Tidak Berterima 1
Terjemahan tidak alamiah atau terasa seperti karya terjemahan; istilah teknis yang digunakan
tidak lazim digunakan dan tidak akrab bagi pembaca; frasa, klausa dan kalimat yang
digunakan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia
3. Keterbacaan
Tingkat keterbacaan teks dapat dilihat berdasarkan apakah pembaca memahami isi teks penerjemahan kedalam BSa. Gilmore dan Root dalam Nababan, 1999 berpendapat
bahwa ukuran suatu teks yang didasarkan pada faktor-faktor kebahasaan tidak lebih dari sekedar alat bantu bagi seorang penulis dalam menyesuaikan tingkat keterbacaan teks
dengan kemampuan para pembaca teks itu.
Tabel 2.3 Instrumen penilai keterbacaan terjemahan
Kategori Terjemahan Skor
Parameter Kualitatif
Tingkat Keterbacaan
Tinggi 3
Kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks terjemahan dapat dipahami dengan mudah
oleh pembaca. Tingkat Keterbacaan
Sedang 2
Pada umumnya terjemahan dapat dipahami oleh pembaca; namun ada bagian tertentu yang harus
dibaca lebih dari satu kali untuk memahami terjemahan.
Tingkat Keterbacaan
Rendah 1
Terjemahan sulit dipahami oleh pembaca
2.9 Penelitian Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah: 1.
Silalahi 2009 dengan dalam penelitiannya yang berjudul Dampak Teknik, Metode, dan Ideology Penerjemahan pada Kualitas Penerjemahan Teks Medical Surgical Nursing
dalam bahasa Indonesia.
Penelitiannya mengadopsi delapan teknik penerjemahan diterapkan dalam menerjemahkan teks Medical-Surgical Nursing yaitu teknik harfiah
literal, peminjaman murni, peminjaman alamiah, calque, transposisi, modulasi, penghilangan, dan penambahan. Teknik harfiah, peminjaman murni, peminjaman
Universitas Sumatera Utara
alamiah, dan teknik calque berorientasi pada BSu sedangkan teknik transposisi, modulasi, penghilangan, dan teknik penambahan berorientasi pada BSa. Penerjemah memilih
metode penerjemahan literal, setia, dan semantik. Dalam penelitian ini, adanya penggunaan teknik penerjemahan dan pemilihan metode penerjemahan dilandasi oleh
ideologi foreignisasi teks sumber. Silalahi juga mengemukakan dalam penelitiannya bahwa teknik peminjaman murni,
teknik peminjaman alamiah, calque, dan juga harfiah memberikan dampak yang sangat positif terhadap keakuratan penerjemahan, sementara kekurang akuratan dan ketidak
akuratan yang terjadi pada penerjemahan lebih disebabkan oleh penerapan teknik penghilangan, penambahan, modulasi, dan teknik transposisi. Kekurang berterimaan dan
ketidak berterimaan cenderung disebabkan oleh penggunaan kalimat yang tidak gramatikal, dan masalah yang menghambat pemahaman pembaca sasaran cenderung
disebabkan oleh penggunaan istilah asing yang tampaknya belum akrab bagi pembaca, kolokasi yang tidak tepat, kata bahasa Indonesia yang belum lazim bagi pembaca dan
kesalahan ketik. 2.
Bumi 2011 dalam penelitiannya yang berjudul Teknik Penerjemahan Istilah-istilah Kebudayaan dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruh dan Terjemahaannya dalam The
Dancer menganalisis tentang teknik penerjemahan unsur budaya dalam elemen bingkai
semantik. Indah menganalisis 17 verba aksi istilah budaya dengan menggunakan 9 teknik penerjemahan. Indah meyimpulkan bahwa teknik established equivalent mendominasi
seluruh teknik dalam penelitiannya 33,33, diikuti oleh teknik peminjaman 14,81, teknik kompensasi 14,81, teknik deskripsi 11.11, teknik calque 7,40, teknik
generalisasi 7,40, teknik amplikasi 3,70, teknik partikularisasi 3,70, dan teknik transposisi 3.70. Dari analisisnya, terdapat 22,22 teknik yang berorientasi kepada
BSu dan 77,78 berorientasi pada Bsa.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan karena menggunakan teori teknik penerjemahan Molina Albir namun dalam penelitiannya Bumi tidak menganalisis
kesepadanan. 3.
Ahmad 2011 dalam penelitiannya berjudul Analisis Terjemahan Istilah-istilah Budaya pada Brosur Pariwisata Berbahasa Inggris Provinsi Sumatera Utara
menganalisis ragam istilah budaya, teknik penerjemahan, dan pergeseran yang terjadi pada penerjemahan
istilah-istilah budaya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1 terdapat 67 istilah budaya dengan komposisi kategori ekologi 1 verba aksi 1,49, makanan 13 verba aksi
19,40, benda budayaartefak 2 verba aksi 2,98, pakaian 4 verba aksi 5,97, bangunan 6 verba aksi 8,96, transportasi 1 verba aksi 1,98, bahasa 4 verba aksi
5,97, social budaya 13 verba aksi 19,40, kemasyarakatan 8 verba aksi 11,94, agama 3 verba aksi 4,48, dan seni 12 verba aksi 17,91; 2 teknik penerjemahan
yang digunakan adalah deskripsi 37,31, peminjaman 31,34, kalke 17,91, generalisasi 8,96, literal 2,99, dan kuplet 1,49; 3 pergeseran yang ditemukan
sebanyak 44 verba aksi yang terdiri atas pergeseran unit 28 verba aksi 63,3, pergeseran struktur 13 verba aksi 29,55, dan pergeseran 3 verba aksi 6,82.
Penelitian Ahmad memiliki kesamaan dalam menganalisis teknik terjemahan dengan penelitian ini, namun penelitian ini mengkaitkan teknik penerjemahan dengan
kesepadanan terjemahan khususnya keakuratan. 4.
Simanihuruk 2013 dalam penelitiannya berjudul Analysis of Translation Techniques and Shifts of Batak Toba Cultural Terms in’ Inside Sumatera: Tourism and Life Style
Magazine’ menganalisis teknik penerjemahan dan pergeseran dalam penerjemahan istilah
budaya suku Batak Toba dalam 6 artikel terpilih. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1 kategori budaya organisasi, adat-istiadat dan konsep mendominasi dalam 6
artikel tersebut 55,93, diikuti oleh budaya materi 25,42, ekologi 10,17, dan
Universitas Sumatera Utara
budaya social 8,47; 2 teknik penerjemahan yang paling mendominasi adalah peminjaman murni 34,72, diikuti oleh penerjemahan harfiah 16,66, kalke 9,72,
kompensasi 8,33, deskripsi 6,94, reduksi 5,55, adaptasi 4,16, generalisasi 4,16, kreasi deskursif 2,77, partikularisasi 2,77, amplifikasi 1,38, modulasi
1,38, dan transposisi 1,38; 3 pergeseran unit intra-system mendominasi seluruh pergeseran 50, diikuti oleh unit shifts 35,18, structure shifts 11,12, dan class
shifts 3,07.
Penelitian Simanihuruk hampir sama dengan penelitian ini karena keduanya menganalisis teknik penerjemahan yang dikemukakan oleh Molina dan Albir, namun penelitian ini
mengkaitkan teknik penerjemahan tersebut dengan kesepadanan penerjemahan khususunya tingkat keakuratan.
5. Prasetyo 2011 dalam jurnalnya berjudul Analisis Transposisi dan Modulasi pada Buku
Teori Budaya Terjemahan dari Buku Culture Theory bertujuan untuk mendeskripsikan
transposisi dan modulasi dalam buku yang berjudul Teori Budaya dan menggambarkan keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan kalimat yang diterjemahkan mengandung
transposisi dan modulasi. Data dari penelitian ini adalah kalimat bahasa Inggris dalam Culture Theory
yang diterjemahkan ke dalam buku berjudul Teori Budaya menggunakan transposisi dan modulasi. Para penilai memberikan penilaian pada keakuratan,
keberterimaan, dan keterbacaan. Data awal diambil dari buku Culture Theory dan buku terjemahannya Teori Budaya dengan menggunakan observasi dan teknik note taking.
Data kedua dikumpulkan dari kuesioner dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik transposisi dan modulasi memiliki keunggulan serta kelemahan. Dalam hal
keakuratan, transposisi lebih akurat daripada modulasi tetapi modulasi memiliki keterbacaan dan keberterimaan lebih tinggi dari transposisi. Dari 100 data transposisi
yang diteliti, ada 86 dikategorikan akurat, 73 berterima, dan 91 terbaca. Di sisi
Universitas Sumatera Utara
lain, dari 80 data modulasi dianalisis, ada 83,75 dikategorikan akurat, 73,75 berterima, dan 93,75 terbaca. Dari analisis ini, penerjemah perlu memiliki kompetensi
yang baik dalam menerjemahkan dan buku yang diterjemahkan adalah berkualitas baik. Penerjemah harus mampu mengatur dirinya bebas dari pengaruh struktur kalimat BSu dan
untuk mengekspresikan pesan dalam bahasa idomatik Indonesia .
Penelitian Prasetyo hampir sama dengan penelitian ini karena keduanya menganalisis teknik penerjemahan yang dikemukakan oleh Molina dan Albir, namun Prasetyo hanya
memfokuskan pada 2 teknik penerjemahan, yaitu transposisi dan modulasi dan mengkaitkannya dengan tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan sedangkan
penelitian ini mengkaitkan keseluruhan teknik penerjemahan dengan ekuivalensi penerjemahan khususnya tingkat keakuratan.
6. Sari, dkk dalam jurnal mereka yang berjudul Translation Techniques and Translation
Accuracy of English Translated Text of Tourism Brochure in Tanah Datar Regency bertujuan untuk menemukan jenis-jenis teknik penerjemahan yang digunakan oleh
penerjemah dalam menerjemahkan teks dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris dalam brosur pariwisata yang terdapat di kabupaten Tanah Datar. Penelitian ini berdasarkan
konseptual teori tentang teknik penerjemahan dari Molina dan Albir. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menemukan tingkat keakuratan hasil terjemahan tersebut. Data
penelitian ini berupa teks terjemahan bahasa Inggris yang terdapat dalam brosur pariwisata di Kabupaten Tanah Datar, yang didapat dari Dinas Kebudayan dan Pariwisata
Kabupaten Tanah Datar. Berdasarkan analisis data, ditemukan bahwa teknik penerjemahan harfiah literal translation merupakan teknik yang paling banyak
digunakan oleh penerjemah. Sedangkan dari tingkat keakuratannya, 60 data masuk kedalam kategori kurang akurat. Dari penemuan juga disimpulkan bahwa penerjemah
cenderung mempertahankan ciri BSu didalam BSa.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian Sari, dkk hampir sama dengan penelitian ini karena keduanya menganalisis teknik penerjemahan yang dikemukakan oleh Molina dan Albir dan mengkaitkannya
dengan tingkat keakuratan namun sumber data penelitian berbeda dimana Sari, dkk mengambil data dari brosur pariwisata di Kabupaten Tanah Datar, yang didapat dari
Dinas Kebudayan dan Pariwisata Kabupaten Tanah Datar sedangkan sumber data penelitian ini diambil dari Buku Pelajaran Biologi 2B Bilingual SMA Kelas XI.
7. Anari dan Bouali 2009 dalam jurnal mereka yang berjudul Naturalness and
Accuracy in English Translation of Hāfiz bertujuan untuk menguji tingkat kewajaran dan
keakuratan dalam terjemahan bahasa Inggris Hafiz oleh penutur asli bahasa Inggris dan Persia. Mereka berusaha untuk menemukan jawaban atas dua pertanyaan penelitian
sebagai berikut: 1 Apakah ada perbedaan antara terjemahan bahasa Inggris Hafiz oleh penutur asli dari Persia dan pembicara asli bahasa Inggris dalam hal kewajaran dan
akurasi? 2 Apakah mungkin untuk mencapai kewajaran dan keakuratan dalam terjemahan puisi? Untuk menemukan jawaban atas dua pertanyaan tersebut, beberapa
sampel dari Hafiz ghazal dipilih dan dikontraskan dengan dua terjemahan berbeda. Terjemahan pertama dilakukan oleh Pazargadi, penerjemah Persia, dan yang kedua oleh
Clarke, seorang penerjemah bahasa Inggris. Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan contrastive
dan oleh karena itu metodologi deskriptif digunakan dalam penelitian ini. Setelah melakukan survei terhadap kedua terjemahan tersebut, para peneliti
berkesimpulan bahwa terjemahan Hafiz ghazal oleh penerjemah Iran lebih akurat, sedangkan terjemahan dari penerjemah bahasa Inggris lebih alamiwajar.
Penelitian Anari dan Bounali hampir sama dengan penelitian ini karena keduanya menganalisis tingkat keakuratan, bedanya penelitian ini mengkaitkan tingkat keakuratan
dengan teknik penerjemahan yang diusulkan oleh Molina dan Albir.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI
3.1 Pendekatan dan Desain Penelitian