Suburban Penelitian Terdahulu Strategi Pengembangan Pemanfaatan Pekarangan Dalam Mendukung Pemberdayaan Masyarakat Suburban” (Studi Kasus: Desa Suka Makmur, Kedai Durian, dan Mekar Sari, Kecamatan Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang)

dan sebagai tempat upacara keagamaan, khususnya bagi masyarakat Hindu Bali menggunakan bagian dari pekarangan untuk prajan sebagai tempat sembahyang. 4. Pekarangan memiliki fungsi ekologis, bio-fisik lingkungan. Struktur tanaman dengan multi-strata merupakan miniatur dari hutan alam tropis yang berfungsi sebagai habitat bagi beragaman tumbuhan dan satwa liar. Sistem produksi terintegrasi dari tanaman, ternak, dan ikan menghasilkan penggunaan yang efisien dalam penggunaan pupuk organik serta daur ulang bahan dan menurunkan runoff.

2.4 Suburban

Wilayah suburban menurut karakteristiknya sebenarnya adalah pencampuran antara desa dengan kota Muawanah, 2011. Daldjoeni 1992 dalam Muawanah, 2011 mengutip Whynne-Hammond, menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan suburban: a. Peningkatan pelayanan transportasi kota. Tersedianya angkutan umum memudahkan orang untuk bertempat tinggal jauh dari tempat kerjanya. b. Perpindahan penduduk dari pusat kota ke pinggiran kota dan masuknya penduduk baru yang berasal dari pedesaan. c. Meningkatnya taraf hidup masyarakat yang memungkinkan orang mendapatkan perumahan yang lebih layak. d. Munculnya permukiman penduduk. Pemerintah membantu masyarakat yang akan mendirikan rumah lewat pinjaman bank. e. Dorongan hakikat manusia memperoleh kenyamanan. Masyarakat suburban dapat menjadi penyangga buffer bagi kehidupan kota jika warganya memiliki ketempilan atau kemampuan untuk berkontribusi bagi kehidupan kota induk Muawanah, 2011.

2.5 Landasan Teori

2.5.1 Pekarangan

Teori pekarangan menurut Kehlenbeck 2007: Homegardens are commonly defined as a piece of land with a definite boundary surrounding a homestead, being cultivated with a diverse mixture of perennial and annual plant species, arranged in a multilayered vertical structure, often in combination with raising livestock, and managed mainly by household members for subsistence production. Menurut Badan Litbang Pertanian 2014 pemanfaatan lahan pekarangan merupakan suatu wujud dari kemandirian pangan rumah tangga petani. Kemandirian pangan rumah tangga petani merupakan kemampuan kepala rumah tangga dalam memenuhi konsumsi protein nabati dan hewani sehari-hari untuk keluarganya. Pemanfaatan lahan pekarangan untuk ditanami aneka tanaman sayuran yang biasa dikonsumsi. Aneka sayuran yang ditanam dalam bentuk pot atau polibag meliputi tanaman sawi, bayam, cabe, caisim, kangkung, seledri, tomat, terong, bawang daun, dan sejenisnya. Protein hewani hasil pemanfaatan lahan pekarangan seperti ayam, telur ayam, ikan, dan kelinci. Menurut Arifin 2013 ada empat fungsi dasar pekarangan secara sosial ekonomis, yaitu Produksi secara subsisten, pekarangan dapat menghasilkan produksi untuk komersial dan memberi tambahan pendapatan keluarga, pekarangan mempunyai fungsi sosial-budaya, pekarangan memiliki fungsi ekologis dan bio-fisik lingkungan. Nilai dan fungsi dari lahan pekarangan itu dapat lebih luas lagi ditemukan diberbagai daerah yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik daerahnya.

2.5.2 Teori Strategi Pengembangan

Rangkuti 2008 mengemukakan strategi sebagai alat untuk mencapai tujuan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. Strategi merupakan respon secara terus-menerus maupun adiktif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi. Menurut Umar 2008, strategi merupakan tindakan yang bersifat senantiasa meningkat dan terus- menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa mendatang. Tujuan utama strategi dalam setiap kegiatan adalah mencapai keberhasilan. Dalam mencapai tujuan yaitu keberhasilan, ada beberapa elemen strategi yang harus dipenuhi. Pertama, tujuan yang diformulasikan secara sederhana, konsisten, dan berjangka panjang. Kedua, pengertian mendalam terhadap lingkungan persaingan. Ketiga, penilaian objektif terhadap sumberdaya dan implementasi yang efektif David, 2006. Analisis SWOT dapat digunakan secara deskriptif dan secara kuantitatif. Penggunaan analisis SWOT secara deskriptif yaitu hanya menjelaskan bagaimana pengembangan suatu organisasi tanpa menjelaskan strategi faktor-faktor internal dan eksternalnya. Sedangkan penggunaan analisis SWOT secara kuantitatif yaitu menjelaskan dengan terperinci faktor-faktor internal dan eksternalnya dengan menggunakan bobot dan bagaimana strategi pengembangan tersebut bermanfaat bagi suatu usaha atau organisasi. Analisis SWOT ditujukan untuk mengidentifikasi berbagai faktor internal dan faktor eksternal untuk merumuskan strategi Pearce dan Robinson, 2009.

