarian, biasanya terletak dibelakang rumah atau di bagian belakang, berfungsi sebagai tempat membuang sampah yang dibakar dan dijadikan pupuk. Panyaweran adalah garis pembatas antara buruan dan dinding rumah. Digunakan untuk menyimpan sementara hasil panen atau barang-barang lainnya
(24)
2.3 Fungsi Pekarangan
Peranan dan fungsi pekarangan sangat penting dalam kehidupan rumah tangga sehari-hari, yaitu sebagai warung hidup yang mana hasil dari bercocok tanam di lahan pekarangan dapat digunakan untuk kegiatan dapur, apotek hidup sebagai tanaman obat keluarga yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk kesehatan, lumbung hidup sebagai cadangan makanan bagi keluarga, dan tabungan hidup sebagai pendapatan keluarga apabila hasil produksi bercocok tanam di lahan pekarangan tersebut dikomersilkan (Rukmana, 2008).
Menurut Arifin (2013) ada empat fungsi dasar pekarangan secara sosial ekonomis, yaitu:
1. Produksi secara subsisten, seperti sumbangan tanaman pangan yang menghasilkan produk karbohidrat, buah, sayur, bumbu, obat, dan produk non-pangan lainnya termasuk produksi ternak dengan nilai gizi yang tinggi dalam bentuk protein, mineral, dan vitamin.
2. Pekarangan dapat menghasilkan produksi untuk komersial dan memberi tambahan pendapatan keluarga, khususnya di wilayah yang memiliki akses pasar yang baik. Produk pekarangan tersebut termasuk tanaman tahunan, yaitu pohon buah-buahan, juga kakao dan kopi, termasuk tanaman sayuran dan tanaman hias.
3. Pekarangan mempunyai fungsi sosial-budaya. Fungsi ini termasuk jasa seperti untuk saling bertukar hasil tanaman dan bahan tanaman antar tetangga. Pekarangan juga memberikan status bagi pemilik di lingkungannya, menyediakan ruang untuk keindahan taman, juga fungsi lainnya antara lain tempat bermain bagi anak- anak juga tempat bersosialisasi sesama tetangga,
(25)
dan sebagai tempat upacara keagamaan, khususnya bagi masyarakat Hindu Bali menggunakan bagian dari pekarangan untuk prajan sebagai tempat sembahyang.
4. Pekarangan memiliki fungsi ekologis, bio-fisik lingkungan. Struktur tanaman dengan multi-strata merupakan miniatur dari hutan alam tropis yang berfungsi sebagai habitat bagi beragaman tumbuhan dan satwa liar. Sistem produksi terintegrasi dari tanaman, ternak, dan ikan menghasilkan penggunaan yang efisien dalam penggunaan pupuk organik serta daur ulang bahan dan menurunkan runoff.
2.4 Suburban
Wilayah suburban menurut karakteristiknya sebenarnya adalah pencampuran antara desa dengan kota (Muawanah, 2011). Daldjoeni (1992 dalam Muawanah, 2011) mengutip Whynne-Hammond, menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan suburban:
a. Peningkatan pelayanan transportasi kota. Tersedianya angkutan umum memudahkan orang untuk bertempat tinggal jauh dari tempat kerjanya.
b. Perpindahan penduduk dari pusat kota ke pinggiran kota dan masuknya penduduk baru yang berasal dari pedesaan.
c. Meningkatnya taraf hidup masyarakat yang memungkinkan orang mendapatkan perumahan yang lebih layak.
d. Munculnya permukiman penduduk. Pemerintah membantu masyarakat yang akan mendirikan rumah lewat pinjaman bank.
(26)
Masyarakat suburban dapat menjadi penyangga (buffer) bagi kehidupan kota jika warganya memiliki ketempilan atau kemampuan untuk berkontribusi bagi kehidupan kota induk (Muawanah, 2011).
2.5 Landasan Teori 2.5.1 Pekarangan
Teori pekarangan menurut Kehlenbeck (2007): Homegardens are commonly defined as a piece of land with a definite boundary surrounding a homestead, being cultivated with a diverse mixture of perennial and annual plant species, arranged in a multilayered vertical structure, often in combination with raising livestock, and managed mainly by household members for subsistence production.
Menurut Badan Litbang Pertanian (2014) pemanfaatan lahan pekarangan merupakan suatu wujud dari kemandirian pangan rumah tangga petani. Kemandirian pangan rumah tangga petani merupakan kemampuan kepala rumah tangga dalam memenuhi konsumsi protein nabati dan hewani sehari-hari untuk keluarganya. Pemanfaatan lahan pekarangan untuk ditanami aneka tanaman sayuran yang biasa dikonsumsi. Aneka sayuran yang ditanam dalam bentuk pot atau polibag meliputi tanaman sawi, bayam, cabe, caisim, kangkung, seledri, tomat, terong, bawang daun, dan sejenisnya. Protein hewani hasil pemanfaatan lahan pekarangan seperti ayam, telur ayam, ikan, dan kelinci.
Menurut Arifin (2013) ada empat fungsi dasar pekarangan secara sosial ekonomis, yaitu Produksi secara subsisten, pekarangan dapat menghasilkan produksi untuk komersial dan memberi tambahan pendapatan keluarga, pekarangan mempunyai fungsi sosial-budaya, pekarangan memiliki fungsi ekologis dan bio-fisik
(27)
lingkungan. Nilai dan fungsi dari lahan pekarangan itu dapat lebih luas lagi ditemukan diberbagai daerah yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik daerahnya.
2.5.2 Teori Strategi Pengembangan
Rangkuti (2008) mengemukakan strategi sebagai alat untuk mencapai tujuan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. Strategi merupakan respon secara terus-menerus maupun adiktif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi. Menurut Umar (2008), strategi merupakan tindakan yang bersifat senantiasa meningkat dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa mendatang.
Tujuan utama strategi dalam setiap kegiatan adalah mencapai keberhasilan. Dalam mencapai tujuan yaitu keberhasilan, ada beberapa elemen strategi yang harus dipenuhi. Pertama, tujuan yang diformulasikan secara sederhana, konsisten, dan berjangka panjang. Kedua, pengertian mendalam terhadap lingkungan persaingan. Ketiga, penilaian objektif terhadap sumberdaya dan implementasi yang efektif (David, 2006).
Analisis SWOT dapat digunakan secara deskriptif dan secara kuantitatif. Penggunaan analisis SWOT secara deskriptif yaitu hanya menjelaskan bagaimana pengembangan suatu organisasi tanpa menjelaskan strategi faktor-faktor internal dan eksternalnya. Sedangkan penggunaan analisis SWOT secara kuantitatif yaitu menjelaskan dengan terperinci faktor-faktor internal dan eksternalnya dengan
(28)
menggunakan bobot dan bagaimana strategi pengembangan tersebut bermanfaat bagi suatu usaha atau organisasi. Analisis SWOT ditujukan untuk mengidentifikasi berbagai faktor internal dan faktor eksternal untuk merumuskan strategi (Pearce dan Robinson, 2009).
