. S-2 VF Hasil Penelitian

89 menunjukkan gejala rendahnya penerimaan diri. Hal ini apabila terus menerus dibiarkan akan berakibat buruk bagi konseli. Keinginan konseli dalam konseling ini adalah konseli ingin dianggap pintar atau bisa oleh temannya apabila mengerjakan tugas- tugas, Dia tidak ingin terihat seperti orang bodoh sehingga dia gengsi mau bertanya jadi dia tidak mau bertanya apabila tidak tahu. Keinginan konseli tidak realistik. Konseli menuturkan selama ini sikap dia malas belajar saat di rumah lebih sering di luar rumah main bersama pacar atau teman. Saat di kelas kurang aktif, lebih banyak diam, saat ada tugas atau soal yang tidak mengerti dia enggan bertanya kepada teman atau guru, lebih memilih diam dari pada bertanya. Ada perasaan malu dan takut dianggap tidak bisa oleh orang lain, Padalah apabila dia tidak bertanya pasti dia tidak akan tau dan mengerti tugasnya. Konseli mengevaluasi apakah keinginannya realistik atau tidak. Konseli menyadari bahwa keinginannya tidak realistik. Konseli menyadari bahwa tindakannya yang malas belajar, tidak mau bertanya saat tidak tahu, saat di di kelas kurang aktif, tidak mau meminta bantuan orang lain tidak akan membantu dia menyelesaikan masalah, yang ada hanya membuat nilai-nilai nya jelek. Dia mengakui bahwa manusia adalah mahluk sosial yang membutuhkan bantuan orang lain. Konseli membuat rencana yaitu konseli akan mulai mencoba ngomong baik-baik dengan teman-temannya bahwa jangan menggucilkannya hanya karena dia memiliki pacar, dia akan mengurangi sifat malas 90 belajar, lebih aktif di kelas, mencoba mulai bertanya saat tidak mengerti saat pelajaran baik dengan guru dan teman serta mengurangi pacaran. Setelah melakukan rencana tersebut, akhirnya konseli menjadi lebih mengerti dengan tugas-tugasnya, dia dapat meningkatkan nilainya karena apabila ada soal yang tidak dimengerti dia tidak malu dan tidak gengsi lagi untuk bertanya kepada orang lain. Rasa gengsinya sedikit demi sedikit mulai hilang, dan itu dia rasakan seiring berjalannya waktu, Konseli merasa puas dengan hasil konseli. Konseli berkomitmen untuk terus melaksanakan rencana dan tindakan yang telah dibuatnya dan terlihat perubahan perilaku pada konseli yang berangsur-angsur mengarah ke perumahan sikap, penerimaan diri yang lebih baik. Dipertemuan akhir konseli mengisi post-test dan hasilnya menunjukkan bahwa ada peningkatan yang awalnya pada skor 57 dan setelah dilakukan tindakan skornya naik menjadi 74. Dapat disimpulan bahwa terjadi perubahan positif terhadap konseli baik dari perilaku dan dari nilai post-test. 3.3. S-3 SA Biodata Subyek 1. Nama lengkap : S-3 atau SA 2. Usia : 15 Tahun 3. Jenis Kelamin : Laki-laki 91 4. Agama : Islam 5. Tanggal Pertemuan : 22 ags, 30 ags, 1 sep, 8 sep, 9 sep, 13 sep, 15 sep Deskripsi masalah : SA adalah siswa kelas IX F di SMP Negeri 1 Tempel. SA memiliki penerimaan diri yang sedang berdasarkan skala penerimaan diri dengan skor 53. Pada kehidupan sehari-hari gejala-gejala atau keluhannya yang dia rasakan, SA adalah anak yang sangat pendiam, pemalu dan tidak percaya diri. Saat dirumah SA tidak merasa nyaman, dia lebih merasa nyaman saat berada di sekolah. Karena saat dirumah dia merasa dikekang oleh orang tuanya, dan orang tuanya sangat posesif terhadap SA. Tidak pernah main dan tidak boleh main ke luar bersama teman. Prestasi SA terolong rata-rata saat di kelas. Di kelas SA tergolong anak yang introvert, setelah di ajak mengobrol ternyata memang SA sedikit berbicara dan terkesan malu-malu saat menjawab pertanyaan. Saat dirumah SA hubungannya tidak terlalu dekat dengan orang tua, dia introvert dengan orang tuanya. SA merasa berbeda dengan teman-temannya di bidang pelajaran dan penampilannya yang kurang PD apabila di depan orang banyak. Hal ini apabila terus menerus dibiarkan akan berakibat buruk bagi konseli, yaitu konseli merasa kurang dalam pelajaran, dan penampilannya, orang tua yang introvert sehingga kurang nyaman di rumah, sangat pendiam, tidak PD dan sangat pemalu. Masalah-masalah tersebut akan berdampak pada 92 prestasinya akan menurun apalagi sekarang