c yaitu proses terjadinya sejarah itu sendiri mengandung nilai yang tinggi
yakni hikmah apa yang diambil dari peristiwa itu.
B. Sajian Data
1. Pemahaman Guru Sejarah di SMA NU Al–Ma’ruf Kudus terhadap
Menara Kudus Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah di Indonesia.
Guru dituntut untuk memahami materi ajar seperti; mengkaji kurikulum, menelaah buku, mengkaji bahan penunjang yang relevan dengan
profesi guru. Bagaimanapun guru adalah sumber belajar yang paling baik jika dibandingkan dengan sumber belajar yang lainnya karena guru mempunyai
ikatan emosional secara langsung dengan siswanya dalam kontak batiniah, sedangkan sumber belajar lainnya sebagai motivasi lahiriah. Pengembangan
materi diperlukan oleh guru untuk menghindari kebosanan siswa, oleh karena itulah pemahaman dan penguasaan materi harus dilakukan oleh guru untuk
keberhasilan proses belajar mengajar. Sumber belajar merupakan salah satu komponen pembelajaran yang
penting di mana pemilihan sumber belajar akan mempengaruhi pemilihan metode pembelajaran. Guru dituntut memilih metode yang sesuai dengan
sumber belajar yang dipih oleh guru. Menurut informan LS CLW. 05, tanggal 18 Oktober 2008 guru
sejarah SMA Al-Ma’ruf Kudus perlu memahami keberadaan Menara Kudus sebagai sumber pembelajaran sejarah. Pemahaman guru sejarah terhadap
ci sumber pembelajaran diawali dari memahami Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar yang akan diajarkan kepada siswa. Pemahaman ini penting karena dalam penggunaan sumber sejarah harus sesuai dengan konteks materi
yang akan diajarkan. Sesuai konteks pembelajaran sejarah dengan Standar Kompetensi “Menganalisis perjalanan bangsa Indonesia pada masa negara-
negara tradisional.” Kompetensi Dasar menganalisis pengaruh perkembangan agama dan kebudayaan Islam terhadap masyarakat di berbagai daerah di
Indonesia dan menganalisis proses interaksi antara tradisi lokal, Hindu- Buddha, dan Islam di Indonesia, dengan fokus materi proses Islamisasi di
Indonesia, maka Menara Kudus sangat tepat dijadikan sebagai sumber pembelajaran sejarah.
Menara Kudus dijadikan sebagai sumber pembelajaran sejarah dikarenakan beberapa alasan yaitu :
a. Menara Kudus sebagai pusat peradaban Islam, penyebaran agama Islam,
syiar Islam, dan pusat pemerintahan kerajaan Demak di Kudus dan sekitarnya.
b. Menara Kudus memiliki berbagai keunikan dilihat dari segi arsitektur
bangunannya yang mencerminkan proses akulturasi dari budaya Hindu dan Islam. Arsitektur Menara Kudus mengandung makna paedagogis, filosofis
yang menggambarkan kehidupan religius Islam. c.
Menara Kudus merupakan cerminan dari manifestasi hasil budaya sejarah Indonesia Madya.
cii d.
Menara Kudus menyimpan berbagai informasi historis yang dapat dijadikan sebagai pijakan kronologis waktu perkembangan proses Islamisasi di
Kudus. e.
Menara Kudus dapat memberikan informasi di berbagai aspek kehidupan baik dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Selain alasan tersebut, pemilihan sumber pembelajaran sejarah harus memenuhi kriteria persyaratan yang mengandung lima unsur pertanyaan yaitu 5
W 1 H.
What
= apa,
Who
= siapa,
When
= kapan,
Where
= di mana ,
Why
= mengapa dan
How
= bagaimana. Dari unsur 5 W 1 H tersebut dapat diuraikan
what
= apa itu?, yang dimaksudkan di sini adalah bangunan Menara,
Who
= Siapa yang membangun Menara? Tokoh yang membangun Menara Kudus adalah
Sunan Kudus.
When
= kapan Menara di bangun? Tahun 1478 M.
Where
= di mana Menara dibangun?, tempatnya di Kudus,
Why
= mengapa dibangun?, Menara dibangun sebagai simbol hegemony Islam di Kudus.
How
= bagaimana menara dibangun? Menara dibangun menggunakan bahan bangunan batu bata
Merah dengan perpaduan arsitektur Hindu dan Islam karena bentuknya seperti candi dan difungsikan untuk tempat bedug sebagai pertanda waktu sholat.
