PEMBAHASAN PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN

sesuai dengan pernyataan bahwa rasa sakit ini merupakan mekanisme adaptasi yang efektif untuk kehidupan individu selanjutnya Huffman, Vernoy Vernoy, 1997. Persiapan upacara Rambu Solo’ memerlukan waktu, perhatian dan tenaga yang cukup banyak Naskah Upacara Tradisional Daerah Sulawesi Selatan, 1984. Ketika perhatian para subjek teralih ke persiapan ini, mereka sedikit mulai sedikit dan tanpa sadar mulai meninggalkan situasi dukacita mereka. Hampir semua subjek bisa mengatasi kesedihan mereka dan ikut mempersiapkan segala keperluan upacara. R, SSB, MB, A, MK, dan LS adalah subjek yang mengatakan dengan jelas bahwa kesibukan yang mereka kerjakan membuat mereka bisa melupakan kesedihan mereka karena pikiran mereka tersita oleh berbagai hal yang harus diselesaikan pada upacara ini. Para keluarga memiliki waktu berbulan-bulan untuk mengekspresikan rasa dukacita mereka selama almarhumalmarhumah masih berada di tengah-tengah mereka, sehingga ketika tiba saatnya perpisahan itu tiba lewat upacara kematian, mereka sudah bisa menerima kenyataan bahwa mereka akan segera berpisah dengan jasad almarhumalmarhumah. Kondisi ini sesuai dengan pernyataan bahwa ketika seseorang membiarkan diri mereka untuk mengekspresikan perasaan yang paling mendalam, rasa kehilangan biasanya lebih mudah dipahami Kinderknecht Hodges ; Wortman Silver dalam Turner Helms, 1995. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pengungkapan perasaan oleh pihak keluarga yang ditinggalkan membuat mereka bisa memahami bahwa orang yang mereka kasihi telah meninggalkan mereka serta mereka harus kembali melanjutkan hidup tanpa kehadiran orang tersebut. Bagi masyarakat Toraja sendiri, peristiwa kematian di sekitar mereka tidaklah dianggap sebagai suatu hal yang harus ditakuti atau tabu untuk dibicarakan Naskah Upacara Tradisional Daerah Sulawesi Selatan, 1984. Kematian adalah suatu peristiwa yang hampir setiap saat mereka dengar, lihat, dan alami sendiri, sehingga ketika suatu saat mereka dihadapkan pada situasi demikian mereka sudah memiliki cara untuk mengatasinya. Bagi mereka, kematian merupakan jalan yang harus dilalui untuk kembali ke asalnya. Kematian memang menyedihkan, suatu peristiwa yang mau tak mau harus diratapi karena yang masih tinggal di dunia ini ditinggalkan oleh kekasih orangtua, suamiistri, teman. Tetapi ada sisi lain dari kematian itu sendiri. Pihak yang ditinggalkan juga bersukacita karena almarhumalmarhumah tidak perlu lagi mengalami kesusahan di dunia ini. Adanya peristiwa kematian ini juga mempertemukan keluarga-keluarga yang mungkin sudah tidak saling bertemu selama bertahun-tahun. Melalui upacara kematian, relasi kekeluargaan disegarkan kembali, dimana pesta kematian ini merupakan reuni dari kaum kerabat bahkan dengan kenalan biasa. Semua hal ini membuat pihak keluarga dan kerabat yang ditinggalkan merasa terhibur serta melihat peristiwa kematian tersebut dari sisi lain, yakni berkumpulnya orang- orang yang mengenal almarhum untuk bersukacita dan memberikan penghormatan terakhir kepada almarhumalmarhumah di pesta kematian ini. Situasi upacara Rambu Solo’ yang penuh kemeriahan dan hadirnya orang- orang untuk memberikan penghormatan terakhir kepada almarhumalmarhumah membuat pihak keluarga lebih memusatkan konsentrasi mereka ke persiapan upacara itu sendiri. Pernyataan dari Mardiatmadja 2005 bahwa pesta kematian orang Toraja bukan sekadar ratapan pilu, melainkan juga pesta kegembiraan seluruh desa dan kerabat dinyatakan lewat kondisi pihak keluarga yang tidak memperlihatkan lagi kesedihan mereka di depan orang banyak. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Toraja, dalam hal ini pihak keluarga dan kerabat almarhumalmarhumah, telah sampai pada fase terakhir dari dukacita yakni pulih kembali. Hal-hal yang menjadi penyebabnya antara lain yakni adanya penyimpanan jenazah di rumahnya serta persiapan dan pelaksanaan upacara yang menyita banyak waktu dan tenaga pihak keluarga dan kerabat. Hal ini membuat pihak keluarga masih memiliki waktu untuk melayani almarhum untuk terakhir kalinya, sehingga selama itu, dukacita yang dialami pihak keluarga dan kerabat semakin berkurang. Penyebab lainnya yakni pelaksanaan upacara Rambu Solo’ itu sendiri yang merupakan salah satu adat istiadat yang wajib dilaksanakan oleh suku Toraja. Upacara ini akhirnya menjadi suatu pesta rakyat yang membuat setiap orang bersukacita dan menikmatinya. Pelaksanaan upacara kematian yang penuh dengan kemeriahan pesta menuntut keluarga untuk sibuk dengan segala hal yang berhubungan dengan upacara ini sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk larut dalam kesedihan. Hal lain yang disimpulkan dari penelitian ini yakni bahwa yang mempengaruhi fase dukacita seseorang adalah faktor kedekatannya dengan orang yang meninggal.