sudah kelas IX dan harus persiapan untuk UN. Keinginan konseli dalam konseling ini adalah konseli ingin bebas tanpa di atur-atur oleh orang tuanya yang over protektif. Dia ingin orang tuanya tidak melarang dia untuk main keluar rumah dan melakukan apa saja yang dia inginkan bersama teman-teman. Dia menginginkan orang tua menuruti setiap keinginannya main bersama teman.Keinginan konseli tidak realistik. Konseli menuturkan selama ini sikap dia denan orang tua tidak terbuka dan pendiam, konseli tidak nyaman karena selalu dikekang oleh orang tua. Di sekolah tidak PD dan merasa kurang dengan penampilannya dibandingkan temannya. Konseli mengevaluasi apakah keinginannya realistik atau tidak. Konseli menyadari bahwa keinginannya tidak realistik. Konseli menyadari bahwa keinginannya untuk bebas dari aturan orang tua tidaklah mungkin dilakukan dan keinginannya yang terlalu berlebihan untuk tidak melarang dia bermain bersama teman tidaklah tepat. sikapnya yang pemalu, tidak PD, minder dengan kenampilan diri sendiri dan prestasinya tidak akan membawa dampak positif terhadap dirinya melainkan akan berdampak negatif, karena dengan dia introvert, menutup diri dia akan sulit berkembang, tuturnya.Konseli merencanakan tindakan yaitu akan mulai mencoba untuk tidak minder terhadap dirinya tentang penampilan dan prestasinya dengan cara mepersiapkan apa yang akan disampaikan saat mau presentasi ke 93 depan kelas, berdoa dan menjaga penampilannya agar tampil baik di depan teman-temannya. Dia akan berusaha untuk lebih terbuka lagi terhadap orang lain. Setelah melakukan rencana tersebut, akhirnya konseli menjadi lebih mengerti dan menuruti permintaan orang tua untuk tidak main keluar rumah bersama teman. Konseli menyadari bahwa larangan orang tua tidak bermaksud jahat tetapi bermaksud baik untuk dirinya agar dia tidak banyak main dan focus belajar dirumah. Konseli berkomitmen untuk terus melaksanakan rencana dan tindakan yang telah dibuatnya dan terlihat perubahan perilaku pada konseli yang berangsur-angsur mengarah ke perumahan sikap, penerimaan diri yang lebih baik. Di pertemuan akhir konseli mengisi post-test dan hasilnya menunjukkan bahwa ada peningkatan yang awalnya pada skor 53 dan setelah dilakukan tindakan skornya naik menjadi 74. Dapat disimpulan bahwa terjadi perubahan positif terhadap konseli baik dari perilaku dan dari nilai post-test. 3.4. S-4 REA Biodata Subyek 1. Nama lengkap : S-4 atau REA 2. Umur : 14 Tahun 3. Jenis Kelamin : Laki-laki 94 4. Agama : Islam 5. Tanggal Pertemuan : 23 ags, 30 ags, 2 sep, 5 sep, 6 sep, 12 sep, 15 sep Deskripsi masalah: REA merupakan siswa kelas IX A di SMP Negeri 1 Tempel. REA memiliki penerimaan diri yang sedang berdasarkan skala penerimaan diri dengan skor 61. Pada kehidupan sehari-hari gejala-gejala atau keluhannya yang dia rasakan, REA merasa bahwa dirinya berbeda dari orang lain, di kelas dia lebih sering sendiri ketimbang dengan teman- temannya. Menurut REA dia tidak memiliki banyak teman, mungkin hanya ada tiga di sekolah. Setelah ditanya lebih lanjut ternyata memang REA memiliki kemampuan yang lebih dari teman-temannya. IQ nya di atas rata-rata pada umumnya, dia memiliki skor IQ 145, dan ternyata orang tuanya juga memiliki IQ yang tinggi. Di kelas REA merasa tidak nyambung apabila berbicara dengan teman sekelasnya, menurut dia juga mungkin dia terlalu cepat dewasa ketimbang dengan teman-temannya. Karena kemampuannya yang lebih itu dia lebih suka menyendiri, cuek dengan lingkungan dan akibatnya dijauhi teman- teman sekelasnya. Selain itu REA juga memiliki indra ke enamnya yang membuatnya lebih dijauhi lagi oleh teman-temannya. Keinginan konseli adalah konseli ingin dianggap keberadaannya oleh teman sekelas. Dia ingin temannya tidak mengucilkannya karena dia berbeda dengan yang lain. Dia ingin teman-temanya mengakui 95 kalau memang dia memiliki kekuatan lebih dari yang lain. Keinginan konseli tidak realistik. Perilaku konseli yang selama ini dilakukan dia merasa berbeda dengan teman-temannya karena IQ yang di atas rata-rata, dia mempunyai kelebihan indra ke6, teman-temnnya banyak