Menurut informan ESN CLW. 09, tanggal 25 Oktober 2008 guru sejarah harus memahami landasan pembelajaran. Salah satu landasan pembelajaran yang
dipahami guru sejarah adalah pemanfaatan sumber pembelajaran. Penggunaan sumber pembelajaran harus tepat sesuai dengan konteks materi ajar yang akan
disampaikan kepada siswa sehingga pembelajaran lebih efektif dan efisien.
ciii Sesuai dengan Kompetensi Dasar menganalisis pengaruh perkembangan
agama dan kebudayaan Islam terhadap masyarakat di berbagai daerah di Indonesia dan menganalisis proses interaksi antara tradisi lokal, Hindu-Buddha,
dan Islam di Indonesia. Pembahasan materi yang berfokus pada proses Islamisasi di Indonesia, guru sejarah dapat memanfaatkan Menara Kudus sebagai sumber
sejarah. Menara Kudus menyimpan berbagai bukti otentik dan fakta-fakta historis yang mampu dijadikan sebagai sumber informasi faktual seperti
candrasengkala
angka tahun berdiri dapat dijadikan sebagai titimangsa pembangunannya adalah antara abad XV dan XVI M, bentuk Menara Kudus yang mencerminkan
akulturasi budaya Hindu-Budha dan Islam, merupakan salah satu situs yang dapat dijadikan bukti sejarah masuknya agama Islam di Kudus, dari segi arsitektur
bentuk Menara Kudus yang menyerupai candi Jago, termasuk gaya Jawa Timur. Hal ini didasarkan pada sejarah arsitektur di masa-masa permulaan periode
perkembangan agama Islam di Jawa Timur periode Hindu yang diakhiri masa pemerintahan Majapahit berpengaruh baik untuk arsitektur maupun pola ragam
hiasannya. Dari sudut arkeologi, historis maupun filosofi, Menara Masjid merupakan data yang cukup penting dalam mengenal sistem masyarakat
pendukungnya. Dari bentuk ragawi Menara tersirat berbagai makna baik makna ekonomi, budaya maupun kesenian masyarakat Kudus.
Menurut FR CLW,14,tanggal 25 Oktober 2008 Menara Kudus dapat memberikan informasi tentang tokoh pendiri yaitu Dja’far Shadiq atau Sunan
Kudus yang merupakan salah satu tokoh Walisanga yang ahli dalam bidang ilmu agama Islam, sehingga dikenal sebagai Waliyul’ilmi. Informasi yang terdapat di
Masjid dan Menara Kudus dapat dijadikan sebagai pijakan nama Kudus yang
civ berasal dari kata Arab Al-Quds. Istilah Arab ini satu-satunya di tanah Jawa, yang
membuktikan bahwa kebudayaan Islam telah dapat diterima masyarakat setempat. Walaupun Islam mulai atau telah dipeluk oleh masyarakat Kudus, tradisi zaman
pra Islam dirasakan masih melekat kuat. Hal ini terbukti dengan adat masyarakat Kudus yang sampai sekarang tidak menyembelih sapi. Susunan tata letak
pekarangan kompleks Menara Kudus mengingatkan kita kepada kompleks Pura di Bali. Juga mirip bangunan candi dari zaman Hindu yang mempunyai halaman
lebih dari satu, disekat dengan dinding dan pintu-pintu gerbang berupa gapura bentar dan kori agung. Sehingga gejala ini mungkin saja merupakan kelanjutan
dari kebiasaan membuat bangunan yang disucikan dari zaman pra Islam di lihat dari segi material dan bentuk pengaruh candi jawa Timur tampak dominan di
sini. Namun bukan berarti arsitektur Menara Kudus mengikuti tata aturan arsitektur Hindu. Hal ini bisa dibuktikan dalam bidang prosesi. Islam tidak
mengatur umatnya untuk mencapai lokasi tempat ibadah dari tempat-tempat yang khusus, umat Islam yang ingin beribadat bebas melewati pintu mana saja yang
tersedia. Sedangkan menurut tata acara Hindu, tiap-tiap tingkatan masyarakat harus melalui pintu-pintu gerbang yang berbeda dengan tata aturan yang telah
diatur. Uraian ini menerangkan secara jelas bahwa menara Kudus dengan kompleksnya merupakan peninggalan Islam.”
Menurut MC CLW 01, tanggal 18 Oktober 2008 guru sejarah SMA NU Al-Ma’ruf Kudus telah memahami Menara Kudus sebagai sumber pembelajaran
sejarah di Indonesia. Menara Kudus sebagai sumber sejarah termasuk dalam penggunaan tipe sumber belajar yang sudah tersedia dan tinggal dimanfaatkan
learning resources by utilization
, yaitu sumber belajar yang tidak secara khusus dirancang untuk keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan, dipilih dan
cv dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Hal ini telah dipahami oleh guru
sejarah SMA NU Al-Ma’ruf Kudus. Bentuk pemahaman guru sejarah diimplementasikan melalui penyusunan silabus, SK, KD, RPP, indikator, evaluasi
dan AMP. Pemahaman guru ini telah sesuai dengan KTSP yang dikembangkan di SMA NU Al-Ma’ruf Kudus.
