Hubungan Aspek Sustainable dan Arsitektur Bangunan Studi Literatur Bangunan dengan Tema Sejenis .1 Konsep Rancangan Gedung Mesiniaga

134 mengembangkan desain terhadap orientasi matahari terhadap bangunan, preservasi lingkungan alam, dan akses terhadap transportasi publik.  Connecting with Nature - Terhubung dengan alam membaw a desian suatu bangunan hidup dan menjadi bagian dari alam.  Understanding Natural Processes – Alam tidak menghasilkan limbah dan sisa. Setiap produk organis menjadi makanan bagi yang lain. Dengan kata lain, sistem alam merupakan sistem lingkaran tertutup. Dengan bekerja dengan proses alamiah, kita menghargai kebutuhan dari setiap spesies. Membuat sebuah lingkaran dan proses alami membawa suatu desain lingkungan kembali hidup.  Understanding Enviromental Impact – Desain sustainable memiliki pengertian terhadap dampak lingkungan yang berkaitan dengan material, efisiensi desain, energi dan toksisitas suatu bangunan.  Embracing Co - creative Design Processes – Seorang desainer sustainable haruslah mendengarkan suara dari berbagai pihak. Kolaborasi dari konsultan, kontraktor dan mendengarkan komunitas lokal.  Understanding People – Sustainable desain haruslah memiliki konsiderasi yang luas terhadap budaya, ras, agama dan kebiasaan masyarakat yang datang atau tinggal pada lingkungan yang terbangun. “Sustainable architecture mencakup dari kombinasi beberapa aspek, yaitu: estetika, lingkugnan, sosial, politik, dan moral. Semuanya berkenaan tentang imajinasi seseorang dan pengetahuan teknis untuk menghubungkan setiap aspek menjadi aspek utama – membangun dan mendesain suatu bangunan dengan harmoni terhadap lingkungan. Arsitek yang hebat berfikir secara rasional tentang kombinasi dari setiap isu yang ada, termasuk sustainability, ketahanan, umur yang panjang, material yang tepat dan sense of place. Tantangannya adalah menemukan titik balance dari konsiderasi lingkungan dan aspek ekonomi. Konsiderasi haruslah ada terhadap kebutuhan komunitas dan ekosistem yang mendukung mereka”—Sanuel Mockbee, Auburn University

3.6 Hubungan Aspek Sustainable dan Arsitektur Bangunan

Adapun hubungan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan terhadap suatu bangunan dapat dijabarkan sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 135  Aspek Sosial o Menomorsatukan kenyamanan pengguna, seperti memberikan bukaan yang cukup untuk meningkatkan kinerja dan aktivitas yang berlangsung. o Penggunaan secara berkelanjutan oleh para pengguna bangunan terhadap fungsi dari bangunan tersebut o Meningkatkan kualitas kehidupan pengguna  Aspek Ekonomi o Melibatkan kontraktor dan arsitek lokal dalam pembangunannya, serta sebagian besar komponen dan material menggunakan produk lokal. o Biaya operasional bangunan yang minim o Penggunaan material yang berteknologi tinggi sehingga tahan lama dan tidak membutuhkan banyak biaya dalam perawatannya.  Aspek Lingkungan o Pemanfaat sumber daya alami seperti sinar matahari dan angin untuk memenuhi kebutuhan energi bangunan o Memanfaatkan limbah atau sisa dari bangunan dan kawasan sekitarnya untuk diolah sehingga tidak menghasilkan sampah dan limbah yang berbahaya bagi lingkungan o Dari sisi penghematan air, dilakukan sistem penampungan air seperti bioswale Dampak yang signifikan dari penghematan energi ini adalah running cost bisa ditekan sampai 40 jika dibandingkan bangunan – bangunan lain yang tidak menggunakan sistem sustainability Gambar 3.3 Aspek yang mempengaruhi kualitas kehidupan manusia Universitas Sumatera Utara 136 3.7 Studi Literatur Bangunan dengan Tema Sejenis 3.7.1 Konsep Rancangan Gedung Mesiniaga