Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

4 lain pertumbuhan ATMR BUS mencapai 27,9 yoy, sehingga CAR BUS meningkat dari 14,1 pada tahun 2012 menjadi 14,4 pada akhir 2013. CAR tersebut mengindikasikan tingkat ketahanan risiko yang masih cukup memadai mengingat masih melebihi standar sebesar 8, terlebih lagi rasio modal inti terhadap ATMR tergolong sangat memadai yaitu mencapai 11,8. 6 Selanjutnya dari sisi pembiayaan, pertumbuhan pembiayaan yoy pada BUS tercatat sebesar 22,1, melambat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 34,2. Demikian pula halnya pertumbuhan pembiayaan pada kelompok UUS yang turun dari 85,3 menjadi 33,5, serta pertumbuhan pembiayaan BPRS yang turun dari 32,8 menjadi 24,8 pada periode yang sama Grafik 1.1. Perlambatan yang terutama dialami sejak semester kedua 2013 antara lain dipengaruhi ketatnya likuiditas sumber dana pembiayaan seiring kontraksi moneter, ekspektasi kenaikan risiko kredit, dan implementasi kebijakan prudensial seperti Financing To Value FTV dan down-payment pembiayaan konsumsi. Dilihat dari jenis akadnya, secara umum penyaluran pembiayaan perbankan syariah masih didominasi oleh akad murabahah. Pada periode laporan pembiayaan murabahah tumbuh 25,6 yoy, sehingga menempati pangsa 60,0 dari total pembiayaan BUS dan UUS. Sementara pada pembiayaan BPRS pangsa akad murabahah mencapai 80,3. Pemanfaatan akad-akad lain dalam pembiayaan berkembang secara dinamis, khususnya pada kelompok BUS dan UUS. Pada periode laporan, 6 Ibid., h.14. 5 peningkatan preferensi penggunaan akad ijarah dalam pembiayaan BUS dan UUS masih berlanjut dengan pertumbuhan 42,7 yoy, lebih tinggi dibanding peningkatan penggunaan akad lainnya. Sebaliknya pembiayaan berbasis qardh yang sejak tahun lalu mengalami perlambatan, pada periode laporan tumbuh -25,6 yoy, sebagai dampak penyesuaian kebijakan terkait kehati-hatian dalam penjualan produk rahn emas. 7 Grafik 1.1 Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah Sumber: Laporan Perkembangan Keuangan Perbankan Syariah LKPS, 2013 Sementara itu dari sisi profitabilitas, laba bersih BUS dan UUS pada tahun 2013 tercatat sebesar Rp3,3 Triliun meningkat 29,0 dari tahun sebelumnya. Namun demikian pertumbuhan tersebut melambat dari tahun sebelumnya yang mencapai 72,3 yoy. Dari sisi tingkat pengembalian aset Return on Asset, pertumbuhan laba yang melambat juga tercermin dari penurunan ROA yaitu dari 2,1 pada tahun 2012 menjadi 2,0 pada tahun laporan Grafik 1.2 . Dibandingkan dengan perbankan secara nasional yang memiliki ROA 3,1, tingkat profitabilitas perbankan syariah cenderung lebih 7 Ibid., h.9. 6 rendah mengingat kemampuan menghasilkan pendapatan selain dari kegiatan penyaluran dana masih relatif terbatas. 8 Grafik 1.2 Profitabilitas Perbankan Syariah Sumber:Laporan Perkembangan Keuangan Perbankan Syariah LKPS, 2013 Meskipun mengalami perlambatan, laju pertumbuhan aset perbankan syariah tersebut tetap lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan aset perbankan secara nasional. Selain itu, pertumbuhan aset tersebut tetap diikuti pelaksanaan intermediasi yang optimal. Hal ini tercermin pada tren pertumbuhan dan nominal pembiayaan BUS dan UUS yang lebih tinggi dibandingkan dana pihak ketiga Grafik 1.3. Pada akhir 2013 pembiayaan BUS dan UUS tercatat sebesar Rp188,6 triliun, sementara dana pihak ketiga yang dihimpun mencapai Rp187,2 triliun, sehingga financing to deposit ratio perbankan syariah tetap relatif tinggi. Pada kelompok BUS misalnya, financing to deposit ratio tercatat sebesar 95,9 pada akhir periode laporan. 