BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kemiskinan adalah salah satu masalah sosial, karena kemiskinan telah menjadi sebuah persoalan dalam kehidupan manusia. Kemiskinan adalah keadaan
dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai, seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, serta yang berhubungan erat dengan
kualitas hidup http:id.wikipedia.orgwikikemiskinan diakses 20 September 2009 pukul 15.32 WIB. Kemiskinan juga bisa berarti kelaparan, kekurangan gizi,
pakaian dan kesulitan dalam menghadapi perubahan yang memadai, tingkat pendidikan yang rendah, tidak ada atau sedikit sekali kesempatan untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang elementer. Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia pada 1996-2009
berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada 1996-1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta karena krisis ekonomi, yaitu dari 34,01 juta pada
1996 menjadi 47,97 juta pada 1999. Persentase penduduk miskin meningkat dari 17,47 persen menjadi 23,43 persen pada periode yang sama. Pada 2000-2005
jumlah penduduk miskin cenderung menurun dari 38,70 juta pada 2000 menjadi 35,10 juta pada 2005. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk
miskin dari 19,14 persen pada 2000 menjadi 15,97 persen pada 2005. Namun pada 2006, terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin yang cukup drastis, yaitu
Universitas Sumatera Utara
dari 35,10 juta orang 15,97 persen pada Februari 2005 menjadi 39,30 juta 17,75 persen pada Maret 2006.
Peningkatan jumlah dan persentase penduduk miskin selama Februari 2005-Maret 2006 terjadi karena harga barang-barang kebutuhan pokok selama
periode tersebut naik. Akibatnya penduduk yang tergolong tidak miskin namun penghasilannya berada disekitar garis kemiskinan banyak yang bergeser posisinya
menjadi miskin. Terjadi penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin yang cukup signifikan pada Maret 2007-Maret 2008, dari 37,17 juta 16,58 persen
pada 2007 menjadi 34,96 juta 15,42 persen pada 2008. Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 32,53 juta 14,15 persen,
berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta. http:bps.go.idfilesberitaresmistatistikNo.4307Th.XII.01juli2009,pdf diakses
211009 pukul 11.36 WIB. Berdasarkan data BPS 2009, dapat disimpulkan bahwa kemiskinan
adalah suatu fenomena yang kompleks dan dapat ditelusuri dari adanya kesenjangan antara kelas sosial dan ekonomi, ketidaklengkapan inadequancy,
hubungan desa dan kota, dan perbedaan antara suku, agama, dan daerah. Pada dasarnya kemiskinan bukan hanya terletak pada permasalahan ekonomi, tetapi
lebih bersifat multidimensi. Dimensi dari defenisi kemiskinan tersebut terdiri dari: i. Dimensi material kekurangan pangan, lapangan pekerjaan dengan
muaranya adalah kelaparan dan kekurangan makanan. ii. Dimensi psikologi seperti ketidakberdayaan, ketidakmampuan
berpendapat, ketergantungan, rasa malu dan rasa hina. iii.
Dimensi akses ke pelayanan prasarana yang praktis yang tidak dimiliki.
Universitas Sumatera Utara
iv. Dimensi aset atau milik, tidak memiliki aset sebagai modal untuk menyelenggarakan hidup secara layak.
Kondisi miskin di Indonesia secara langsung telah berdampak semakin meningkatnya jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial PMKS di
masyarakat, yang tentunya membutuhkan penanganan yang serius dan terpadu. Salah satu jenis penyandang masalah kesejahteraan sosial adalah gelandangan dan
pengemis. Gelandangan dan pengemis tampaknya menjadi rona tersendiri dan tidak pernah pupus mencoreng wajah perkotaan tidak terkecuali di kota Medan.
Sampai saat ini para gelandangan dan pengemis belum banyak tersentuh program- program yang bertujuan untuk mensejahterahkan rakyat. Mengacu pada Undang-
Undang Dasar 1945 pasal 27 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Demikian juga
dalam pasal 34, tercantum bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Dengan demikian jelaslah bahwa negara harus memelihara fakir
miskin dan anak-anak terlantar, dimana dalam hal ini negara bukan hanya unsur pemerintahan, tetapi seluruh unsur masyarakat, termasuk LSM, organisasi
keagamaan, dan organisasi sosial masyarakat lainnya. Sejumlah tempat di kota Medan, ibu-ibu selalu melibatkan anak balita
dalam aksi mengemis di berbagai tempat, terutama di perempatan jalan, seperti di Jalan Sisingamangaraja, Gatot Subroto, Iskandar Muda, dan Ir Juanda. Anak-anak
dibawah setahun biasanya digendong saat mengemis, sedangkan anak-anak berusia antara dua sampai lima tahun dibiarkan mengemis sendiri pada tubuh
jalan yang cukup membahayakan keselamatan dan kesehatan mereka. Kondisi ini terkadang cukup meresahkan, dan lebih meresahkan lagi ketika meminta sedekah,
Universitas Sumatera Utara
para gelandangan pengemis itu sampai memaksa, menggores mobil jika tidak diberi. Bahkan ada pula yang berdalih membawa agama untuk meminta
sumbangan. Kalaupun kita harus memberi, hendaknya untuk orang-orang yang patut disedekahi, misalnya kepada orangtua yang sakit-sakitan, panti jompo
ataupun panti asuhan, sedangkan untuk orang-orang cacat yang benar-benar tidak mampu sudah menjadi tanggungjawab pemerintah untuk membinanya, dengan
menggunakan anggaran negara.