Hal ini dilandasi oleh latar historis SMA Al-Ma’ruf Kudus yang dahulunya bernaung di Yayasan Perguruan Islam Sunan Dja’far Shodiq. Landasan inilah
yang harus dipahami oleh guru sejarah SMA NU Al-Ma’ruf Kudus yang memiliki ciri khusus bernafaskan keIslaman. Pemanfaatan Menara Kudus sebagai
sumber pembelajaran sejarah di SMA NU Al-Ma’ruf Kudus sudah tepat karena sesuai dengan visi dan misi dari SMA NU Al-Ma’ruf Kudus. Visi yang diemban
adalah maju dalam Prestasi, Santun dalam Pekerti. Sekolah ini berkomitmen untuk selalu meningkatkan dan memajukan pretasi baik akademik maupun non
akademik yang selalu dibarengi akhlak mulia dan kesantunan dalam bertindak di mana pun dan kapan pun. Dengan demikian akan dihasilkan SDM yang
berkualitas. Misi yang hendak diwujudkan adalah 1 Mewujudkan generasi beriman dan bertaqwa yang berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah serta warga
negara yang bertanggungjawab. 2 Mewujudkan pribadi berkarakter dan berakhlakul karimah. 3 Mengintensifkan pembelajaran intrakurikuler dan
memperoleh nilai lebih di bidang akademik. 4 Menggiatkan pembelajaran ekstrakurikuler dan meningkatkan prestasi non akademik. 5 Mampu bersaing
melanjutkan studi di perguruan tinggi. 6 Mampu berkiprah dalam kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan. 7 Memiliki bekal kemampuan untuk terjun di
dunia kerja.
cvi Guru sejarah SMA NU Al-Ma’ruf Kudus memahami bahwa pembahasan
materi proses Islamisasi di Kudus tidak terlepas dari Menara Kudus, karena salah satu dari peninggalan sejarah yang mampu memberikan berbagai informasi
tentang perkembangan Islam di Kudus. Informasi yang didapatkan dari Menara Kudus adalah tahun pembuatan menara yang berupa candrasengkala sebagai
sentral pusat penyebaran dan pengembangan ajaran Islam di Kudus. Pusat peradaban Islam dan kebudayaan Islam di Kudus. Pusat pemerintahan di Kudus
pada jaman kerajaan Demak Bintoro karena Sunan Kudus sebagai Panglima Perang dan Kodi di Kudus yang kedudukannya adalah di lingkungan Menara
Kudus. Menara Kudus adalah pusat perdagangan di Kudus karena di sekitar Menara Kudus terdapat Pasar dan Terminal yang dulunya dijadikan sebagai pusat
kegiatan perekonomian awal masyarakat Kudus. Menara Kudus merupakan manifestasi perwujudan dari hegemoni kebudayaan Islam yang memiliki
pengaruh besar terhadap perkembangan kehidupan baik idiologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya mulai dari abad 15 sampai sekarang tetap memiliki daya tarik
tersendiri baik bagi kalangan masyarakat umum maupun kalangan akademik. Sehubungan dengan visi, misi dan tujuan yang hendak dicapai SMA NU
Al-Ma’ruf Kudus dalam rangka mengimplementasikan KTSP yang memberikan kebebasan kepada sekolah dan guru untuk mengembangkan muatan lokal serta
menerapkan berbagai model pembelajaran. Dalam hal ini Menara Kudus dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran sejarah baik sejarah nasional maupun
lokal.
cvii Alasan yang mendasari Menara Kudus dijadikan sebagai sumber
pembelajaran sejarah di SMA NU Al-Ma’ruf Kudus karena ada keterkaitan historis dengan Menara Kudus, lokasinya berada tidak jauh dari Menara Kudus.
Di samping itu tenaga edukatif yang mengelola SMA NU Al-Ma’ruf Kudus punya hubungan baik dengan YM3SK. di samping itu banyak siswa yang belum
memahami Menara Kudus sebagai sumber sejarah. upaya untuk menggunakan Menara Kudus sebagai sumber sejarah yang perlu didukung, karena memiliki
apresiasi positif untuk membekali siswa agar mampu memahami ilmu agama, memiliki keterampilan sebagai bekal hidup dan mengaplikasikan ilmu
pengetahuan yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan harapan dari SMA NU Al-Ma’ruf Kudus bahwa
lulusannya kelak diharap sukses dengan profesinya dan punya komitmen untuk mengabdi dalam kegiatan keagamaan. Melalui pemberian materi sejarah nasional
dan sejarah lokal dengan memanfaatkan situs Menara Kudus dapat dijadikan sebagai bekal bagi para alumni dalam pengabdiannya pada agama. Perlu diketahui
bahwa siswi-siswi yang belajar di SMA NU Al-Ma’ruf Kudus, bukan hanya dari lokal Kudus tetapi juga berasal dari berasal dari luar Kudus.
