III METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai Agustus 2009. Lokasi penelitian di Laboratorium Mikrobiologi dan Kimia Pangan SEAFAST Center-
IPB, serta Laboratorium Technopark, IPB. Aplikasi lapangan dilakukan di Desa Cibogo, Kecamatan Cigombong, Bogor.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan berupa : a. Asap cair tempurung kelapa diperoleh dari CV Wulung Prima, Desa
Cihideung Udik – Ciampea, Bogor. b. Nira aren segar diambil dari penderes di Desa Cibogo, Kecamatan
Cigombong, Kabupaten Bogor. c. Bahan-bahan untuk pengujian mikrobiologi diantaranya berupa NA, NB,
MRSA, MRSB, PDA, PDB, asam tartarat, dan PCA. Kultur murni berupa Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa diperoleh dari
Laboratorium SEAFAST Center IPB, sedangkan bakteri asam laktat yang merupakan isolat dari nira aren.
d. Bahan-bahan untuk analisis kimia berupa NaCO
3
jenuh, aquades, dan reagen folin ciocalteu.
Alat yang digunakan berupa destilator untuk destilasi ulang asap cair dan spektrofotometer untuk analisis kimia. Peralatan untuk analisa mikrobiologi
berupa autoclave, inkubator, cawan petri, erlenmeyer, tabung reaksi, pipet mikro, bunsen, ose, dan sebagainya.
3.3. Tahapan Penelitian dan Prosedur Pengujian
Tahap penelitian yang dilakukan dalam kajian ini disarikan dalam diagram alur penelitian pada Gambar 4.
Asap Cair Kasar
Destilasi Ulang Redestilasi
Asap Cair
Uji Aktivitas Antimikroba Asap Cair Redestilasi
Aplikasi Asap Cair Redestilasi untuk Pengawet Nira
Pembuatan Gula Merah dengan Menggunakan Konsentrasi Asap
Cair Redestilasi Terpilih Kadar Fenol
Penentuan Nilai MIC dengan Metode Kontak
Penentuan Konsentrasi
Parameter yang digunakan : 1. Pengkuran pH
2. Analisis Total Mikroba 3. Aplikasi Pembuatan Gula
Uji Organoleptik Uji Warna
Potensi Asap Cair Kasar
Simulasi Penyadapan
Gambar 4 Skema Alur Penelitian Kajian Pengawetan Nira Menggunakan Asap Cair Tempurung Kelapa.
32
3.3.1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan mengenai potensi penggunaan asap cair kasar sebagai pengawet nira dilakukan untuk mengevaluasi apakah asap cair kasar
dapat diaplikasikan pada pengawetan nira. Penelitian ini diawali dengan uji kontak asap cair tempurung kelapa hasil pengendapan asap cair kasar
terhadap kultur campuran mikroorganisme yang diambil langsung dari nira. Konsentrasi asap cair kasar yang digunakan pada pengujian sebesar 0,50,
0,60, 0,80, 1,00, 2,00, dan 3,00vv. Pengujian selanjutnya berupa uji pengawetan nira selama 12 jam
penyimpanan dengan penggunaan asap cair kasar sebesar 0,50, 1,00, 2,00, dan 3,00vv. Pengujian dilakukan dengan cara melakukan
penyadapan secara langsung menggunakan wadah penampung nira yang telah diberi asap cair kasar dengan volume sedemikian rupa sehingga ketika waktu
penyadapan mencapai satu jam diperoleh nira dengan konsentrasi asap cair kasar yang diinginkan tersebut 0,50, 1,00, 2,00, dan 3,00. Setelah
satu jam penyadapan dilakukan, nira yang telah mengandung asap cair ini diukur pH-nya dan dicatat sebagai pH pada jam ke-0. Nira kemudian dibawa
ke laboratorium menggunakan botol steril dan disegel menggunakan parafilm. Setelah sampai di laboratorium, nira ditampung dalam wadah terbuka pada
suhu ruang dan diukur pH-nya setiap jam selama 12 jam. Selain itu, pada konsentrasi yang sama juga dilakukan penyadapan selama 12 jam dan aren
hasil penyadapan dibuat menjadi gula.
