8 Pembagian dengan Cara Bersusun Pendek
Aufmann et al. 1990: 212 menyatakan algoritma pembagian sebagai berikut:
“jika � dan � � adalah suku banyak dengan
� � ≠ , maka terdapat polinomial � dan � sedemikian sehingga � = � � ∙
� + � untuk setiap
� = , atau derajat dari � kurang dari derajat dari
� � .
Suku banyak disebut yang dibagi,
� disebut
pembagi, disebut hasil bagi, dan
disebut sisa pembagian. Selanjutnya, pembagian pada suku banyak serupa dengan
pembagian bersusun pendek yang digunakan untuk membagi bilangan bulat positif.
Contoh: +
− dibagi dengan − , dengan cara sebagai berikut:
Tahap 1
− √ + −
√ = =
− −
= −
− +
− −
Tahap 2
Jadi, +
− ÷ − = + dengan sisa 20.
Selanjutnya, pada contoh ini, +
− disebut yang dibagi,
− disebut pembagi, + disebut hasil bagi, dan 20 disebut sisa pembagian.
9 Pembagian dengan Cara Horner
Aufmann 1990: 213-214 menyatakan bahwa pembagian suku banyak oleh suku banyak yang berbentuk
+ dapat menggunakan cara Horner. Untuk lebih jelasnya, diberikan contoh
sebagai berikut: +
− √ + −
√ = =
− −
= −
− +
− −
− √ = =
20 −
− −
=
Selanjutnya, variabel yang ada kemudian dihilangkan. Menghilangkan variabel tidak menghilangkan data penting karena
posisi dari setiap suku menunjukkan pangkat dari suku tersebut. −
+ − √
− +
+ −
− +
− +
+ −
8
− − √ −
− −
−
− 8
Koefisien berwarna merah merupakan duplikasi dari koefisien yang berada tepat di atasnya. Dengan menghilangkan
koefisien berwarna merah koefisien yang berulang, diperoleh susunan vertikal yang lebih singkat sebagai berikut:
Koefisien berwarna merah dapat dihilangkan karena sudah diduplikat pada baris di
bawahnya. Koefisien dari hasil pada baris teratas dapat dituliskan pada baris paling bawah dengan koefisien
suku lainnya, sehingga susunan vertikal menjadi lebih singkat.
Jadi, kita dapat menjumlahkan angka-angka pada masing- masing kolom daripada mengurangkannya dengan cara mengubah
tanda pada pembagi. Hal ini mengubah tanda masing-masing angka pada baris kedua.
− −
√ − − −
−
− −
− − −
Contoh:
� −9� + �−
= ?
3 2 -9 0 5
0 disisipkan untuk suku dalam x yang hilang tidak disebutkan.
3 2 -9 0 5
Turunkan angka 2
2
3 2 -9 0 5
6 Kalikan
∙ . Diperoleh nilai 6 yang ditempatkan tepat di bawah -9.
2
3 2 -9 0 5
6 Kurangkan -9 dengan 6. Diperoleh
nilai -3. 2 -3
3 2 -9 0 5
6 -9 Kalikan
∙ − . Diperoleh nilai -9 yang ditempatkan tepat di bawah 0.
2 -3 −
− − −
− sisa
hasil
3 2 -9 0 5
6 -9 Kurangkan 0 dengan -9. Diperoleh
nilai -9. 2 -3 -9
3 2 -9 0 5
6 -9 -2 Kalikan
∙ − . Diperoleh nilai -2 yang ditempatkan tepat di bawah -9.
2 -3 -9
3 2 -9 0 5
6 9 -2 Kurangkan 5 dengan -2 . Diperoleh
nilai -22.
2 -3 -9 -22
Jadi, pembagian −
+ ℎ − memperoleh
hasil bagi −
− dan sisa pembagian − . 10
Teorema Sisa Aufmann 1990: 215-216 menjelaskan teorema sisa sebagai
berikut:
“jika suku banyak � dibagi dengan � − �, maka sisa pembagiannya adalah
� ”.
Bukti: Algoritma pembagian sebagai berikut
= � ∙
+ di mana
bernilai nol atau sisa pembagian harus konstan, katakanlah
�. Maka, = −
∙ + �.
Untuk = diperoleh
= − ∙
+ � = ∙
+ � = �. Terbukti
11 Teorema Faktor
Aufmann 1990: 215-216 menjelaskan teorema faktor sebagai berikut:
“suku banyak � mempunyai faktor � −
� jika dan hanya jika � = ”.
Bukti: 1
Diberikan yang memiliki faktor
− , akan dibuktikan
= . Jika − adalah faktor dari
maka =
− ∙
untuk beberapa .
Jadi, pembagian oleh
− mempunyai sisa nol, dan berdasarkan teorema sisa, diperoleh
= . 2
Diberikan = , akan dibuktikan
− adalah faktor dari
. Algoritma pembagian yang diterapkan pada suku banyak
dengan pembagi −
menghasilkan =
− ∙
+ . Karena
= , dengan menggunakan teorema sisa diperoleh = . Dengan demikian,
= − ∙
yang menunjukkan − adalah faktor dari
.