yang takut kalau berteman dengan dia. Dia lebih senang diam di kursi, jarang mengajak ngobrol teman karena bahasan obrolannya tidak nyambung. Jadi dia lebih sering sendiri saat di kelas maupun saat jam istirahat. Konseli mengevaluasi apakah keinginannya realistik atau tidak. Konseli menyadari bahwa keinginannya tidak realistik. Konseli menyadari bahwa sikapnya yang tidak bisa menerima keadaan bahwa dia memiliki kekuatan lebih dibandingkan temannya adalah kurang tepat. Harusnya dia mensyukuri suatu anugerah tersebut dan bukan malah menyombongkan diri.Kemudian konseli membuat rencana tindakan yaitu konseli akan mulai mencoba untuk bergaul dengan teman-temannya, mulai menyapa duluan teman-teman, menghilangkan rasa rendah diri menganggap dirinya berbeda. Setelah melakukan rencana tersebut, akhirnya konseli menjadi menghargai setiap apa yang ada pada dirinya dan mulai dapat perbaur dengan teman-teman di kelas. Konseli merasa puas dengan hasil konseling. Konseli berkomitmen untuk terus melaksanakan rencana dan tindakan yang telah dibuatnya dan terlihat perubahan perilaku pada 96 konseli yang berangsur-angsur mengarah ke perumahan sikap, penerimaan diri yang lebih baik. Dipertemuan akhir konseli mengisi post-test dan hasilnya menunjukkan bahwa ada peningkatan yang awalnya pada skor 61 dan setelah dilakukan tindakan skornya naik menjadi 72. Dapat disimpulan bahwa terjadi perubahan positif terhadap konseli baik dari perilaku dan dari nilai post-test. 3.5. S-5 RDM Biodata Subyek 1. Nama lengkap : S-5 atau RDM 2. Umur : 14 Tahun 3. Jenis Kelamin : Laki-laki 4. Agama : Islam 5. Tanggal Pertemuan : 23 ags, 30 ags, 2 sep, 3 sep, 6 sep, 14 sep, 15 sep Deskripsi masalah : RDM adalah siswa kelas IX C di SMP Negeri 1 Tempel. RDM memiliki penerimaan diri yang sedang berdasarkan skala penerimaan diri dengan skor 56. Dari hasil skor pre test RDM berada pada kreteria sedang yaitu dengan skor 56 yang menunjukkan bahwa memang terdapat masalah penerimaan diri dilihat dari segi kuntitatifnya. Pada kehidupan sehari-hari gejala- gejala atau keluhannya yang dia rasakan, Tempel. RDM orang 97 yang tidak PD saat tampil ke depan. Dia merasa malu dan tidak bisa mengerjakan tugas di papan tulis karena dia tidak mengerti. Saat kerja kelompok dia tidak aktif dalam diskusi kelompok, dan saat presentasi dia kurang menguasai materi yang akan disampaikan. Menurut guru kelas RDM memang memiliki prestasi rendah di bawah rata-rata kelas. Saat di kelas dia lebih sering mengobrol dengan teman sebangku ketimbang mendengarkan pelajaran. Saat di rumah dia malas belajar. Dia juga termasuk orang yang usil di kelas. Banyak temannya tidak suka dengan RDM. Keinginan konseli adalah konseli ingin orang lain respek terhadap dia dan tidak mengolok-olok dia saat dia maju ke depan dan menjawab salah. Di ingin sekelompok dengan orang yang pintar agar nilai kelompoknya bagus. Keinginan konseli tidak realistis. Perilaku konseli selama ini dia merasa sangat malu saat maju ke depan, merasa gugup saat ditanya oleh guru, tidak aktif dalam kerja kelompok, saat di rumah dia malas belajar. Saat di kelas sering usil ada beberapa teman yang tidak suka dengan dia. Konseli mengevaluasi apakah keinginannya realistik atau tidak. Konseli menyadari bahwa keinginannya tidak realistik. Konseli menyadari bahwa sikapnya yang tidak percaya diri, pemalu dan tidak aktif dalam kerja kelompok akan merugikan dia sendiri. Konseli menyadari apabila dia tetap seperti ini maka proses 98 belajarnya akan terhambat dan mempengaruhi nilai akademiknya.Kemudian konseli membuat rencana tindakan yaitu konseli akan mulai mencoba untuk lebih percaya diri, dan mengurangi rasa gugup saat presentasi ke depan dengan cara berdoa dan mempersiapkan materi dengan matang. Konseli akan lebih aktif lagi saat kerja kelompok dan mulai akan belajar lebih serius dan giat lagi. Setelah melakukan rencana tersebut, akhirnya konseli menjadi berkurang malunya saat tampil di depan, konseli lebih aktif di kelompok, dan belajar lebih giat. Konseli merasa puas dengan hasil konseli. Konseli berkomitmen untuk terus melaksanakan