1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Pelaksanaan proses pembelajaran pada berbagai mata pelajaran di Sekolah Dasar pada umumnya bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi yang ada
pada diri siswa, baik potensi dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Ilmu Pengetahuan Sosial IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang
diberikan mulai dari Sekolah Dasar SD sampai Sekolah Menengah Pertama SMP berusaha memberikan wawasan secara komprehensif tentang peristiwa,
fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu-isu sosial. Berdasarkan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor
20 Tahun 2003 Pasal 37 Ayat 1 kurikulum pendidikan dasar dan menengah salah satunya wajib memuat Ilmu Pengetahuan Sosial. Pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah mata pelajaran IPS harus mencakup beberapa standar kompetensi dan kompetensi dasar. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22
Tahun 2006 tentang standar isi, standar kompetensi IPS merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi
acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Sesuai dengan Undang-Undang tersebut, maka Ilmu Pendidikan Sosial wajib menjadi
mata pelajaran dalam sistem pendidikan di Indonesia, sehingga kedudukan mata pelajaran IPS semakin penting dan jelas.
Menurut Sapriya 2012:7, IPS merupakan salah satu nama mata pelajaran yang diberikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Mata pelajaran IPS
merupakan sebuah nama mata pelajaran Sejarah, Geografi, dan Ekonomi serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya. Sama halnya dengan Sapriya 2012:7, Trianto
2007:124 menyatakan bahwa IPS merupakan integrasi dari cabang ilmu-ilmu sosial seperti : sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya.
IPS dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdislipiner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial
sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Kedudukan IPS yang penting tersebut jelas memiliki tujuan untuk
mendidik dan memberikan bekal kemampuan dasar kepada para siswa di sekolah untuk mengembangkan diri sesuai bakat, minat, kemampuan dan mampu
memahami fenomena sosial di sekitar lingkungannya. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006, tujuan pembelajaran IPS adalah
agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1 Mengenal konsep- konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, 2
Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, 3
Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, 4 Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional, dan global. Tujuan IPS tersebut juga berkaitan dengan kompetensi lulusan yang harus
dicapai. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007
Pasal 1 Ayat 1, standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk
mencapai kompetensi lulusan. Standar proses berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah
hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar proses meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian
hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Proses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Dalam meningkatkan proses pembelajaran salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas pembelajaran. Menurut Etzioni dalam Daryanto 2010:57
kualitas dapat dimaknai dengan istilah mutu atau keefektifan. Secara definitif, efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan
atau sasarannya. Berdasarkan temuan NCSS National Council for thr Social Studies tahun
2009, dari 44 kabupaten yang disurvei telah mengurangi waktu untuk mempelajari IPS. Persentase tersebut meningkat menjadi 51 dikarenakan
banyak negara yang menggunakan nilai tes membaca dan matematika untuk dijadikan satu-satunya pengukuran pembelajaran. Bahkan ketika IPS termasuk
dalam standar tes yang tinggi, guru hanya menyesuaikan pembelajaran dengan
kisi-kisi tes, bukan menekankan pembelajaran yang bermakna. Sebagai hasil praktik pendidikan tersebut, siswa hanya akan menerima nilai tes yang baik
sehingga tingkat kesiapan siswa untuk aktif masih kurang. Berdasarkan refleksi peneliti pada saat mengajar kelas IVA di SDN
Pudakpayung 02 kualitas pembelajaran IPS belum maksimal. Hal ini terlihat dari pembelajaran IPS di kelas IVA SDN Pudakpayung 02 masih Teacher Centered.
Guru sudah menggunakan media yang menunjang siswa dalam kegiatan belajar tetapi belum dapat menarik perhatian siswa secara penuh. Guru belum dapat
mengembangkan model pembelajaran yang menarik. Selain itu guru kurang melibatkan siswa selama pembelajaran. Guru juga kurang mengkondisikan siswa
agar belajar bekerja sama dalam kelompok. Dari segi siswa, pada saat proses pembelajaran berlangsung masih banyak
siswa yang kurang memperhatikan guru. Siswa lebih banyak yang bercerita sendiri dengan temannya. Siswa juga kurang aktif pada saat proses pembelajaran,
hal ini dapat dilihat dari masih banyak siswa yang kurang berminat untuk bertanya seputar materi pelajaran yang kurang dipahami.
Aktivitas siswa yang rendah mengakibatkan hasil belajar siswa rendah pula. Hal itu didukung dari data pencapaian hasil evaluasi proses pembelajaran
IPS siswa kelas IVA semester I tahun pelajaran 20142015 masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 67.