Pemanfaatan Menara Kudus sebagai sumber sejarah merupakan salah satu inovasi pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru sejarah dapat mendukung
peningkatkan kualitas dan mutu pembelajaran sejarah baik dilihat dari pengembangan maupun pengayaan. Melalui pemanfaatan Menara Kudus sebagai
sumber sejarah dalam konteks menganalisis pengaruh perkembangan agama dan kebudayaan Islam terhadap masyarakat di berbagai daerah di Indonesia dan
cviii menganalisis proses interaksi antara tradisi lokal, Hindu-Buddha, dan Islam di
Indonesia, dengan fokus materi proses Islamisasi di Kudus, siswa dapat mengamati dari dekat, melihat konkrit bentuk aslinya, sehingga siswa tertarik
untuk menggali dan menganalisis bangunan Menara Kudus baik dari segi fisiknya maupun makna filosofis dan paedagogis yang terkandung dalam
bangunan menara tersebut. Menurut pengakuan informan ESN CLW. 10, 1 Nopember 2008 guru
sejarah SMA NU Al-Ma’ruf telah memahami Menara Kudus sebagai sumber pembelajaran sejarah di Kudus. Hal ini dibuktikan pada saat mengawali
pemberian materi pembelajaran menyampaikan silabus, SK KD yang akan dikuasai, tujuan pembelajaran, indikator pembelajaran yang harus dikuasai siswa
dan menentukan strategi, metode dan skenario pembelajaran yang akan diajarkan kepada siswa.
Setelah menyampaikan beberapa informasi tersebut, guru menyampaikan materi ajar sesuai dengan KD nya yaitu menganalisis pengaruh perkembangan
agama dan kebudayaan Islam terhadap masyarakat di berbagai daerah di Indonesia dan menganalisis proses interaksi antara tradisi lokal, Hindu-Buddha,
dan Islam di Indonesia, dengan fokus materi proses Islamisasi di Indonesia dengan menggunakan metode ceramah bervariasi dan diselingi dengan tanya
jawab. Sesuai skenario pembelajaran yang hendak dibangun guru untuk
mengarahkan siswa menggunakan metode resitasi dengan memanfaatkan Menara Kudus sebagai sumber pembelajaran sejarah proses Islamisasi guru mengajak
cix siswa untuk berkunjung ke Menara Kudus dengan studi wisata. Siswa
menanggapi dengan senang hati, hanya sebagian siswa yang pasif. Situasi ini dimanfaatkan oleh guru untuk menerapkan rencana skenario
pembelajaran dengan menggunakan metode resitasi. Guru menawarkan kepada siswa tentang tugas yang akan diberikan individu atau kelompok. Siswa disuruh
memilih ternyata kebanyakan memilih tugas kelompok. Berdasarkan kesepakatan siswa dan guru inilah, maka guru memantapkan jenis tugas dan petunjuk
pelaksanaannya mulai dari persiapan, pelaksanaan, pertanggung jawaban, sistem penilaian dan tindak lanjutnya. Setelah siswa memahami tugas yang diberikan,
maka guru membentuk kelompok yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan anggota serta job deskriptionnya pekerjaannya masing-masing.
Setelah guru membentuk kelompok kemudian mengundi tema yang ada kaitannya dengan pembelajaran sejarah Islamisasi dengan memanfaatkan Menara
Kudus sebagai sumber sejarah, antara lain : arsitektur Menara Kudus, sejarah Menara Kudus, peranan Menara Kudus dalam perkembangan Islam, Menara
Kudus sebagai Wisata Budaya dan Religi dan sebagainya. Ketua kelompok mengambil undian dan selanjutnya menyapaikan kepada anggota kelompoknya.
Sesuai dengan tema yang diberikan,guru memerintahkan segera mengerjakan tugas dengan melaksanakan studi wisata bersama guru dan siswa di
Menara Kudus untuk mengadakan identifikasi, observasi, survey lapangan dan mengumpulkan data untuk dijadikan sebagai bahan laporan yang akan
dipresentasikan dan didiskusikan secara kelompok di depan kelas. Setelah laporan jadi, sesuai kesepakatan siswa dengan guru, laporan hasil
penugasan dipresentasikan, ditanggapi kelompok lain dan guru menjadi fasilitator
cx diskusi yang bertugas mengarahkan, mengawasi, dan memberikan penilaian
proses keaktifan siswa dalam mengikuti diskusi. Setelah diskusi selesai hasil laporan dinilai guru dan diberikan tindak lanjut dengan mengadakan ulangan
harian untuk kompetensi dasar menganalisis pengaruh perkembangan agama dan kebudayaan Islam terhadap masyarakat di berbagai daerah di Indonesia dan
menganalisis proses interaksi antara tradisi lokal, Hindu – Buddha, dan Islam di Indonesia. Dengan fokus materi pembelajaran proses Islamisasi di Kudus.