rencana dan tindakan yang telah dibuatnya dan terlihat perubahan perilaku pada konseli yang berangsur-angsur mengarah ke perubahan sikap, penerimaan diri yang lebih baik. Dipertemuan akhir konseli mengisi post-test dan hasilnya menunjukkan bahwa ada peningkatan yang awalnya pada skor 49 dan setelah dilakukan tindakan skornya naik menjadi 69. Dapat disimpulan bahwa terjadi perubahan positif terhadap konseli baik dari perilaku dan dari nilai post-test. 3.6. S-6 HFA Biodata Subyek 1. Nama lengkap : S-6 atau HFA 2. Umur : 14 Tahun 99 3. Jenis Kelamin : Laki-laki 4. Agama : Islam 5.Tanggal Pertemuan : 23 ags, 30 ags, 7 sep, 12 sep, 15 sep Deskripsi masalah : HFA adalah siswa kelas IX B di SMP Negeri 1 Tempel. HFA memiliki penerimaan diri yang sedang berdasarkan skala penerimaan diri dengan skor 56. Pada kehidupan sehari-hari gejala- gejala atau keluhannya yang dia rasakan, HFA belum lama ini ayahnya meninggal dunia, tepatnya 6 bulan yang lalu. HFA sangat sedih dan masih belum bisa menerima bahwa ayahnya sudah meninggal, akibatnya dia merasa minder dengan teman-temannya yang lain dikarenakan dia menjadi anak yatim, ditambah lagi nilai prestasinya yang semakin menurun, selain prestasinya menurun dampak lainnya adalah dia juga ikut tawuran antar sekolah. Dulu HFA adalah anggota OSIS tetapi sekarang dia sudah malas dan tidak aktif lagi di OSIS. Hal ini apabila terus menerus dibiarkan akan berakibat buruk bagi konseli, yaitu konseli merasa minder terus karena dia adalah anak yatim dan nilai prestasinya akan menurun apalagi sekarang sudah kelas IX dan harus persiapan untuk UN. Keinginan konseli adalah konseli ingin kehadiran ayahnya di tengah keluarga lagi, konseli ingin merasakan kasihsayang ayahnya lagi. Keinginan konseli tidak realistik. Perilaku yang tampak pada konseli yaitu dia merasa minder karena menjadi anak yatim dan 100 perestasinya menurun dia juga menjadi nakal, ikut tawuran antar sekolah dan sering bermasalah di luar. Konseli menyadari bahwa tindakannya yang minder dan suka tawuran antar sekolah menjadikan nilai prestasinya menurun. Prilaku agresif tersebut terjadi karena bentuk penolakan atas meninggalnya ayahanda. Konseli mengevaluasi apakah keinginannya realistik atau tidak. Konseli menyadari bahwa keinginannya tidak realistik. Konseli menyadari bahwa sikapnya terlalu berlebihan dalam menyikapi kepergian ayahanda. Konseli membuat rencana yang akan dilakukan konseli. Konseli akan mulai menerima bahwa semua yang hidup akan meninggal dan kembali ke pada NYA dan yang hidup harus tetap menjalani hidupnya dengan normal. Dia juga berjanji tidak akan tawuran lagi karena hanya memberikan dampak yang negatif terhadap dirinya. Serta akan lebih giat lagi belajar untuk mengejar ketertinggalannya pada pelajaran. Setelah melakukan rencana tersebut, akhirnya konseli menjadi lebih menerima dan menyadari kalau ayahnya tidak dapat hadir dalam keluarga, dan seiring berjalannya waktu konseli mulai bisa melupakannya dan mengiklaskan semua yang sudah terjadi. Konseli merasa puas dengan hasil konseli. Konseli berkomitmen untuk terus melaksanakan rencana dan tindakan yang telah dibuatnya dan terlihat perubahan perilaku pada konseli yang berangsur-angsur mengarah ke perumahan sikap, penerimaan diri yang lebih baik. 101 Dipertemuan akhir konseli mengisi post-test dan hasilnya menunjukkan bahwa ada peningkatan yang awalnya pada skor 59 dan setelah dilakukan tindakan skornya naik menjadi 77. Dapat disimpulan bahwa terjadi perubahan positif terhadap konseli baik dari perilaku dan dari nilai post-test. 3.7. S-7 GAM Biodata Subyek 1. Nama lengkap : S-7 atau GAM 2. Umur : 14 Tahun 3. Jenis Kelamin : Laki-laki 4. Agama : Islam 5. Tanggal Pertemuan : 24 ags, 30 ags, 31 ags, 3 sep, 7 sep, 13 sep, 15 sep Deskripsi masalah : GAM adalah siswa kelas IX C di SMP Negeri 1 Tempel. GAM memiliki penerimaan diri yang sedang berdasarkan skala penerimaan diri dengan skor 56. Pada kehidupan sehari-hari gejala-gejala atau keluhannya yang dia rasakan, GAM ingin dibelikan motor baru, akan tetapi orang tuanya tidak mempunyai uang. Orang tua mengatakan