Berdasarkan observasi pada waktu PPL2 dan hasil belajar siswa ditunjukkan bahwa dari 23 siswa di kelas IVA hanya 5 siswa 21,74 yang nilainya mampu
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal KKM yang sudah ditetapkan, sedangkan
18 siswa 78,26 belum tuntas atau nilainya di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal KKM. Nilai terendah dari data yang diperoleh adalah 25 dan nilai
tertinggi 95 dengan rata-rata kelas yaitu 56,26. Dengan melihat data hasil belajar, pelaksanaan mata pelajaran tersebut perlu proses pembelajaran untuk ditingkatkan
kualitasnya, agar siswa lebih antusias dan aktif dalam pembelajaran IPS sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPS.
Melihat permasalahan tersebut, untuk meningkatkan keterampilan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa diperlukan solusi yang tepat. Adapun
solusi tersebut adalah dengan menerapkan model pembelajaran Reciprocal Teaching dengan media audio visual pada saat pembelajaran IPS. Hasil yang
diharapkan dalam pembelajaran agar siswa dapat lebih aktif, meningkatkan hasil belajar siswa, serta meningkatkan keterampilan guru. Peneliti memilih
menggunakan model Reciprocal Teaching karena dengan menggunakan model tersebut dapat membantu siswa dalam memahami materi, siswa juga lebih aktif
dalam kegiatan pembelajaran. Reciprocal teaching dapat mendorong siswa yang masih memiliki sifat malu-malu menjadi lebih berani dalam menyampaikan
pendapat maupun bertanya. Selain itu model Reciprocal Teaching dapat memperbaiki proses pembelajaran yang awalnya hanya ada komunikasi satu arah
yaitu guru menjadi komunikasi dua arah yaitu antara guru dan siswa. Kelebihan model Reciprocal Teaching menurut Shoimin 2014:154 adalah 1 Melatih
kemampuan siswa belajar mandiri sehingga kemampuan dalam belajar mandiri dapat ditingkatkan 2 Melatih siswa untuk menjelaskan kembali materi yang
dipelajari kepada pihak lain 3 Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan
penemuan. Dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang sedang dibahas, siswa akan lebih mudah dalam mengingat suatu konsep. Selain
menggunakan model pembelajaran, kegiatan pembelajaran dengan model Reciprocal Teaching perlu memanfaatkan media audio visual.
Penggunaan media audio visual ini sangat efektif untuk kegiatan pembelajaran, karena media audio visual mengandung unsur suara dan gerak.
Sehingga siswa dapat dengan mudah memahami isi dari pelajaran. Selain itu media audio visual juga dapat menarik minat siswa untuk mengikuti proses
pembelajaran dari awal hingga akhir. Menurut Levie dan Lentz dalam Arsyad, 2007:16 audio visual mempunyai manfaat 3 ranah pemikiran yaitu dari aspek
kognitif menambah rasa ingin tahu, afektif akan membentuk sikap anak didik dan psikomotor memberikan berbagai pelatihan. Media ini sangat cocok untuk
anak usia SD yakni pada tahap operasional kongkrit antara 7 sampai 11 tahun karena pada masa-masa ini anak akan tertarik dengan hal-hal baru dan
kemampuan untuk berfikir secara logis mulai berkembang. Pemilihan model pembelajaran Reciprocal Teaching juga didasari oleh
penelitian yang telah dilakukan oleh Mahardika yang diterbitkan dalam jurnal vol. 1 tahun 2013 dengan judul penelitian “Penerapan Metode Reciprocal
Teaching Berbantuan Kartu Angka untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matemat
ika Siswa Kelas VI SDN 4 Penyaringan”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa dan hasil belajar
siswa. Selain itu, Hadyanta 2013 dalam penelitian tindakan kelas yang diterbitkan dalam jurnal vol. 1 tahun 2013 yang dilakukannya dengan judul
“Penerapan Pembelajaran Terbalik Reciprocal Teaching untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Pelajaran IPS di Kelas IV SD
”. Berdasarkan hasil kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan selama II siklus dapat
diketahui bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Ariestyawati dalam penelitiannya yang diterbitkan dalam jurnal vol. 3, no.
1, tahun 2014 dengan judul “Peningkatan Keterampilan Berbicara Menggunakan Media Audiovisual pada Siswa Kelas II” mengatakan bahwa dengan
menggunakan media audio visual, dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Siswa sudah berani bertanya dengan bahasa yang baik dan mengeluarkan
tanggapan-tanggapan yang dinilai sudah baik. Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran
Reciprocal Teaching dengan media audio visual dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka peneliti akan melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Kualitas
Pembelajaran IPS Melalui Model Reciprocal Teaching dengan Media Audio Visual pada Siswa Kelas IV
SDN Pudakpayung 02 Kota Semarang”.
1.2 RUMUSAN MASALAH DAN PEMECAHAN MASALAH