Uji Daya Sebar Uji Sifat Fisik

data non-parametris. Untuk data non-parametris dilakukan uji Kruskal-wallis untuk melihat adanya perbedaan antar kelompok perlakuan. Hasil dari uji Kruskal-wallis menyatakan p-value yang didapat kurang dari 0,05; yaitu 0,01675 untuk viskositas dan 0,02981 untuk daya sebar sehingga dapat dikatakan bahwa paling tidak terdapat dua kelompok atau lebih yang berbeda signifikan. Tabel 6. Hasil Uji Saphiro-Wilk Viskositas Formula p-value F0 2.2 e -16 F1 2.2 e -16 F2 2.2 e -16 F3 2.2 e -16 Selanjutnya dilakukan analisis Post-Hoc dari uji Kruskal-wallis, yaitu uji Wilcoxon. Uji Wilcoxon dilakukan dengan membandingkan antara F0 dan F1, F0 dan F2, F0 dan F3, F1 dan F2, F1 dan F3, F2 dan F3. Hasil uji Wilcoxon pada viskositas menunjukkan semua perbandingan mempunyai nilai p-value lebih dari 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan signifikan pada perbandingan-perbandingan tersebut. Perbedaan hasil uji Kruskal-wallis dengan hasil uji Wilcoxon dikarenakan pada uji Wilcoxon yang dilakukan tidak dapat menghitung p-value dengan tepat jika terdapat ties atau data yang identik dalam satu kelompok yang sama Ligges, 2008.

3. Uji Daya Sebar

Daya sebar merupakan karakteristik penting dalam formulasi yang bertanggung jawab terhadap kemudahan saat diaplikasikan di kulit, pengeluaran dari wadah dan dapat mempengaruhi penerimaan konsumen. Makin kental suatu sediaan, daya sebarnya makin berkurang. Daya sebar yang diharapkan masuk ke dalam kriteria acceptable berkisar antara 3 – 5 cm. Hasil dari pengukuran daya sebar untuk keempat formula tersebut menunjukkan hanya sediaan formula 2 dan formula 3 yang mempunyai daya sebar yang sesuai dengan kriteria. Nilai daya sebar Formula 0 adalah 2,8 ± 0,1 cm; Formula 1: 2,77 ± 0,05 cm; Formula 2: 3,03 ± 0,05 cm; Formula 3:3,17± 0,15 cm. Hasil dari uji Saphiro-Wilk untuk daya sebar menunjukkan tidak semua formula mempunyai p-value di atas 0,05 yang berarti ada kelompok data yang tidak terdistribusi normal sehingga digunakan uji Kruskal-Wallis untuk melihat signifikansi perbedaan. Hasil dari uji Kruskal-wallis menyatakan p-value yang didapat kurang dari 0,05; yaitu 0,02981 untuk daya sebar sehingga dapat dikatakan bahwa paling tidak terdapat dua kelompok atau lebih yang berbeda signifikan. Namun ketika dilakukan uji Post-Hoc Wilcoxon, tidak dapat dilihat signifikansi data karena terdapat kesamaan data atau ties. Tabel 7. Hasil Uji Saphiro-Wilk Daya Sebar Formula p-value F0 1 F1 2.2 e -16 F2 2.2 e -16 F3 0,6369 Untuk data non-parametris dilakukan uji Kruskal-wallis untuk melihat adanya perbedaan antar kelompok perlakuan. Hasil dari uji Kruskal-wallis menyatakan p-value yang didapat kurang dari 0,05; yaitu 0,01675 untuk viskositas dan 0,02981 untuk daya sebar sehingga dapat dikatakan bahwa paling tidak terdapat dua kelompok atau lebih yang berbeda signifikan. Selanjutnya dilakukan analisis Post-Hoc dari uji Kruskal-wallis, yaitu uji Wilcoxon. Uji Wilcoxon dilakukan dengan membandingkan antara F0 dan F1, F0 dan F2, F0 dan F3, F1 dan F2, F1 dan F3, F2 dan F3. Hasil uji Wilcoxon pada viskositas dan daya sebar menunjukkan semua perbandingan mempunyai nilai p- value lebih dari 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan signifikan pada perbandingan-perbandingan tersebut. Perbedaan hasil uji Kruskal-wallis dengan hasil uji Wilcoxon dikarenakan pada uji Wilcoxon yang dilakukan tidak dapat menghitung p-value dengan tepat jika terdapat ties atau data yang identik dalam satu kelompok yang sama Ligges, 2008 D. Uji Iritasi HET-CAM Uji iritasi dilakukan untuk memastikan keamanan formula emulgel yang akan dilihat pengaruh kecepatan putarnya. Uji iritasi dilakukan dengan metode HET- CAM Hens Egg Test - Chorioallantoic Membrane, yaitu menggunakan hewan uji berupa telur ayam dimana uji dilakukan saat embrio berusia 9 hari. Uji iritasi dilakukan dengan mengoleskan sediaan gel ekstrak tempe pada bagian chorioallantoic membrane CAM telur ayam. CAM merupakan bagian pada telur ayam yang merupakan gabungan antara korion dan allantois. Korion merupakan kantung tempat tumbuhnya embrio sedangkan allantois merupakan bagian yang mengandung banyak pembuluh darah untuk fungsi pernapasan bagi embrio ayam. Adanya iritasi ditunjukkan dengan munculnya hemoragi perdarahan pada pembuluh darah, lisis pecahnya pembuluh darah dan koagulasi denaturasi protein vaskuler yang diamati selama 300 detik pada bagian CAM setelah pengaplikasian sediaan ICCVAM, 2006. Selain emulgel dilakukan pula pengujian terhadap basis gel, NaCl 0,9, NaCl 0,9 dalam basis gel, NaOH 0,1 N, NaOH 0,1 N dalam basis gel. Pengujian terhadap basis dimaksudkan untuk melihat apakah basis gel juga dapat berpotensi mengiritasi atau tidak. Larutan fisiologis NaCl 0,9 berfungsi sebagai kontrol negatif, yaitu suatu kontrol pembanding yang diharapkan tidak terjadi efek iritasi sehingga perubahan iritasi yang terjadi pada saat pengujian emulgel dapat terlihat. NaOH 0,1 N berfungsi sebagai kontrol positif, yaitu merupakan suatu kontrol pembanding yang digunakan untuk menghasilkan efek yang diharapkan efek iritasi sehingga perubahan positif saat pengujian gel dapat diketahui. Kontrol digunakan untuk memvalidasi prosedur yang digunakan. NaCl 0,9 dan NaOH 0,1 N juga dibuat dalam bentuk semisolid dengan dicampurkan dalam basis gel. Hal ini karena larutan bersifat lebih mudah menyebar sehingga efek iritasi dapat terjadi lebih cepat. Oleh karena itu, kontrol positif dan negatif dibuat dalam bentuk semisolid untuk menyamakan perlakuan dengan gel ekstrak tempe. Tabel 8. Tabel Skor Iritasi Uji HET-CAM Skor Iritasi Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3 NaCl 9 Basis + NaCl 9 Basis + NaOH 7 7 7 NaOH 12 12 12 Basis Gel Gel F0 Gel F1 Gel F2 Gel F3 Berdasarkan skor iritasi dan klasifikasi kategori iritasi ICCVAM 2006, didapatkan hasil uji iritasi yaitu semua formula gel ekstrak tempe tidak menunjukkan adanya iritasi sehingga aman digunakan. Basis gel, NaCl 0,9 serta NaCl 0,9 dalam basis gel juga tidak menunjukkan adanya iritasi sedangkan pada NaOH 0,1 N menunjukkan terjadinya iritasi kuat dan pada NaOH 0,1 N dalam basis emulgel menunjukkan terjadinya iritasi sedang. 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