Penafsiran atas marka-lingkungan dari pencakar langit milik perusahaan besar yang mencengangkan ini, menjelajahi arah baru dari tipe bangunan yang biasanya tidak bersahabat. Pihak arsitek menjuluki tipe baru ini “bangunan tinggi beriklim-bio” dan memberinya pengendalian iklim serta penghematan energi yang peka. Yang patut dicatat adalah adanya dua spiral “taman angkasa” yang berputar ke atas sambil memberi bayangan dan kontras visual terhadap permukaan baja dan alumunium dari gedungnya. Rangka beton pra tekan pada gedung itu selanjutnya ditingkahi oleh dua tipe penangkis sinar matahari serta tirai baja dan kaca yang membuat citra High Tech yang organik, apalagi setelah dilengkapi dengan mahkota logam dan umpak pada bagian landasan bangunannya. Menara Mesiniaga merupakan sebuah penelitian arsiteknya atas prinsip-prinsip iklim-bio bagi perancangan gedung tinggi di daerah beriklim tropis. Menara Mesiniaga memiliki langgam arsitektur campuran dari langgam kolonial, Cina, Eropa dan Malaysia. Gedung Mesiniaga merupakan buah penelitian arsiteknya atas prinsip-prinsip iklim-bio bagi perancangan gedung tinggi di daerah beriklim tropis. Yang ditampilkan adalah suatu organisasi spasial memanjang yang diisi dengan hirarki tertentu. Bangunan tersebut memiliki tiga bagian struktur yaitu : umpak berselimut unsur hijau yang terangkat, badan yang bernuansa spiral dengan balkon untuk teras taman dan tirai yang memberi bayangan, dan bagian puncak tempat fasilitas rekreasi berupa kolam renang serta teras beratap. Struktur beton pratekan dan rangka baja bangunannya diperlihatkan seluruhnya dan penyejukannya dilakukan memlaui pengudaraan alami dan buatan. Sejalan dengan penjelasan diatas pembahasan selanjutnya berusaha untuk mengetahui sejauh mana pengertian dekonstruksi yang tanpa disadari oleh perancangan terdapat pada bangunan tersebut. Pembacaan dekonstruksi Gedung Mesiniaga karya Kenneth Yeang dalam pembahasan ini digunakan dengan menerapkan beberapa asas-asas ‘dekonstruksi’ yang digunakan seperti apa yang telah dilakukan oleh Benedikt dalam meninjau Museum Kimbell. Dengan demikian mudah-mudahan ‘dekonstruksi’ pada Gedung Mesiniaga ini dapat terbaca. Gambar 3.4 Gedung Mesiniaga Universitas Sumatera Utara 137 Pembacaan Dekonstruksi Gedung Mesiniaga KONSEP ‘DIFFERENCE’ PADA RANCANGAN MESINIAGA Konsep difference-nya Derrida nampaknya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan metafisikanya ‘ sebuah pohon raksasa’ -nya gedung Mesiniaga , dimana dengan pemaknaan bahwa tanda menghadirkan sesuatu yang tidak hadir. Dengan menempatkan konsep taman secara memutar dan kontiniu continuous planting spiraling up, hal ini telah memberikan suatu makna ingin menghadirkan suatu bangunan yang di metafora-kan sebagai sebuah ‘ pohon raksasa’. Taman yang memutar dan bentuk bangunan yang berbentuk lingkaran adalah sebuah tanda yang menghadirkan sesuatu yang tidak hadir yaitu sebuah pohon yang dilengkapi dengan dedaunan. Sedangkan pohon itu sendiri merupakan tanda ‘ketidakhadiran yang tertunda’ dari apa yang semestinya dihadirkan. Pohon pada konsep bangunan ini merupakan sebuah metafora dari apa yang seharusnya hadir dalam sebuah pelestraian alam, dimana pohon merupakan suatu unsur yang terpenting dalam memberikan seuatu keseimbangan alam. Spiral ‘ taman angkasa’ yang dikembangan di dalam perencanaan bangunan Mesiniaga ini, dimana taman tersebut berputar ke atas dipakai sebagai alat yang memberikan bayangan yang kontras visual kepada permukaan baja dan alumunium dari gedung tersebut, hal ini juga merupakan sebuah metafor dari apa yang seharusnya hadir yaitu sebuah alam