Konsep-konsep REDD di Indonesia, kebijakan p e m e r i n t a h d a n k e r e n t a n a n
11 REDD di Indonesia, kebijakan pemerintah dan kerentanan masyarakat: sebuah pengantar
Bali. Deinisi resmi Indonesia tentang REDD adalah semua upaya pengelolaan hutan dalam rangka pencegahan dan atau pengurangan
penurunan kuantitas tutupan hutan dan stok karbon yang dilakukan melalui berbagai kegiatan untuk mendukung pembangunan nasional
yang berkelanjutan.
REDD dalam pelaksanaannya merujuk pada dua hal. Pertama, proses pembentukan mekanisme pembayaran kepada negara
berkembang yang telah mengurangi emisinya lewat pengurangan laju deforestasi dan degradasi hutan. Kedua, ia merujuk pada aktivitas
persiapan bagi negara agar terlibat dalam mekanisme REDD, yang setidaknya akan melakukan pengujian dan pengembangan metodologi,
teknologi dan institusi pengelolaan hutan secara berkelanjutan yang berupaya untuk mengurangi emisi karbon. Di Indonesia, rujukan
kedua itu dikenal dengan istilah Demonstration Activities DA.
v Carbon Ofset. Merupakan kredit pengurangan emisi rumah kaca
yang berasal dari proyek atau organisasi lain yang melakukan praktik pengeluaran emisi gas rumah kaca yang rendah di tempat lain.
Dengan demikian, biarpun bernama carbon, ia tidak hanya terbatas pada karbon saja, namun juga mencakup emisi rumah kaca lain
di luar karbon. Pengaturan
Carbon Ofset ini diatur dalam CO
2
-eq atau
carbon dioxide-equivalent. Carbon Ofset memungkinkan calon pembeli kredit membayar pihak lain untuk membuat proyek yang
mengurangi emisi dengan atas nama calon pembeli kredit itu. Istilah ini muncul bersamaan dengan lahirnya Protokol Kyoto yang
memberikan pilihan kepada negara maju – daripada melakukan pengurangan emisi di dalam negerinya – membiayai sebuah atau
beberapa proyek pengurangan emisi di negara berkembang yang hasil pengurangan emisi itu akan dianggap sebagai pelaksanaan
kewajiban pengurangan emisi negara maju Bullock, Childs, Picken, 2009. Dalam perkembangannya aktor yang terlibat dalam Carbon
Ofset ini tidak hanya negara, namun juga individu dan perusahaan privat.
vi Perdagangan karbon. Carbon Ofset ini biasanya berjalan lewat
mekanisme perdagangan karbon yang terdiri dari dua tipe, yaitu compliance dan voluntary. Pada perdagangan karbon yang bersifat
compliance, para aktor individu, perusahaan, pemerintah atau bentuk lembaga lain membeli kredit karbon berdasarkan suatu batasan
“Cap” karbon yang boleh dikeluarkan, sementara dalam perdagangan karbon yang bersifat voluntary – yang jumlahnya jauh lebih kecil dari
yang compliance – para aktor membeli kredit pengurangan emisi untuk memitigasi pengeluaran emisi karbonnya sendiri.
12 Seri Hukum Dan Keadilan Iklim: REDD di Indonesia, ke mana akan melangkah?
vii Deforestasi. Menurut Marrakesh Accord COP 7 disebutkan bahwa
deforestasi adalah direct human-induced conversion of forested land to non-forested land.
14
Sementara Indonesia sendiri memakai deinisi yang hampir sama dengan deinisi menurut UNFCCC itu dengan
menyebutkan bahwa deforestasi adalah perubahan secara permanen dari areal berhutan menjadi tidak berhutan yang diakibatkan oleh
kegiatan manusia.