Gepeng yang melakukan praktik mengemis secara mandiri biasanya adalah yang benar-benar miskin, tidak mempunyai rumah tempat berteduh dan tidak
dapat memenuhi kebutuhan pribadi, sedangkan gepeng yang melakukan praktik secara bergerombol adalah gepeng yang melakukan aktivitas di bawah koordinasi
orang-orang tertentu yang disebut sebagai bos pengemis. Hasil dari mengemis yang diperoleh gepeng biasanya di bawah pengawasan sang bos, sehingga mereka
yang melakoni pekerjaan sebagai gepeng dapat dikatakan hanya sebagai mesin uang bagi tuannya. Tidak jarang kita melihat mereka terutama di pagi hari,
sekelompok gepeng turun dari pick up yang dikomandoi orang tertentu seperti di Pajak Ikan Lama, Pajak Aksara, kawasan Jalan Juanda, Terminal Amplas, Petisah,
kemudian pada sore hari mereka menanti jemputan pada lokasi yang sama. Kondisi ini berjalan secara rutin tanpa ada usaha yang maksimal dari Pemerintah
Daerah Sumatera Utara atau instansi terkait untuk memutus rantai yang membelenggu kehidupan gepeng tersebut.
Berdasarkan cara praktik yang dilakonkan gepeng tersebut menunjukkan bahwa di antara mereka ada yang benar-benar tidak memiliki pekerjaan lain
Universitas Sumatera Utara
kecuali sebagai pengemis dan tidak memiliki rumah hunian. Karena itu sewajarnya mereka mendapat bantuan dan perhatian serius dari pemerintah sesuai
dengan yang diamanatkan dalam pasal 34 UUD 1945. Sedangkan bagi mereka yang menjadikan gepeng sebagai pekerjaan untuk memperkaya diri dan
memanfaatkan mereka, sudah sepantasnya diberikan sanksi yang tegas, terutama bagi orang yang mengeksploitasi secara terang-terangan pada beberapa lokasi
pasar yang ada di kota Medan dan pada beberapa kota lainnya. Gelandangan dan pengemis semakin mudah ditemukan di berbagai
tempat strategis di kota Medan. Untuk mengatasinya, Dinas Sosial yang sekarang bernama Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara bekerjasama
dengan Dinas Tenaga Kerja kota Medan menggagas pembangunan rumah penampungan dan rehabilitasi sendiri. Dalam setiap aksi penertiban yang
dilakukan, gepeng dan anak jalanan itu biasanya dikirim ke rumah penampungan milik Dinas Kesejahteraan dan Sosial Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara
yaitu Unit Pelaksana Teknis Dinas Pungai Sejahtera Kota Binjai dimana penelitian dilakukan.
Sebelumnya Pemerintah Kota Medan pernah mendapat tawaran dari Departemen Sosial Republik Indonesia untuk membangun panti rehabilitasi.
