Karakter Industri di Indonesia

125

3.4.1 Karakter Industri di Indonesia

Dalam logika dasar kapitalisme, produksi sama dengan keuntungan. Artinya semakin banyak produksi dilakukan, maka akan semakin besar keuntungan yang mereka dapatkan, apalagi jika hal tersebut dilakukan dengan cara menekan serendah mungkin biaya produksi. Sehingga, kapitalisme tidak akan pernah menginginkan mesin-mesin mereka berhenti berproduksi, tidak mau buruh berhenti bekerja agar keuntungan yang mereka terima semakin besar. Proses pengerukan keuntungan dilakukan oleh kapitalisme monopoli dengan jalan; 1 Melakukan monopoli atas sumber daya alam di Indonesia, sehingga mereka memperoleh cadangan bahan baku yang melimpah bagi industrinya, 2 Memberikan upah murah kepada kaum buruh, agar menekan biaya produksi sekecil mungkin, 3 Membuka pasar seluas mungkin bagi barang produksi yang ada dinegerinya, seperti persenjataan dan barang bertekhnologi tinggi. Di Indonesia, dengan karakter negeri dunia ketiga, tentu memiliki karakter industri yang berbeda dengan negeri-negeri kapitalisme monopoli. Di negeri ini, sebagian besar industri adalah milik perusahaan-perusahaan dengan modal asing, dan hanya sebagian kecil saja yang dimiliki atau berasal dari modal borjuasi nasional. Industri di Indonesia juga memiliki karakter orientasi ekspor dan substitusi impor. Artinya, hasil produksi dari industri yang ada di Indonesia lebih banyak untuk memenuhi pasar dunia export oriented, dan disisi lain untuk memenuhi bahan bakunya sangat bergantung dari luar negeri substitusi import. Karakter khas lainnya adalah negeri Indonesia tidak memiliki industri dasar dalam skala nasional yang kuat. Tanpa industri dasar dalam skala nasional, Indonesia sangat kesulitan untuk membangun ekonominya. Dengan karakter industri orientasi ekspor maka akan melibatkan Indonesia di pasar internasional yang terus memaksa peningkatan kualitas agar sejajar dengan produk negara maju dan untuk mengimbangi produk negara maju negara dengan karakter substitusi impor akan mengimpor barang-barang berteknologi canggih seperti alat Universitas Sumatera Utara 126 transportasi, pembangkit listrik dll ditambah lagi impor barang konsumsi yang teknologinya belum dimiliki Indonesia. Dengan kenyataan yang demikian, maka sebagian besar keuntungan industri di Indonesia tidak akan pernah dimiliki atau menjadi milik rakyat Indonesia. Akumulasi keuntungan dari hasil produksi industri di Indonesia akan menjadi milik kapitalisme monopoli asing, yang mereka dapatkan dari proses pembelian bahan baku, pemakaian tenaga kerja, hingga penjualan barang hasil produksi. Dengan karakter industri yang demikian, tentu keberadaan industrinya akan sangat terbatas, akses untuk memperoleh lapangan pekerjaan juga terbatas, artinya tidak akan sanggup menyerap banyak tenaga kerja dan membuat jumlah pengangguran di Indonesia tinggi. Sedangkan kita memahami benar ketika jumlah pengangguran tinggi, maka nilai tawar buruh semakin rendah untuk dapat melakukan perjuangan upah. Labor Market Flexibility : Kebijakan Politik Upah Murah Krisis hebat yang melanda negeri-negeri barat pada periode 1998 membawa efek yang sangat signifikan terhadap seluruh negeri termasuk Indonesia. Atas krisis yang terjadi, negeri-negeri kapitalis monopoli berkeinginan untuk memindahkan beban krisisnya ke berbagai negeri. Di Indonesia, krisis ekonomi bergerak meningkat hingga menjadi krisis politik dan menjatuhkan rejim fasis Soeharto setelah berkuasa selama 32 tahun. Upaya penyelesaian krisis ekonomi yang terjadi dilakukan dengan meningkatkan penghisapan dan penindasan atas rakyat di negeri-negeri seperti Indonesia melalui berbagai kebijakan politik dan ekonomi, liberalisasi, privatisasi dan deregulasi. Kebijakan liberalisasi, privatisasi dan deregulasi ekonomi ini pada prinsipnya adalah upaya negeri-negeri kapitalis monopoli untuk menghapuskan hambatan-hambatan dalam hubungan ekonomi antar negara. Liberalisasi pasar dan perdagangan agar barang dari negeri-negeri maju dapat masuk ke pasar Indonesia, menuntut agar negara-negara berkembang seperti Indonesia melakukan Universitas Sumatera Utara 127 privatisasi, mencabut subsidi-subsidi untuk publik sehingga dananya bisa dialihkan untuk membayar hutang, serta merubah berbagai kebijakan yang dianggap tidak memberikan keuntungan. Disektor perburuhan, bentuk nyata dari kebijakan ini adalah dipromosikannya Labor Market Flexibility LMF atau Pasar Kerja Fleksibel. LMF sebagai sebuah kebijakan digunakan sepenuhnya untuk mempermudah proses mobilitas tenaga kerja didalam sebuah proses produksi. Tingginya angka pengangguran disebuah negara akan sangat menguntungkan bagi kaum pemodal, karena mereka akan dapat menekan perjuangan upah yang dilakukan oleh kaum buruh dengan mengatakan, jika buruh menuntut kenaikan upah maka dia akan di PHK dan sudah banyak yang antri untuk menggantikan tempatnya. LMF yang dalam bentuk kongkretnya adalah penerapan sistem kontrak jangka pendek, outsourcing dan union busting pemberangusan serikat buruh, menjadi alat yang efektif untuk menjaga upah buruh tetap berada dalam level rendah seperti yang mereka inginkan. Pemerintah Indonesia kemudian menjalankan kebijakan ini dengan sangat sempurna. Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 132003 menjadi bukti bahwa pasar kerja fleksibel di Indonesia telah dilegalisasi. Melalui UUK 132003, pengusaha diberikan kemudahan untuk menggunakan buruh kontrak, memperbolehkan dengan terang-terangan sistem outsourcing, dan tidak memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku union busting. Bahkan dalam perkembangan saat ini, pengusaha masih mendesak pemerintah agar UUK 132003 direvisi supaya jauh lebih fleksibel dan bisa mengakomodir kepentingan mereka dalam mengakses cadangan tenaga yang tersedia dengan lebih mudah. Akibatnya, dibeberapa perusahaan banyak buruh tetap yang ditawari untuk mengundurkan diri dan diganti dengan buruh kontrak.

3.4.2 Serikat Buruh Di Indonesia