9 Grafik 1.3 8 Ibid., h.13. 9 Ibid., h.2. 7 Perkembangan Aset, DPK, PYD, dan FDR Perbankan Syariah Sumber: Laporan Perkembangan Keuangan Perbankan Syariah LKPS, 2013 Dengan kondisi laju perkembangan perbankan syariah secara umum masih belum optimal khususnya pada BUS dan UUS di Indonesia dan mengingat market share bank syariah di Indonesia masih sekitar 5 dari total asset bank secara nasional, 10 sehingga manajemen perbankan syariah beserta pihak-pihak terlibat di dalamnya dituntut untuk terus meningkatkan kinerja agar laju perkembangan perbankan syariah semakin membaik di masa mendatang. Salah satu indikator untuk menilai kinerja keuangan suatu bank adalah dengan melihat tingkat profitabilitasnya yang biasa diproksikan dengan Return On Asset ROA. ROA penting bagi bank karena ROA digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan mamanfaatkan aktiva yang dimilikinya. ROA merupakan rasio antara laba sebelum pajak terhadap total asset. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik, karena tingkat pengembalian return semakin besar. Hal ini terkait sejauh mana bank menjalankan usahanya secara efisien. 10 Ahmad Buchory, “OJK: Market Share Bank Syariah 5”, artikel diakses pada 10 April 2015 dari http:ekbis.sindonews.comread96402034ojk-market-share-bank-syariah-5- 1423810057 8 Efisiensi diukur dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba. Kinerja keuangan suatu bank juga mencerminkan tingkat kesehatan bank tersebut yang lebih lanjut dalam pasal 3 PBI No. 91PBI2007 Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah mencakup penilaian terhadap faktor-faktor sebagai berikut: a. Permodalan capital; b. Kualitas aset asset quality; c. Manajemen management; d. Rentabilitas earning; e. Likuiditas liquidity; dan f. Sensitivitas terhadap risiko pasar sensitivity to market risk. Penelitian yang membahas profitabilitas perbankan syariah sudah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya namun masih banyak dari mereka menemukan hasil yang berbeda antara peneliti satu dengan peneliti lainnya dan hasil penelitian yang diperoleh tidak sesuai dengan teori yang ada. Berdasarkan pubikasi statistik perbankan syariah 2014, telah ditemukan gap antara data dengan teori yang ada terkait rasio keuangan BUS dan UUS khususnya pada rasio CAR, dan FDR yang tersaji dalam tabel dibawah ini: 11 Tabel 1.2 Rasio Keuangan BUS dan UUS 2010-2014 11 Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah 2014 Jakarta: Bank Indonesia, 2014, h.38. 9 Rasio 2010 2011 2012 2013 2014 ROA 1,67 1,79 2,14 2,00 0,80 CAR 1 16,25 16,63 14,13 14,42 16,10 FDR 89,67 88,94 100,00 100,32 91,50 Sumber : Statistik Perbankan Syariah 2014 oleh OJK 1 Hanya data Bank Umum Syariah Berdasarkan tabel 1.2, tampak bahwa terdapat data rasio keuangan yang apabila dikaitkan dengan teori yang bersangkutan maka telah terjadi gap antara teori dengan data yang ada. Pada tahun 2012, ketika CAR mengalami penurunan 15yoy, ROA justru naik 19,55yoy sehingga ROA tahun 2012 menjadi 2,14, justru sebaliknya pada tahun 2013 dan 2014 ketika CAR sedang naik masing-masing sebesar 2,05yoy dan 11,65yoy, justru ROA turun masing- masing sebesar 6,54yoy dan 60yoy, sehingga ROA tahun 2013 dan 2014 masing-masing menjadi 2,00 dan 0,80. Kemudian terkait pembahasan rasio Ketika FDR turun di tahun 2011 sebesar 0,81yoy, justru yang terjadi ROA naik sebesar 7,18yoy, sehingga