2.6 Penelitian Terdahulu
Berbagai penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pekarangan merupakan salah satu aspek kehidupan masyarakat yang memiliki fungsi dan manfaat. Hasil penelitian Nuraini. (2009) yang berjudul Peran, Fungsi, dan Manfaat Pekarangan sebagai Salah Satu Model Ruang Terbuka Hijau di Lingkungan Permukiman Padat Kota Studi Kasus : Pekarangan di Karang Kajen, Yogyakarta menunjukkan bahwa pekarangan di Karang Kajen, mampu memenuhi 3 fungsi dari 4 fungsi dasar Ruang Terbuka Hijau, yaitu (1). Fungsi Bio-ekologis/ fisik; (2) Fungsi Sosial, ekonomi dan budaya yang mampu menggambarkan ekspresi budaya lokal dan (3) Ekosistem perkotaan. Adapun manfaatnya dapat ditinjau dari dua aspek penting yaitu manfaat fisik dan non-fisik. Manfaat fisik, meliputi manfaat kesehatan dan arsitektur sedangkan manfaat non-fisik terkait fungsi ekonomi. Pekarangan di Karang Kajen, Yogyakarta merupakan sebuah kawasan Ruang Terbuka Hijau yang unik dan memiliki karakter berbeda dari ruang-ruang terbuka di lingkungan permukiman padat kota pada umumnya. Walaupun kawasan permukiman ini memiliki ciri bangunan yang berbeda-beda, dan padat seperti layaknya sebuah kampung kota, tetapi karakter Ruang Terbukanya telah memberikan identitas tersendiri bagi masyarakat yang ada di sana.
Hasil penelitian Hanafiah (1988) berjudul Kajian Fungsi Pekarangan Pedesaan dalam Hubungannya dengan Konsentrasi Sumberdaya Pekarangan Petani:
(29)
Kelurahan Sendang Tirto, Sleman menunjukkan bahwa tambahan pendapatan RT yang diperoleh dari usahatani pekarangan adalah 24,2% dari pertanaman pekarangan, 21,l% dari unggas dan telur, 5,4% dari ternak sapi, kerbau, atau kambing, 9,6% dari ikan kolam pekarangan; sedang dari nonusahatani pekarangan (industri rumah, kerajinan, bertukang, jasa) adalah sebesar 39,7% per tahun. Usahatani pekarangan di pedesaan tersebut umumnya diusahakan secara tumpangsari. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa luas pekarangan efektif, jumlah jenis tanaman, jumlah pohon per jenis tanaman, jumlah macam usaha pekarangan, biaya usaha luar pekarangan, pengelolaan usaha pekarangan, jumlah pencari nafkah RT tani, tanggungan RT tani, pengalaman tani kepala RT tani, penghasilan dari luar usaha pekarangan, dan penghasilan total RT tani berpengaruh nyata terhadap hasil konservasi sebagai suatu usaha pengelolaan dalam memanfaatkan sumberdaya alam sehingga dapat menghasilkan keuntungan secara berkelanjutan dengan pemanfaatan lahan pekarangan petani di pedesaan. Penelitian dari Ashari, dkk. (2012) berjudul Potensi dan Prospek Pemanfaatan Lahan Pekarangan untuk mendukung Ketahanan Pangan mengemukakan bahwa lahan pekarangan memiliki potensi dalam penyediaan bahan pangan keluarga, mengurangi pengeluaran rumah tangga untuk pembelian pangan, dan meningkatkan pendapatan rumah tangga.
Penelitian dari Kaswanto dan Nakagoshi (2012) berjudul Revitalizing Pekarangan Home Gardens, a Small Agroforestry Landscape for a Low Carbon Society di Jawa Barat, Indonesia menunjukkan bahwa pengembangan lanskap agroforestri kecil berupa pekarangan dapat mengatasi masalah lingkungan di daerah pedesaan, terutama di negara-negara berkembang. Praktek manajemen lanskap berupa
(30)
pekarangan dapat membantu menekan masalah ekonomi, sosial, dan pembangunan ekologi di masyarakat marginal pedesaan. Oleh karena itu dengan revitalisasi sistem agroforestri kecil berupa pekarangan, masyarakat marjinal memiliki kemungkinan untuk maju secara ekonomi, sosial, dan ekologis. Jasa lingkungan dari pekarangan adalah (1) konservasi keanekaragaman hayati, (2) akumulasi stok karbon, (3) kepemilikan sumber daya ekonomi, dan (4) nutrisi tambahan bagi manusia. Ditemukan pekarangan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan stok karbon hingga 20% dari lanskap hutan, sedangkan total pendapatan bisa meningkat hingga 12,9%. Tercatat pula bahwa pekarangan dapat memberikan 2,0% dari asupan kalori harian.
Penelitian Arifin ( 2013) berjudul Pekarangan Kampung untuk Konservasi Agro-Biodiversitas dalam Mendukung Penganekargaman dan Ketahanan Pangan di Indonesia menunjukkan bahwa di dalam pekarangan selain dapat dilakukan usaha tani jenis-jenis tanaman yang berpotensi, yaitu buah-buahan, sayuran, dan tanaman hias; dan ternak yang berpotensi, yaitu ayam kampung, domba, kambing dan sapi, juga dilakukan bisnis non-pertanian, yaitu bengkel, kios, kerajinan anyaman, industri kecil rumahan, menjahit, dan lain sebagainya. Meskipun persentase kontribusi hasil pekarangan terhadap tambahan pangan keluarga di perdesaan seperti energi, protein, dan vitamin terhitung relatif kecil terhadap kebutuhan total, hal tersebut sangat berarti sebagai tambahan pangan keluarga.
(31)
2.7 Kerangka Pemikiran
Masyarakat suburban pada umumnya memiliki lahan untuk bercocok tanam. Diharapkan lahan pekarangan tersebut dapat diusahakan dan mampu membantu memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga. Begitu pula dengan kultur pekarangan yang pada umumnya sudah ada pada masyarakat. Sehingga pemberdayaan masyarakat dalam hal pekarangan dapat memberi upaya pemenuhan lahan bagi usaha pertanian dan penguatan kembali nilai-nilai yang selama ini melekat pada beberapa masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dan strategi apa yang dapat mengembangkan kultur pekarangan. Pemberdayaan masyarakat dalam mendayagunakan kembali pekarangan tidak terlepas dari faktor-faktor keragaan sumber daya, yakni sumber daya alam dan lingkungan, sumber daya manusia, sumber daya sosial dan kelembagaan serta sumber daya buatan. Setelah dilakukan pengumpulan data keragaan sumber daya di Desa Suka Makmur, Kedai Durian, dan Mekar Sari, Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang maka dapat diidentifikasi faktor eksternal dan faktor internal yang berkaitan dengan kultur pekarangan. Faktor strategis internal adalah kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh daerah penelitian. Faktor strategis eksternal adalah peluang dan ancaman yang mungkin dihadapi oleh daerah penelitian. Faktor eksternal dan faktor internal tersebut kemudian dianalisis dengan analisis SWOT.
Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) merupakan salah satu alat analisis strategi pengembangan. Analisis SWOT mengidentifikasi berbagai faktor untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika
(32)
yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Kemudian dapat ditentukan strategi apa yang dapat mengembangkan kultur pekarangan.
Adapun skema kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar (1) berikut ini:
Gambar 1. Skema Kerangka Penelitian Keterangan:
: Menyatakan Pengaruh : Menyatakan Hubungan
Pengembangan Lahan Pekarangan Faktor-faktor Strategis
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman
Strategi Pengembangan Pemanfaatan Lahan Pekarangan
(33)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penentuan daerah penelitian adalah secara sengaja (purposive) di Desa Suka Makmur, Kedai Durian, dan Mekar Sari, Kecamatan Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang. Hal ini berdasarkan pertimbangan Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang cukup berkembang di Provinsi Sumatera Utara dan lokasinya berdampingan langsung dengan ibu kota provinsi. Selain itu, di Desa Suka Makmur, Kedai Durian, dan Mekar Sari masih ada masyarakat yang melakukan pemanfaatan lahan pekarangan.
3.2 Metode Penentuan Sampel
Sampel merupakan masyarakat yang melakukan pemanfaatan lahan pekarangan di lahan pekarangan miliknya yang berada di Desa Suka Makmur, Kedai Durian, dan Mekar Sari, Kecamatan Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah metode Accidental Sampling (Pengambilan Sampel Aksidental). Menurut Hadi (2000) accidental sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan terhadap responden yang secara kebetulan ditemui pada obyek penelitian ketika observasi sedang berlangsung yang dipandang peneliti cocok sebagai sumber data. Dengan pertimbangan bahwa populasinya tidak terlalu bervariasi ataupun heterogen, maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 17 orang responden dengan pertimbangan bahwa jumlah sampel tersebut cukup representatif untuk mewakili populasi.
(34)
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer. Data primer tersebut terdiri dari data langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian yang diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara secara langsung terhadap responden.
3.4 Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Secara umum metode deskriptif dapat memberikan gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 2003). Metode deskriptif yang digunakan untuk menjawab identifikasi masalah (1), (2), (3), (4), dan (5) adalah dengan pendekatan kualitatif.
Untuk menganalisis masalah (6) dengan metode deskriptif dari analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat). Metode SWOT ini dapat menghasilkan strategi untuk mencapai tujuan dengan menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal (Rangkuti, 2013). Analisis SWOT didasarkan pada asumsi bahwa strategi yang efektif adalah memaksimalkan kekuatan dan peluang, meminimalkan kelemahan dan ancaman.
(35)
Chandler (1962 dalam Rangkuti, 2013) mengatakan bahwa strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya.
Perumusan strategi pengembangan dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis dan tahap pengambilan keputusan. Secara rinci tahapan yang dilakukan dalam pembuatan matriks SWOT dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan pemanfaatan lahan pekarangan pada masyarakat suburban dalam pemenuhan lahan bagi usaha pertanian dan upaya memunculkan nilai-nilai yang selama ini melekat pada beberapa masyarakat Indonesia.
2. Mendaftar faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pemanfaatan lahan pekarangan tersebut. Sehingga dapat diidentifikasi variabel-variabel yang akan menentukan perkembangan pemanfaatan lahan pekarangan tersebut. Faktor-faktor ini diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan (prasurvey) dan dari penelitian sebelumnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pemanfaatan lahan pekarangan tercantum pada tabel 3.1.:
(36)
Tabel 3.1. Faktor-Faktor Yang Diperkirakan Terkait dengan Pengembangan Pemanfaatan Lahan Pekarangan
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha tani antara lain:
Faktor-faktor strategis yang diperkirakan
mempengaruhi perkembangan pemanfaatan lahan pekarangan yaitu:
a. Produksi hasil pertanian b. Jumlah input
c. Biaya produksi (Harga input rata-rata) d. Harga jual di tingkat petani
e. Permintaan hasil produksi organik f. Luas lahan
g. Akses Pasar h. Posisi tawar
i. Sarana pendukung dan infrastruktur j. Penguasaan Petani terhadap teknik
budidaya
k. Tenaga kerja yang digunakan l. Adanya lembaga pendukung
permodalan
m.Adanya bantuan atau dukungan pemerintah
n. Adanya tenaga pendamping o. Tingkat pendidikan petani p. Manajemen usahatani
a. Luas lahan pekarangan sempit b. Diperlukannya penyediaan tanaman
buah dan atau sayur tahunan c. Diperlukannya penyediaan tanaman
obat keluarga (toga)
d. Kebutuhan tanaman peneduh/ hutan mini
e. Kurang diperlukannya penyediaan lahan hewan peliharaan/ternak f. Gaya hidup yang cukup praktis g. Tingginya kenyamanan alam
h. Penguasaan teknik budidaya yang
cukup baik
i. Adanya nostalgia perumahan yang
tinggi
j. Kondisi tanah dan klimatologis tidak mendukung untuk tanaman pangan dan tanaman hortikultura
k. Adanya kelompok pemberdaya
keluarga atau perkumpulan tetangga (Paguyuban)
l. Sarana dan infrastruktur yang
mendukung
m.Akses pasar sangat mudah
n. Kegiatan sosial dan hiburan yang
dibutuhkan oleh masyarakat
o. Tidak adanya Lembaga Pendukung
Penggerak Pemanfaatan Pekarangan (Program Pemerintah di Bidang Pekarangan)
1. Setelah diperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan lahan pekarangan, kemudian faktor-faktor tersebut dikelompokkan menjadi faktor eksternal dan faktor internal. Penguasaan teknik budidaya yang cukup baik
a. Faktor eksternal adalah faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh masyarakat yang mengusahakan lahan pekarangan untuk bercocok tanam. b. Faktor internal adalah faktor yang dapat dikendalikan oleh masyarakat
(37)
3. Apabila faktor-faktor eksternal dan internal selesai dikelompokkan maka dapat disusun kuesioner untuk menentukan skor (rating) setiap faktor. Dari besarnya skor (rating) dapat diketahui apakah faktor tersebut merupakan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) atau faktor eksternal (peluang dan ancaman).
a. Skor masing-masing faktor dapat dihitung dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi usahatani. Pemberian nilai skor untuk faktor peluang (opportunity) bersifat positif, skor +4 dengan kategori semakin besar sampai dengan skor +1 dengan kategori semakin kecil, serta sebaliknya untuk nilai skor ancaman (threat). Untuk faktor kekuatan (strength) diberi skor +1 dengan kategori sangat kecil sampai dengan +4 dengan kategori sangat besar, dan sebaliknya untuk nilai skor kelemahan (weakness).
a. Untuk menentukan apakah faktor tersebut merupakan faktor eksternal atau faktor internal dilakukan dengan cara menghitung rata-rata skor tiap faktor. Pada faktor internal, skala 1 dan 2 menunjukkan kelemahan, skala 3 dan 4 menunjukkan kekuatan. Pada faktor eksternal, skala 1 dan 2 menunjukkan ancaman, sedangkan skala 3 dan 4 menunjukkan peluang. 4. Setelah skor setiap faktor selesai dihitung, kemudian dilakukan pembobotan
dalam setiap faktor. Pembobotan dapat dilakukan dengan menggunakan teknik komparasi berpasangan (pairwise comparison), yaitu membandingkan antara faktor yang satu dengan faktor yang lainnya dalam satu tingkat hierarki secara berpasangan sehingga diperoleh nilai kepentingan dari tiap faktor.
(38)
Tabel 3.2. Skala Teknik Komparasi Berpasangan (Pairwise Comparison) Tingkat
Kepentingan Defenisi Keterangan
1 Kedua elemen sama penting Dua elemen yang mempunyai pengaruh yang sama terhadap tujuan.
2 Satu elemen sedikit lebih penting daripada elemen lainnya
Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya.
3 Nilai-nilai diantara dan pertimbangan yang berdekatan
Nilai yang diberikan bila ada dua komponen diantara dua pilihan. Respirokal Jika aktivitas I memiliki salah satu angka diatas dibandingkan
aktivitas j, maka j memiliki kebalikannya ketika dibandingkan dengan aktivitas i.
Sumber: Saaty, 1988
5. Setelah memperoleh nilai kepentingan masing-masing faktor dari setiap responden, kemudian dibuat matriks penilaian tiap responden yang akan menjadi bobot dari tiap faktor.
6. Apabila penilaian tiap faktor dari seluruh responden telah selesai diperoleh, kemudian dicari rata-rata perbandingan dari seluruh responden yang disebut dengan rata-rata geometris. Nilai rata-rata geometris dapat dicari dengan menggunakan rumus:
Dimana :
G = Nilai rata-rata geometris
n = Nilai kuadrat jumlah responden X1 = Nilai sel i untuk responden 1 X2 = Nilai sel i untuk responden 2 X3 = Nilai sel i untuk responden 3 Xn = Nilai sel i untuk responden n
(39)
7. Setelah mendapatkan nilai rata-rata geometris, kemudian nilai rata-rata tersebut dinormalisasi untuk mendapatkan nilai dari masing-masing faktor strategis. Nilai inilah yang menjadi bobot faktor-faktor strategis perkembangan pemanfaatan lahan pekarangan.
