Rambu Solo’ UPACARA KEMATIAN RAMBU SOLO’

4 Upacara di Rapai’ Di Rapai’ maksudnya ditunggu hingga jenazahnya telah kering. Selama upacara ini berlangsung, mayat disimpan dalam peti atau tempat penyimpanan lainnya. Upacara ini pertama kali diadakan di Tongkonan kediaman orang yang meninggal, kemudian diadakan di padang tempat pelaksanaan pesta kematian. Upacara ini hanya diperuntukkan bagi kalangan Tana’ Bulaan atau bangsawan tinggi. Dalam upacara ini terdapat simbol-simbol sebagai tanda kebesaran yang membedakannya dengan strata sosial lainnya, antara lain : a dibalun bulaan : kain kapannya dihiasi dengan emas yang telah ditempa dan direkatkan membentuk motif tertentu sesuai golongannya. b dibuatkan lakkian : rumah bertingkat tiga sebagai tempat jenazah, tau-tau, dan keluarga terdekat orang yang meninggal. Jenazahnya disemayamkan pada lantai ketiga.

D. GAMBARAN FASE DUKACITA SAAT UPACARA TRADISIONAL RAMBU SOLO’ PADA KELUARGA DAN KERABAT YANG

DITINGGALKAN Bagi masyarakat Tana Toraja, kematian itu baru benar-benar tiba apabila upacara pemakamannya sudah berlangsung. Sebelum upacara itu dilangsungkan, statusnya masih dikategorikan sebagai to makula alias orang yang sakit Sarira, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1996. Arti harfiah to makula itu adalah orang yang tubuhnya masih panas. Status orang yang sudah meninggal tadi masih sakit, oleh karena itu ia harus dirawat dan diperlakukan sebagai orang yang masih hidup. Sebelum diupacarakan, jenazah biasanya disimpan selama berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan hingga bertahun-tahun agar pihak keluarga dapat mempersiapkan upacara pemakaman dengan sebaik-baiknya. Selama masa penyimpanan tersebut ada kemungkinan suasana kesedihan itu sedikit demi sedikit mulai terkikis. Istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan rasa kehilangan atas suatu kematian yakni dukacita grief. Dukacita merupakan respon emosional seseorang dalam menghadapi kematian orang-orang yang dicintai Backer, Hannon, Russell, 1982. Di dalamnya terkandung kelumpuhan emosional, tidak percaya, kecemasan akan berpisah, putus asa, sedih, dan kesepian yang menyertai di saat kita kehilangan orang yang kita cintai. Realita kehilangan itu sendiri biasanya sangat sulit diterima oleh kebanyakan orang. Meskipun demikian, berduka merupakan suatu cara untuk memulihkan diri sendiri. Ketika seseorang membiarkan diri mereka untuk mengekspresikan perasaan yang paling mendalam, rasa kehilangan biasanya lebih mudah dipahami Kinderknecht Hodges ; Wortman Silver dalam Turner Helms, 1995. Setiap keluarga yang menyelenggarakan upacara kematian mengalami fase dukacita yang berbeda. Hal yang sama juga terjadi pada keluarga di Tana Toraja. Respon yang berbeda dan rentang waktu dukacita yang tidak sama pada tiap individu ada kemungkinan disebabkan oleh faktor kedekatan mereka dengan individu yang meninggal serta rentang waktu dari meninggal hingga dikuburkannya almarhumalmarhumah. Menurut Santrock 1995, dukacita yang dirasakan muncul tidak lama setelah kematian dan memuncak di minggu kedua hingga keempat setelah kematian dan biasanya mereda setelah beberapa bulan, namun ada pula yang bertahan 1-2 tahun. Saat persiapan upacara sedang berjalan, ada kemungkinan pihak keluarga mulai bisa beradaptasi dengan ketidakhadiran almarhum dalam kehidupan mereka. Meskipun suasana yang nampak bukan suasana dukacita melainkan kemeriahan sebuah pesta, tidak semua keluarga telah mencapai tahapan akhir dalam dukacita mereka saat upacara berlangsung. Oleh karena itu penulis ingin melihat fase dukacita yang mereka alami mulai dari saat pertama mendengar atau mengetahui kematian almarhumalmarhumah hingga pelaksanaan upacara Rambu Solo’ berlangsung.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini merupakan sebuah studi fenomenologi yang menggunakan pendekatan deskreptif kualitatif. Studi fenomenologi memberikan penjelasan tentang pengalaman hidup pada beberapa individu tentang sebuah fenomenologi Creswell, 1998. Metode deskriptif adalah metode yang bertujuan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat. Penelitian deskriptif tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi, tapi hanya memaparkan situasi atau peristiwa Isac Michael dalam Paramyta, 2004. Penelitian deskriptif ditujukan untuk : 1. Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada. 2. Mengidentifikasikan masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku. 3. Membuat perbandingan atau evaluasi. 4. Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang. Penelitian kualitatif menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara dan catatan lapangan.

B. BATASAN ISTILAH

Istilah yang digunakan pada penelitian ini yakni fase dukacita. Fase dukacita adalah fase yang biasa dialami oleh orang-orang yang berduka. Fase dukacita yang dimaksud pada penelitian ini yakni : a. Terkejut Fase ini dimulai ketika seseorang baru mendengar kabar kematian Fase ini ditandai dengan mati rasa, tidak percaya, tangisan yang terus-menerus, serta tidak mampu berpikiran jernih. Hal ini berlangsung selama beberapa jam setelah mendengar kabar tersebut hingga sepuluh hari ke depan. b. Kekacauan Fase ini ditandai dengan adanya penyangkalan atas kematian, kerinduan, susah tidur, merasa tidak memiliki tenaga, dan seringkali merasa kesepian. Pada umumnya, seseorang akan berada pada tahapan ini selama satu minggu hingga dua belas bulan setelah kematian. c. Pulih kembali Fase ini merupakan fase akhir dari dukacita. Seseorang telah mampu keluar dari masa berdukanya. Kondisi ini akan dialami setelah beberapa bulan hingga 1 tahun setelah peristiwa kematian.