ROA tahun 2011 mejadi 1,79. Namun sebaliknya pada tahun 2013 ketika FDR naik sebesar 0,32yoy namun ROA mengalami penurunan sebesar 6,54yoy, sehingga ROA tahun 2013 menjadi 2,00. Namun mengingat sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya sebatas pada empat Bank Umum Syariah, maka alasan untuk membuktikan gap data dengan teori yang terjadi belum bisa sepenuhnya dianggap tepat karena belum tentu keempat Bank Umum Syariah yang dijadikan sampel penelitian FDR pada tahun 2011 dan 2013 yang juga terjadi hal serupa dengan rasio CAR. 10 memberikan kontribusi banyak terhadap data pada tabel 1.2 di atas. Sehinga penulis perlu menyajikan data terkait rasio keuangan pada keempat Bank Umum Syariah yang menjadi objek peneliitian agar mampu merepresentasikan alasan atas terjadinya gap antara teori dengan data yang terjadi. Berikut ini merupakan data rasio keuangan pada empat Bank Umum Syariah diantaranya Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank BNI Syariah, dan Bank Syariah Mega Indonesia yang tersaji pada tabel di bawah ini: Tabel 1.3 Rasio Keuangan Bank Muamalat tahun 2010-2014 Rasio 2010 2011 2012 2013 2014 ROA 1,36 1,52 1,54 1,37 0,17 CAR 13,26 12,01 11,57 17,27 14,15 FDR 91,52 85,18 94,15 99,99 84,14 Sumber : www.muamalatbank.co.id, diolah Tabel 1.4 Rasio Keuangan Bank Syariah Mandiri tahun 2010-2014 Rasio 2010 2011 2012 2013 2014 ROA 2,21 1,95 2,25 1,53 0,17 CAR 10,60 14,57 13,82 14,10 14,76 FDR 82,54 86,03 94,40 89,37 82,13 Sumber : www.syariahmandiri.co.id, diolah 11 Tabel 1.5 Rasio Keuangan Bank BNI Syariah tahun 2010-2014 Rasio 2010 2011 2012 2013 2014 ROA 0,61 1,29 1,48 1,37 1,27 CAR 27,68 20,67 14,10 16,23 18,42 FDR 68,92 78,60 84,99 97,86 92,58 Sumber : www.bnisyariah.co.id, diolah Tabel 1.6 Rasio Keuangan Bank Syariah Mega Indonesia 2010-2014 Rasio 2010 2011 2012 2013 2014 ROA 1,90 1,58 3,81 2,33 0,29 CAR 13,14 12,03 13,51 12,99 18,82 FDR 78,17 83,08 88,88 93,37 93,61 Sumber : www.megasyariah.co.id, diolah Pada keempat tabel di atas, terlihat bahwa memang telah terjadi gap antara teori dengan data seperti yang terjadi pada data Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah seperti pada tabel 1.2 sebelumnya dimana keterkaitan antara rasio CAR dan FDR dengan rasio ROA belum sepenuhnya mengikuti teori yang ada. Seperti yang terjadi pada Bank Muamalat pada tahun 2010-2014 untuk rasio CAR terhadap ROA, dimana pada periode tahun tersebut telah terjadi gap teori. Begitu pula pada rasio FDR terhadap ROA tahun 2010-2011 dan tahun 2012-1013 yang telah terjadi hal serupa lihat tabel 1.4. Hal tersebut juga terjadi pada Bank Syariah Mandiri pada tahun 2010-2014 untuk rasio CAR terhadap ROA, dan pada tahun 2010-2011 untuk rasio FDR terhadap ROA lihat tabel 1.5. Selanjutnya 12 pada Bank BNI Syariah juga terjadi hal serupa yaitu pada tahun 2010-2014 untuk rasio CAR terhadap ROA, dan pada tahun 2012-2013 untuk rasio FDR terhadap ROA lihat tabel 1.6. Begitu pula hal serupa yang dialami Bank Syariah Mega Indonesia, pada tahun 2013-2014 untuk rasio CAR terhadap ROA, dan pada periode tahun 2010-2011 dan 2012-2014 lihat tabel 1.6. Dengan hasil ini dapat dikatakan bahwa keempat bank umum syariah yang menjadi objek penelitian dalam penelitian ini seperti Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank BNI Syariah dan Bank Syariah Mega Indonesia ikut andil dalam data publikasi statistik perbankan syariah yang gap dengan teori yang semestinya, sehingga hal ini menjadi salah satu alasan penulis dalam memilih empat bank umum syariah tersebut untuk dijadikan sampel penelitian. Pada sisi lain, harus diakui bahwa dalam kegiatan operasionalnya bank tidak terlepas dari pengaruh kondisi perekonomian yang terjadi. Kondisi perekonomian akan mempengaruhi operasional perusahaan termasuk pada industri perbankan syariah terkait keputusan pengambilan kebijakan yang akan dilakukan dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Sehingga kemungkinan akan berpengaruh terhadap kinerja keuangan dan profitabilitas perusahaan. Inflasi dan BI rate merupakan contoh dari indikator makroekonomi suatu negara yang sangat mempengaruhi kondisi perekonomian dan dalam penelitian ini akan dijadikan variabel independen atas profitabilitas Bank Umum Syariah. Inflasi dan BI rate merupakan indikator makroekonomi yang tidak terpisahkan. Pada teori ekonomi makro, inflasi selalu berkaitan dengan jumlah 13 uang yang beredar dan kebijakan moneter yang diambil pemerintah melalui bank sentral. Pemerintah bisa mengendalikan jumlah uang yang beredar dengan mempengaruhi proses penciptaan uang. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan kebijakan moneter melalui tingkat BI rate sehingga jumlah uang yang beredar bisa dikontrol. Besar kecilnya laju inflasi akan mempengaruhi suku bunga dan kinerja keuangan perusahaan khususnya dari sisi profitabilitas. Jika inflasi sedang meningkat maka harga-harga barang kebutuhan masyarakat akan ikut meningkat dan akan menurunkan tingkat konsumsi masyarakat. Menurunnya tingat konsumsi masyarakat akan membuat para investor tidak mau untuk berinvestasi di sektor riil. Sebagian besar dana investasi untuk sektor riil adalah dibiayai oleh bank. Hal ini menjadikan bank kesulitan menyalurkan dana serta menanggung biaya dari modal yang ada. Dan pada akhirnya akan berdampak pada penurunan profitabilitas perbankan. Kebijakan suku bunga diarahkan untuk menekan ekspektasi inflasi dan dampak lanjutan kenaikan harga melalui kenaikan BI rate berupa suku bunga Deposit Facility, dan suku bunga Lending Facility. Oleh karena itu, Bank Indonesia juga perlu untuk menetapkan tingkat suku bunga BI Rate yang sesuai sebagai dasar atau patokan bank umum dan swasta untuk menentukan BI rate mereka agar mereka dapat tetap menguntungkan. Besarnya tingkat BI rate menjadi salah satu faktor bagi perbankan untuk menentukan besarnya suku bunga yang ditawarkan kepada masyarakat. Suku bunga berpengaruh terhadap keinginan dan ketertarikan masyarakat untuk menanamkan dananya di bank 14 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 2010 2011 2012 2013 2014 Inflasi BI Rate melalui produk-produk yang ditawarkan. Dampak bagi bank itu sendiri, yakni dengan semakin banyaknya dana yang ditanamkan oleh masyarakat, akan meningkatkan kemampuan bank dalam menyalurkan dana tersebut dalam bentuk kredit dimana dari kredit yang disalurkan tersebut, bank memperoleh profit. Namun perkembangan tingkat suku bunga yang tidak wajar secara langsung dapat mengganggu perkembangan perbankan. BI rate yang tinggi, di satu sisi akan meningkatkan hasrat masyarakat untuk menabung sehingga jumlah dana perbankan akan meningkat. Tingkat suku bunga menjadi ukuran berapa biaya atau pendapatan sehubungan dengan penggunaan uang untuk periode jangka waktu tertentu. 12 Berikut ini pergerakan inflasi dan BI rate di Indonesia periode 2010-2014 sebagai berikut: Grafik 1.4 Inflasi dan BI rate di Indonesia Periode 2010-2014 Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia diolah Grafik 1.4 merupakan data inflasi dan BI rate dari tahun 2010-2014. Inflasi mengalami penurunan pada tahun 2010-2011 yang disebabkan oleh 12 Loen dan Ericson, Manajemen Aktiva dan Pasiva Bank Devisa Jakarta: Grasindo, 2008, h. 70. 15 kenaikan harga pangan domestik dan sektor lainnya seperti beras, cabai, tarif listrik, dan perhiasan. Pada tahun 2012 inflasi mengalami peningkatan dan tetap stabil karena penerapan kebijakan moneter dan makroprudensial yang tepat dan koordinasi kebijakan dengan pemerintah yang semakin solid dalam mendorong kestabilan harga. Kemudian pada tahun 2013-2014 terjadi kenaikan inflasi yang cukup tajam dan diluar target inflasi pada dua tahun tersebut, sehingga inflasi menembus angka 8,38 dari target inflasi sebesar 7,2 pada 2013. 13 Penyebab utamanya adalah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak BBM bersubsidi, dengan premium menjadi Rp 6.500liter dan solar Rp 5.500liter. BBM memberi andil atas inflasi sebesar 1,17. Paling besar penyebabnya adalah Bensin 1,17, Kenaikan harga BBM juga membuat harga beberapa komoditas lainnya merangkak naik. Seperti dilaporkan tarif angkutan dalam kota memberikan andil inflasi 1,75, cabai merah 1,31, serta komoditas dan jasa lainnya seperti bawang merah, beras, ikan segar, nasi lauk, rokok kretek filter, tarif listrik, hingga upah pembantu rumah tangga memberikan kontribusinya terhadap inflasi meskipun masih dibawah 1. 14 Kemudian pada tahun 2014 inflasi masih tertahan pada angka 8,36 persen atau hanya turun sebesar 0,02yoy. Padahal target di APBN-P 2014 nilai inflasi diperkirakan berada diangka 5,3. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik BPS nilai inflasi bulan Desember 2014 naik ke angka 2,46 dari 1,05 bulan sebelumnya. Tingginya inflasi tersebut penyebab utamanya adalah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak BBM yang 13 http:www.indonesia investments.comidkeuanganangka-ekonomi-makroinflasi-di- indonesiaitem254 diakses pada 27 Desember 2014. 14 http:finance.detik.comread2014010214094024566644ini-penyebab-meroketnya- inflasi-2013-dari-bbm-hingga-rokok-kretek diakses pada 27 Desember 2014. 16 terjadi pada pertengahan November 2014, selain kenaikan BBM juga akibat kenaikan tarif listrik dan angkutan dalam kota. Kemudian cabai merah juga menyumbang inflasi hingga 0,43. Bahan Bakar Minyak BBM menyumbang inflasi hingga 1,04, lalu tarif listrik 0,64, dan angkutan dalam kota 0,63 dan komoditas lainnya seperti cabe merah dan rawit, dan nasi dengan lauk. 15 Selanjutnya pergerakan BI rate akan serta-merta mengikuti pergerakan inflasi namun dengan tingkat yang berbeda, kebijakan menaikkan atau menurunkan BI rate oleh pemerintah bertujuan untuk mengendalikan inflasi. Secara historis, tingkat dan volatilitas inflasi Indonesia lebih tinggi dibanding negara-negara berkembang lain. Sementara negara-negara berkembang lain tingkat inflasinya mencapai sekitar tiga sampai lima persen per tahun dalam periode 2005 sampai 2013, tingkat inflasi di Indonesia mencapai rata-rata 8.5 persen per tahun dalam periode yang sama. 16 Secara teori, perbakan syariah merupakan bank independen yang terpisah dari sistem bunga yang berlaku pada bank umum. Dengan begitu seharusnya kondisi tingkat bunga tidak akan terpengaruh secara langsung kepada industri bank syariah. Hal ini terbukti ketika krisis ekonomi menghantam Indonesia pada 1997 Bank Muamalat sebagai satu-satunya bank syariah di Indonesia mampu bertahan dari krisis bahkan sekarang berkembang dengan pesat dengan semakin banyaknya kantor cabang serta asset yang terus meningkat tiap tahunnya. Namun 15 http:bisniskeuangan.kompas.comread20150102102923526BPS.Inflasi.2014.Capai .8.36.Persen diakses pada 2 Januari 2015. 16 http:www.indonesia investments.comidkeuanganangka-ekonomi-makroinflasi-di- indonesiaitem254 diakses pada 27 Desember 2014. 17 menurut hasil penelitian Liyana 2011, dan Sahara 2013 BI rate berpengaruh signifikan negatif terhadap ROA. Hal ini berarti, meskipun perbankan syariah merupakan bank independen yang terpisah dari sistem bunga yang berlaku pada bank umum, namun kenyataan yang terjadi berbeda dengan teori yang ada. Kemudian terkait pembahasan inflasi, juga telah dilakukan penelitian oleh Sahara 2013, menurut hasil penelitiannya inflasi mempunyai pengaruh positif terhadap ROA. Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Stiawan 2009, Liyana 2011, Kurniasari 2012, dan Ramadhan 2013, berdasarkan hasil penelitian mereka menyatakan bahwa inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. Mengingat pembuktian oleh Bank Muamalat yang mampu bertahan dari krisis moneter tahun 1997 lalu, seharusnya inflasi tidak berpengaruh terhadap ROA bank syariah. Namun beberapa hasil penelitian sebelumnya dan bahkan dari data yang ada terkait inflasi dan BI rate juga masih yang belum konsisten membuat penelitian terkait pengaruh inflasi dan BI rate terhadap ROA bank syariah menjadi menarik untuk dilakukan penelitian guna menjawab permasalahan yang terjadi dan guna mendapatkan hasil yang kompherensif dan mendalam. Berikut ini data inflasi dan BI rate yang dihubungkan dengan ROA perbankan syariah di Indonesia selama tahun 2010-2014: 18 Tabel 1.7 ROA Perbankan Syariah dan Kondisi Makroekonomi Rasio 2010 2011 2012 2013 2014 ROA 1,67 1,79 2,14 2,00 0,80 Inflasi 6,96 3,79 4,30 8,38 8,36 BI rate 6,50 6,00 5,75 7,50 7,75 Sumber : Badan Pusat StatistikIndonesia diolah Dari tabel 1.3 terlihat bahwa masih terdapat gap teori terkait pengaruh Inflasi dan BI rate terhadap ROA perbankan syariah. Pada di tahun 2012 inflasi naik sebesar 13,45yoy justru ROA naik sebesar 19,55yoy sehingga ROA tahun 2012 menjadi 2,14. Kemudian pada tahun 2014 dimana ROA mengalami penurunan sebesar 60yoy sehingga menjadi 0,80 ketika inflasi hanya mengalami penurunan sebesar 0,23yoy. Begitu pula dengan BI rate yang terjadi pada tahun 2011 dan 2012, ketika BI rate turun masing-masing sebesar 7,7yoy dan 4,16yoy, justru ROA naik sebesar 7,18yoy dan 19,55yoy sehingga ROA tahun 2011 dan 2012 masing-masing menjadi 1,79 dan 2,14. Dengan berlandaskan data dan penelitian terdahulu, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh CAR, FDR, inflasi, dan BI rate terhadap ROA karena hubungan antara CAR, FDR, inflasi, dan BI rate terhadap ROA belum konsisten. Kemudian ketika penulis menemukan keberagaman hasil penelitian yang dilakukan peneliti sebelumnya, maka tema penelitian ini menjadi semakin menarik untuk dijadikan penelitian guna mendapatkan jawaban atas keberagaman hasil penelitian terdahulu yang tidak konsisten. Sehingga penulis mengangkat tema ini untuk dijadikan penelitian. 19 Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Rasio Kecukupan Modal CAR, Rasio Likuiditas FDR, Inflasi, dan BI rate Terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah Di Indonesia Studi Pada Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank BNI Syariah dan Bank Syariah Mega Indonesia Periode 2010-2014 ”.

B. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih fokus dan terarah, maka penulis membatasi penelitian ini dalam pembahasan rasio profitabilitas, rasio likuiditas, jumlah sampel penelitian, dan periode penelitian. Seperti kita ketahui bahwa rasio profitabilitas bank dapat diukur dengan beberapa jenis rasio keuangan seperti Return On Asset ROA, Return On Equity ROE, Net Interest Margin NIM, dan Rasio Biaya Operasional BOPO. Namun dalam penelitian ini, rasio profitabilitas diproksi oleh Return On Asset ROA karena Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih mementingkan aset yang dananya berasal dari masyarakat. 17 Sehingga dalam penelitian ini ukuran kinerja keuangan bank syariah yang digunakan adalah ROA. Kemudian terkait likuiditas bank syariah dalam penelitian ini menggunakan rasio Financing to Deposit Ratio FDR disebabkan rasio likuiditas perbankan syariah sangat bergantung pada perolehan dana pihak ketiga, baik berupa investment account maupun current account, yang akan disalurkan ke dalam berbagai bentuk pembiayaan financing sesuai syariah seperti mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istisna, dan 17 Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009, h. 119. 20 ijarah. 18 Selanjutnya mengingat teknik penarikan sampel dalam penelitian ini mengunakan purposive sampling, maka dilakukan pembatasan jumlah sampel hanya pada empat bank umum syariah yang telah memenuhi kriteria, sehingga bank umum syariah yang dijadikan sampel penelitian yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank BNI Syariah, dan Bank Syariah Mega Indonesia. Alasan digunakannya metode ini karena keterbatasan akses data dari peneliti sehingga tidak semua data bank dapat diakses. Kemudian terkait pembatasan periode penelitian dalam penelitian ini hanya pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 disebabkan pada periode tersebut khususnya pada tahun 2013 dan 2014 sedang terjadi fenomena kenaikan inflasi yang cukup tinggi, dan penulis berasumsi dengan adanya fenomena ini akan berpengaruh terhadap hasil penelitian, sehingga hal ini sesuai dengan pencantuman inflasi sebagai variabel independen dalam penelitian ini. Dengan demikian, penelitian menjadi lebih fokus dan terarah.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan data empiris dan penelitian terdahulu yang diperoleh dimana terdapat gap teori dan hasil yang diperoleh belum menunjukkan hasil yang konsisten antara variabel CAR, FDR, Inflasi, dan BI rate terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah yang diproksi dengan Return On Asset ROA, maka diperlukan penelitian lebih lanjut guna mendapatkan jawaban yang kompherensif dan mendalam. 18 Eksis Jurnal Ekonomi dan Keuangan vol. 2. No. 2. April-Juni 2006 21 Dari latar belakang dan rumusan masalah penelitian di atas, maka pertanyaan penelitian yang dapat diajukan adalah : A. Apakah Capital Adequacy Ratio CAR berpengaruh terhadap Return On Asset ROA Bank Umum Syariah? B. Apakah Financing to Deposit Ratio FDR berpengaruh terhadap Return On Asset ROA Bank Umum Syariah? C. Apakah Inflasi berpengaruh terhadap Return On Asset ROA Bank Umum Syariah? D. Apakah BI rate berpengaruh terhadap Return On Asset ROA Bank Umum Syariah?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengumpulkan bukti empiris mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio CAR terhadap Return On Asset ROA Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2010-2014. 2. Untuk mengumpulkan bukti empiris mengenai pengaruh Financing to Deposit Ratio FDR terhadap Return On Asset ROA Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2010-2014. 22 3. Untuk mengumpulkan bukti empiris mengenai pengaruh Inflasi terhadap Return On Asset ROA Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2010- 2014. 4. Untuk mengumpulkan bukti empiris mengenai pengaruh BI rate terhadap Return On Asset ROA Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2010- 2014.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi Investor Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi di perusahaan perbankan khususnya perbankan syariah di Indonesia. 2. Bagi Manajemen Perbankan Syariah Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan dalam manajemen dan bidang keuangan terutama dalam rangka meningkatkan profitabilitas perusahaan. 3. Bagi Akademisi Hasil penelitian diharapkan dapat mendukung teori yang ada dan mendukung hasil penelitian selanjutnya dalam melakukan penelitian yang relevan dengan tema penelitian ini. 4. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian terkait dengan data dan hasil penelitian sebelumnya yang didapatkan tidak