belum punya uang untuk membelikannya motor dan lagian GAM sendiri sudah mempunyai motor. GAM ingin motor yang lebih bagus agar terlihat keren di depan teman-temannya. Karena keinginannya tidak di turuti oleh orang tuanya, GAM lebih sering di luar rumah, di 102 sekolah malas belajar dan baru-baru ini dia mulai merokok. Nilai akademiknya masih di bawah rata-rata kelas. Akibat pulang terlalu malam, GAM pernah di kunci dari rumah dan di suruh tidur di luar. Tetapi sikap GAM masih belum berubah. Keinginan konseli adalah konseli ingin motor baru sementara dia masih punya motor nya yang sekarang, dia ingin terlihat keren dimata temannya. Keinginannya tidak realistik. Sikap konseli selama ini yaitu menjadi susah diatur, malas belajar, sering main ke luar, dan akhir- akhir ini dia mulai merokok. Konseli mengevaluasi keinginannya. Konseli menyadari bahwa keinginannya tidak realistik. Konseli menyadari bahwa sikapnya yang menuntut orang tua tidaklah seharusnya dia lakukan. Konseli sadar bahwa setiap keinginan nya tidak semuanya harus dituruti oleh orang tua, dan orang tua juga tidak punya uang untuk membelikannya. Konseli akan mencoba mengerti itu. Konseli membuat rencanayaitu konseli berjanji akan merubah sikapnya yang jelek, seperti pulang malam, main tidak kenal waktu, dan berhenti merokok. Setelah melakukan rencana tersebut, akhirnya konseli menjadi lebih mengerti keadaan orang tua, tidak menuntuk untuk dibelikan motor lagi, konseli mentorerir karena orang tua belum mau membelikan karena yang lama masih bisa dipakai. Konseli dapat memakai motor yang lama untuk sementara waktu sampai orang tua punya uang. 103 Dipertemuan akhir konseli mengisi post-test dan hasilnya menunjukkan bahwa ada peningkatan yang awalnya pada skor 56 dan setelah dilakukan tindakan skornya naik menjadi 66. Dapat disimpulan bahwa terjadi perubahan positif terhadap konseli baik dari perilaku dan dari nilai post-test. 3.8. S-8 DES Biodata Subyek 1. Nama lengkap : S-8 atau DES 2. Umur : 14 Tahun 3. Jenis Kelamin : Laki-laki 4. Agama : Islam 5. Tanggal Pertemuan : 24 ags, 30 ags, 2 sep, 9 sep, 10 sep, 14 sep, 15 sep Deskripsi masalah : DES adalah siswa kelas IX C di SMP Negeri 1 Tempel. DES memiliki penerimaan diri yang sedang berdasarkan skala penerimaan diri dengan skor 51. Pada kehidupan sehari-hari gejala-gejala atau keluhannya yang dia rasakan, DES tegolong anak yang nakal saat di kelas. Dia sering mengganggu teman-temannya, dan teman sekelasnya sangat terganggu dengan perilaku DES. Nilainya pun masih di bawah rata-rata kelas. DES pernah mengikuti tawuran karena di ajak oleh temannya. Saat kenaikan kelas IX, DES dinyatakan naik bersyarat, jadi 104 apabila DES melakukan kesalahan atau kenakalan lagi maka akan di DO dari sekolah. Saat di kelas dia tidak konsentrasi belajar, dan sangat malas apabila mengerjakan tugas atau PR. Apabila konseli tidak di tangani dengan cepat maka akan mengganggu nilai dan prestasinya apalagi sudah kelas IX dan sudah harus serius dalam mempersiapkan UN. Keinginan konseli adalah konseli ingin sekolah dengan tenang tanpa ada ancaman dari sekolah akan di DO. Ikut tawuran bagi konsei hanya untuk gaya-gayaan saja dengan sekolah lain. Keinginan konseli tidak realistik. Konseli menuturkan bahwa dia sering terpancing emosi saat berada di jalan saat bertemu dengan sekolah lain, tawuran dengan sekolah lain karena saling olok-olok, mengejek dan lain-lain. Saat tawuran dimana saja, pernah menyerang sekolah lain, pernah tawuran dijalan, dan akibatnya dia sempat di tahan di kantor polisi. Konseli mengevaluasi keingiannya. Konseli menyadari bahwa keinginannya tidak relistik. konseli menyadari bahwa perilakunya salah dan melanggar nilai dan norma. Hal tersebut hanya akan membawa dampak yang negatif terhadap dirinya sendiri, mencemarkan nama baik orang tua dan sekolah. Mendapat teguran dari sekolah dan peringatan akan di keluarkan jika masih membandel. Nilai prestasi semakin turun karena sering tawuran. Konseli membuat rencana tindakan konseli akan berubah, berjanji tidak akan tawuran 105 lagi, tidak akan bermasalah dengan sekolah