Berdasarkan pendapat dari para informan di atas, dapat disimpulkan bahwa guru sejarah SMA NU Al-Ma’ruf Kudus telah memahami Menara Kudus sebagai
sumber pembelajaran sejarah di Kudus dengan mengemukakan alasan pemanfaatan, kriteria dan persyaratan, prosedur dan langkah-langkah pelaksanaan
serta administrasi pembelajaran yang disiapkan yang meliputi : silabus, SK, KD, RPP, indikator, instrumen penugasan, evaluasi dan Analisis Mata Pelajaran
AMP serta memahami visi dan misi sekolah.
2. Implementasi Metode Resitasi dalam Pembelajaran Sejarah Islamisasi dengan Objek Menara Kudus.
Menurut informan ESN CLW.10, tanggal 1 Nopember 2008 implementasi metode resitasi dalam pembelajaran sejarah Islamisasi dengan
objek Menara Kudus dapat dilaksanakan melalui langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:
a. Guru menyusun silabus, membuat perencanaan pembelajaran, indikator, dan
mempersiapkan bahan ajar tentang proses Islamisasi di Indonesia sesuai
cxi dengan Standar Kompetensi SK dan Kompetensi Dasar KD yang telah
ditentukan dalam struktur program pengajaran. b.
Guru menyampaikan tujuan yang hendak dicapai dalam pemberian tugas kepada siswa tentang proses Islamisasi di Kudus dengan memanfaatkan
Menara Kudus sebagai sumber pembelajaran sejarah. c.
Guru sejarah mempersiapkan berbagai instrumen yang berupa tugas individu maupun kelompok yang berkaitan dengan proses Islamisasi dengan
memanfaatkan Menara Kudus sebagai sumber pembelajaran sejarah. d.
Guru memberikan tugas kepada siswa tentang proses Islamisasi di Kudus dan hasil kebudayaannya dengan memanfaatkan Menara Kudus sebagai
sumber pembelajaran sejarah. e.
Guru memberikan petunjuk atau tata cara penugasan dan skenario pembelajaran kepada siswa sesuai metode resitasi dengan pendekatan
pembelajaran inkuiri dan studi wisata. f.
Guru memberikan tugas untuk mengidentifikasi bukti-bukti peninggalan sejarah di lingkungan Menara Kudus yang ada kaitannya dengan proses
Islamisasi di Kudus baik secara individu maupun kelompok. g.
Guru memberikan tugas secara individu dan kelompok untuk mengidentifikasi bukti-bukti dan fakta-fakta sejarah tentang proses
Islamisasi di Kudus dan perkembangan agama serta kebudayaan Islam dengan memanfaatkan Menara Kudus sebagai sumber sejarah.
h. Guru bersama siswa bersepakat tentang batasan waktu penugasan agar
selesai sesuai rencana.
cxii i.
Guru memberikan bimbingan dan pengawasan kepada siswa agar mengerjakan tugas sesuai dengan petunjuk dan pelaksanaannya.
j. Guru memberikan dorongan dan membantu siswa yang mengalami
kesulitan dalam mengerjakan tugas agar dapat terselesaikan. k.
Menganjurkan kepada siswa agar tugas yang diberikan baik secara individu maupun kelompok dikerjakan sendiri tidak dikerjakan oleh orang
lain atau kelompok lainnya. l.
Guru menganjurkan siswa pada saat mengadakan identifikasi atau pengumpulan data membuat catatan kecil
field note
dengan baik dan sistematik.
m. Apabila siswa telah melakukan identifikasi, observasi dan survey di
Menara Kudus langkah selanjutnya menyusun laporan. n.
Pelaporan disusun secara individu maupun kelompok. Untuk penugasan materi proses Islamisasi pelaporan dilaksanakan secara kelompok sehingga
penyusunan laporan dilakukan secara berkelompok. o.
Hasil pelaporan dipertanggungjawabkan secara kelompok kemudian dipresentasikan dan didiskusikan di kelas untuk mendapatkan tanggapan
dari kelompok lain. p.
Guru memberikan evaluasi berupa penilaian secara kelompok maupun individual dari hasil keaktifan diskusi.
q. Melaksanakan penilaian hasil penugasan proses Islamisasi dengan
melakukan tes kompetensi berupa ulangan harian untuk Kompetensi Dasar menganalisis pengaruh perkembangan agama dan kebudayaan Islam
cxiii terhadap masyarakat di berbagai daerah di Indonesia dan menganalisis
proses interaksi antara tradisi lokal, Hindu-Buddha, dan Islam di Indonesia. r.
Hasil penilaian dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk melaksanakan metode resitasi berikutnya dengan memperbaiki berbagai
kelemahan dan mempertahankan berbagai keberhasilan yang telah dicapai siswa.