15
viii Reforestasi. Ada dua deinisi soal Reforestasi ini: untuk keperluan
skema CDM dan lebih umum. Untuk keperluan skema CDM dapat dilihat pada
Marrakesh Accord COP 7 yang menyebutkan bahwa
reforestasi adalah perubahan wilayah non-hutan menjadi hutan yang dilakukan oleh manusia melalui penanaman atau pembibitan yang
dilakukan pada lahan yang dulunya hutan yang sudah dikonversi menjadi kawasan non-hutan.
16
Lahan yang dapat dijadikan proyek reforestasi ini terbatas pada lahan yang tidak memiliki hutan sejak
31 Desember 1989. Sementara menurut Pemerintah Indonesia, reforestasi dideinisikan sebagai penghutanan pada lahan yang sejak
tanggal 31 Desember 1989 bukan merupakan hutan.
17
Penyebutan
tanggal 31 Desember 1989, sebagaimana juga ada di dalam Marrakesh Accord, merupakan persyaratan di dalam skema CDM untuk periode
komitmen pertama 2007-2012. Sementara itu, untuk deinisi yang lebih umum, reforestasi
adalah proses penghutanan pada lahan yang sebelumnya memiliki hutan namun telah dikonversi untuk keperluan lain Solomon dkk.,
2007. Dalam buku ini, kecuali disebutkan lain, istilah
reforestasi
merujuk pada pengertian dalam skema CDM.
ix Aforestasi. Sebagaimana reforestasi, aforestasi ini memiliki dua
pengertian: dalam skema CDM dan lebih umum. Dalam skema CDM, aforestasi disebutkan sebagai penghutanan pada lahan yang
selama 50 tahun atau lebih bukan merupakan hutan,
18
atau menurut Marrakesh Accord sebagai “the direct human-induced conversion of
land that has not been forested for a period of at least 50 years to forested land through planting, seeding andor the human-induced
promotion of natural seed sources”.
19
14
unfccc.intresourcedocscop713a01.pdf diakses 28-09-2010.
15
Pasal 1 butir 10 Permenhut P. P. 30Menhut-II2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan REDD.
16
unfccc.intresourcedocscop713a01.pdf diakses 28-09-2010.
17
Pasal 1 butir 2 Permenhut P.14Menhut-II2004 tentang Tata Cara Aforestasi dan Reforestasi Dalam Kerangka Mekanisme Pembangunan Bersih.
18
Pasal 1 butir 1 Permenhut P.14Menhut-II2004 tentang Tata Cara Aforestasi dan Reforestasi Dalam Kerangka Mekanisme Pembangunan Bersih.
19
unfccc.intresourcedocscop713a01.pdf diakses 28-09-2010.
13 REDD di Indonesia, kebijakan pemerintah dan kerentanan masyarakat: sebuah pengantar
Aforestasi, dalam pengertian lebih luas, dimaknai sebagai
penghutanan pada lahan yang sebelumnya belum pernah menjadi hutan Solomon dkk., 2007.
Dalam buku ini, kecuali disebutkan lain, istilah A forestasi
merujuk pada pengertian dalam skema CDM.
x Degradasi hutan. Istilah ini belum dikenal dalam perundingan
perubahan iklim. Indonesia, menyebut istilah degradasi hutan ini sebagai penurunan kuantitas tutupan hutan dan stok karbon selama
periode tertentu yang diakibatkan oleh kegiatan manusia.
20
Istilah ini serta istilah
deforestasi terkait dengan istilah lain, yakni hutan. xi Hutan. Sampai saat ini UNFCCC mengadopsi istilah hutan yang
dipunyai oleh FAO, yakni dengan mengatakan a minimum area of land of 0.05-1.0 hectares with tree crown cover or equivalent stocking
level of more than 10-30 per cent with trees with the potential to reach a minimum height of 2-5 metres at maturity in situ
.
21
Tidak ada
penjelasan apakah bisa juga dikatakan hutan ketika jenis pohonnya hampir seragam.
Istilah Indonesia untuk hutan lebih bermasalah lagi. Hutan menurut Indonesia adalah suatu kesatuan ekosistem berupa
hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahkan.