2.6 Penelitian Terdahulu

Berbagai penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pekarangan merupakan salah satu aspek kehidupan masyarakat yang memiliki fungsi dan manfaat. Hasil penelitian Nuraini. 2009 yang berjudul Peran, Fungsi, dan Manfaat Pekarangan sebagai Salah Satu Model Ruang Terbuka Hijau di Lingkungan Permukiman Padat Kota Studi Kasus : Pekarangan di Karang Kajen, Yogyakarta menunjukkan bahwa pekarangan di Karang Kajen, mampu memenuhi 3 fungsi dari 4 fungsi dasar Ruang Terbuka Hijau, yaitu 1. Fungsi Bio-ekologis fisik; 2 Fungsi Sosial, ekonomi dan budaya yang mampu menggambarkan ekspresi budaya lokal dan 3 Ekosistem perkotaan. Adapun manfaatnya dapat ditinjau dari dua aspek penting yaitu manfaat fisik dan non-fisik. Manfaat fisik, meliputi manfaat kesehatan dan arsitektur sedangkan manfaat non-fisik terkait fungsi ekonomi. Pekarangan di Karang Kajen, Yogyakarta merupakan sebuah kawasan Ruang Terbuka Hijau yang unik dan memiliki karakter berbeda dari ruang-ruang terbuka di lingkungan permukiman padat kota pada umumnya. Walaupun kawasan permukiman ini memiliki ciri bangunan yang berbeda-beda, dan padat seperti layaknya sebuah kampung kota, tetapi karakter Ruang Terbukanya telah memberikan identitas tersendiri bagi masyarakat yang ada di sana. Hasil penelitian Hanafiah 1988 berjudul Kajian Fungsi Pekarangan Pedesaan dalam Hubungannya dengan Konsentrasi Sumberdaya Pekarangan Petani: Kelurahan Sendang Tirto, Sleman menunjukkan bahwa tambahan pendapatan RT yang diperoleh dari usahatani pekarangan adalah 24,2 dari pertanaman pekarangan, 21,l dari unggas dan telur, 5,4 dari ternak sapi, kerbau, atau kambing, 9,6 dari ikan kolam pekarangan; sedang dari nonusahatani pekarangan industri rumah, kerajinan, bertukang, jasa adalah sebesar 39,7 per tahun. Usahatani pekarangan di pedesaan tersebut umumnya diusahakan secara tumpangsari. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa luas pekarangan efektif, jumlah jenis tanaman, jumlah pohon per jenis tanaman, jumlah macam usaha pekarangan, biaya usaha luar pekarangan, pengelolaan usaha pekarangan, jumlah pencari nafkah RT tani, tanggungan RT tani, pengalaman tani kepala RT tani, penghasilan dari luar usaha pekarangan, dan penghasilan total RT tani berpengaruh nyata terhadap hasil konservasi sebagai suatu usaha pengelolaan dalam memanfaatkan sumberdaya alam sehingga dapat menghasilkan keuntungan secara berkelanjutan dengan pemanfaatan lahan pekarangan petani di pedesaan. Penelitian dari Ashari, dkk. 2012 berjudul Potensi dan Prospek Pemanfaatan Lahan Pekarangan untuk mendukung Ketahanan Pangan mengemukakan bahwa lahan pekarangan memiliki potensi dalam penyediaan bahan pangan keluarga, mengurangi pengeluaran rumah tangga untuk pembelian pangan, dan meningkatkan pendapatan rumah tangga. Penelitian dari Kaswanto dan Nakagoshi 2012 berjudul Revitalizing Pekarangan Home Gardens, a Small Agroforestry Landscape for a Low Carbon Society di Jawa Barat, Indonesia menunjukkan bahwa pengembangan lanskap agroforestri kecil berupa pekarangan dapat mengatasi masalah lingkungan di daerah pedesaan, terutama di negara-negara berkembang. Praktek manajemen lanskap berupa pekarangan dapat membantu menekan masalah ekonomi, sosial, dan pembangunan ekologi di masyarakat marginal pedesaan. Oleh karena itu dengan revitalisasi sistem agroforestri kecil berupa pekarangan, masyarakat marjinal memiliki kemungkinan untuk maju secara ekonomi, sosial, dan ekologis. Jasa lingkungan dari pekarangan adalah 1 konservasi keanekaragaman hayati, 2 akumulasi stok karbon, 3 kepemilikan sumber daya ekonomi, dan 4 nutrisi tambahan bagi manusia. Ditemukan pekarangan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan stok karbon hingga 20 dari lanskap hutan, sedangkan total pendapatan bisa meningkat hingga 12,9. Tercatat pula bahwa pekarangan dapat memberikan 2,0 dari asupan kalori harian. Penelitian Arifin 2013 berjudul Pekarangan Kampung untuk Konservasi Agro- Biodiversitas dalam Mendukung Penganekargaman dan Ketahanan Pangan di Indonesia menunjukkan bahwa di dalam pekarangan selain dapat dilakukan usaha tani jenis-jenis tanaman yang berpotensi, yaitu buah-buahan, sayuran, dan tanaman hias; dan ternak yang berpotensi, yaitu ayam kampung, domba, kambing dan sapi, juga dilakukan bisnis non-pertanian, yaitu bengkel, kios, kerajinan anyaman, industri kecil rumahan, menjahit, dan lain sebagainya. Meskipun persentase kontribusi hasil pekarangan terhadap tambahan pangan keluarga di perdesaan seperti energi, protein, dan vitamin terhitung relatif kecil terhadap kebutuhan total, hal tersebut sangat berarti sebagai tambahan pangan keluarga.

2.7 Kerangka Pemikiran