Menurut LS CLW. 06, tanggal 25 Oktober 2008 implementasi metode resitasi dalam pembelajaran sejarah Islamisasi dengan objek Menara Kudus, dapat
dilaksanakan dengan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut : Langkah-langkah Pembelajaran I
§ Pendekatan
: Ketrampilan Proses §
Metode : Diskusi, ceramah, pemberian tugas
Kegiatan Awal : - Apersepsi, siswa diminta kembali untuk membaca
materi pelajaran
tentang proses
masuknya agama Islam di tanah Jawa. - Motivasi, guru menjelaskan arti penting sejarah
bangsa terhadap perkembangan suatu negara. - Pre Test, siswa diminta menyebutkan tempat dan
bukti bersejarah perkembangan agama Islam di Jawa.
Kegiatan Inti :-Menyampaikan
informasi tentang
pengaruh perkembangan agama dan kebudayaan Islam
terhadap masyarakat di berbagai daerah
cxiv -Menyampaikan informasi tentang akulturasi
budaya tentang tentang proses awal penyebaran Islam di kota Kudus.
-Mendiskusikan hipotesis para ahli tentang proses awal penyebaran Islam di kota Kudus.
Kegiatan Akhir : -Membuat hasil simpulan mengenai diskusi -Memberi tugas kepada siswa untuk membuat
kliping proses awal penyebaran Islam ke kota Kudus.
-Evaluasi Langkah-langkah Pembelajaran II
§ Pendekatan
: Ketrampilan Proses §
Metode : Karya wisata, diskusi, ceramah, pemberian tugas
Kegiatan Awal : - Apersepsi, guru menjelaskan indikator yang harus
dikuasai siswa, guru memberi tugas secara individu mengidentifikasi Menara Kudus.
- Motivasi, guru mendeskripsikan rencana kegiatan studi wisata ke Menara Kudus sebagai
bentuk kepedulian
terhadap kemunduran
pengetahuan sejarah lokal di masyarakat.
cxv Kegiatan Inti
:-Menyampaikan informasi tentang Menara Kudus sebagai tempat dan bukti penyebaran Islam di kota
Kudus. -Mengidentifikasi seni arsitektur serta interaksi
masyarakat dengan tradisi Islam, Hindu dan Budha.
Kegiatan Akhir :-Memberi tugas kepada siswa untuk membuat makalah Menara Kudus sebagai tempat dan bukti
penyebaran Islam di kota Kudus. -Evaluasi
Langkah-langkah Pembelajaran III §
Pendekatan : Keterampilan Proses
§ Metode
: Diskusi, ceramah, pemberian tugas Kegiatan Awal : - Apersepsi, siswa diminta mendeskripsikan
perilaku masyarakat yang tinggal di sekitar Menara Kudus.
Kegiatan Inti :-Menyampaikan
informasi tentang
pengaruh perkembangan agama dan kebudayaan Islam
terhadap masyarakat di berbagai daerah -Mendiskusikan hipotesis para ahli tentang proses
awal penyebaran Islam di kota Kudus. Kegiatan Akhir : -Membuat hasil simpulan mengenai diskusi
cxvi -Memberi tugas kepada siswa untuk membuat
makalah proses awal penyebaran Islam ke kota Kudus dengan Menara Kudus sebagai sumber
-Evaluasi a.
Persiapan Guru
dalam Implementasi
Metode Resitasi
pada Pembelajaran Sejarah Islamisasi dengan Objek Menara Kudus.
Seorang guru
dalam menghadapi
siswa seyogyanya
mempersiapkan persiapan perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut dimulai dari membuat satuan pelajaran atau rencana
pembelajaran, silabus, materi ajar, metode yang akan digunakan, alat yang akan dibutuhkan, dan bentuk evaluasi yang akan dilakukan lihat
lampiran. 03. Perencanaan pengajaran akan menjadi media pengontrol agar guru dalam menyampaikan materi tidak keluar dari kurikulum
yang ada. Menurut informan LS CLW. 07, tanggal 8 Nopember 2008.
Apersepsi, siswa diminta kembali untuk membaca materi pelajaran tentang proses masuknya agama Islam di tanah Jawa. Motivasi, guru
menjelaskan arti penting sejarah bangsa terhadap perkembangan suatu negara. Pre Test, siswa diminta menyebutkan tempat dan bukti
bersejarah perkembangan agama Islam di Jawa. Pada kegiatan inti pelajaran
guru menyampaikan
informasi tentang
pengaruh perkembangan agama dan kebudayaan Islam terhadap masyarakat di
berbagai daerah serta mendiskusikan hipotesis perdagangan tentang
cxvii proses awal penyebaran Islam di Indonesia. Pada tahap akhir guru
membuat hasil simpulan mengenai diskusi, memberi tugas kepada siswa untuk membuat makalah proses awal penyebaran Islam ke Kota Kudus
dengan Menara Kudus sebagai sumber belajar serta evaluasi. Menurut wawancara dengan DD CLW. 15, 1 Nopember 2008,
sekretaris YM3SK, perencanaan guru dirasa kurang maksimal, hal ini terlihat saat siswa dan guru berkunjung ke Menara Kudus. Pengawasan
dan kontrol guru hanya terbatas beberapa siswa saja. Data tersebut ditrianggulasikan dengan hasil observasi tanggal 1 Nopember 2008
ternyata ada kebenarannya, terbukti sebagian siswa perhatiannya tertuju pada pengunjung Menara Kudus yang lain serta bercanda dengan
sesama siswa. Menurut wawancara dengan ESN CLW. 11, tanggal 8
Nopember 2008, interaksi siswa dengan siswa, maupun siswa dengan guru tidak terpola dengan baik. Data tersebut ditrianggulasikan dengan
data observasi pada tanggal 8 Nopember 2008, di kelas sebagian siswa pasif, saat melaksanakan diskusi kelompok. Interaksi yang tidak terpola,
menyebabkan penyampaian informasi tidak berjalan dengan baik. Semakin banyak terjadinya interaksi, baik siswa dengan siswa, maupun
siswa dengan guru semakin banyak pula informasi yang diserap. Dengan pasifnya siswa dalam kegiatan belajar mengajar maka
pemahamannya dalam menyerap materi pelajaran akan rendah. Implikasinya dengan evaluasi berbanding lurus, semakin tinggi interaksi
cxviii dan keaktifan seorang siswa maka hasil evaluasi yang dicapai akan
tinggi pula. Menurut informasi MC CLW. 03, tanggal 1 Nopember 2008,
persiapan guru dalam mengimplementasikan metode resitasi ke dalam pembelajaran sejarah dirasa masih kurang. Hal ini tampak terlihat dari
pemberian tugas serta diskusi kelas, siswa masih malas mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru karena tugas dengan soal yang sama
akan membuat siswa lebih mudah melakukan kecurangan dengan mencontek temannya. Perilaku ini berakibat pada diskusi kelas, siswa
yang tidak mengerjakan tugas secara otomatis akan pasif. Pemahaman siswa terhadap materi rendah dan tujuan pembelajaran tidak tercapai.
Data tersebut ditrianggulasikan dengan informasi HW CLW. 19, tanggal 8 Nopember 2008 Metode resitasi merupakan salah satu hal
baru yang kami terima, namun saat pemberian tugas, guru sejarah memberikan soal yang sama sehingga membuat banyak siswa yang
malas mengerjakan karena mereka hanya mencontek teman yang lain, pada waktu diskusi kelas banyak teman-teman siswa yang pasif.
Bagaimana mau aktif, kalau mereka tidak paham akan materi tugas yang diberikan oleh guru.
b. Evaluasi Siswa Dalam Proses Pembelajaran Sejarah Islamisasi
Menggunakan Metode Resitasi. Penilaian merupakan tolok ukur berhasil tidaknya proses
pengajaran bagi seorang guru terhadap siswanya. Di sinilah penilaian
cxix menjadi kunci pengajaran dalam keterikatan waktu tertentu. Menurut
informan LS CLW. 07, 8 Nopember 2008, penilaian yang dilakukan dengan menggunakan penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian
proses dilaksanakan untuk mengetahui aktivitas, dan kreativitas siswa dalam bentuk afektif. Sedangkan penilaian hasil diperoleh dari hasil
ulangan siswa setelah menguasai kompetensi dasar menganalisis pengaruh perkembangan agama dan kebudayaan Islam terhadap
masyarakat di berbagai daerah di Indonesia dan menganalisis proses interaksi antara tradisi lokal, Hindu-Buddha, dan Islam di Indonesia.
Dengan fokus materi pembelajaran proses Islamisasi di Kudus. Menurut informasi dari WA CLW. 23, tanggal 15 Nopember
2008, hasil evaluasi yang rendah dikarenakan siswa sulit memahami materi pelajaran sejarah. Faktor kebosanan dan jenuh menjadi faktor
utama rendahnya motivasi belajar siswa dalam pelajaran sejarah. Menurut informan R siswa SMA NU Al-Ma’ruf CLW. 24,
tanggal 15 Nopember 2008 motivasi belajar siswa mengalami peningkatan setelah menerima tugas dari guru sejarah dalam
kompetensi dasar menganalisa pengaruh perkembangan agama dan kebudayaan Islam terhadap masyarakat di berbagai daerah di Indonesia
dan menganalisis proses interaksi antara tradisi lokal, Hindu-Buddha, dan Islam di Indonesia. Dengan fokus materi pembelajaran proses
Islamisasi di Kudus dengan memanfaatkan Menara Kudus sebagai sumber belajar. Karena pembelajaran lebih konkrit dan menarik.
