14
BAB II TINJAUAN UMUM
ASURANSI SYARIAH DAN ASURANSI KEBAKARAN
A. Ruang Lingkup Asuransi Syariah
1. Pengertian Asuransi Syariah
Asuransi adalah serapan dari kata “assurantie” Belanda, atau assuranceinsurance Inggris. Paling tidak menurut sebagian ahli, kata istilah
assurantie itu sendiri sesungguhnya bukanlah istilah asli bangsa Belanda, melainkan berasal dari bahasa Latin yang kemudian diserap ke dalam bahasa
Belanda yaitu assecurare yang berarti “meyakinkan orang” kata ini kemudian
dikenal dalam bahasa Perancis sebagai assurance. Baik kata assurance maupun kata insurance, secara literal keduanya berarti pertanggungan atau
perlindungan. Secara sederhana asuransi berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu obyek dari ancaman bahaya yang menimbulkan
kerugian.
1
Pengertian asuransi juga dapat kita lihat pada pasal 246 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang KUHD. Disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian yang dengan perjanjian tersebut penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung untuk
1
Muhammad Amin Suma, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional Ciputat: Kholam Publishing, 2006 , h. 39.
15
memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya karena
suatu peristiwa yang tidak tertentu.
2
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992, pada pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan asuransi atau
pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri dengan tertanggung dengan menerima
premi asuransi untuk memberikan pergantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
3
Dari kedua pasal tersebut dapat dipahami bahwa dalam asuransi terdapat 5 unsur yang harus ada, yaitu:
4
a. Perjanjian yang mendasari terbentuknya perikatan antara dua pihak yang
sekaligus terjadinya hubungan keperdataan muamalah. b.
Premi berupa sejumlah uang yang sanggup dibayarkan oleh tertanggung kepada penaggung.
2
Yadi Janwari, Asuransi Syariah Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005, h. 1.
3
Ibid.
4
Ibid, h. 2.
16
c. Adanya ganti rugi dari penanggung kepada tertanggung jika terjadi klaim
atau masa perjanjian selesai. d.
Adanya suatu peristiwa yang tidak tertentu yang adanya suatu risiko yang memungkinkan datang atau tidak ada risiko.
e. Pihak-pihak yang membuat perjanjian, yakni penanggung dan
tertanggung. Dari kelima unsur diatas tersebut merupakan pokok penting pada
asuransi kerugian yang meliputi asuransi pengangkutan laut, asuransi pengangkutan udara, asuransi pengangkutan darat, asuransi kendaraan
bermotor, asuransi kebakaran dan lain sebagainya. Dalam pandangan ekonomi, asuransi merupakan metode untuk
mengurangi risiko dengan jalan memindahkan dan mengombinasikan ketidakpastian akan adanya kerugian keuangan financial. Dari sudut
pandang hukum,
asuransi merupakan
suatu kontrak
perjanjian pertanggungan risiko antara tertanggung dengan penanggung. Menurut
pandangan bisnis, asuransi adalah sebuah perusahaan yang usaha utamanya menerimamenjual jasa, pemindahan risiko dari pihak lain, dan memperoleh
keuntungan dengan berbagai risiko sharing of risk diantara sejumlah nasabahnya.
Dari sudut pandang sosial, asuransi didefinisikan sebagai organisasi sosial yang menerima pemindahan risiko dan mengumpulkan dana dari
anggota-anggotanya guna membayar kerugian yang mungkin terjadi pada
17
masing-masing anggota tersebut. Dalam pandangan matematika, asuransi merupakan aplikasi matematika dalam memperhitungkan biaya dan faedah
pertanggungan risiko. Hukum probabilitas dan teknik statistik dipergunakan untuk mencapai hasil yang dapat diramalkan.
5
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No.21DSN-MUIX2001, asuransi syariah
Ta’min, Takaful atau Tadhamun adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui
investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad perikatan yang sesuai dengan Syariah.
Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud diatas adalah yang tidak mengandung gharar penipuan, maysir perjudian, riba, zhulum
penganiayaan, risywah suap, barang haram dan maksiat. Akad dalam asuransi syariah adalah akad tabarru
’ dan tijarah. Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-
menolong, bukan semata untuk tujuan komersial. Akad tijarah adalah semua pihak bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial.
6
2. Dasar Hukum Asuransi Syariah
Hakikat asuransi secara Islami adalah saling bertanggung jawab, saling bekerja sama atau bantu membantu dan saling melindungi penderitaan satu
5
AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Jakarta: Prenada Media, 2004, h. 60.
6
Abul Ghoni Erny Aryanty, Akuntansi Asuransi Syariah: Antara Teori dan Praktik Jakarta: Insco Consulting, 2007, h. 1.
18
sama lain. Oleh karena itu berasuransi diperbolehkan secara syari ’at, karena
prinsip-prinsip dasar syari ’at mengajak kepada setiap sesuatu yang
meringankan bencana mereka sebagaim ana firman Allah Ta’ala dalam al-
Qur’an surat al-Maidah ayat 2 yang berbunyi:
5 2
Artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa- Nya.
7
Asuransi syariah juga mengarah kepada berdirinya sebuah masyarakat yang tegak di atas asas saling membantu dan saling menopang, karena setiap
muslim terhadap muslim yang lainnya sebagaimana sebuah bangunan yang saling menguatkan sebagian kepada sebagian yang lain. Dari segi hukum
positif, hingga saat ini asuransi syariah masih mendasarkan legalitasnya pada UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang sebenarnya kurang
mengakomodasi asuransi syariah di Indonesia karena tidak mengatur mengenai keberadaan asuransi berdasarkan prinsip syariah. Dengan kata lain
UU No. 2 Tahun 1992 tidak dapat dijadikan landasan hukum yang kuat bagi asuransi syariah.
8
7
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005, h. 141.
8
Ibid., h. 142
19
Adapun peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan asuransi syariah yaitu:
9
a. Keputusan
Menteri Keuangan
Republik Indonesia
Nomor 426KMK.062003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. b.
Keputusan Menteri
Keuangan Republik
Indonesia Nomor
424KMK.062003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
c. Keputusan Direktur Jendral Lembaga Keuangan Nomor Kep.
4499LK2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.
3. Prinsip-Prinsip Asuransi Syariah
Prinsip utama dalam asuransi syariah adalah ta’awanu ‘ala al birr wa
al-taqwa tolong-menolonglah kamu sekalain dalam kebaikan dan takwa dan al-
ta’min rasa aman. Prinsip ini menjadikan para anggota atau peserta asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan lainnya saling
menjamin dan menaggung risiko. Hal ini disebabkan transaksi yang dibuat dalam asuransi takaful adalah akad takafuli saling menanggung, bukan akad
tabaduli saling menukar yang selama ini digunakan oleh asuransi konvensional,
yaitu pertukaran
pembayaran premi
dengan uang
pertanggungan.
9
Ibid., h. 142-143