Pemko Medan diminta menyediakan lahannya, sedangkan pembangunan fisiknya dari Departemen Sosial Republik Indonesia. Namun Pemko Medan belum dapat
melakukannya dengan alasan anggaran. Pemko Medan menilai jumlah alokasi anggaran yang diberikan sangat minim, karena sebagian besar dana sudah habis
untuk menutupi belanja rutin. Alokasi anggaran untuk mengatasi jumlah gepeng di Sumut sangat sedikit. Dari 50 anggaran yang diberikan kepada Dinas
Universitas Sumatera Utara
Kesejahteraan dan Sosial sudah habis untuk menutupi belanja rutin seperti belanja pegawai, belanja barang dan biaya pemeliharaan barang kesekretariatan. Misalnya
dari sekitar Rp. 28 milliar dana yang dianggarakan pada APBD 2009, Rp. 21 milliar lebih diantaranya sudah habis untuk belanja rutin. Hanya sekitar Rp. 7
milliar sisanya yang bisa dialokasikan untuk program seperti untuk gelandangan dan pengemis. Akibat minimnya anggaran tersebut, tindakan proaktif dari Dinas
Kesejahteraan dan Sosial maupun kabupaten atau kota untuk mengatasi persoalan gepeng di perkotaan sangat kurang http:www.pemkomedan.go.idnews-
detailphp218-2468 diakses 20 Oktober 2009 pukul 11.05 WIB. Pemda Sumut terus berusaha untuk memberantas gelandangan dan
pengemis yang sering kali memunculkan permasalahan baru di bidang kehidupan sosial masyarakat. Lahirnya pemikiran untuk membahas Ranperda yang lebih
keras untuk melarang praktik gelandangan dan pengemis terutama yang berkeliaran di pinggir jalan dan tempat-tempat keramaian lainnya merupakan
bukti keseriusan untuk meminimalkan populasi mereka. Rancangan Peraturan Daerah berupa pemberian denda Rp. 6 juta bagi masyarakat yang memberikan
uang kepada gelandangan dan pengemis dinilai sangat tepat, bahkan pelaksanaannya mendesak segera diberlakukan. Menurut anggota Komisi E
DPRD Sumut, Drs. Mursito Kabukasuda, pemberlakuan Perda itu diharapkan sekaligus menghilangkan mental-mental pengemis yang belakangan seakan
semakin populer dan sudah semakin menjamur masyarakat Sumut yang bermental pengemishttp:timkoordinasipenanggulangankemiskinanprofilkemiskinandIndo
nesiaMaret200913juli2009 diakses 21 September 2009 pukul 11.36 WIB.
Universitas Sumatera Utara
Melihat permasalahan tersebut, maka Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara melalui UPTD Pungai Sejahtera Binjai yang merupakan
salah satu pihak yang harus bertanggung jawab dalam memberikan pembinaan dan rehabilitasi kepada para gelandangan pengemis, agar mereka mampu
berfungsi secara sosial.
Warga sinaan Sosial yang ada di UPTD Pungai Sejahtera Binjai terdiri dari para gelandangan dan pengemis yang dirazia Satpol Pamong Praja dan orang-
orang yang rentan terhadap masalah kemiskinan, yang datang dengan kemauan sendiri, diserahkan oleh keluarga, mengungsi dan adanya bencana alam. Pada
awalnya warga binaan sosial diproses oleh para pegawai UPTD Pungai Sejahtera Binjai, yaitu dengan melengkapi syarat administrasi, berupa pengisian data diri
secara lengkap. Setelah data diperoleh, warga binaan sosial langsung ditempatkan di Zal Penampungan Razia untuk sementara waktu. Tujuannya untuk melihat
sejauh mana perkembangan mental dan spiritual yang dimiliki sebelum memasuki tahap rehabilitasi dan bimbingan.
Untuk menjadi seorang warga binaan sosial harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh UPTD adalah sebagai berikut :
1. Keluarga miskin dan harus mempunyai surat keterangan miskin dari
Kelurahan setempat. 2.
Tidak mempunyai keterikatan dengan Badan Hukum dan tidak menjadi tahanan.
3. Berusia produktif, 50 tahun kebawah.
4. Sehat jasmani dan rohani, tidak mempunyai cacat atau penyakit menular.
Universitas Sumatera Utara
5. Harus mempunyai KTP atau Kartu Keluarga.
Melalui tahap-tahap tersebut, pihak UPTD dapat mengetahui apakah para gepeng dapat menjadi warga binaan sosial yang nantinya dibina dan dibekali
dengan beberapa keterampilan. Pada dasarnya, tidak semua gepeng mampu terbuka dalam mengungkapkan masalah mereka, bahkan terdapat pula gepeng
yang tidak mau mengikuti pembinaan dan rehabilitasi serta mengganggap bahwa kegiatan tersebut tidak diperlukan, sehingga mereka akhirnya melarikan diri dan
kembali melakukan kegiatan mengemis.
Gepeng yang telah melalui beberapa tahap tersebut, akhirnya dapat menjadi warga binaan sosial yang memperoleh bimbingan dan pembinaan.
Pembinaan dan bimbingan yang dilakukan oleh UPTD Pungai Sejahtera Binjai kepada para warga binaan sosial adalah sebagai berikut :
1. Pembinaan keagamaan
Pembinaan keagamaan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran dalam beribadah, sesuai dengan agama yang dianut oleh para warga binaan
sosial. Pembinaan keagamaan dilakukan melalui kegiatan-kegiatan agama yang rutin agar warga binaan sosial menjadi orang-orang yang taat
beribadah dan mental yang dimiliki terbentuk dengan baik. Dalam pembinaan keagamaan ini, para warga binaan sosial juga dibantu beberapa
instansi keagamaan yang ada di Binjai dan bekerjasama dalam mengadakan kegiatan-kegiatan keagamaan, seperti kerjasama dengan
Kantor Departemen Agama Kota Binjai, yaitu dengan mendatangkan penceramah agama UPTD Pungai Sejahtera Binjai, 2006.
