Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank
tersebut dari segi penggunaan aset.
6
Tabel 1.1 Perkembangan ROA, NPF, dan FDR
Sumber: Data Statistik Perbankan Syariah Dari sejak awal perkembangan perbankan syariah di Indonesia, dari
sisi pembiayaan, akad murabahah lebih mendominasi pembiayaan tersebut. Transaksi yang saat ini banyak dilakukan oleh bank syariah, bank umum
syariah, cabang syariah bank konvensional maupun Bank Perkreditan Rakyat Syariah adalah transaksi murabahah. Data yang diperoleh dari Laporan
Perkembangan Perbankan Syariah dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013.
6
Lukman Dendrawijaya, Manajemen Perbankan Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003, h.118
Rasio 2009
2010 2011
2012 2013
ROA 1,48
1,67 1,79
2,14 2,00
NPF 4,01
3,02 2,52
2,22 2,62
FDR 89,70 89,67 88,94 100,00 100,32
Tabel 1.2 Komposisi Pembiayaan Yang Diberikan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah Miliar Rupiah
Akad 2009
2010 2011
2012 2013
Akad Mudharabah 6.597
8.631 10.229
12.023 13.878
Akad Musyarakah 10.412
14.624 18.960
27.667 39.874
Akad Murabahah 26.321
37.508 56.365
88.004 110.565
Akad Salam Akad Istishna
423 347
326 376
582
Akad Ijarah 1.305
2.341 3.839
7.345 10.481
Akad Qardh 1.829
4.731 12.937
12.090 8.995
Total
46.886 68.181
102.655 147.505
184.122 Sumber: Sharia Banking Statistics
Berdasarkan tabel 1.2 dapat diketahui bahwa struktur pembiayaan masih didominasi oleh akad murabahah, pertumbuhan penyaluran dana
dengan akad murabahah cenderung konstan dalam kisaran 58 pada tahun 2009 dengan posisi triwulan keempat sebesar 58,87 dari total pembiayaan.
Semestinya pembiayaan dengan akad mudharabah dan akad musyarakah harus lebih banyak, karena pada akad inilah karakteristik dasar
perbankan syariah terbentuk. Kedua akad tersebut merupakan akad dengan
sistem bagi hasil. Perbankan syariah dengan sistem bagi hasil inilah yang menjadi pembeda dengan bank konvensional.
Produk pembiayaan dengan sistem bagi hasil seolah-olah tidak berdaya untuk menjadi pendamping operasional perbankan syariah. Sehingga
pembiayaan dengan sistem jual beli menjadi pengganti sebagai produk inti dari beroperasinya bank syariah, seperti murabahah, salam, dan istishna.
Besarnya pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah berpeluang untuk mendapatkan keuntungan yang lebih akan semakin besar. Namun,
risiko kerugian akibat gagal bayar juga semakin besar. Dalam menilai kondisi aset bank termasuk antisipasi atas risiko gagal bayar dari pembiayaan yang
akan muncul, maka setiap dana yang disalurkan oleh bank berbentuk aset produktif selalu dinilai kualitasnya.
Non performing financing NPF merupakan salah satu rasio penunjang yang digunakan untuk menilai kualitas aset pembiayaan. NPF
adalah rasio yang membandingkan antara jumlah pembiayaan bermasalah kategori kurang lancar, diragukan, dan macet dengan jumlah pembiayaan
yang disalurkan. Semakin tinggi rasio ini, menunjukkan kualitas pembiayaan bank syariah semakin buruk.
7
Pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah dapat menimbulkan potensi pembiayaan bermasalah. Pembiayaan bermasalah dapat dilihat dari
7
Bank Indonesia, Himpunan Ketentuan Tingkat Kesehatan Perbankan Syariah Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah, 2007, lampiran 1b: kualitas aset, h.17
tingkat Non Performing Financing NPF. Pembiayaan bermasalah adalah pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor
kesengajaan dan atau karena faktor eksternal diluar kemampuan nasabah peminjam.
8
Non Performing Financing NPF merupakan rasio keuangan yang berkaitan dengan risiko kredit.
Non Performing Financing adalah perbandingan antara total pembiayaan bermasalah dengan total pembiayaan yang diberikan kepada
debitur. Rasio Non Performing Financing analog dengan Non Performing Loan pada bank konvensional. Karena pada bank syariah tidak mengenal
adanya pinjaman
namun menggunakan
istilah pembiayaan.
NPL mencerminkan risiko kredit, semakin kecil NPL semakin kecil pula risiko
kredit yang ditanggung pihak bank. Namun sebaliknya, jika risiko kredit yang ditanggung bank semakin tinggi, profitabilitas akan menurun. Sehingga
dikatakan bahwa NPF berpengaruh negatif terhadap ROA.
9
Non Performing Financing NPF atau Non Performing Loan NPL menurut kamus bank indonesia adalah kredit bermasalah yang terdiri dari
kredit yang berklarifikasi kurang lancar, diragukan dan macet. Termin NPL diperuntukkan bagi bank umum, sedangkan NPF untuk bank syariah.
8
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005, h.214.
9
Dhian Dayinta Pratiwi, “Pengaruh CAR, BOPO, NIM dan LDR, Terhadap Return On Asset ROA”, Skripsi S1 Universitas Diponegoro Semarang, 2012, h. 7
Pemicu utama kebangkrutan yang dialami oleh bank, terletak pada ketidakmampuan bank memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Likuiditas pada
perbankan syariah sebagian besar bergantung pada perolehan dana pihak ketiga deposit berupa invenstment account maupun current account, yang
akan disalurkan ke pembiayaan sesuai syariah seperti mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istishna, dan ijarah. Rasio likuiditas disebut
juga rasio modal kerja. Rasio ini digunakan untuk mengukur likuidnya sebuah bank, yaitu dengan membandingkan seluruh komponen aktiva lancar dengan
komponen pasiva lancar. Rasio ini juga menunjukkan kemampuan bank untuk memenuhi kebutuhan transaksi pada saat nasabah melakukan penarikan. Jika
sebuah bank tidak bisa memenuhi kebutuhan nasabah, berarti bank tersebut mengalami risiko likuiditas. Artinya bank tidak bisa memenuhi kewajibannya
atau sudah tidak mampu membiayai.
10
Pertentangan antara likuiditas dan profitabilitas dianggap persoalan pokok dalam manajemen dana bank. Likuiditas dapat diperoleh dengan
menyimpan uang dan asset likuid lainnya. Atau diperoleh dengan menarik deposit tambahan atau meminjam dari sumber lain.
11
Terkait persoalan asset lancar mengindikasikan bahwa dalam pengelolaanya, bank harus cakap dalam mengelola aliran dana guna
menghasilkan keuntungan yang setinggi-tingginya. Namun secara simultan
10
Kasmir dan Jakfar, Studi Kelayakan Bisnis Jakarta : Prenada Media, 2003, h. 182
11
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Ed 1 Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007, h.246
bank juga harus memperhatikan adanya kemungkinan risiko yang timbul menyertai keputusan-keputusan manajemen tentang struktur aset dan
liabilitas, diantaranya risiko likuiditas. Dalam perbankan syariah tidak dikenal istilah kredit loan namun
pembiayaan atau financing.
12
Pada umumnya konsep yang sama ditunjukkan pada bank syariah dalam mengukur likuiditas yaitu dengan menggunakan
Financing to Deposit Ratio. Financing to Deposit Ratio FDR yaitu seberapa besar Dana Pihak Ketiga DPK bank syariah dilepaskan untuk pembiayaan.
13
Rasio ini, berpengaruh positif pada tingkat profitabilitas, karena semakin tinggi rasio ini, maka tingkat likuiditas semakin kecil. Hal ini karena
jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kreditnya semakin banyak.
14
Namun rendahnya tingkat likuiditas berdampak pada naiknya tingkat profitabilitas. Ketentuan Bank Indonesia tentang besarnya minimal FDR
adalah 80, sementara besar maksimalnya 110.
15
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menyusun sebuah skripsi yang berjudul
“Pengaruh Pembiayaan Murabahah, Kualitas Aset Produktif, dan Rasio Likuiditas Terhadap Profitabilitas pada Bank
Umum Syariah Periode 2009-2013 ”.
12
M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press dan Tazkia Cendikia, 2001, h.70
13
Muhammad, Bank Syariah, Problem dan prospek..., h.265
15
Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan Jakarta : Ghalia Indonesia, 2000, h.118- 119