lain, dan mulai serius dalam belajar. Setelah melakukan rencana tersebut, akhirnya konseli menjadi lebih tenang dan dapat diatur. Konseli sudah tidak pernah lagi ikut tawuran. Dipertemuan akhir konseli mengisi post-test dan hasilnya menunjukkan bahwa ada peningkatan yang awalnya pada skor 51 dan setelah dilakukan tindakan skornya naik menjadi 65. Dapat disimpulan bahwa terjadi perubahan positif terhadap konseli baik dari perilaku dan dari nilai post-test. 3.9. S-9 ATF Biodata Subyek 1. Nama lengkap : S-9 atau ATF 2. Umur : 14 Tahun 3. Jenis Kelamin : Laki-laki 4. Agama : Islam 5. Tanggal Pertemuan : 25 ags, 30 ags, 31 ags, 5 sep, 8 sep, 14 sep, 15 sep. Deskripsi masalah : ATF adalah siswa kelas IX B di SMP Negeri 1 Tempel. ATF memiliki penerimaan diri yang sedang berdasarkan skala penerimaan diri dengan skor 65. Pada kehidupan sehari-hari gejala-gejala atau keluhannya yang dia rasakan, ATF pernah tidak naik kelas pada kelas 106 4 SD. Kakak pertama laki-laki sekarang sedang di bui, ATF merasa malu terhadap teman-temannya, merasa keberatan dan tidak bisa terima karena kakak nya masuk bui. Prestasi ATF cenderung rendah, menurut tuturan dari guru BK, ATF naik kelas dengan bantuan. Dirumah ATF merasa kurang disayangi oleh orang tua, Orang tua Lebih sayang dengan mbanya, apabila si mbak salah, tidak pernah dimarah, dan malah dia yang dimarahin. Akibatnya dia ikut tawuran untuk meluapkan emosinya. Hal ini apabila terus menerus dibiarkan akan berakibat buruk bagi konseli, yaitu konseli merasa malu dan minder terus karena kakak laki-lakinya masuk bui dan nilai prestasinya rendah apalagi sekarang sudah kelas IX dan harus persiapan untuk UN. Keinginan konseli adalah konseli ingin kakaknya tidak di penjara karena kesalahannya. Kenseli ingin teman-teman tidak mengolok-olok dia dan kakanya karena nakal dan masuk penjara. Dia ingin kakaknya bebas dari penjara agar temannya tidak mengejeknya lagi. Keinginan konseli tidak realistik. Konseli menuturkan bahwa sikapnya menjadi pendiam dan dikucilkan oleh teman-temannya karena kakaknya di bui. Konseli mengevaluasi keinginannya. Konseli menyadari bahwa keinginanya tidak realistik. Konseli menyadari apabila dia tidak bisa menerima keadaan ini maka dia sendiri yang akan susah karena terus kepikiran sehingga menjadi beban bagi dirinya dan pasrah diam saja saat diolok-olok bukan sikap yang tepat.Konseli membuat rencana ke 107 depan yaitu akan mencoba menerima kenyataan bahwa kakaknya sedang di bui, dan menegur dan memberi tauhu teman-teman agar tidak mengejek-ejek dia lagi atau kakaknya lagi. Dia berjanji akan menjadi orang yang bisa menerima kenyataan walau kenyataan itu pahit. Setelah melakukan rencana tersebut, akhirnya konseli menjadi tidak berpikiran seperti dulu lagi, konseli tau kakaknya salah dan memang hukuman kakaknya belum selesai jadi tidak bisa dipaksakan untuk keluar dan berkumpul keluarga untuk sementara ini. Konseli dapat menerimanya. Dipertemuan akhir konseli mengisi post-test dan hasilnya menunjukkan bahwa ada peningkatan yang awalnya pada skor 65 dan setelah dilakukan tindakan skornya naik menjadi 75. Dapat disimpulan bahwa terjadi perubahan positif terhadap konseli baik dari perilaku dan dari nilai post-test. 3.10. S-10 DDRU Biodata Subyek 1. Nama lengkap : S-10 atau DDRU 2. Umur : 14 Tahun 3. Jenis Kelamin : Perempuan 4. Agama : Islam 5. Tanggal Pertemuan : 25 ags, 30 ags, 3 sep, 6 sep, 9 sep, 13 sep, 15 sep. 108 Deskripsi masalah : DDRU adalah siswa kelas IX D di SMP Negeri 1 Tempel. DDRU memiliki penerimaan diri yang sedang berdasarkan skala penerimaan diri dengan skor 46. Pada kehidupan sehari-hari gejala-gejala atau keluhannya yang dia rasakan,DDRU dikucilkan saat di kelas. Dia sering menyendiri dan tidak berteman dengan siapapun.saat di kelas dia lebih banyak duduk diam dari pada berbicara, apalagi ngobrol dengan teman-teman tidak pernah dia lakukan. Sosok DDRU ini sangat pendiam, pemalu, tidak PD, tidak memiliki teman di kelas, sering menyendiri, tidak pernah main dengan teman sekelas, bahkan saat instirahat ke kantin dia sendiri. Teman-teman menjauhi dia, tidak ada yang mau berteman dengan dia. Saat proses konseling memang terlihat bahwa DDRU sangat introvert, sedikit berbicara dan selalu menunduk tidak pernah berani memandang mata lawan bicaranya. Walaupun demikian dia memiliki prestasi akademik yang bagus, dia termasuk anak yang pintar di kelas. Saat dirumah dia juga tidak pernah main keluar rumah dan tidak mempunyai teman main di lingkungan rumah. Ternyata setelah ditanya lebih lanjut DDRU sudah seperti itu dari sejak dia masuk di SMP. Apabila tidak ditangani akan berdampak buruk bagi konseli, yang akan mengganggu perkembanganya baik itu pribadi dan hubungan sosialnya kelak. Perilaku konseli yang selama ini dilakukan berhubungan dengan masalah rendahnya penerimaan diri yang dialaminya. 109 Konseli menuturkan selama ini minder dengan diri sendiri, kenapa dia berbeda dengan teman yang lainnya, karena dia sangat pemalu, tidak PD dan susah bergaul dengan teman-temannya. Saat di kelas dia tidak banyak berbicara, hanya duduk di kursi dan diam. Konseli menyadari bahwa perilaku tersebut jika dilakukan terus-menerus akan merugikan diri konseli sendiri, dia tidak mempunyai teman dan sangat kesepian yang akan berdampak pada hubungan dia dengan sosial atau orang lain. Namun, konseli kesulitan untuk merubah perilakunya tersebut. Konseli akan mencoba terlebih dahulu menyapa teman bila bertemu. Konseli akan mencoba bergabung dan mengajak mengobrol teman-temannya ketika jam istirahat dan akan mencoba memberanikan diri bertanya kepada guru. Konseli juga akan meminimalisir rasa grogi ketika di dalam kelas dengan melawan rasa malu yang selalu menyertai setiap mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran, karena konseli menginginkan untuk berubah, bisa menjadi seseorang yang memiliki penerimaan diri tinggi. Setelah melakukan rencana tersebut, akhirnya konseli menjadi mulai berani berbicara didepan umum, mulai berbaur dengan teman dan mengajak ngobrol teman. Dipertemuan akhir konseli mengisi post- testdan hasilnya menunjukkan bahwa ada peningkatan yang awalnya pada skor 46 dan setelah dilakukan tindakan skornya naik menjadi 72. Dapat disimpulan bahwa terjadi perubahan positif terhadap konseli baik dari perilaku dan dari nilai post-test. 110 4. Perbedaan Penerimaan Diri Berdasarkan analisis Deskriptif Tabel 9. Perbandingan Hasil Pretest dan Post-test Secara Keseluruhan Kode Responden Pretest Post-test Beda Skor Kategori Skor Kategori S-1 49 Rendah 69 Sedang 20 S-2 57 Sedang 74 Sedang 17 S-3 53 Sedang 74 Sedang 21 S-4 61 Sedang 72 Sedang 11 S-5 56 Sedang 70 Sedang 14 S-6 59 Sedang 77 Tinggi 18 S-7 56 Sedang 66 Sedang 10 S-8 51 Sedang 65 Sedang 14 S-9 65 Sedang 75 Tinggi 10 S-10 46 Rendah 72 Sedang 26 Rata-rata 55,3 Sedang 71,4 Sedang 16,1 Dari hasil pengukuran yang dilakukan saat pretest dan post-test diperoleh hasil bahwa penerimaan diri siswa kelas IX di SMP Negeri 1 Tempel dapat ditingkatkan melalui layanan konseling individual pendektan relitas. Peningkatan penerimaan diri siswa kelas IX dapat dilihat pada analisis deskriptif pada tabel di atas ini. 111 Berdasarkan tabel 4.5, tampak bahwa penerimaan diri siswa kelas IX setelah mengikuti layanan konseling individual pendekatan realitas mengalami peningkatan. Peningkatan persentase 16,1 poin. Sebanyak 2 siswa berada pada kriteria tinggi, dan sebanyak 8 siswa berada pada kriteria sedang. 1. Hasil Skor Rata-rata Pretest dan Posttest Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa skor rata-rata pretest adalah 55,3 sedangkan untuk posttest adalah 71,4. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan adanya peningkatan skor rata-rata penerimaan diri siswa kelas IX SMP N 1 Tempel sebesar 16,1 setelah diberikannya treatment konseling realitas. Berikut merupakan tabel hasil skor rata-rata pretest dan posttest yang tersaji dalam tabel 4.5. Tabel 10. Data Hasil Skor Rata-Rata Pretest dan Posttest Statistics Pretest Posttest N Valid 10 10 Missing Mean 55.3000 71.4000 Std. Deviation 5.71645 3.89301 a. Uji Wilcoxon Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji hipotesis non parametrik yaitu dengan menggunakan uji Wilcoxon dengan bantuan program komputer SPSS Statistic ver 20. Ketentuan yang berlaku dalam uji Wilcoxon adalah jika sig α α = 0,05 maka Ho ditolak, jika sig α α = 0,05 maka Ho 112 diterima. Dalam penelitian ini jumlah subyeknya adalah 10 siswa kelas IX kurang dari 25 maka distribusi data tidak normal sehingga tidak menggunakan rumus z tetapi menggunakan uji Wilcoxon. Berikut gambar hasil uji Wilcoxon tersaji di gambar 4.6 di bawah ini. Dari gambar hasil uji Wilcoxon di atas dapat diketahui bahwa taraf signifikasi p = 0,005 0,05 hal ini menujukkan Ho ditolak yang artinya ada perbedaan antara pretest dan posttest kelompok eksperimen. Maka dapat dikatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari treatment yang diberikan pada kelompok eksperimen. Tabel 11. Hasil Uji Wilcoxon Ranks N Mean Rank Sum of Ranks postest – pretest Negative Ranks a .00 .00 Positive Ranks 10 b 5.50 55.00 Ties c Total 10 a.postest pretest b. postest pretest c.postest = pretest Test Statistics a postest – pretest Z -2.807 b Asymp. Sig. 2-tailed .005 a. Wilcoxon Signed Ranks Test 113 b. Based on negative ranks.

B. Pembahasan

Penerimaan diri memiliki peranan yang penting dalam interaksi sosial karena penerimaan diri dapat membantu seseorang dalam bersosialisasi dengan orang lain. Tanpa penerimaan diri, individu cenderung akan sulit bisa menerima orang lain sehingga akan berpengaruh pada perkembangan aktualisasi dirinya. Dengan penerimaan diri yang baik, individu menjadi lebih menyadari siapa dirinya, apa yang menjadi kekurangannya, apa yang menjadi kelebihannya yang ini bisa digunakan untuk menghadapi masalah apa yang sedang dihadapinya, dan tuntutan dalam menjalankan perannya di masyarakat. Penerimaan diri adalah suatu sikap dimana individu memiliki penghargaan yang tinggi terhadap segala kelebihan dan kekurangan dirinya sendiri tanpa menyalahkan orang lain dan mempunyai keinginan untuk mengembangkan diri secara terus menerus. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keefektifan konseling realitas dalam mengubah penerimaan diri siswa kelas IX SMP Negeri 1 Tempel setelah diberikan treatment. Berdasarkan latar belakang masalah, peneliti menentukan layanan konseling realitas sebagai treatment untuk mengubah penerimaan diri rendah pada siswa kelas IX. Layanan konseling yang diharapkan dapat membantu individu agar mampu menentukan arah hidup yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan yang paling penting adalah mampu menyesuaikan diri 114 secara positif. Glasser dalam Corey, 2007: 269 menyebutkan bahwa “mengajarkan tanggungjawab merupakan inti dalam konseling realitas.” Hal ini dimaksudkan agar konseli dapat menjadi individu yang mandiri dengan memahami keadaan dirinya dan berusaha mengembangkan segala potensi yang dimilikinya dalam menghadapi segala permasalahan hidup. Sesuai dengan pernyataan di atas, berarti konseling ini tepat jika diberikan pada siswa kelas IX yang sudah diharuskan bisa menghadapi tantangan hidup. Gambaran penerimaan diri pada siswa kelas IX sebelum konseling realitas menunjukan bahwa terdapat sepuluh anak yang memiliki penerimaan diri rendah dan sedang dan memiliki perilaku tidak bisa menerima diri. Perilaku tidak bisa menerima diri ditunjukan dengan sikap seperti pendiam, suka menyendiri di dalam kelas, suka berpikiran negatif terhadap dirinya sendiri, menghindari teman, kurang percaya diri atau minder, serta malu dengan latarbelakang dirinya sendiri. Gambaran penerimaan diri diperoleh dari hasil wawancara dan skala penerimaan diri yang diisi oleh masing-masing siswa. Kemudian, kesepuluh siswa tersebut diberikan treatment melalui konseling realitas. Dari hasil konseling individual yang telah dilakukan, peningkatan penerimaan diri setiap siswa diukur kembali menggunakan skala penerimaan diri. Hasil pengisian skala penerimaan diri setelah mendapatkan konseling realitas menunjukan bahwa peningkatan tertinggi terdapat pada siswa S-10 merupakan konseli yang mengalami peningkatan penerimaan diri paling banyak dari hasil pre-test dan post-test dengan perbedaan skor 26, yaitu