8. Jika bobot tiap faktor strategis telah selesai diperoleh, kemudian dicari skor terbobot dengan cara mengalikan skor dari tiap faktor dengan bobot yang diperoleh dalam tiap faktor. Hasil perhitungan skor terbobot ini digunakan untuk mengetahui bagaimana perkembangan pemanfaatan lahan pekarangan terhadap faktor-faktor strategis eksternal dan faktor-faktor strategis internalnya.
9. Setelah itu dilanjutkan dengan menyusun faktor-faktor strategis menggunakan matriks SWOT, sehingga akan menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis, yaitu strategi SO, strategi ST, strategi WO dan strategi WT. Hasil analisis pada tabel matriks faktor strategi internal dan faktor strategi eksternal dipetakan pada matriks posisi dengan cara sebagai berikut: a. Sumbu horizontal (x) menunjukkan kekuatan dan kelemahan, sedangkan
sumbu (y) menunjukkan peluang dan ancaman.
b. Posisi masyarakat pemanfaat pekarangan ditentukan dengan hasil sebagai berikut:
- Kalau peluang lebih besar daripada ancaman nilai y > 0 dan sebaliknya kalau ancaman lebih besar daripada peluang maka nilainya y < 0.
(40)
- Kalau kekuatan lebih besar daripada kelemahan maka nilai x > 0 dan sebaliknya kalau kelemahan lebih besar daripada kekuatan maka nilainya x < 0.
Gambar 2. Matriks Posisi SWOT Sumber: David, 2006
Kuadran I:
- Merupakan posisi yang menguntungkan
- Masyarakat mempunyai peluang dan kekuatan sehingga ia dapat memanfaatkan peluang secara maksimal
- Seyogyanya menerapkan strategi yang mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif.
Kuadran II:
- Meskipun menghadapi berbagai macam ancaman, masyarakat mempunyai keunggulan sumberdaya. FAKTOR EKSTERNAL F A K T O R I N T E R N A L Kuadran III Strategi Turn-around Kuadran IV Strategi Defensif Kuadran II Strategi Diversifikasi Kuadran I Strategi Agresif Y (+) X (+) X (-) Y (-)
(41)
- masyarakat dalam posisi seperti ini menggunakan kekuatannya untuk memanfaatkan peluang jangka panjang.
- Dilakukan dengan penggunaan diversifikasi produk atau pasar. Kuadran III:
- Masyarakat menghadapi peluang besar tetapi sumberdayanya lemah, karena itu dapat memanfaatkan peluang tersebut secara optimal, fokus strategi pemanfaat pekarangan pada posisi seperti inilah meminimalkan kendala-kendala internal.
Kuadran IV:
- Merupakan kondisi yang serba tidak menguntungkan
- Masyarakat menghadapi berbagai ancaman eksternal sementara sumberdaya yang dimiliki mempunyai banyak kelemahan.
- Strategi yang diambil adalah penciutan dan likuidasi. 3.5 Defenisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penafsiran penelitian ini, maka perlu dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:
3.5.1 Defenisi
1. Lahan pekarangan merupakan Homegardens are commonly defined as a piece of land with a definite boundary surrounding a homestead, being cultivated with a diverse mixture of perennial and annual plant species, arranged in a multilayered vertical structure, often in combination with raising livestock, and managed mainly by household members for subsistence production. Sebidang lahan dengan luas <120m2 yang dimanfaatkan oleh masyarakat dengan menanam tanaman hortikultura;
(42)
seperti sayuran (olerikultura), buah-buahan segar (pomologi/frutikultur), tanaman bunga (florikultura), tanaman obat-obatan (biofarmaka), tanaman palawija, dan taman (lansekap), ternak, atau perikanan.
2. Ukuran pekarangan adalah luasan lahan yang mengakomodir semua fungsi pekarangan. Bukanlah hanya luas lahan halaman yang mana dalam penelitian ini luasannya kurang dari 120m2.
3. Produksi pekarangan merupakan hasil pertanian dari pemanfaatan lahan pekarangan.
4. Strategi pengembangan pemanfaatan pekarangan adalah cara-cara yang efisien dan sistematis untuk mengembangkan pemanfaatan pekarangan di masa yang akan datang oleh masyarakat suburban
5. Kekuatan adalah faktor internal yang mendukung usahatani pekarangan di daerah penelitian.
6. Kelemahan adalah masalah atau kekurangan yang perlu diminimalkan dalam usahatani pekarangan yang berasal dari dalam atau internal di daerah penelitian.
7. Ancaman adalah masalah-masalah yang perlu dihindari dalam usahatani pekarangan yang berasal dari luar atau eksternal di daerah penelitian.
8. Peluang adalah kesempatan-kesempatan yang mendukung usahatani pekarangan di daerah penelitian.
9. Ketersediaan lahan adalah luas pekarangan yang dimiliki masyarakat dalam satuan hektar.
10. Sarana pendukung dan infrastruktur adalah fasilitas–fasilitas pendukung usahatani pekarangan di daerah penelitian.
(43)
11. Akses pasar adalah jarak antara masyarakat pekarangan dengan pasar Kabupaten/Kota.
12. Penyediaan tanaman buah dan sayur tahunan adalah kebutuhan dalam pemenuhan kebutuhan keluarga aspek tanaman buah dan sayur di daerah penelitian.
13. Penyediaan tanaman obat keluarga (toga) adalah kebutuhan dalam pemenuhan kebutuhan keluarga aspek tanaman obat keluarga (toga) di daerah penelitian.
14. Kebutuhan tanaman peneduh/ hutan mini adalah kebutuhan dalam pemenuhan kebutuhan keluarga aspek tanaman peneduh/ hutan mini di daerah penelitian.
15. Penyediaan lahan hewan peliharaan/ ternak adalah upaya pemenuhan kebutuhan dalam aspek hewan peliharaan/ ternak.
16. Gaya hidup praktis adalah gaya hidup yang menginginkan segalanya serba mudah, cepat, dan instan.
17. Kondisi tanah dan klimatologis adalah keadaan tanah yang dipengaruhi oleh unsur-unsur iklim, yaitu hujan, suhu dan kelembaban. Pengaruh ini kadang menguntungkan tapi tidak jarang pula merugikan.
18. Paguyuban adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan masyarakat yang hidup bersama karena adanya hubungan di antara mereka secara timbal balik dan saling mempengaruhi.
19. Keluarga komuter adalah keluarga yang anggotanya merupakan pekerja hilir mudik pada waktu-waktu tertentu. Dalam hal ini, komuter
(44)
diklasifikasikan sebagai orang yang bekerja dari daerah kabupaten Deli Serdang ke ibu kota provinsi.
20. Kegiatan sosial dan hiburan adalah sebuah inti dari hubungan para individu atau kelompok yang membentuk pola hubungan.
21. Nostalgia perumahan adalah Kenangan pada masa silam mengenai rumah masa lalu serta aspek-aspek penyusunnya merupakan salah satu faktor bagi masyarakat untuk melestarikan pekarangan.
22. Kultur pekarangan adalah pengetahuan mengenai pemberdayaan pekarangan yang didapatkan secara turun-temurun.
23. Stratifikasi tanaman (etagebow) terbagi atas 2 (dua) keragaman, yaitu keragaman vertikal dan keragaman horizontal. Keragaman vertikal adalah struktur tanaman dari pohon yang sangat tinggi hingga rerumputan yang menjadi penutup tanah. Struktur ini dikelompokkan menjadi 5 strata (Arifin et al. 1997; Arifin et al. 2010; Arifin et al. 2013). Keragaman horizontal adalah keragaman elemen penyusun pekarangan yaitu keragaman jenis tanaman, hewan ternak dan satwa liar, serta jenis ikan. 3.5.2 Batasan Operasional
1. Daerah penelitian adalah Desa Suka Makmur, Kedai Durian, dan Mekar Sari, Kecamatan Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang.
2. Responden adalah masyarakat suburban yang bertempat tinggal di Desa Suka Makmur, Kedai Durian, dan Mekar Sari, Kecamatan Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang yang salah satu anggota atau beberapa anggota keluarganya bekerja di ibukota provinsi.
(45)
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1 Letak Geografis, Batas, dan Luas Wilayah
Kabupaten Deli Serdang secara geografis terletak diantara 2057”-3016” Lintang Utara dan 98033”-99027” Bujur Timur. dengan ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut. Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat.
Kabupaten Deli Serdang menempati area seluas 2.497,72 Km2 yang terdiri dari 22 kecamatan keseluruhan definitif wilayah kabupaten deli serdang. Secara administratif, batas-batas Kabupaten Deli Serdang ini adalah sebagai berikut:
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Selat Sumatera
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat.
Kabupaten Deli Serdang mengelilingi perbatasan ibukota Provinsi Sumatera Utara, yaitu Kota Medan.
Kecamatan Deli Tua adalah kecamatan yang berbatasan langsung dengan ibukota provinsi. Kecamatan Deli Tua terletak pada 98’41’00’BT dan 3’28’40’ LU dengan luas 9,36 Km2 yang terdiri dari 3 desa dan 3 kelurahan, ibukota kecamatan berada di Kelurahan Deli tua. Batas-batas darah Kecamatan Deli Tua adalah sebagai berikut:
(46)
- Sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Medan Johor Kota Medan - Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan patumbak
- Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Namo Rambe - Sebelah Selatana berbatasan dengan Kecamatan Biru Biru
Tabel 4.1 Luas Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Deli Tua Tahun 2013
No Desa/Kelurahan Luas (Km2) Jumlah Penduduk
Kepadatan (Km2)
1 Suka Makmur 1.650 11.899 7.212
2 Kedai Durian 1.570 11.972 7.625
3 Mekar Sari 1.570 10.865 6.920
4 Deli Tua 1.445 13.382 9.261
5 Deli Tua Timur 1.775 7.136 4.020
6 Deli Tua Barat 1.350 8.623 6.387
Jumlah 9.360 63.877 6.824
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang, 2014
Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kelurahan Deli Tua dan disusul oleh Desa Suka Makmur, Kedai Durian, dan Mekar Sari.
4.1.2 Keadaan Penduduk
Tabel 4.2 Banyaknya Penduduk menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Deli Tua Tahun 2013
No Desa/Kelurahan PNS ABRI Karyawan
Swasta
1 Suka Makmur 172 24 2181
2 Kedai Durian 175 14 2246
3 Mekar Sari 155 17 1992
4 Deli Tua 208 80 5280
5 Deli Tua Timur 305 43 3165
6 Deli Tua Barat 341 19 3110
Jumlah 1.401 197 17.974
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang, 2014
Berdasarkan Tabel 4.2. diketahui bahwa mayoritas mata pencaharian penduduk di Desa Suka Makmur, Kedai Durian, dan Mekar Sari adalah Karyawan Swasta yaitu masing-masing sebanyak 2181 jiwa, 2246 jiwa, dan 1992 jiwa penduduk.
(47)
Tabel 4.3 Banyaknya Penduduk menurut Suku Bangsa di Kecamatan Deli Tua Tahun 2013
No Desa/Kelurahan Jawa Melayu Karo Simalungun Toba
1 Suka Makmur 6752 378 1286 193 893
2 Kedai Durian 6003 385 1045 203 877
3 Mekar Sari 5702 305 1100 135 785
4 Deli Tua 7452 386 1395 125 938
5 Deli Tua Timur 4615 185 701 32 514
6 Deli Tua Barat 4762 268 893 93 624
Jumlah 35286 1907 6420 781 4631
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang, 2014
Berdasarkan Tabel 4.3. diketahui bahwa mayoritas suku bangsa penduduk di kecamatan Deli Tua adalah Jawa. Di Desa Suka Makmur, Kedai Durian, dan Mekar Sari masing-masing sebanyak 6752 jiwa, 6003 jiwa, dan 5702 jiwa penduduk.
4.2 Karakteristik Responden
Adapun karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, dan jumlah anggota keluarga.
4.2.1 Usia
Usia adalah umur responden yang dihitung dari tanggal lahirnya sampai saat dilakukan penelitian yang dinyatakan dengan tahun. Usia responden dalam penelitian ini bervariasi, mulai dari usia 32 tahun hingga 60 tahun, dimana umur rata-rata sampel adalah 44 tahun.
4.2.2 Tingkat Pendidikan
Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa)
SMA 9
SMK 2
Perguruan Tinggi 6
Jumlah 17
(48)
Dari Tabel 4.4 tentang tingkat pendidikan terlihat bahwa kebanyakan responden memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, yaitu lulusan SMA, SMK, dan Sarjana. Responden yang merupakan lulusan SMA sebanyak 9 orang, Sarjana sebanyak 6 orang, dan SMK sebanyak 2 orang.
4.2.3. Pekerjaan
Pekerjaan adalah mata pencaharian responden dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Pekerjaan responden di daerah penelitian adalah di ibukota Provinsi yang dilakukan pulang pergi sehari-harinya. Pekerjaan responden dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Karakterisktik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Jumlah (jiwa)
PNS 2
Wiraswasta 4
Karyawan Swasta 11
Jumlah 17
Sumber: Data Olahan Primer, Lampiran 1
Dari Tabel 4.5 tentang pekerjaan responden dapat dilihat bahwa responden pada penelitian ini sebagian besar adalah karyawan swasta sebanyak 11 orang.
4.2.4 Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah anggota keluarga adalah jumlah orang yang tinggal di satu tempat tinggal yang sama selain kepala keluarga yang mana kepala keluarganya sebagai responden. Jumlah anggota keluarga dapat dilihat pada tabel 4.6.
(49)
Tabel 4.6 Karakterisktik Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Jumlah Anggota Keluarga Jumlah (jiwa)
0 -
1 -
2 3
3 9
4 4
5 1
Jumlah 17
Sumber: Data Olahan Primer, Lampiran 1
Dari Tabel 4.6 tentang jumlah anggota keluarga responden dapat dilihat bahwa mayoritas responden ini adalah yang memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak 3 (tiga) orang.
(50)
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1Ukuran Pekarangan di Wilayah Suburban
Luas lahan pekarangan yang didasarkan pada daerah suburban di Desa Suka Makmur, Kedai Durian, dan Mekar Sari adalah bervariasi, mulai dari 28m2 hingga 116m2. Pekarangan di daerah suburban termasuk dalam kategori pekarangan sempit. Hal ini berdasarkan pada pengkategorian luasan pekarangan menurut ukuran minimal yang dapat menyediakan tempat untuk ke lima strata tanaman yang disebut dengan keragaman vertikal yang didasarkan pada posisi pekarangan pada daerah aliran sungai di hulu, di tengah, dan di hilir (Arifin, et al. 2008) ukuran pekarangan dikelompokkan menjadi empat. Pekarangan disebut kecil atau sempit jika ia memiliki luas ruang terbuka hijaunya kurang dari 120m2. Pekarangan sedang memiliki luas pekarangan sama dengan 120m2 hingga 400m2. Luas pekarangan besar berkisar mulai 400m2 sampai dengan 1000m2. Pekarangan dengan luas lebih besar dari 1000m2 disebut pekarangan ekstra luas.
5.2Pembagian Fungsi Ruang Pekarangan di Wilayah Suburban
5.2.1 Fungsi Ruang yang Berkaitan dengan Aktifitas dan Nilai Tempat Pada kasus satu, aktivitas yang dominan ialah sirkulasi anggota keluarga. Pekarangan didominasi pengurusannya oleh bapak selaku kepala keluarga yang menanam tanaman dan memelihara burung. Namun, tidak ada terlihat anak-anak bermain. Kegiatan bercengkerama dan mengobrol hanya terjadi antar personal yang ada di pekarangan ini. Hal ini dapat dipahami karena lokasinya yang seolah-olah tertutup dari luar karena dipagari, padahal ketika kita berada di dalam
(51)
halaman maka akan dijumpai hamparan pekarangan yang banyak ditumbuhi tanaman dan sejuk. Fungsi yang dapat diamati adalah tempat parkir sepeda motor. Beberapa bagian berfungsi sebagai tempat jemuran dengan mengikatkan tali-tali ke pohon yang ada.
Gambar 3. Tampak sisi isometrik a Kasus 1 (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
Gambar 4. Tampak sisi isometrik b Kasus 1 (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
(52)
Gambar 5. Tampak sisi kanan Kasus 1 (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
Gambar 6. Tampak sisi kiri Kasus 1 (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
Aktivitas yang terjadi dikasus dua sama seperti kasus satu. Pekarangan kasus dua berhadapan langsung dengan kasus satu. Hanya saja karena di pekarangan kasus dua lahan ditutupi rerumputan, tanaman buah lebih banyak dan sudah besar-besar, maka saat panen buah dibagi-bagikan ke tetangga kasus satu. Sisi samping pekarangan juga berfungsi sebagai tempat menjemur.
(53)
Gambar 7. Tampak sisi isometrik a Kasus 2 (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
Gambar 8. Tampak sisi isometrik b Kasus 2 (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
(54)
Gambar 9. Tampak sisi depan Kasus 2 (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
Gambar 10. Tampak sisi kanan Kasus 2 (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
Pada kasus tiga, hampir sama dengan kasus satu dan dua. Hanya saja pekarangan kasus tiga berada di pinggir jalan utama yang dilalui banyak pengendara. Pada sore hari terlihat anak-anak sedang bermain di teras dan dihalaman. Sisi lainnya digunakan untuk tempat menjemur dan parkir mobil dan sepeda motor. Di sudut rumah terdapat tong sebagai wadah menampung air hujan yang jatuh dari atap
(55)
kemudian air digunakan untuk menyirami tanaman. Hanya saja tetangga tidak bisa bebas masuk karena pekarangan ini dipagari.
Gambar 11. Tampak sisi isometrik a Kasus 3 (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
Gambar 12. Tampak sisi isometrik b Kasus 3 (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
(56)
Gambar 13. Tampak sisi depan Kasus 3 (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
Gambar 14. Tampak sisi kanan Kasus 3 (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
(57)
Pada kasus empat, estetika pekarangan terlihat sangat jelas. Ukiran di dinding, tanaman buah dan peneduh sudah tumbuh besar. Ada juga sangkar burung yang memberikan sensasi alam pada saat mengeluarkan kicauan. Pada sore hari, pemilik rumah terlihat beristirahat di teras rumah karena pekarangan kasus empat sejuk dan terdengar suara air mengalir. Pekarangan sebagai tempat menjemur pakaian yang terbuat dari jemuran semi permanen. Sehingga saat pakaian sudah kering, maka jemuran juga diangkat dan disimpan sehingga pekarangan menjadi lebih luas lagi dan penjemuran yang dapat dipindah-pindah membuat pakaian jadi lebih cepat kering. Di pekarangan ini terlihat anak-anak bermain dan para ibu memberi makan anaknya sambil mengobrol dengan tetangga.
Gambar 15. Tampak sisi isometrik a Kasus 4 (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
(58)
Gambar 16. Tampak sisi isometrik b Kasus 4 (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
Gambar 17. Tampak sisi depan Kasus 4 (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
(59)
Gambar 18. Tampak sisi kanan Kasus 4 (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
Pada kasus lima, pekarangan yang tidak dipagari ini menjadi tempat anak-anak bermain dan terlihat lebih asri karena lahan disampingnya adalah kebun. Aktivitas tidak hanya didominasi oleh anggota keluarga tetapi juga tetangga. Beberapa bagian halaman berfungsi sebagai tempat parkir sepeda motor.
Pada kasus enam, pekarangan dipagari oleh tanaman pagar setinggi 2 meter. Kasus enam ini terdiri dari 3 (tiga) rumah. Terdapat warung kecil diantara ketiga rumah tersebut. Di pekarangannya terlihat ada berbagai macam tanaman bunga yang indah dan berwarna-warni. Pada siang hari setelah anak-anak pulang sekolah terlihat anak-anak kecil diberi makan dan bermain.bagian halaman juga digunakan sebagai tempat menjemur pakaian dan parkir kendaraan roda dua.
Pada kasus tujuh, hampir sama dengan kasus lima. Terdapat empat tempat tinggal yang bergandengan dan berhadapan. Rumah yang tidak dipagari ini menjadi tempat bermain bagi anak-anak yang ideal. Selain itu, juga digunakan sebagai tempat pelaksanaan sukuran atau hajatan. Terlihat ada jemuran pakaian dan parkir kendaraan roda dua dan mobil. Tempat ini juga diadakan pengajian atau
(60)
perwiritan desa. Pada pagi hari di hari minggu, kepala keluarga melakukan senam. Dan terdapat tanaman buah yang pada saat panen maka akan dibagi ke tetangga. Selain itu, terkadang mereka bertukar tanaman bunga.
Di pekarangan kasus delapan, aktivitas lebih banyak didominasi oleh anggota keluarga dan tetangga dan jarang sekali terlihat banyak anak-anak bermain. Kegiatan bercengkerama dan mengobrol hanya terjadi antar personal yang ada di pekarangan ini. Hal ini dapat dipahami karena lokasinya yang agak tertutup dari luar karena pagar yang cukup tinggi, padahal ketika kita berada di dalam halaman maka akan dijumpai tanaman buah yang sudah besar dan tanaman bunga dibalik pagar sehingga pekarangan menjadi teduh dan asri. Fungsi yang dapat diamati adalah parkir motor dan sebagai tempat jemuran dengan mengikatkan tali-tali ke pohon yang ada.
Di pekarangan kasus sembilan, terdapat tiga tempat tinggal yang tidak dipagari. Ketika keluarga tersebut adalah bersaudara aktivitas yang terjadi juga lebih didominasi oleh anggota keluarga, seperti bercengkerama, tempat parkir mobil dan sepeda motor, tempat menjemur pakaian. Halaman juga dimanfaatkan untuk bersantai pada sore hari atau akhir minggu. Pada waktu tertentu, ketika ada tetangga (terutama yang tinggal di sebelah selatan pekarangan ini) ingin mengadakan semacam hajatan atau sukuran, maka pekarangan ini dipinjam untuk sementara. Aktivitas tersebut tersebut memungkinkan karena pekarangan tidak dipagari. Terkadang saling bertukar hasil tanaman dan bahan tanaman antar tetangga kalau ada jenis bunga yang baru. Pada sore hari, terkadang terlihat penjual makanan memberhentikan gerobak makanannya di pekarangan ini untuk pemberhentian sementara menjajakan dagangannya.
(61)
5.2.2 Fungsi Ruang Menurut Spatial Pattern
Spatial pattern adalah skema desain dari pekarangan di daerah suburban berdasarkan kasus-kasus yang diamati.
Gambar 19. Spatial pattern Kasus 1 (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
Gambar 20. Spatial pattern Kasus 2 (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
No Kategori Tanaman
1 Pati
2 Buah-buahan
3 Sayur-sayuran
4 Bumbu-bumbuan
5 Biofarmaka
6 Tanaman Hias
(62)
Gambar 21. Spatial pattern Kasus 3 (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
Gambar 22. Spatial pattern Kasus 4 (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
(63)
Gambar 23. Spatial pattern Kasus 5 (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
Gambar 24. Spatial pattern Kasus 7a (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
(64)
Gambar 25. Spatial pattern Kasus 6 (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
(65)
Gambar 26. Spatial pattern Kasus 7b (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
Gambar 27. Spatial pattern Kasus 7c (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
(66)
Gambar 28. Spatial pattern Kasus 7d (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
Gambar 29. Spatial pattern Kasus 8 (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
(67)
Gambar 30. Spatial pattern Kasus 9a (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
Gambar 31. Spatial pattern Kasus 9b (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
(68)
Gambar 32. Spatial pattern Kasus 9c (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
Gambar 33. Spatial pattern Kasus 9d (Sumber: Observasi Lapangan, 2015)
(69)
Dilihat dari historis pembagian fungsi ruang pekarangan pada masa berkembangnya pemanfaatan pekarangan terutama di perdesaan, pembagian fungsi ruang pekarangan daerah suburban yang masih menganut pada histori pekarangan desa ialah pemanfaatan pekarangan di zona bagian depan dari rumah. Pekarangan depan memiliki peran yang penting dalam kehidupan sehari-hari karena dipergunakan untuk ditanami tanaman hias dan buah-buahan. Hal ini adalah ekspresi kearifan lokal masyarakat dalam konsep keberlanjutan fungsi pekarangan, khususnya untuk pelestarian keanekaragaman hayati pertanian.
5.3Stratifikasi Tanaman
Stratifikasi tanaman (etagebow) di pekarangan merupakan hal yang menarik. Pekarangan memiliki struktur tanaman dari pohon yang sangat tinggi hingga rerumputan yang menjadi penutup tanah yang disebut dengan keragaman vertikal. Struktur ini dikelompokkan menjadi 5 strata (Arifin et al. 1997; Kehlenbeck, 2007; Arifin et al. 2010), yaitu:
1. Strata V adalah pohon tinggi > 10 m;
2. Strata IV yaitu pohon kecil/perdu besar: 5-10 m; 3. Strata III adalah perdu kecil, semak: 2-5 m; 4. Strata II adalah semak, herba: 1-2 m; dan 5. Strata I adalah herba, rumput <1m.
Pada pekarangan di daerah suburban terpenuhi 4 (empat) strata keragaman vertikal yaitu Strata I, II, III, dan IV. Struktur ini menyerupai hutan alam yang memenuhi aspek pemenuhan fungsi pekarangan dalam aspek ekologis, bio-fisik lingkungan berupa:
(70)
1. Pemanenan matahari yang efisien, sinar matahari yang menerobos ke lapisan lebih bawah tetap dapat ditangkap oleh dedaunan pada kanopi strata yang lebih rendah
2. Penyaringan penetrasi sinar matahari sehingga udara ruangan dalam rumah menjadi lebih sejuk
3. Penyerapan karbon yang lebih baik daripada struktur monokultur pada satu strata tanaman, dan
4. Pengendalian erosi tanah lebih baik karena sistem tajuk berlapis dapat menahan jatuhnya butir air hujan secara bertahap. Oleh karena itu air hujan sampai di permukaan tanah dengan tekanan yang lebih lemah. 5.4Nilai dan Fungsi yang Terkandung dalam Pemanfaatan Lahan
Pekarangan pada Masyarakat Suburban
Pekarangan suburban merupakan salah satu sistem wilayah yang sengaja dibangun yang mampu memenuhi berbagai fungsi dasar sebagai berikut:
1. Produksi secara subsisten, seperti sumbangan tanaman pangan yang menghasilkan produk karbohidrat yang didominasi oleh tanaman buah dan bumbu.
2. Fungsi sosial-budaya. Fungsi ini termasuk jasa seperti untuk saling bertukar hasil tanaman dan bahan tanaman antar tetangga, juga fungsi lainnya antara lain tempat bermain bagi anak- anak juga tempat bersosialisasi sesama tetangga.
3. Fungsi spiritualitas, pekarangan membangun keyakinan dan rasa syukur dalam ketenangan yang didapatkan.
(71)
4. Fungsi estetis, meningkatkan kenyamanan dan memperindah lingkungan. Pekarangan juga memberikan status bagi pemilik di lingkungannya, menyediakan ruang untuk keindahan taman. Mampu menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota. Juga bisa berekreasi secara aktif maupun pasif, seperti bermain dan berolah raga sekaligus menghasilkan keseimbangan kehidupan fisik dan psikis. 5. Fungsi ekologis, bio-fisik lingkungan. Struktur tanaman dengan
multi-strata merupakan miniatur dari hutan alam tropis yang berfungsi sebagai habitat bagi beragaman tumbuhan dan satwa liar. Sistem tajuk berlapis juga berperan dalam pengendalian erosi tanah lebih baik karena dapat menahan jatuhnya butir air hujan secara bertahap. Oleh karena itu air hujan sampai di permukaan tanah dengan tekanan yang lebih lemah.
6. Iklim mikro adalah kondisi iklim pada suatu ruang yang sangat terbatas sampai batas kurang lebih setinggi dua meter dari permukaan tanah. Iklim mikro merupakan iklim dalam ruang kecil yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti aktivitas manusia dalam pembangunan pekarangan tersebut. Pengaruh lingkungan terhadap iklim mikro misalnya terhadap suhu udara, suhu tanah, kecepatan arah angin, intensitas penyinaran yang diterima oleh suatu permukaan, dan kelembaban udara.
7. Ekosistem suburban; pekarangan sebagai produsen oksigen, tanaman berbunga, berbuah dan berdaun indah serta bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, kehutanan, dan lain-lain.