22
Pengertian hutan itu dibedakan pengertiannya dengan
kawasan hutan, yakni wilayah tertentu yang
ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
23
xii Sustainable Forest Management SFM. Pengertian SFM yang
dibuat oleh Second Ministerial Conference on the Protection of Forests in Europe MCPFE pada tanggal 16-17 Juni 1993 di Helsinki,
Finland Helsinki Resolution dapat dijadikan rujukan karena pengertian ini juga diadopsi oleh FAO. Menurut Helsinki Resolution,
SFM adalah: The stewardship and use of forests and forest lands in a way, and at a rate, that maintains their biodiversity, productivity,
regeneration capacity, vitality and their potential to fulill, now and in the future, relevant ecological, economic and social functions, at
local, national, and global levels, and that does not cause damage to other ecosystems Pengusahaan hutan dan lahan hutan yang
mempertimbangkan keanekaragaman hayati, produktivitasnya, kapasitas regenerasi, vitalitas dan potensinya untuk memenuhi fungsi
20
Pasal 1 butir 11 Permenhut P. P. 30Menhut-II2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan REDD.
21
unfccc.intresourcedocscop713a01.pdf diakses 28-09-2010.
22
Pasal 1 butir 2 UU No. 411999 tentang Kehutanan.
23
Pasal 1 butir 3 UU No. 411999 tentang Kehutanan.
14 Seri Hukum Dan Keadilan Iklim: REDD di Indonesia, ke mana akan melangkah?
ekologis, ekonomi dan sosial, pada masa sekarang dan masa depan, baik pada tingkatan lokal, nasional dan global, dan pemenuhan fungsi
itu tidak menyebabkan kerusakan pada ekosistem lain.
24
Dalam praktiknya, SFM lebih ditujukan pada praktik perusahaan kayu besar dalam mengusahakan kekayaan kayu di wilayah konsesinya.
Dengan deinisi dan standar yang terlalu luas menyebabkan banyak perusahaan yang mengaku mengikuti standar tertentu SFM, padahal
dalam prakteknya tidak demikian. Ketika SFM ini coba dimasukkan dalam perdebatan tentang REDD dimasukkan kala perundingan
soal teks REDD pada perundingan AWG di Bonn, Juni 2009, maka yang menerima manfaat adalah perusahaan kayu. Padahal perusahaan
kayu ini menjadi biang terjadinya deforestasi dan penghasil banyak karbon Global Witness, 2009.
xiii Sustainable Management of Forest SMF. Istilah ini muncul dalam
perdebatan REDD ketika dicantumkan dalam Bali Action Plan 2007 Bali Action Plan memandatkan peran “..sustainable management of
forest…” dalam usaha mitigasi perubahan iklim.
25
Pengertian SMF ini juga diperkuat di dalam Copenhagen Accord yang dihasilkan COP 15
tahun 2009.
26
Belum ada ditemukan penjelasan apa yang dimaksud dengan SMF ini, serta apa yang membedakannya dengan istilah SFM
xiv Adaptasi. Dalam definisi yang lebih umum, adaptasi berarti
menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan. Dalam persoalan perubahan iklim, adaptasi berarti penyesuaian dalam sistem alam
atau kehidupan manusia untuk menanggapi perubahan iklim baik yang aktual atau yang diperkirakan atau dampaknya, yang ditujukan
untuk mengurangi kerugian atau memanfaatkan peluang yang paling menguntungkan Parry dkk., 2007. Persoalan adaptasi ini
kurang begitu hangat dibicarakan dalam perundingan perubahan iklim di UNFCCC, baik soal kejelasan dana buat adaptasi maupun
transfer teknologi dari negara-negara maju. Padahal, tindakan adaptasi sangat diperlukan oleh banyak negara-negara yang sudah
diperkirakan akan terkena dampak oleh perubahan iklim, terutama negara-negara kecil dan kepulauan. Negara-negara maju diwajibkan
membantu negara-negara berkembang agar dapat melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim dengan cara bantuan keuangan dan transfer
teknologi. Sampai perdebatan terakhir di COP 15, kedua isu dalam adaptasi itu belum jelas wujudnya.
xv Mitigasi. Dalam perdebatan soal perubahan iklim, mitigasi
merupakan intervensi manusia untuk mengurangi tekanan manusia
24
h ttp:www.foresteurope.orgilestoreforesteuropeConferencesHelsinkihelsinki_resolution_h1.pdf diakses
28-09-2010.