yang ditumbuhi oleh beberapa tanaman yang hijau dan asri. Konsep sebuah pohon, yaitu sebuah unsur alam yang hidup dan tumbuh serta berdiri pada sebuah bidang tanah, merupakan sebuah konsep yang dipergunakan oleh Ken Yeang untuk membuat dan membangun Gedung Mesiniaga. Metafisikanya sebuah pohon terlihat jelas sekali pada bangunan ini, dimana penundaan kehadiran yang seharusnya hadir, sudah merupakan sebuah bukti adanya ‘defference’-nya Derrida ada di obyek ini. Site yang ditata sedemikian rupa dan teratur dan ditumbuhi sebatang pohon pada areal sekitar site tersebut. Pohon-pohon menumbuhkan cabang-cabangnya, kolom- kolom menumbuhkan balok-balok. Pertumbuhan terus berlanjut, batang-batang menumbuhkan dedaunan. Bentuk yang sedang bertumbuh ini dapat kita lihat pada bangunan Gedung Mesiniaga dimana kolom-kolom tersebut dapat kita lihat karena berada luar bangunan. Selanjutnya kehadiran mahkota baja yang berada pada puncak bangunan ini juga dapat di metaforkan sebagai puncak sebuah pohon yang selalu dipenuhi oleh dedaunan, dimana pemaknaan tersebut merupakan sebuah tanda menghadiran sesuatu makna yang tidak hadir. Sebuah puncak pohon yang selalu dipenuhi dengan dedaunan tersebut merupakan sebuah tanda ketidakhadiran, dimana Universitas Sumatera Utara 138 kehadirannya ditandai dengan hadirnya sebuah rangka baja yang menyerupai sebuah mahkota. Seperti telah diungkapkan pada pembahasan terdahulu tentang penataan tapak, bahwa tanaman di sekitar bangunan yang ditata membentuk spiral pada kulit bangunan juga dipandang sebagai alam yang hijau. Ini sesuai dengan teori Yoshinibu Ashihara, bahwa untuk membentuk sebuah tatanan ruang luar, kita dapat memperlakukan tanaman di taman sebagai masa yang dapat juga membentuk ruang luar, sama seperti masa bangunan, jadi kedudukan masa bangunan dan masa tanaman memang sama bila ditinjau dari pembentukan ruang luar. Kenneth Yeang mengatakan konsepnya tentang rancangannya ini sebagai proses bangunan bio - klimatik, tetapi apa yang terlihat ternyata melangkah lebih jauh dari proses terjadinya sebuah bentuk. Bila kita melihat sketsa dari tema space of one hundred columns kita seolah diajak untuk membayangkan bahwa bentuk tersebut tumbuh dari site itu sendiri. Hal ini terlihat pada site dimana bangunan seakan muncul dari dalam tanah pada sebuah perbukitan. Gambar 3.5 Dengan menggunakan sifat air yang selalu berjalan ketempat yang lebih rendah maka dengan meletakkan penampungan air diatas bangunan maka air tersebut dapat memberikan sumber kehidupan bagi ‘taman angkasa’ yang berbentuk spiral. Universitas Sumatera Utara 139 PEMBALIKAN HIRARKI PADA RANCANGAN MESINIAGA Filsafat modern dengan metafisika kehadirannya sangat menekankan kepastian yang tak tertunda karena segala sesuatu harus bisa diselesaikan dengan logika. Diferensiasi secara ketat menghasilkan perbedaan dua kutub yang dipertentangkan secara diamatral oposisi binari. Elemen yang pertama dianggap yang penting dan mendominasi yang kedua, secara hirarkis yang kedua sub-ordinansi terhadap yang pertama, sehingga kalau yang kedua harus ada, maka ia hanya berperan sebagai perlengkap penderita. Derrida melakukan dekonstruksi terhadap pandangan oposisi ini dengan menempatkan kedua elemen tersebut tidak secara hirarkis yang satu dibawah yang lain, tetapi sejajar sehingga secara bersama-sama dapat menguak makna kebenaran yang lebih luas, lebih mendalam pada suatu bingkai tanpa batas. Dalam konteks ini dan melihat konsep perencanaan Gedung Mesiniaga ada beberapa bagian yang dapat dilihat secara ‘pembalikan hirarki’ dekonstruksi. Salah satunya yaitu sebuah konsep penempatan fungsi penampungan air yang biasanya berada di dasar bangunan atau pada halaman sebuah bangunan, dalam hal ini sang arsitek Kenneth Yeang mengadakan suatu pembalikan hirarki dengan menempatkan sesuatu yang semestinya berada dibawah dalam hal ini diletakkan diatas bangunan, atau pada puncak bangunan lantai 20. Biasanya pada bangunan-bangunan pencakar langit, pada lantai puncak diletakkan fungsi darurat yanitu meletakan “Helipaid’. Fungsi penampungan air ini, Gambar 3.6. Terlihat dikejauahan, memperlihatkan seakan-akan bangunan tersebut tumbuh dari sebuah perbukitan Universitas Sumatera Utara 140 digunakan sebagai media yang memberikan sumber kehidupan bagi ‘taman angkasa’ yang diciptakan Ken Yeang pada bangunan tersebut KONTEKS PUSAT DAN MARJINAL PADA RANCANGAN MESINIAGA Perbedaan antara ‘ pusat’ dan ‘ marjinal ’ merupakan konsekuensi dari adanya hirarki yang ditimbulkan oposisi binari. Yang ‘marjinal’ adalah yang berada pada btas pad tepian, berada diluar outside, karenanya dianggap tidak penting. Sementara yang ‘pusat’ adalah yang terdalam yang dijantung daya tarik dan makna dimana setiap gerakan berasal dan merupakan tujuan gerakan dari yang marjinal. Dinding pada umumnya berfungsi sebagai kulit luar dari sebuah bangunan. Dinding pada umumnya berada pada bagian luar outside, dan merupakan bagian yang digunakan sebagai batas dari sebuah ruang. Dibalik dinding dapat dipastikan ada sebuah ruang, pada ruang tersebut ada bermacam-macam komponen penyusun ruang, antara lain perabotan. Apabila pada sebuah bangunan tinggi biasanya pada sebuah ruang ada salah satu unsur yang cukup penting sebagai struktur pendukung bangunan yanitu ‘tiang’, dimana biasanya tiang ini pada ruang-ruang tertentu muncul dan berada di dalamnya. Selanjutnya pada suatu perencanaan dapat juga memperlihatkan bahwa posisi tiang dan dinding berada pada dimensi yang sama. Melihat rancangan Ken Yeang, dimana posisi keduanya yaitu antara tiang dan dinding telah dibedakan dalam peletaknya. Pada konteks dekonstruksi tentang ‘ pusat ’ dan ‘ marjina l’ , dan melihat pengertian dari konsep ‘parergon’-nya Derrida, maka penempatan dinding yang seharusnya berada pada marjinal pada gedung tersebut ditempatkan seolah-olah pada pusat bangunan yang dilindungi oleh beberapa buah tiang yang melindunginya. Peran tiang yang merupakan fungsi struktur bangunan tinggi diusahakan juga berperan sebagai alat pelindung dinding yang ditarik kepusat untuk menghindari pencahayaan yang berlebihan. Gambar 3.7 Perletakkan penampungan air hujan yang berfungsi sebagai penyuplai air bagi ‘taman angkasa’ spiral Universitas Sumatera Utara 141 Dinding-dinding bangunan yang selama ini dibiarkan sebagai komponen yang tidak berguna tetapi pada bangunan Gedung Mesiniaga peranan dinding yang ditarik kepusat tersebut mempunyai peran yang sangat sentral dalam mengatur pencahayaan yang masunk kedalam gedung. Dinding-dinding tersebut dipenuhi oleh kaca-kaca yang berfungsi untuk memasukkan berkas-berkas cahaya sehingga kegelapan didalamnya terusir dan masuklah roh yang memberikan kehidupan pada bangunan ini sehingga terjadilah proses kehidupan yang terjadi pada pembahasan sebelumnya. Cahaya ini terus masuk pada siang hari dari bukaan- bukaan yang ada pada kulit-kulit bangunan dan diarahkan oleh lempengan-lempengan logam yang berada diluar dinding tersebut. Tetapi pada malam hari kita melihat proses sebaliknya, keluarnya roh itu dari dalam gedung Mesiniaga. Keluarnya cahaya dari bangunan sangat kuat terasa pada bangunan tengah. Dan pengeluaran cahaya ini terasa sangat memberikan arti bahwa bangunan tersebut mengisyaratkan pada lingkungan bahwa di dalamnya ada suatu roh dan kehidupan. Cahaya disini tidak sekedar merasuk kedalam ruang tetapi juga keluar dari ruangan, sehingga bentuk di sini adalah wadah dari roh, seperti falsafah Lao Tze tentang ruang. Bahwa yang penting adalah yang ada di dalam, kekosongan yang ada di dalam itu, dan ini semakin diperkuat dengan adanya aliran kehidupan dari keluar-masuknya cahaya tersebut. Secara jelas terlihat peranan dinding yang berada dipusat dari lingkaran luar bangunaan tersebut sangat sentral dan penting sekali di dalam mengatur pencahayaan alami Gedung Mesiniaga, dalam hal ini ‘sang’ dinding meninggalkan ‘sang’ tiang yang tetap dengan kemarjinalannya. Universitas Sumatera Utara 142 PENGULANGAN DAN MAKNA PADA RANCANGAN MESINIAGA Suatu kata atau tanda memperoleh maknanya dalam suatu proses berulang iteratif pada konteks yang berbeda dimana secara konotif maupun denotif artinya akan memperoleh struktur yang stabil. Dalam arsitektur, penggunaan metafora secara berulang-ulang akan membuka pemahaman yang lebih baik terhadap makna yang dimaksudkannya. Pengulangan serangkaian titik menunda kehadiran makna yang akan dimunculkan dalam konteks bahasa. Ia juga merupakan waktu istirahat, jedah, memperlambat tempo atau mengarah pada ketidakthuan. Serangkaian tanda tanya menunda kehadiran makna tentang kebingungan, kegalauan, ketidakpastian, dan seterusnya. Serangkaian tanda seru menunda kehadiran makna tentang kemarahan, kegeraman dan seteruanya. Dengan demikian pengulangan serangkaian titik, tanda tanya, tanda seru merupakan metafora dari ketidkthuan, kebingunan dan kemarahan. Pada bangunan Gedung Mesiniaga, pengulangan alat penangkis sinar matahari yang terbuat dari logam merupakan suatu tanda tanya tentang kehadiran suatu makna yang tersembunyi dibalik kehadirannya. Ibarat kepala seorang manusia yang ditutupi sebuah topi, artinya manusia tersebut melindungi kepal dari sengatan sinar matahari, tetapi selain topi dibutuhkan pula suatu bentuk dari topi tersebut sebuah penangkis cahaya yang dapat menghindarkan mata dari silaunya matahari. Kemudian apa bila seorang manusia merasa silau terhadap sinar matahari sedangkan dia tidak menggunakan topi, secara reflek tangannya akan digunakan sebagai penangkis sinar matahari. Kalau penangkis sinar matari tersebut hanya diletakkan cuma sebuah pada Gambar 3.8 Denah-denah Mesiniaga Universitas Sumatera Utara 143 bangunan Gedung Mesiniaga tersebut, maka belum memberikan makna metafora dari sebuah ‘tangan manusia’ untuk menangkis matahari dari silaunya cahaya matahari, tetapi karena diberi secara berulang-ulang maka makna penangkis tersebut semakin jelas namun kehadiran makna sebenarnya dari sebuah ‘tangan manusia’ tetap tertunda dibalik kehadirannya, apalagi penempatannya berada pada bagian-bagian tertentu yang memang dibutuhkan akibat fungsi yang diembannya. Oleh karena itu akibat pemunculan lempengan tersebut semakin jelaslah makna melalui metafora ‘tangan manusia’ yang sedang menahan silaunya sinar matahari. Gambar 3.9 Pada gambar terlihat lempengan baja yang diletakkan pada bagian-bagian tertentu secara berulang. Kehadirannya sebagai sebuah tanda tanya menunda sebuah kehadiran makna dari ‘tangan manusia’ yang sedang menahan silaunya matahari yang menyinari mata manusia tersebut. Gambar 3.10 Perspektif yang menunjukkan letak lempeng baja Universitas Sumatera Utara 144 3.7.2 Ecoskycrapers : New Tall Building Typologies Dr. Ken Yeang, D.M.P.N., PhD., AA Dip., D.Lit., APAM, FSIA, RIBA, ARAIA Teori dan isu yang berkembang belakangan ini terutama dalam bidang arsitektur banyak menyagkut tentang hal kelangsungan