(72)
Tabel. 5.1 Fungsi yang Terkandung dalam Pemanfaatan Lahan Pekarangan
No. Kasus Fungsi Terkandung dalam
Pemanfaatan Lahan Pekarangan
Vegetasi Pengisi
Jenis Jlh (%)
1. Tempat Jemur
Sirkulasi & Tempat Interaksi Apotek Hidup
Parkir Mobil, Motor Pelihara Burung
Tanaman Berbuah Tanaman Hias Berbunga Perdu/ Semak Herba Umbi-umbian 65 20 10 3 2
2. Warung Hidup
Tempat Jemur Parkir Motor Sirkulasi
Tanaman Berbuah Tanaman Hias Berbunga Rumput Perdu/ Semak 75 10 10 5
3. Sirkulasi
Parkir Mobil, Motor Apotek & Warung Hidup Penampung Air
Pembakaran Sampah Bermain Anak
Tanaman Berbuah Tanaman Hias Berbunga Perdu/ Semak Herba Rumput 80 5 5 5 5
4. Sirkulasi
Tempat Jemur Parkir Mobil, Motor Apotek & Warung Hidup Taman Mini
Pelihara Burung
Tempat Interaksi/ Kumpul Bermain Anak
Tanaman Hias Berbunga Tanaman Berbuah Perdu/ Semak Herba 50 35 10 5
5. Sirkulasi
Tempat Interaksi/ Kumpul Parkir Motor
Bermain Anak
Perdu/ Semak Tanaman Berbuah Tanaman Hias Berbunga Rumput
45 30 15 10
6. Tempat Jemur
Tempat Interaksi/ Kumpul Parkir Motor
Pembakaran Sampah Bermain Anak
Perdu/ Semak Tanaman Berbuah Tanaman Hias Berbunga Rumput
45 30 20 5
7. Sirkulasi
Warung Hidup
Tempat Interaksi/ Kumpul Parkir Mobil, Motor Bermain Anak Tempat Hajatan
Perdu/ Semak Tanaman Berbuah Tanaman Hias Berbunga Rumput
30 30 30 10
8. Tempat Interaksi
Tempat Jemuran Parkir Motor
Perdu/ Semak Tanaman Berbuah Tanaman Hias Berbunga
40 30 30
9. Sirkulasi
Warung Hidup
Tempat Interaksi/ Kumpul Parkir Mobil, Motor Parkir Gerobak Jemur Pakaian Bermain Anak
Tanaman Berbuah Perdu/ Semak
Tanaman Hias Berbunga
50 30 20
(73)
5.5Analisis Faktor-faktor Internal dan Eksternal Strategi Pengembangan Pemanfaatan Pekarangan
Faktor-faktor internal terdiri dari faktor kekuatan dan kelemahan dari strategi pengembangan pemanfaatan pekarangan di daerah suburban. Faktor-faktor eksternal terdiri dari faktor peluang dan ancaman dari strategi pengembangan pemanfaatan pekarangan di daerah suburban.
5.5.1. Faktor-faktor Internal
Tabel 5.2 Faktor-faktor Internal dalam Pengembangan Pemanfaatan Pekarangan Suburban
No. Uraian Ukuran Rata-rata Range
1 Luas lahan pekarangan sempit
m2 60 28-116
2 Diperlukannya
penyediaan tanaman buah dan atau sayur tahunan
Kesesuaian keperluan
Diperlukan Kurang diperlukan
s/d Sangat Diperlukan 3 Diperlukannya
penyediaan tanaman obat keluarga (toga)
Kesesuaian keperluan
Diperlukan Kurang diperlukan
s/d Sangat Diperlukan
4 Kebutuhan tanaman
peneduh/ hutan mini
Kesesuaian keperluan
Diperlukan Kurang diperlukan
s/d Sangat Diperlukan
5 Kurang diperlukannya
penyediaan lahan hewan peliharaan/ternak Kesesuaian keperluan Kurang Diperlukan Kurang diperlukan s/d Sangat Diperlukan
6 Gaya hidup yang
cukup praktis
4 poin penilaian
Cukup Praktis Agak Praktis s/d Sangat Praktis
7 Tingginya
kenyamanan alam
4 poin penilaian
Tinggi Rendah s/d Sangat
Tinggi 8 Penguasaan teknik
budidaya yang cukup baik
4 poin penialain
Cukup Baik Kurang Baik s/d
Sangat Baik 9 Adanya nostalgia
perumahan yang tinggi
4 poin penilaian
Tinggi Rendah s/d Sangat
Tinggi Sumber: Lampiran, 2015
Dari Tabel 5.2 dapat dilihat ada delapan faktor internal dalam pengembangan pemanfaatan pekarangan suburban yaitu luas lahan pekarangan, penyediaan tanaman buah dan atau sayur tahunan, diperlukannya penyediaan tanaman obat
(74)
keluarga (toga), kebutuhan tanaman peneduh/ hutan mini, kurang diperlukannya penyediaan lahan hewan peliharaan/ternak, gaya hidup yang cukup praktis, tingginya kenyamanan alam, penguasaan teknik budidaya yang cukup baik, dan adanya nostalgia perumahan yang tinggi.
5.5.2 Faktor-faktor Eksternal
Tabel 5.3 Faktor-faktor Eksternal dalam Pengembangan Pemanfaatan Pekarangan Suburban
No. Uraian Ukuran Rata-rata Range
1 Kondisi tanah dan
klimatologis tidak mendukung untuk tanaman pangan dan tanaman hortikultura Kesesuaian daya dukung Tidak mendukung Tidak mendukung s/d Sangat mendukung 2 Adanya kelompok
pemberdaya keluarga atau perkumpulan tetangga (Paguyuban) Keberadaan Komunitas Masyarakat Ada, namun frekuensi pertemuan tidak rutin
Tidak ada sama sekali s/d Ada,
frekuensi pertemuan rutin danberkelanjutan 3 Sarana dan infrastruktur yang
mendukung Kelengkapan sarana dan prasarana Sangat Lengkap
Ada s/d Sangat lengkap
4 Akses pasar mudah Km 3 <5 Km dari
perumahan s/d >40 Km dari
perumahan 5 Kegiatan sosial dan hiburan
yang dibutuhkan oleh masyarakat Kesesuaian Keperluan Sangat diperlukan Kurang diperlukan s/d Sangat diperlukan
6 Tidak adanya Lembaga
Pendukung Penggerak Pemanfaatan Pekarangan (Program Pemerintah di Bidang Pekarangan Keberadaan Penyuluh dan Program Pekarangan Tidak ada sama sekali
Tidak ada sama sekali s/d Ada,
frekuensi pertemuan rutin
dan program penyuluhan berkelanjutan
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh 5.3 faktor eksternal dalam pengembangan pemanfaatan pekarangan suburban yaitu kondisi tanah dan klimatologis tidak mendukung untuk tanaman pangan dan tanaman hortikultura, adanya kelompok pemberdaya keluarga atau perkumpulan tetangga (Paguyuban),
(75)
sarana dan infrastruktur yang mendukung, akses pasar, Kegiatan sosial dan hiburan yang dibutuhkan oleh masyarakat, tidak adanya lembaga pendukung penggerak pemanfaatan pekarangan (program pemerintah di bidang pekarangan). 5.5.3 Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman dalam Pengembangan
Pemanfaatan Pekarangan Suburban
5.5.3.1Kekuatan dalam Pengembangan Pemanfaatan Pekarangan Suburban 1. Diperlukannya penyediaan tanaman buah dan atau sayur tahunan
Tanaman buah atau sayur dapat ditanam dibeli ditoko, namun menanam sendiri tanaman buah adalah sesuatu yang istimewa dimana buah hasil panennya dapat dinikmati sendiri. Menanam tanaman buah dan atau sayuran tidak hanya dapat memperindah atau mempercantik rumah, namun juga bisa menjadi penambah bahan makanan. Dengan begitu keluarga bisa menghemat pengeluaran walaupun tidak signifikan namun cukup berarti jika dilihat dari berbagai manfaat yang didapat.
Ada tanaman buah dan sayuran yang dapat dipanen dalam semusim, namun lebih banyak tanaman buah dan sayur yang merupakan tanaman tahunan yang dapat dipanen setiap tahun. Tanaman ini tidak hanya ditanam di media tanah langsung, tapi juga ditanam di dalam pot sehingga efisiensi pemakaian air dan bibit unggul yang digunakan juga merupakan aspek baik karena tanaman yang ditanam tidak tumbuh terlalu tinggi, sehingga memudahkan pemanenan dan terlihat lebih mempercantik pekarangan.
2. Diperlukannya penyediaan tanaman obat keluarga (toga)
Tanaman obat yang ditanam di pekarangan adalah bentuk pemanfaatan lingkungan disekitar rumah. Tanaman obat keluarga ditanam di sebidang tanah atau ditanam didalam pot yang dimanfaatkan sebagai budidaya tanaman
(1)
145
(2)
146
(3)
147
(4)
148
(5)
149
(6)