Universitas Sumatera Utara
2. Bimbingan sosial
Kegiatan pembinaan dalam bentuk bimbingan sosial yang dilakukan oleh UPTD Pungai Sejahtera Binjai terdiri dari :
a. Pemberian bimbingan dalam bentuk pengarahan dari Kepala
UPTD atau Kepala Seksi secara bergantian pada setiap pelaksanaan apel pagi setiap hari senin - jumat pada pukul 08.00
WIB. Semua warga binaan sosial wajib mengikuti kegiatan tersebut untuk dibina agar lebih disiplin.
b. Melaksanakan kerja bakti dengan membersihkan lingkungan
kantor dan tempat tinggal warga yang biasa disebut dengan “kurvei”. Tujuannya agar lebih terlatih dalam menggerakkan badan
dan mengurangi rasa malas serta menambah keakraban diantara warga binaan sosial.
c. Memberikan kepercayaan kepada warga binaan sosial laki-laki
untuk melakukan ronda malam secara bergiliran sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan. Ronda malam dilakukan pada setiap
malamnya oleh 10 orang warga binaan sosial UPTD Pungai Sejahtera Binjai, 2007.
3. Pelayanan konsultasi pribadi
Untuk memudahkan pelayanan dan pembinaan, ditentukanlah Bapak dan Ibu asuh yang terdiri dari para pegawai di UPTD Pungai Sejahtera Binjai.
Setiap warga maupun keluarga dapat berkonsultasi langsung kepada Bapak dan Ibu asuh masing-masing mengenai permasalahan-permasalahan
Universitas Sumatera Utara
yang dihadapi individu maupun kelompok, termasuk juga masalah keterampilan yang diberikan. Kegiatan ini bertujuan untuk membantu
permasalahan yang sedang dialami oleh para warga binaan sosial.
4. Pelayanan kesehatan dan pelayanan kebutuhan dasar
Untuk menuju keluarga dan masyarakat yang sehat, UPTD Pungai Sejahtera Binjai bekerjasama dengan Puskesmas Sambirejo dalam
penanganan warga binaan sosial yang memerlukan perawatan di Puskesmas dan Rumah Sakit Umum Binjai dengan membawa Surat
Keterangan Sakit dari UPTD Pungai Sejahtera Binjai. Warga binaan sosial yang menderita sakit ringan dapat dilayani di Poliklinik UPTD Pungai
Sejahtera Binjai yang dibuka setiap hari Jumat dengan mendatangkan Perawat atau Bidan. Untuk pelayanan kebutuhan dasar, UPTD Pungai
Sejahtera Binjai memberikan makanan dan minuman, pakaian dan perumahan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar warga binaan
sosial.
5. Pembinaan keterampilan
Dalam pembinaan bidang keterampilan, para warga binaan sosial diberikan pembinaan bidang keterampilan, diantaranya adalah
keterampilan pertanian dan perternakan yang langsung mendapat bimbingan dari instruktur yang mahir, yang terdiri dari satu pegawai dari
UPTD Pungai Sejahtera Binjai yaitu Bapak Stel Barus dan beberapa orang petugas dari Dinas Pertanian Kabupaten Langkat.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik memilih UPTD Pungai Sejahtera Binjai sebagai tempat penelitian karena beberapa alasan yaitu :
a. Karena UPTD Pungai Sejahtera Binjai adalah satu-satunya pusat
rehabilitasi, pelayanan dan bimbingan untuk para gelandangan dan pengemis serta orang-orang yang rentan terhadap masalah kemiskinan
yang ada di bawah naungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. b.
Karena UPTD Pungai Sejahtera Binjai memiliki program yang cukup menarik dan unik yaitu Program Keterampilan Pertanian, dimana program
ini ditujukan bagi para gepeng dan orang-orang yang rentan terhadap kemiskinan, dan sebelumnya tidak mempunyai keterampilan dan
pengetahuan apapun, khususnya bidang pertanian, menjadi terampil bahkan mandiri dan dapat kembali ketengah-tengah masyarakat.
c. Untuk mengetahui sejauh mana dampak dari program keterampilan
pertanian bagi para warga binaan sosial dan mengevaluasi apakah pelaksanaan Program Keterampilan Pertanian telah efektif, karena
program tersebut merupakan program yang masih berjalan sampai saat ini.
Program Keterampilan Pertanian oleh UPTD Pungai Sejahtera Binjai menjadi latar belakang penulis tertarik mengadakan penelitian di daerah tersebut
dengan judul “Efektifitas Pelaksanaan Program Keterampilan Pertanian Bagi Warga Binaan Sosial Oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas Pungai Sejahtera Binjai”.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah