BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Krisis keuangan yang terjadi didunia turut mengguncang perekonomian dan pasar modal Indonesia. Perkembangan indeks bursa saham di dunia yang sebelumnya
menunjukkan kinerja yang baik terkoreksi turun sampai dengan level yang tidak diperkirakan. Bagi Indonesia hal ini mengakibatkan melemahnya Indeks Harga
Saham Gabungan IHSG. Namun melemahnya IHSG akibat sentimen global krisis keuangan Amerika Serikat sebenarnya memberikan hikmah positif karena tanpa
disadari ternyata kinerja IHSG selama ini relatif overvalued. Pelaku pasar harus tetap waspada ditengah sistem keuangan global yang
terkoneksi karena dampak krisis bisa merembet ke negara – negara lain, termasuk emerging market di Asia. Pelaku pasar dan regulator harus belajar dari pengalaman
yang pernah ada. Hal ini penting bagi perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia karena sebagian besar investor pasar modal Indonesia saat ini masih didominasi oleh
investor asing. Berdasarkan data dari Kustodian Sentral Efek Indonesia KSEI per tanggal 31 Juli 2008 kepemilikan saham investor asing di Bursa Efek Indonesia
sebesar 64 persen, sisanya 36 persen adalah kepemilikan saham investor lokal. Peran investor asing disatu sisi membawa dampak positif dalam meningkatkan likuiditas
berupa aliran modal masuk, tetapi disisi lain merupakan ancaman instabilitas pasar ketika pemodal asing ini keluar dan menarik modalnya secara masif dan tiba-tiba.
Universitas Sumatera Utara
Pemegang saham, debtholders dan manajemen adalah pihak-pihak yang mempunyai
kepentingannya masing-masing
dalam perusahaan.
Penyatuan kepentingan pihak-pihak ini sering menimbulkan masalah dalam bidang keuangan
melalui teori keagenan. Pemegang saham menginginkan imbal hasil yang sesuai dengan resiko yang ditanggungnya yang terkait dengan biaya yang dikeluarkannya.
Pihak debtholders menginginkan dana yang dipinjamkannya mendapat imbal hasil yang sesuai dengan kesepakatan, resiko serta pengembalian yang tepat waktu.
Manajemen juga mempunyai kepentingan untuk memperoleh imbalan yang sesuai dengan kemampuan yang sudah dikeluarkannya. Manajemen diharapkan dapat
mengambil kebijakan perusahaan terutama kebijakan keuangan yang menguntungkan pemegang saham dan debtholders. Bila keputusan manajemen merugikan bagi
pemegang saham dan debtholdres maka akan timbul masalah keagenan. Teori keagenan menjelaskan bahwa kepentingan manajemen dan kepentingan
pemegang saham sering kali bertentangan. Hal tersebut terjadi karena manajer cenderung berusaha mengutamakan kepentingan pribadi. Pemegang saham tidak
menyukai kepentingan pribadi manajer karena hal tersebut akan menambah kos perusahaan sehingga akan menurunkan keuntungan yang akan diterima. Akibat
perbedaan itulah maka terjadi konflik yang biasa disebut konflik agency agency cost. Agency cost dari sisi pemegang saham dapat dikurangi dengan cara melibatkan
pihak ketiga yang masuk melalui kebijakan utang. Beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost yaitu pertama, dari free
cash flow, khususnya aliran kas dibawah control manajemen. Kedua, meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
pendanaan dengan utang, penurunan utang akan menurunkan konflik antara pemegang saham dengan manajer. Ketiga, dengan meningkatkan kepemilikan saham
oleh manajemen. Proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh menajer dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan.
Utang dapat digunakan untuk mengendalikan penggunaan free cash flow yang berlebihan oleh manajer. Dengan demikian dapat menghindari investasi yang sia-sia
karena ketika utang meningkat maka manajer harus menyisihkan dana yang lebih besar untuk membayar bunga dan pinjaman pokoknya secara periodik, sehingga dana
yang tersisa menjadi kecil. Tetapi jika utang yang tinggi tidak diikuti dengan penggunaan yang hati-hati karena adanya kecenderungan perilaku opportunistik oleh
manajer sehingga agency cost of debt semakin tinggi hingga pada akhirnya dapat menimbulkan risiko kebangkrutan dan financial distress.
Kepemilikan manajerial merupakan persentase kepemilikan saham oleh pihak manajerial. Kepemilikan manajerial akan dapat mensejajarkan kepentingan
manajemen dan pemegang saham sehingga manajer akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dengan benar dan merasakan kerugian jika
keputusan yang diambil salah terutama pada pengambilan keputusan mengenai utang. Kepemilikan institutional merupakan persentase kepemilikan saham oleh investor-
investor institutional seperti perusahaan investasi, bank, perusahaan asuransi maupun berupa kepemilikan lembaga dan perusahaan-perusahaan lain. Dengan peningkatan
mekanisme pengawasan dalam perusahaan yaitu dengan mengaktifkan monitoring melalui investor-investor institutional dapat mengurangi agency cost. Dengan adanya
Universitas Sumatera Utara
kepemilikan institutional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen terutama utang.
Selain penggunaan free cash flow, struktur kepemilikan yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilikan institutional, variabel lain seperti set kesempatan
investasi IOS dapat dijadikan alat kontrol untuk menentukan kebijakan utang dalam perusahaan. Konsep mengenai IOS pertama kali diungkapkan oleh Myers 1977.
Dalam konsep ini dinyatakan bahwa perusahaan pada dasarnya merupakan kombinasi antara asset in place yang sifatnya tangible, dan future investment option atau growth
option yang sifatnya intangible. Future investment option mencerminkan kesempatan investasi saat ini yang akan menghasilkan keuntungan di masa depan. Perusahaan
pada tahap pertumbuhan yang tinggi high growth pada umumnya memiliki kesempatan melakukan investasi yang besar dibandingkan dengan perusahaan pada
tahap pertumbuhan rendah slow growth. Namun demikian perusahaan dengan karakteristik tingkat pertumbuhan tinggi high growth biasanya tidak memiliki
cukup aktiva yang dapat dipakai sebagai jaminan apabila perusahaan harus menggunakan utang sebagai jaminan pendanaan. Perusahaan dengan karakteristik
pertumbuhan tinggi cenderung menggunakan utang yang rendah, sebaliknya perusahaan dengan karakteriktik pertumbuhan rendah cenderung menggunakan utang
yang lebih tinggi. Fenomena hubungan antara free cash flow, kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional terhadap kebijakan utang yang diukur dengan debt to equity
Universitas Sumatera Utara
ratio dengan moderating investment opportunity set yang diproksikan dengan market to book value of asset dapat dilihat dari rata-rata kelima variabel yang digunakan.
Tabei 1.1 Rata-rata variabel pada perusahaan manufaktur periode 2005-2008 dalam
Variabel 2005
2006 2007
2008 Free cash Flow
-0,27 -0,03
-0,05 -0,18
Kepemilikan Manajerial 5,07
5,40 5,18
4,38 Kepemilikan Institusional
62,77 64,34
65,81 66,05
Market to Book Value of Asset 0,85
0,90 1,04
0,85 Debt to Equity Ratio
1,17 1,09
1,04 1,17
Tabel 1.1 di atas menunjukkan bahwa angka free cash flow negatif, dan pada tahun 2008 menjadi sangat rendah. Kepemilikan manajerial juga mengalami
penurunan ditahun 2008 namun kepemilikan institusional meningkat berarti sebagian saham manajerial dibeli oleh pihak institusional. Set kesempatan berinvestasi juga
menurun di tahun 2008 walaupun sempat naik ditahun 2007, sehingga hal ini menciptakan peningkatan utang. Hal ini menunjukkan sementara bahwa dengan free
cash flow yang menurun dimana set kesempatan berinvestasi juga rendah menambah peningkatan utang. Begitu juga ketika kepemilikan manajerial menurun walaupun
kepemilikan institusional meningkat namun bila terdapat set kesempatan berinvestasi maka kebijakan utang meningkat.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian yang dilakukan oleh Gull dan Jaggi 1999 menyebutkan bahwa free cash flow berpengaruh signifikan dan memiliki arah hubungan yang positif dengan
utang untuk perusahaan dengan pertumbuhan rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Mahadwartha 2002 pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta dengan periode pengamatan tahun 1990 sampai dengan tahun 2000 menemukan bukti bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan dan
mempunyai arah hubungan yang negatif terhadap kebijakan utang. Wahidahwati 2001 menguji pengaruh kepemilikan manajerial dan kepemilikan institutional
terhadap kebijakan utang dengan sampel 61 perusahaan manufaktur periode pengamatan tahun 1995-1996. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan
manajerial dan kepemilikan institutional mempunyai arah hubungan yang negatif dan signifikan terhadap kebijakan utang.
Investment opportunity set berfungsi sebagai variabel moderating terhadap hubungan free cash flow dengan utang. Hal ini dilihat dari beberapa penelitian
terdahulu seperti Jensen 1986 menyatakan bahwa perusahaan dengan free cash flow besar cenderung akan mempunyai level utang tinggi ketika perusahaan mempunyai
set kesempatan rendah. Lang et al. 1996 menemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara leverage dan pertumbuhan perusahaan di masa datang untuk hanya
perusahaan yang memiliki set kesempatan pertumbuhan yang terbatas. Gull dan Jaggi 1999 menemukan bahwa antara free cash flow dengan kebijakan utang berbeda
antara perusahaan yang memiliki investment ooportunity set rendah dengan perusahaan yang memiliki investment opportunity set yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Tarjo dan Jogiyanto 2003. Penelitian Tarjo mengunakan variabel independen free cash
flow dan kepemilikan manajerial dan variabel dependen yaitu kebijakan utang serta variabel moderating investment opportunity set. Namun penelitian ini menambah satu
variabel independen yaitu variabel kepemilikan institutional dan hanya menggunakan satu rasio sebagai proksi set kesempatan investasi IOS.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini mengambil judul, Analisis Pengaruh Free Cash Flow dan Struktur Kepemilikan
Saham Terhadap Kebjakan Utang dengan Investment Opportunity Set sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah