Membuat Kebiasaan yang Memfasilitasi Hubungan Antarbudaya

92

b. Menginteraksi dan Memediasi Dalam Proses Pertukaran Budaya.

Kutipan berikut ini menunjukkan bahwa Peter merupakan seseorang yang memiliki sikap simpati pada orang lain. Meskipun ia tidak memiliki hubungan yang baik dengan keluarganya, ia dapat dapat menjalin komunikasi yang baik dengan kakak ipar, kemenakan, serta orang-orang baru yang ia temui. Kekecewaannya pada ayahnya yang bekerja di Konzentrationlager ia balas dengan pilihan untuk hidup bersama seorang Yahudi asal Israel bernama Arthur. Sebelumnya ia juga kuliah dan mengambil jurusan Sejarah dan Politik. “Gisela, meine Frau, ist nicht mitgekommen, weil sie sich mit ihren Bruder nicht gut versteht. Jedesmal wenn sie sich treffen, fangen sie an zu straiten. –Du wirst sehen, Peter ist sehr sympathisch.” Lachaud, 2001: 65 “Gisela, istriku, tidak ikut karena ia tidak memahami saudara lelakinya dengan baik. Kadang ketika mereka bertemu, mereka mulai bertengkar- kau bisa lihat, Peter sangat simpatis. Kemampuan Peter untuk melakukan interaksi dengan masyarakat budaya lain juga dapat dilihat dari pengalamannya tinggal di Bali. Di sana ia membeli sebidang tanah kemudian membangun rumah dibantu dengan penduduk setempat. Hal tersebut menunjukkan bahwa Peter berhasil menjalin relasi yang baik dengan masyarakat dari budaya yang berbeda. Selanjutnya Peter mengajak Ernst untuk mengenal Indonesia. Dalam hal ini ia berperan sebagai perantara antara dua orang dari budaya yang berbeda. Saat kunjungannya tersebut Ernst belajar berinteraksi dengan masyarakat setempat. Selain itu ia juga belajar budaya melalui kunjungannya ke tempat-tempat wisata yang syarat akan budaya. 93 Er hat sich ein kleines Stück Land in der Nähe des Tempels von Tanah Lot gekauft und dort mit Hilfe von Bauern aus der Gegend ein Haus gebaut … Lachaud, 2001: 211 Dia telah membeli sebidang tanah dekat pura Tanah Lot dan di sana, dengan bantuan petani di sebrangnya ia membangun rumah… Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak banyak orang yang memiliki kompetensi komunikasi antarbudaya pada tingkatan tertinggi yaitu kesadaran budaya kritis. Hanya Ernst dan Peter yang memiliki kompetensi tersebut. Kesaaran budaya kritis ditandai dengan sikap menerima dan mau menghargai budaya lain ditunjukkan melalui kebiasaan berkomunikasi dengan orang lain dari budaya yang berbeda.

C. Developmental Model of Intercultural Sensitivity DMIS Bennett

Selain Byram, model kompetensi komunikasi antarbudaya lainnya datang dari peneliti asal Brisbane, Queensland Australia, M.J Bennett. Model yang ia cetuskan bernama Developmental Model of Intercultural Sensitivity DMIS. Model ini terdiri dari enam tingkatan kompetensi seseorang dalam melakukan interaksi antarbudaya. Berbeda dengan Byram, model Bennett membagi kompetensi komunikasi antarbudaya ke dalam dua tingkatan besar yang kemudian diturunkan pada kompetensi yang lebih detail. Meskipun demikian, kompetensi tersebut merupakan proses perkembangan yang berkelanjutan. Dua hal tersebut adalah ethnocentrism dan ethnorelativism. Ethnocentrism atau etnosentrisme lebih berkonsentrasi pada bagaimana seseorang memahami serta mengenal budayanya sendiri, sedangkan ethnorelativism lebih kepada pemahaman seseorang terhadap budaya dalam hubungan