25
u nfccc.intilesmeetingscop_13applicationpdfcp_bali_act_p.pdf diakses 28-09-20100.
26
http:unfccc.intresourcedocs2009cop15eng11a01.pdf diakses 28-09-2010.
15 REDD di Indonesia, kebijakan pemerintah dan kerentanan masyarakat: sebuah pengantar
pada sistem iklim. Termasuk ke dalam tindakan mitigasi disini adalah strategi untuk mengurangi sumber dan emisi gas rumah kaca serta
memperbesar penyerapan gas rumah kaca. Isu mitigasi, dianalogikan dengan rem dalam mekanik mobil, mengambil porsi yang besar
dalam perdebatan perubahan iklim di UNFCCC. Sampai saat ini, sebenarnya, berdasarkan Protokol Kyoto, hanya negara-negara maju
yang diwajibkan melaksanakan tindakan mitigasi. Namun, negara berkembang dibolehkan ikut membantu negara maju lewat CDM.
Selain CDM, skema lain yang sekarang hangat diperdebatkan, yakni REDD, juga merupakan cara agar negara-negara berkembang, terutama
yang memiliki hutan, ikut serta dalam melakukan mitigasi perubahan iklim.
xvi Avoided Deforestation: merupakan istilah cair yang dipergunakan
untuk menyebut upaya pencegahan atau pengurangan hilangnya hutan dengan maksud untuk menurunkan emisi GRK yang mengakibatkan
pemanasan global Griiths, 2007. REDD merupakan salah satu upaya yang masuk ke dalam pengertian Avoided Deforestation
ini. Dekatnya pengertian REDD dengan Avoided Deforestation ini menyebabkan ada yang mendeinisikan Avoided Deforestation ini
sebagai penggunaan insentif keuangan untuk mengurangi tingkat deforestasi dan kerusakan hutan Palmer, Engel, 2009. Di lain pihak,
FAO sendiri masih belum memberikan deinisi yang jelas soal Avoided Deforestation ini
xvii Entitas nasional dan Entitas internasional. Dua istilah ini
diperkenalkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 30Menhut- II2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan
Degradasi Hutan REDD. Kedua entitas ini merupakan pelaku dari REDD. Entitas nasional adalah pemegang izin usaha pemanfaatan
hasil hutan pada kawasan hutan, pengelola hutan negara dan pemilik atau pengelola hutan hak. Sementara entitas internasional
adalah mitra penyandang dana untuk pelaksanaan REDD. Dengan deinisi demikian, maka entitas nasional ini menjadi pelaksana dari
sebuah proyek REDD yang dibiayai oleh entitas internasional atau entitas nasional melakukan proyek yang nantinya menghasilkan
sertiikat REDD yang akan dijual ke entitas internasional. Hak dari entitas nasional hanyalah menerima pembayaran dari entitas
internasional atas penurunan emisi yang berhasil dilakukannya dan entitas internasional berhak mempergunakan sertiikat REDD untuk
dikompensasikan dengan kewajiban penurunan emisinya.
xviii Pengakuan, pemenuhan dan perlindungan hak. Pengakuan lebih
merujuk kepada usaha pihak eksternal dalam mengakui keberadaan dan penghormatan pada pihak lain. Dalam hubungan dengan negara,
16 Seri Hukum Dan Keadilan Iklim: REDD di Indonesia, ke mana akan melangkah?
pengakuan negara atas keberadaan hak suatu masyarakat yang menjadi dasar pemenuhan dan perlindungan hak-hak masyarakat tersebut.