cxx Menurut wawancara dengan informan CS CLW. 20, tanggal 8
Nopember 2008, diperoleh informasi bahwa peningkatan hasil belajar siswa berjalan seiring dengan peningkatan motivasi belajar siswa dalam
pembelajaran sejarah melalui metode resitasi. Informasi tersebut diperkuat dengan keterangan dari informan HW CLW. 19, tanggal 8
Nopember 2008 yang juga siswa kelas XI SMA NU Al- Ma’ruf. Siswa termotivasi belajar untuk belajar sejarah, hal ini dibuktikan dengan
antusiasnya siswa saat pengerjaan tugas dan berkunjung ke Menara Kudus, siswa bisa melihat bukti nyata benda-benda peninggalan sejarah
Islamisasi di kota Kudus. Melalui metode resitasi pengetahuan, pengertian dan pemahaman tentang menara kudus dan sejarah Islam
yang ada semakin luas. Informan menjelaskan bahwa dirinya dan teman –teman siswa yang lain, semakin mengerti dan mengenal benda-benda
peniggalan sejarah masuknya Islam ke Kudus, misalnya bentuk menara masjid Kudus bangunannya jelas menunjukkan adanya pengaruh seni
bangunan zaman pra – Islam. Menara Kudus menghadap ke barat dan bentuknya menyerupai bangunan candi yang terbagi atas tiga bagian,
yaitu : bagian kaki, tubuh, dan puncak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengaruh Hindu cukup kuat berkembang, sehingga
masih dapat meninggalkan bekas – bekasnya. Seperti atap tumpang bertingkat tiga yang menutupi masjid, bangunan Gapura yang
mengelilingi atau terdapat pada tembok penutup kompleks, yang semuanya mirip dengan pola arsitektur Hindu. Tempat wudhu di Masjid
cxxi Kudus yang mempunyai delapan kran air, juga mengingatkan kita pada
nilai filosofi kepercayaan agama Budha. Bahwa manusia, jika ingin sukses harus melalui delapan jalur kebenaran yang disebut
Astasanghikamarga,
yaitu : pengetahuan, keputusan, perkataan, perbuatan, cara penghidupan, daya usaha, meditasi, kontemplasi. Tahun
pendirian Menara Kudus mungkin berhubungan dengan inskripsi berbahasa arab diatas mihrab dan tulisan pada tiang diatap bangunan
yang tergores candrasangkala yang berbunyi ”gapuro rusak ewahing jagad” yang berbobot angka 1685 Masehi. Sedangkan nama Kudus
sendiri berasal dari kata Al Quds seperti bunyi inskripsi yang terdapat
diatas mihrab Masjid Menara kudus,menurut penjelasan YM3SK itu dibawa
Ja’far Shodiq
dari masyjidil Aqsha, Palestin, dan masjid
tersebut diberi nama masjid Al Aqsa atau Al Manar, dan kotanya disebut pula dengan Al Quds Kudus yang artinya suci.
ES CLW. 21, tanggal 8 Nopember 2008 menuturkan metode resitasi dapat mempermudah siswa menyerap dan mendalami materi
pelajaran sejarah, sehingga saat dilaksanakan evaluasi siswa mampu mengerjakannya. Hal ini dikarenakan siswa belajar secara langsung
mencari data-data untuk tugas yang diberikan guru sejarah. Dari berbagai pendapat para informan di atas, dapat disimpulkan
bahwa implementasi metode resitasi dalam pembelajaran sejarah Islamisasi dengan objek Menara Kudus dilaksanakan secara bertahap
mulai dari persiapan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut. Tahap
cxxii persiapan guru sejarah menyusun silabus, RPP, Indikator, Instrumen,
bahan ajar materi, membuat petunjuk dan pelaksanaan, menentukan batas waktu. Tahap pelaksanaan langkah-langkah kegiatannya meliputi
pemberian tugas, siswa mengerjakan melaksanakan tugas, mencatat dan mengidentifikasi berbagai bukti-bukti, fakta historis tentang proses
Islamisasi dengan memanfaatkan Menara Kudus sebagai sumber sejarah, menyusun laporan hasil survey pengamatan di Menara Kudus
baik secara individu maupun kelompok. Tahap pertanggungjawaban siswa dipersilahkan untuk mempresentasikan hasil laporannya melalui
diskusi kelas untuk mendapatkan tanggapan dari hasil temuannya. Tahap selanjutnya adalah tindak lanjut dengan mengadakan evaluasi
dan penilaian baik secara individu maupun kelompok.
Tahap pelaporan hasil pelaksanaan tugas mempelajari materi sejarah Islamisasi dengan menggunakan metode resitasi di lokasi
menara Kudus,terlebih
dahulu siswa
diberi tugas
untuk mempresentasikan dihadapan temannya yang dilanjutkan dengan
diskusi.
3. Kendala yang muncul dalam Penggunaan Metode Resitasi dan upaya pemecahannya.