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa saran yang sekiranya berguna di masa yang akan datang yakni : 1. Penelitian selanjutnya diharapkan bisa menggali lebih banyak hal, misalnya kondisi keluarga setelah pelaksanaan upacara, sehingga gambaran yang didapatkan akan semakin lengkap dan memperkaya ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Budaya. 2. Masyarakat diharapkan tidak memandang pelaksanaan upacara ini sebagai suatu hal yang bersifat pemborosan atau tidak berguna, namun bisa memahami bahwa pelaksanaan upacara ini merupakan bentuk ungkapan dukacita keluarga yang telah ditinggalkan. Upacara kematian ini merupakan suatu proses pemulihan diri tiap keluarga yang ditinggalkan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR PUSTAKA Backer, Hannon, Russell, 1982. Death and Dying : Individuals and institutions. USA : John Wiley Sons, Inc. Creswell, John W. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design : Choosing Among Five Traditions. California : SAGE Publications, Inc. Danandjaja, J. 1988. Antropologi psikologi. Jakarta : CV. Rajawali. Huffman, K., Vernoy, M. Vernoy, J. 1997. Psychology in Action. USA : John Wiley Sons, Inc. Mukhlis Lucas, A. 1987. Nuansa kehidupan Toraja. Jakarta : Dunia Grafika. Paramyta, H. 2004. Studi deskriptif tentang social inhibition pada remja yang mengikuti mudika di Paroki St. Petrus Purwodadi, Solo. Skripsi. Fakultas Psikologi Sanata Dharma. Paranoan, M. 1990. Rambu Solo’, Upacara Kematian Orang Toraja : Analisis psiko - sosio - kultural. Ujung Pandang. Poerwandari, K. 2001. Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Lembaga Sarana Pengembangan dan Pendidikan Psikologi. Sampe, T. 1991. Pendayagunaan kebudayaan suku Toraja untuk pembinaan kerohanian dalam Gereja Kerapatan Injil Bangsa Indonesia KIBAID di Tana Toraja. Thesis. Sekolah Tinggi Theologi Jaffray. Ujung Pandang. Santrock, J.W. 1995. Life-Span Development : Perkembangan masa hidup. Jakarta : Erlangga. Sarira, Y.A. 1996. Aluk Rambu Solo’ dan persepsi orang Kristen tentang Rambu Solo’. Toraja : PUSBANG Gereja Toraja. Subagya, Y.S. 2005. Menemui Ajal : Etnografi Jawa tentang Kematian. Yogyakarta : Kepel Press. Turner, J.S. Helms, D.B. 1995. Lifespan development. Orlando : Rinehart and Winston, Inc. Upacara Tradisional Upacara Kematian Daerah Sulawesi Selatan, 1984. Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. Jakarta. Sumber Website : Chaplin, D. www.crusebereavementcare.org.uk, 2003 Mardiatmaja. www.kompas.com, 2005 Temes, R. www.cancersurvivor.org, 2008 www.kompas.com, 2005 www.hospicenet.org, 2007 LAMPIRAN A KASUS I Hasil Wawancara No. Hasil Wawancara 1 Koding 1 2 3 4 5 6 7 Ceritakan tentang hubungan kakak dengan almarhum Ya cucu, bapak saya itu anaknya yang meninggal ini. Apakah hubungan kakak dengan almarhum dekat ? Aduh…ada pengaruhnya kah ? Ndak terlalu dekat sih sebenarnya, jarang-jarang juga saya ke sini toh, paling kalo adapi acara-acara keluarga, baru memang harus datang baru saya datang, kalo tidak ya tidak. Baru kalo kita ketemu juga ya itumi, dak banyak cerita juga sama nenek, lain tong dia urusannya biasa. Ka malaska juga ikut-ikut acara-acara keluarga, apalagi saya tinggal di asrama toh, jadi dak bebas juga kita mo keluar masuk seenaknya. Saya saja kembali ke rumah itu palingan hari Sabtupi. Apakah tiap ada keluarga yang meninggal pasti dipestakan ? Ya kalo ini saya kurang tau ini, tapi biasanya tergantung ada uang ato tidak. Kalo memang ada uangnya ya…biasanya dipesta Kalau ada keluarga yang tidak mampu bagaimana ? Wah ini juga saya ndak tau, tapi kayaknya ya memang tidak akan dibuatkan pesta. Mo pake apa bikin acaranya kalo memang tidak mampu? Memang iya keluarga lain pasti bantu, tapi kan yang punya acara itu yang meninggal. Kalo dia sendiri tidak ada uangnya, masak mo minta-minta terus ? Malu-malu juga pastilah. Apa yang mendorong dilaksanakannya upacara ini ? Biasanya ini..apa..ee..karna ini memang permintaan almarhum. Bahkan ada juga yang sesuai dengan strata sosial. Ya kalo dari saya kan sebagai maksudnya seorang hamba Tuhan kan, pemborosan juga, masih ada unsur-unsur aluk todolo kan.. Tapi kan namanya adat, kebudayaan Toraja, jadi ya tetap biasanya dilaksanakan. Kalo umpamanya kayak nenek ini, kan bisa dibilang tokoh adat to, jadi memang harus dipestakan. Strata sosialnya juga bisa dibilang tinggilah, jadi kayaknya kalo tidak dipesta bagaimana begitu… Bagaimana maksudnya ? Ya pasti jadi bahan pembicaraannya lagi orang-orang, masa tokoh adat tidak dipesta…malu lah juga keluarga nantinya Kendala-kendala apa yang dialami selama mempersiapkan upacara ? Ini yang saya tidak tau ini karna jarang di kampung. Setau saya tidak terlalu banyak masalah yang besar. Untung semua keluarga