lingkungan hidup. Bangunan – bangunan yang dibangun banyak yang tidak memperhatikan faktor lingkungan sehingga dapat meyebabkan kerusakan lingkungan baik dalam skala mikro maupun makro. Bangunan tinggi Skycrapers juga merupakan tipologi bangunan yang tergolong tidak ekologis boros energi. Untuk itu perlu dikembangkan suatu tipologi baru dari bangunan tinggi yang benar – benar memperhatikan faktor lingkungan sehingga tercipta suatu system bangunan tinggi yang ramah lingkungan Ecoskycrapers sebagai suatu solusi untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup. Ecoskyrapers Pada salah satu buku yang ditulis Dr. Kenneth Yeang yang berjudul ‘ Green Skycrapers ‘ , ia mengatakan bahwa : “Green skyscrapers serve three purposes. First is that ecological design or sustainable design is, at its most basic level, an approach that seeks to ensure that future generations continue to enjoy access to natural resources. Second, it is here contended that building designers the architects, engineers and other specialists involved with the production of the buildings can make a significant difference and can contribute to enabling the achievement of a sustainable future. Lastly, I believe that the skyscraper and other large buildings deserve greater attention in terms of “green design”. Contoh bangunan karya Dr. Kenneth Yeang yang tergolong dalam tipologi Universitas Sumatera Utara RESEARCH AND RECREATION CENTER 115

A. The EDITT Tower , Singapore

Desain untuk EDITT Tower , pada sudut kota Singapura , merupakan bentuk hybrid yang memenuhi keperluan pelanggan sebagai sebuah gedung Expo. Terdapat area retail , exhibition hall dan auditorium serta ruang office pada bagian atas. Bangunan 26 lantai ini menerapkan konsep ‘green vertical urbanism’ maksudnya pengembangan kota yang ramah lingkungan secara vertical. Dengan konsep bentuk yang organic pada bagian fasade bangunan yang rpengaruh pada ruang public dan sirkulasi untuk menghasilkan suatu bangunan yang memiliki estetika ekologi. Konsep ekologis terlihat pada taman yang ibuat hampir pada seluruh bagian bangunan serta pemanfaatan air secara efektif melalui sistem penampungan air hujan. Juga terdapat sun screen pada sisi sebelah timur sebagai alternatif energi untuk bangunan. Gambar 3.11 The EDITT Tower , Singapore Universitas Sumatera Utara RESEARCH AND RECREATION CENTER 116

B. Chong Qing Tower , China Gambar 3.12

Sistem Penampungan Air Hujan The EDITT Tower , Singapore Universitas Sumatera Utara RESEARCH AND RECREATION CENTER 117 Chong Qing Tower didesain untuk mengakomodasi kantor pusat dari perusahaan Jian She Industry Corporation Ltd di Chong Qing , China. Pada podium dari bangunan ini terdapat sebuah exhibition hall yang luas. Eco – cell didesain pada ramp di bagian podium sehingga membentuk spiral yang ditanami tanaman dimulai dari lantai basemen sampai ke atap dari podium untuk mentransferkan cahaya dan angin ke bagian dalam dari podium. Terdapat juga sebuah kolam yang dinamakan bio-swale untuk menampung air hujan , terdapat juga solar thermal collector dan panel photovoltaic. Hampir pada keseluruhan site tertutup oleh tanaman dari level tanah sampai ke level atas gedung. Hal ini mendukung sekali konsep bangunan ecoskycrapers. Air hujan yang telah di daur ulang dimanfaatkan untuk kloset , penyiraman taman atap , landscape dan lain – lain. Gambar 3.13 The Chong Qing Tower , China Universitas Sumatera Utara RESEARCH AND RECREATION CENTER 118 Gambar 3.14 Potongan Skematik Sistem Daur Ulang Air The Chong Qing Tower , China Universitas Sumatera Utara RESEARCH AND RECREATION CENTER 119

3.8 Kesimpulan