Pemenuhan hak merupakan usaha negara untuk mendekatkan kebijakan yang dilakukanya dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat
dengan tujuan memberikan ruang bagi penikmatan hak-hak tersebut. Perlindungan hak merupakan usaha negara untuk sedapat mungkin
menjauhkan diri dan pihak lainnya dari usaha-usaha pelanggaran hak-hak masyarakat. Termasuk juga didalamnya usaha melindungi
secara nyata keberlangsungan pelaksanaan hak-hak tersebut.
xix Hukum dan Kebijakan. Hukum yang dimaksud dalam penelitian
ini secara terbatas adalah segala peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh institusi negara di tingkat nasional dan
daerah. Adapun kebijakan yang dimaksud pada buku ini merupakan keputusan otoritas publik yang mendapatkan mandat dari rakyat
publik. Kebijakan secara pengertian jauh lebih luas dari peraturan perundang-undangan, karena ia juga mencakup sistem anggaran
dan strategi pelaksanaan keputusan, termasuk pengawasannya. Karenanya kebijakan publik jika dilihat secara siklus mencakup
kegiatan pembuatan kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan monitoring kebijakan. Peraturan perundang-undangan adalah alat otoritatif
negara untuk melegitimasi kebijakan sekaligus untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
xx Perencanaan Kebijakan. Dimaksudkan sebagai usaha pemerintah
untuk merencanakan program-program kebijakannya. Pemerintah yang dimaksud adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Perencanaan kebijakan juga menyangkut proses penapisan usulan dari masyarakat. Namun, penelitian ini lebih bertumpu pada dokumen
perencanaan kebijakan seperti halnya Rencana Kerja Pemerintah Jangka Panjang RPJP, Rencana Kerja Pemerintah Jangka Menengah
RPJM dan Rencana Kerja Pemerintah per tahun RKP, Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD atau dokumen perencanaan
lainnya. Sementara itu diperiksa juga Rencana Strategis Renstra serta Rencana Kerja Renja yang merupakan perencanaan kebijakan
di tingkat instansi teknis.
xxi Pelaksanaan Kebijakan. Merupakan upaya-upaya nyata dari
pemerintah untuk menjalankan program-program kebijakan yang telah direncanakan sebelumnya secara sah. Salah satu bentuk
pelaksanaan kebijakan adalah pembuatan peraturan perundang- undangan, pembentukan lembaga serta pengalokasian anggaran.
xxii Masyarakat adat. Pengertian masyarakat adat mengikuti pandangan
dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara AMAN, yakni, komunitas- komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul leluhur secara turun
17 REDD di Indonesia, kebijakan pemerintah dan kerentanan masyarakat: sebuah pengantar
temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh
hukum adat dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakat AMAN, 2003.
xxiii Masyarakatkomunitas lokal. Ada dua istilah yang dipakai dalam
buku ini, yakni masyarakat lokal dan komunitas lokal, yang dipakai secara bergantian namun mempunyai pengertian yang sama.
Komunitas lokal mengacu pada konsep masyarakat setempat, yang dipakai oleh Koentjaraningrat untuk merujuk pada satuan sosial yang
utuh dan terikat pada sistem ekologi tertentu Koentjaraningrat, 1990. Dalam konsep ini, keterikatan pada wilayah atau tempat
tinggal lebih tinggi ketimbang ikatan kerabat atau etnik. Sekalipun demikian, susah untuk begitu saja memisahkan frase komunitas lokal
dengan kelompok sosial yang telah lama menempati suatu wilayah. Pada situasi tersebut, komunitas lokal beririsan dengan konsep
masyarakat adat indigenous people. Dalam laporan ini, komunitas lokal dipakai sebagai konsep untuk menggambarkan satuan sosial
di desa-desa sekitar dengan menyadari fakta bahwa ada di antara mereka yang merupakan bagian dari masyarakat adat dan ada yang
pendatang.