B. Kerangka Berpikir
Gambar 2. 1 Kerangka Berpikir Siswa dalam mencari solusi suatu permasalahan matematika, harus
menempuh beberapa tahapan yang disebut tahap pemecahan masalah. Tahap pemecahan masalah yang ditempuh oleh siswa amat beragam,
tergantung dari jenis permasalahan, tingkat kesulitan permasalahan yang dihadapi, kemampuan berpikir siswa tersebut, dan masih banyak lagi.
Dalam memecahkan masalah, siswa menggunakan kemampuan berpikirnya untuk memproses informasi-informasi yang tersimpan di dalam
memorinya. Pemecahan masalah matematika merupakan bagian dari keterampilan metakognitif Veenman, 2012 dalam Zohar dan Dori, 2012:
24. Keterampilan metakognitif adalah kontrol seseorang terhadap
keterampilan kognitifnya sendiri dalam proses belajar dan dalam memecahkan masalah. Keterampilan metakognitif siswa dapat digali
menggunakan permasalahan nonrutin, yang memungkinkan siswa berpikir lebih dalam. Bentuk soal nonrutin mendorong siswa untuk menggali
informasi yang terdapat pada soal, menuliskan informasi ke dalam ekspersi matematik, menentukan tujuan yang hendak dicapai dari soal, dan
melakukan pehitungan. Siswa tidak sekedar melaksanakan prosedur Masalah
Soal Nonrutin Keterampilan
Metakognitif • Tahap
Pemecahan Masalah
Solusi
perhitungan matematika, tetapi siswa juga didorong untuk berpikir lebih dalam pada soal yang jarang mereka temui. Penyelesaian soal nonrutin
disesuaikan dengan cara siswa yang beragam untuk menemukan solusi atau tujuan yang hendak dicapai dari soal. Siswa memecahan masalah secara
efektif dengan
diberi kesempatan
untuk menerapkan
strategi metakognitifnya ketika menyelesaikan soal. Oleh karena itu, peneliti
berharap agar siswa dapat menggali ketrampian metakognitifnya dalam menyelesaikan permasalahan matematika berbentuk soal nonrutin pada
topik suku banyak.
44
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti memiliki tujuan yaitu mendeskripsikan keterampilan metakognitif siswa dalam memecahkan masalah matematika
berbentuk soal nonrutin pada topik suku banyak. Oleh karena itu, jenis penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang
alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi gabungan, analisis data
bersifat induktif kualitatif, dan hasil penelitian kualiatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi Sugiyono, 2016: 9.
Penelitian ini memiliki bentuk rumusan masalah deskriptif. Rumusan masalah deskriptif adalah suatu rumusan masalah yang memandu
peneliti untuk mengeksplorasi dan atau memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam Sugiyono, 2016: 209.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah tiga orang siswa kelas XI IPA 1 SMA Pangudi Luhur Santo Yusup Yogyakarta tahun ajaran 2016 2017 yang
dipilih berdasarkan observasi dan hasil tes pemahaman. Peneliti memilih 1
siswa dengan tingkat pemahaman matematika rendah, 1 siswa tingkat pemahaman matematika sedang, dan 1 siswa tingkat pemahaman
matematika tinggi.
C. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah keterampilan metakognitif tiga orang siswa kelas XI IPA 1 SMA Pangudi Luhur Santo Yusup Yogyakarta tahun
ajaran 2016 2017.
D. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Pengambilan data dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2017. Penelitian ini berlangsung pada semester genap
tahun ajaran 2016 2017 bulan Januari-April 2017. 2.
Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Pangudi Luhur Santo Yusup
Yogyakarta, yang berlokasi di Jl. P. Senopati No. 18 Yogyakarta 55121.
E. Bentuk Data
Bentuk data dalam penelitian ini yaitu: hasil pekerjaan siswa pada tes tertulis dan respon subjek ketika diwawancarai oleh peneliti. Nilai siswa
digunakan peneliti untuk menentukan subjek penelitian, yaitu tiga orang siswa di suatu kelas XI IPA, untuk mengetahui tahapan yang ditempuh
subjek ketika menyelesaikan soal nonrutin, dan untuk mendeskripsikan
keterampilan metakognitif siswa ketika menyelesaikan soal tersebut. Respon
subjek ketika
diwawancarai digunakan
peneliti untuk
mendeskripsikan lebih dalam terkait keterampilan metakognitif siswa dalam menyelesaikan nonrutin.
F. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data
1. Metode Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan dua metode pengumpulan data pada penelitian ini, yaitu:
a. Tes Tertulis
Tes diartikan sebagai alat dan memiliki prosedur sistematis yang digunakan untuk mengukur dan menilai suatu pengetahuan
atau penguasaan objek ukur terhadap seperangkat konten dan materi tertentu Norman, 1976 dalam Hamzah, 2014: 100. Selanjutnya,
Hamzah menjelaskan bahwa tes berfungsi sebagai alat ukur prestasi yakni tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai siswa
dan mengukur keberhasilan dan yang belum berhasil dari program pembelajaran serta langkah ke depannya. Peneliti menggunakan
bentuk tes uraian dalam penelitian ini. Bentuk tes uraian dipilih karena pengetahuan yang diukur dalam tes uraian merupakan
pengetahuan kognitif tingkat tinggi Hamzah, 2014: 141. Selain itu, peneliti dapat melihat langkah-langkah penyelesaian yang ditempuh