Dokumen yang terkait

Analisis rasio risiko dan profitabilitas bank umum syariah (studi empiris 3 bank umum syariah di Indonesia)

3 7 121

Pengaruh Linkage Program Terhadap Rasio Profitabilitas (ROE) dan Rasio Kecukupan Modal (CAR) Pada Bank Syariah Mandiri

4 23 121

ANALISIS PENGARUH FDR, BOPO, NIM, BI RATE DAN INFLASI TERHADAP TINGKAT BAGI HASIL DEPOSIT MUDHARABAH (Studi Pada Bank Syariah Mandiri dan Bank Syariah Mega Indonesia Periode 2010-2013)

0 3 143

ANALISIS PENGARUH PEMBIAYAAN UMKM, KUK, CAR DAN BOPO TERHADAP KREDIT BERMASALAH PADA BANK SYARIAH DI INDONESIA (Studi pada Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank Syariah Mega, Bank Bukopin Syariah dan Bank BRI Syariah Di Indonesia Tahun 2009-2014

2 7 139

PENDAHULUAN Analisis Efisiensi Bank Umum Syariah Di Indonesia Dengan Menggunakan Data Evelopment Analysis (DEA) (Studi pada Bank BNI Syariah, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank BRI Syariah, Bank BCA Syariah, Bank Bukopin Syariah

1 8 10

EFISIENSI BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA MENGGUNAKAN METODE Efisiensi Bank Umum Syariah Di Indonesia Menggunakan Metode Data Envelopment Analysis(DEA).(Studi Pada Bank Mega Syariah, Bank Muamalat Indonesia, Bank BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri Tahu

0 4 14

PENDAHULUAN Efisiensi Bank Umum Syariah Di Indonesia Menggunakan Metode Data Envelopment Analysis(DEA).(Studi Pada Bank Mega Syariah, Bank Muamalat Indonesia, Bank BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri Tahun 2013-2014).

0 2 8

PENDAHULUAN Analisis Mengukur Tingkat Efisiensi Perbankan Syariah Di Indonesia (Studi Pada Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat Indonesia Periode 2009-2012).

0 2 12

Pengaruh Inflasi, BI Rate, CAR, dan NPF terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia 1. cover

0 0 21

View of Pengaruh Nilai Tukar Mata Uang dan Inflasi terhadap Profitabilitas di Bank Syariah: Studi Analisis pada Bank Muamalat, Bank Mandiri Syariah dan Bank Mega Syariah Periode 2011-2015

0 0 24