PENGARUH PENAMBAHAN MENTOL TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK, ASEPTABILITAS DAN PELEPASAN KLORFENIRAMIN MALEAT DALAM GEL HPMC (Konsentrasi Mentol sebagai Enhancer dalam Gel 0,5%, 0,75%, dan 1%)

0 6 24

Pengaruh Penambahan Minyak Wijen (Sesame Oil) Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia, dan Sensoris Pasta Tempe Koro Pedang.

0 0 11

Pengaruh penambahan polysorbate 40 dan sorbitan monolaurate sebagai emulsifying agent dalam lotion repelan minyak peppermint (Mentha piperita) terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan - USD Repository

0 0 146

Pengaruh penambahan konsentrasi CMC-Na pada sediaan sunscreen gel ekstrak temu giring (Curcuma heyneana Val.) terhadap sifat fisik dan stabilitas sediaan dengan sorbitol sebagai humectant - USD Repository

0 0 110

Pembuatan dan evaluasi gel anti-ageing ekstrak tempe dengan propilenglikol sebagai chemical penetration enhancer - USD Repository

0 0 147

FORMULASI SEDIAAN EMULGEL EKSTRAK ETANOLIK DAUN SALAM (Eugenia polyantha Wight.) DENGAN MINYAK PEPPERMINT SEBAGAI PENETRATION

0 0 97

Pengaruh penambahan konsentrasi CMC-Na sebagai gelling agent pada sediaan sunscreen gel ekstrak temugiring (Curcuma heyneana Val.) terhadap sifat fisik dan stabilitas sediaan dengan propilen glikol sebagai humectant - USD Repository

0 0 110

Pengaruh konsentrasi tween 80 sebagai penetration enhancer pada formulasi mikroemulsi ekstrak tempe dengan metode Franz Diffusion Cell - USD Repository

0 1 107

Pembuatan dan evaluasi gel anti-ageing ekstrak tempe dengan gliserin sebagai chemical penetration enhancer - USD Repository

0 0 94

Pengaruh penambahan konsentrasi carbopol® 940 pada sediaan sunscreen gel ekstrak temu giring (Curcuma heyneana Val.) terhadap sifat fisik dan stabilitas sediaan dengan sorbitol sebagai humectant - USD Repository

0 0 109