3.3.2. Redestilasi Asap Cair
Proses destilasi dilakukan dengan pemanasan asap cair secara terus menerus pada suhu 200
C. Uap hasil pemanasan dikondensasi dan kondensat yang dihasilkan ditampung dalam wadah bersih. Hasil destilasi ulang
kemudian diukur kadar fenolnya dengan menggunakan metode Slinkard dan Singleton 1977.
33
3.3.2.1. Prosedur Pengukuran Kadar Fenol Slinkard dan Singleton, 1977.
Sebanyak 0.1 ml sampel dimasukkan kedalam labu takar 100 ml. Selanjutnya dimasukkan 75 ml aquades, 5 ml pereaksi follins dan 10 ml
NaCO
3
jenuh secara berurutan. Selanjutnya ditambahkan aquades sampai tanda tera, dikocok dan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit. Larutan
yang dihasilkan kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 760 nm. Sebagai standar digunakan asam Tannat konsentrasi 0.1 mgml
kemudian dipipet 0, 2, 3, 4, 6, dan 8 ml ke dalam labu takar 100 ml yang berbeda, diperlakukan seperti sampel dengan standar sebagai pengganti
sampel.
3.3.3. Uji Aktivitas Antimikroba Asap Cair Redestilasi
Uji aktivitas mikroba dilakukan dengan mencari nilai MIC Minimum Inhibitory Concentration asap cair hasil destilasi ulang asap cair redestilasi
terhadap bakteri uji. Kultur murni yang digunakan adalah Staphylococcus aureus mewakili bakteri patogen gram positif yang mungkin
mengkontaminasi nira akibat higiene penderes yang kurang baik. Pseudomonas aeruginosa mewakili bakteri pembusuk gram negatif,
sedangkan bakteri asam laktat BAL yang diisolasi dari nira sebagai bakteri perusak nira dari kelompok gram positif.
3.3.3.1. Prosedur Persiapan Kultur Mikroba
Kultur bakteri
Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa dalam agar miring diambil satu ose dan diinokulasikan dalam 10 ml Nutrient
Broth NB, kemudian diinkubasikan pada suhu 37 C selama 24 jam. Setelah
inkubasi selama 24 jam, bakteri siap digunakan untuk uji kontak. Kultur BAL diperoleh dengan melakukan isolasi langsung dari nira
dengan menggunakan metode cawan tuang. Isolasi diawali dengan melakukan plating 1 ml nira pada cawan menggunakan media MRSA yang ditambahi
CaCO
3
. Penambahan CaCO
3
dalam media MRSA menyebabkan terbentuknya
34
halo pada wilayah sekitar koloni yang diduga sebagai BAL. Setelah dilakukan plating, cawan dengan agar yang telah memadat diinkubasi terbalik pada suhu
37 C selama 48 jam. Koloni yang terpisah dan memperlihatkan zona halo
pada wilayah disekitarnya dipilih untuk diisolasi. Koloni tersebut diambil secara aseptis menggunakan ose dan dimasukkan ke dalam media MRSB dan
diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam. Kultur yang berusia 24 jam ini di
uji pewarnaan Gram dan uji katalase. Kultur yang memberikan warna ungu indikator gram positif dan katalase negatif sudah dapat dijadikan sebagai
isolat BAL asal nira.
3.3.3.2. Prosedur Penentuan MIC dengan Metode Kontak Suspension Test
Penentuan MIC
dengan metode
kontak pada prinsipnya dilakukan dengan cara menumbuhkan mikroorganisme pada media yang sudah ditambah
senyawa antimikroba pada konsentrasi tertentu. Satu seri tabung diisi dengan media pertumbuhan. Pada setiap tabung ditambahkan senyawa antimikroba
dengan konsentrasi yang berbeda. Selanjutnya pada setiap tabung diinokulasikan mikroorganisme uji dengan jumlah yang sama 10
6
CFUml. Semua seri tabung uji diinkubasikan dengan menggunakan shaker pada suhu
ruang selama 24 jam dengan kecepatan 150 rpm. MIC merupakan konsentrasi terendah yang mampu menurunkan jumlah mikroba uji sebesar 90 dari
jumlah bakteri kontrol tanpa penambahan asap cair setelah dikontakkan selama 24 jam.
Konsentrasi uji untuk S.aureus dan P. aeruginosa secara berturut- turut adalah 0,20 – 0,80vv dan 0,22 - 0,30vv. Konsentrasi ini
dirujuk dari Zuraida 2008 yang menggunakan asap cair tanpa destilasi ulang untuk pengawetan bakso ikan. Konsentrasi uji untuk BAL asal nira adalah
0,50 - 30,00vv. Penghitungan nilai MIC ditentukan dengan persen penghambatan dengan rumus :
[ ]
100 100
tan x
No Nt
penghamba −
=
dimana : Nt = Jumlah mikroba setelah dikontakkan selama 24 jam, dan No = Jumlah mikroba kontrol setelah dikontakkan selama 24 jam
35
3.3.4. Apilkasi Asap Cair Redestilasi untuk Pengawet Nira
Aplikasi asap cair redestilasi dilakukan dengan melakukan suatu simulasi di laboratorium. Simulasi pertama dilakukan untuk menentukan
konsentrasi berapa yang akan diujikan pada tahap simulasi penyadapan dengan melihat perubahan nilai pH setelah penyadapan, total mikroba, serta
aplikasi langsung dalam pembuatan gula merah. Simulasi kedua dilakukan untuk melihat proses perubahan pH dan perkembangan jumlah mikroba pada
nira selama penyadapan. Simulasi pertama dilakukan dengan cara melakukan penyadapan
secara langsung menggunakan wadah penampung nira yang telah diberi asap cair dengan volume tertentu. Asap cair yang ditambahkan adalah sebanyak
sedemikian rupa sehingga pada waktu penyadapan selama satu jam diperoleh konsentrasi yang diinginkan 2 sampai 10 kali MIC. Setelah satu jam
penyadapan dilakukan, nira yang telah mengandung asap cair ini diambil diukur pH-nya dan dicatat sebagai pH pada jam ke- nol. Nira kemudian
dibawa ke laboratorium menggunakan botol steril dan disegel menggunakan parafilm. Setelah sampai di laboratorium, nira ditampung dalam wadah
terbuka pada suhu ruang. Penghitungan jumlah total mikroba, jumlah bakteri asam laktat, serta
jumlah khamir dilakukan dengan cara yang sama pada simulasi pertama. Penghitungan mikroba dilakukan dengan metode BAM 2001. Aplikasi
langsung dilakukan dengan menambahkan asap cair kedalam wadah penampung nira yang digunakan untuk menyadap. Nira yang dihasilkan
selanjutnya dievaluasi dan diolah menjadi nira. Simulasi kedua adalah simulasi penyadapan. Nira untuk simulasi
diperoleh dari nira segar yang disterilisasi pada suhu 121 C selama 15 menit
menggunakan autoclave. Wadah penampung yang biasa digunakan petani untuk menyadap diberi asap cair dengan jumlah tertentu. Setiap jam selama
12 jam dilakukan pengisian nira hasil sterilisasi sebanyak 25 ml kedalam
36
wadah penampung berisi asap cair dan diukur perubahan pH-nya baik sebelum diberi tambahan nira maupun sesudahnya.
3.3.4.1. Prosedur Analisis Total Mikroba BAM, 2001 Satu mililiter sampel dipipet dari pengenceran yang dikehendaki ke
dalam cawan petri. Sebanyak ± 12-15 ml media dituang ke dalam cawan petri dan segera setelah penuangan agar, cawan petri kemudian digerakkan secara
hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan gerakkan seperti angka delapan. Setelah agar membeku, cawan di inkubasi
dengan posisi terbalik pada suhu 35 C selama 48 jam. Setelah inkubasi,
jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dihitung berdasarkan metode Bacteriological Analytical Manual BAM.
Proses perhitungan total bakteri dilakukan dengan berbagai ketentuan berdasarkan BAM 2001, antara lain :
1. Cawan yang normal berisi 25-250 koloni. Semua koloni dihitung termasuk titik yang berukuran kecil. Pengenceran dan jumlah koloni
semua dicatat untuk setiap cawan. 2. Cawan yang berisi lebih dari 250 koloni dicatat sebagai TBUD Terlalu
Banyak Untuk Dihitung. Jika tidak ada koloni yang tumbuh maka ditulis kurang dari 1 kali pengenceran terendah.
3. Rumus perhitungan yang digunakan adalah : Untuk sampel 25-250 koloni :
[ ]
d n
n C
N ×
× +
× ∑
= 1
, 1
2 1
dimana : N
= Total Bakteri C
= Jumlah Total seluruh bakteri n
1
= Jumlah cawan pada pengenceran pertama n
2
= Jumlah cawan pada pengenceran kedua d
= Tingkat pengenceran
37
3.3.5. Pembuatan Gula Merah dengan Menggunakan Konsentrasi Asap Cair
Redestilasi Terpilih
Tahap akhir dari penelitian adalah aplikasi asap cair secara langsung dalam proses penyadapan nira dengan konsentrasi terpilih yang selanjutnya
diolah menjadi gula merah. Rasa gula yang dihasilkan kemudian diuji secara organoleptik dan warna gula diuji menggunakan Chromameter.
3.3.5.1. Prosedur Uji Organoleptik
Uji organoleptik Rahayu, 2001 berupa pengujian hedonik oleh 30 panelis terhadap produk gula merah dari nira yang menggunakan pengawet
dalam penelitian ini. Pelaksanaan uji hedonik ini adalah dengan menyajikan gula merah yang telah diberi kode tertentu dan panelis diminta untuk
memberikan penilaian pada lembar nilai yang telah disediakan. Pengukuran skala hedonik menggunakan skala angka satu sampai tujuh dengan tingkat
kesukaan terdiri dari: sangat suka, agak suka, suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka. Penilaian lainnya adalah dari segi aroma dimana
panelis diminta untuk memberikan ada tidaknya aroma asing yang dirasakan
pada saat menguji sampel. 3.3.5.2. Prosedur Uji Warna
Uji warna dilakukan untuk menentukan apakah penggunaan asap cair sebagai pengawet mempengaruhi penampakan akhir. Alat yang digunakan
berupa Chromameter CR300. Angka hasil pemotretan oleh Chromameter CR300 adalah nilai tristimulus untuk mengukur warna yang dipantulkan oleh
suatu permukaan. Data pengukuran dapat berupa nilai absolut maupun nilai selisih dengan warna standar. Pengukuran absolut dapat ditampilkan dalam
skala Yxy CIE 1931, Lab CIE, 1976, LCHo, Hunter L a b, atau nilai tristimulus XYZ. Dalam penelitian ini hanya digunakan nilai L, a, dan
b. Gambar 5 mendeskripsikan pembacaan nilai L, a, dan b. Nilai L memperlihatkan kecerahan, nilai a+ menandakan produk memiliki
38
kecendrungan berwarna kemerahan sedangkan nilai a- menandakan produk memiliki kecenderungan berwarna kehijauan. Nilai b+ menandakan produk
berwarna kekuningan sedangkan nilai b- menandakan produk berwarna mengarah pada kebiruan.
L -a
+a
-b +b
L +a
+b
-a
-b L=100
L=0
+ +
L L
= =
L L
i i
g g
h h
t t
n n
e e
s s
s s
- -
L L
= =
D D
a a
r r
k k
n n
e e
s s
s s
+ +
a a
= =
R R
e e
d d
n n
e e
s s
s s
- -
a a
= =
G G
r r
e e
e e
n n
e e
s s
s s
+ +
b b
= =
Y Y
e e
l l
l l
o o
w w
n n
e e
s s
s s
- -
b b
= =
B B
l l
u u
e e
n n
e e
s s
s s
Gambar 5 Deskripsi Nilai L,a,dan b pada Pembacaan Chromameter.
3.3.6. Analisis Statistik
Total fenol, uji warna, dan uji aktivitas anti bakteri diuji menggunakan rancangan acak lengkap RAL. Perubahan pH dan jumlah mikroba serta
perubahan pH pada simulasi penyadapan diuji menggunakan RAL in time untuk melihat pengaruh waktu dan perlakuan asap cair. Uji organoleptik
dianalisis menggunakan Rancangan Acak Kelompok RAK. Uji statistik ini menggunakan software SAS untuk analisis sidik ragam ANOVA dan uji
lanjut Duncan pada tingkat kepercayaan 95.
39
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Potensi Penggunaan Asap Cair Tempurung Kelapa sebagai Pengawet Nira
Asap cair tempurung kelapa diperoleh dari asap pembakaran yang tidak sempurna tempurung kelapa. Proses yang terjadi pada pembuatan asap cair
terdiri dari reaksi dekomposisi, oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi. Uap asap yang dihasilkan selama pembakaran tempurung kelapa dikondensasi
menghasilkan kondensat asap berupa cairan kental berwarna hitam. Kondensat asap yang dihasilkan ditampung dan diendapkan selama beberapa hari untuk
memperoleh cairan asap yang terpisah dari partikel padat berwarna hitam yang bercampur didalamnya.
Council of Europe Comitee of Experts on Flavouring Substances CECEFS 1992 menerangkan bahwa asap terdiri dari komponen gas, cairan,
dan partikel padat. Pada saat kondensasi asap, partikel padat berwarna hitam tercampur dalam asap cair kasar sehingga perlu dilakukan pemisahan karena
partikel padat tersebut bersifat karsinogenik. Partikel-pertikel tersebut diantaranya adalah senyawa nitrogen oksida, polycyclic aromatic hydrocarbons
PAHs, senyawa fenolik, senyawa karbonil, furan, asam alifatik karboksilat, serta komponen tar dengan karakteristik yang sama yaitu memiliki titik didih
yang tinggi. Guillen et al. 2001 menjelaskan bahwa komponen-komponen asap cair yang berwarna hitam merupakan komponen yang berbeda dengan
komponen asap cair yang digunakan sebagai ingredient dan flavor dalam pangan. Komponen-komponen tersebut termasuk golongan levoglucosan,
turunan karbohidrat, senyawa bernitrogen, serta senyawa-senyawa yang belum teridentifikasi.
Produsen asap cair menggunakan metode pengendapan selama beberapa hari untuk memisahkan cairan asap cair dengan padatan terlarut
tersebut. Asap cair tempurung kelapa yang dihasilkan dari proses pengendapan memiliki warna coklat kehitaman dengan pH 4,9 Gambar 6.
Gambar 6 Asap Cair Kasar Tempurung Kelapa Hasil Pengendapan. Penelitian pendahuluan mengenai potensi asap cair sebagai pengawet nira
dilakukan dengan melakukan uji kontak asap cair kasar terhadap kultur campuran dari nira pada konsentrasi 0,50, 0,60, 0,80, 1,00, 2,00, dan
3,00. Konsentrasi yang digunakan dalam penelitian pendahuluan ini mengacu pada Syabana dan Rusbana 2008 serta Zuraida 2008. Tabel 9 memperlihatkan
bahwa pada konsentrasi asap cair kasar 0,50 sudah dapat menghambat pertumbuhan mikroba sebesar 3 log dibanding kontrol. Pada konsentrasi 0,80
sampai 3,00 asap cair kasar mampu menghambat pertumbuhan mikroba sampai 5 log dibanding kontrol.
Tabel 9 Jumlah Mikroba setelah dikontakkan selama 24 jam dengan Asap Cair Kasar pada berbagai Konsentrasi
Konsentrasi asap cair kasar vv Jumlah Mikroba CFUml
0,00 3,7 x 10
8
0,50 7,6 x 10
5
0,60 7,0 x 10
3
0,80 10
3
1,00 10
3
2,00 10
3
3,00 10
3
Hasil uji kontak ini memberi kesimpulan awal bahwa asap cair kasar hasil pengendapan memiliki potensi untuk digunakan dalam pengawetan nira.
Penelitian pendahuluan selanjutnya adalah dengan mengaplikasikan asap cair kasar pada nira selama 12 jam penyimpanan. Konsentrasi yang digunakan adalah
0,50, 1,00, 2,00, dan 3,00 berdasarkan hasil uji kontak tahap sebelumnya. Pengujian dilakukan dengan cara melakukan penyadapan secara
langsung menggunakan wadah penampung nira yang telah diberi asap cair
41
dengan volume sedemikian rupa sehingga pada waktu penyadapan mencapai satu jam diperoleh nira dengan konsentrasi asap cair yang diinginkan 0,50,
1,00, 2,00, dan 3,00. Setelah satu jam penyadapan dilakukan, nira yang telah mengandung asap cair ini diukur pH-nya dan dicatat sebagai pH pada jam
ke-0. Nira kemudian dibawa ke laboratorium menggunakan botol steril dan disegel menggunakan parafilm. Setelah sampai di laboratorium, nira ditampung
dalam wadah terbuka pada suhu ruang dan diukur pH-nya setiap jam selama 12 jam.
Gambar 7 memperlihatkan hasil pengukuran pH nira yang telah diberi asap cair kasar dan disimpan selama 12 jam. Hasil pengukuran perubahan pH
pada penelitian pendahuluan ini menunjukkan bahwa penggunaan asap cair kasar dengan konsentrasi 0,50 mampu mempertahankan pH nira diatas 7 sampai 6
jam penyimpanan, sedangkan dengan konsentrasi 3,00 mampu mempertahankan pH nira pada kisaran 6,6 - 6,8 selama 12 jam penyimpanan.
Tahap lanjutan dari hasil pengukuran pH adalah aplikasi asap cair konsentrasi 0,50 dan 3,00 untuk penyadapan nira selama 12 jam. Nira hasil penyadapan
dengan menggunakan asap cair 0,50 dan 3,00 selanjutnya diolah menjadi gula.
Gambar 7 Perubahan pH Nira setelah Diberi Perlakuan Penambahan Asap Cair AC pada berbagai Konsentrasi selama 12 Jam Penyimpanan.
3 4
5 6
7 8
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
Jam ke - pH
Nira + 0,00 AC Nira + 0,50 AC
Nira + 1,00 AC Nira + 1,50 AC
Nira + 2,00 AC Nira + 3,00 AC
Gula yang diperoleh dari nira dengan asap cair kasar hasil pengendapan memiliki warna yang gelap. Nira dengan asap cair kasar 0,50 menghasilkan
gula yang berwarna coklat tua, sedangkan konsentrasi 3,00 berwarna hitam.
42
Perubahan warna yang terjadi ini disebabkan oleh komponen berwarna hitam yang terdapat dalam asap cair kasar. Gambar 8 memperlihatkan warna gula
merah dari nira yang disadap dengan menggunakan pengawet asap cair kasar hasil pengendapan sebanyak 0,50 dan 3,00.
Gambar 8 Gula Merah dari Nira yang mengandung Asap Cair Kasar 0,50 dan 0,30.
Hasil penelitian pendahuluan ini menunjukkan bahwa asap cair kasar memiliki potensi untuk diaplikasikan sebagai pengawet nira. Pada konsentrasi
asap cair 0,50 sampai 3,00 mampu memberikan aktivitas penghambatan terhadap kultur campuran dari nira aren dan mampu mempertahankan pH nira
pada kisaran 6-7 selama 12 jam penyimpanan. Gula yang dihasilkan dari nira yang mengandung asap cair kasar menyebabkan warna gula menjadi lebih gelap.
Oleh karena itu, pada penelitian utama dilakukan destilasi ulang asap cair sehingga diperoleh asap cair redestilasi yang lebih murni dan jernih.
4.2. Kadar Fenol Asap Cair Redestilasi
Destilasi merupakan suatu perlakuan fisik dengan memberikan panas sehingga sangat dimungkinkan terjadinya perbedaan sifat dan karakteristik dari
asap cair sebelum dan sesudah destilasi. Destilasi dilakukan dalam rangka menurunkan kadar partikel padat yang terdispersi dalam asap cair.
Guillen et al. 2001 dan CECEFS 1992 menerangkan bahwa asap terdiri dari komponen gas, cairan, dan partikel padat. Pada saat kondensasi asap,
partikel padat tercampur dalam asap cair kasar sehingga perlu dilakukan pemisahan karena partikel padat tersebut bersifat karsinogenik. Partikel-pertikel
43
tersebut diantaranya adalah senyawa nitrogen oksida, polycyclic aromatic hydrocarbons PAHs, senyawa fenolik, senyawa karbonil, furan, asam alifatik
karboksilat, serta komponen tar dengan karakteristik yang sama yaitu memiliki titk didih yang tinggi.
Penemuan sifat karsinogenik dari Polycyclic Aromatic Hydrocarbon PAHs menyebabkan penelitian mengenai bahan pangan hasil pengasapan
meningkat. Salah satu metode yang diterapkan untuk memurnikan asap cair adalah dengan detilasi. Prinsip destilasi adalah dengan melakukan evaporasi atau
penguapan melalui proses pemanasan dan dilanjutkan dengan kondensasi pendinginan uap hasil pemanasan sehingga uap asap cair mengembun.
Perlakuan evaporasi umumnya akan menyebabkan penurunan jumlah kandungan zat pada destilat dibandingkan dengan kandungan awal zat pada bahan sebelum
didestilasi. Hasil pengukuran kadar fenol disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9 Total Fenol Asap Cair Sebelum A dan Sesudah Destilasi B
Sebelum Destilasi
Setelah Destilasi
1.00 2.00
3.00 4.00
K a
da r Fe
nol
Sebelum Destilasi Setelah Destilasi
A B
Destilasi ulang asap cair menyebabkan kadar total fenol dalam asap menjadi turun sebesar 0,7. Berdasarkan hasil ANOVA, penurunan sebesar
0,7 ini menyebabkan perbedaan yang signifikan antara sebelum proses destilasi dan setelah destilasi pada taraf kepercayaan 95. Penurunan kadar
fenol ini terjadi akibat proses kondensasi yang dilakukan tidak sempurna sehingga sebagian senyawa fenolik masih berbentuk uap ketika keluar dari alat
destilator. Hal ini diindikasikan dengan aroma asap yang tercium menyengat ketika proses destilasi ulang dilakukan. Guillen dan Ibargoitia 1998
menyatakan bahwa fenolik merupakan salah satu senyawa yang menjadi flavor
44
dari asap cair. Senyawa guaiacol merupakan flavor rasa asap sedangkan syringol merupakan flavor aroma asap. Terciumnya aroma asap yang menyengat dari
lubang kondensor menjadi indikator bahwa tidak semua komopenen fenol tertampung sebagai kondensat.
Gambar 10 memberikan ilustrasi tentang perbandingan warna antara asap cair kasar dengan asap cair hasil destilasi. Perubahan warna setelah proses
destilasi dilakukan disebabkan oleh proses pemanasan pada saat destilasi tidak sampai menguapkan senyawa yang berwarna hitam, sehingga uap yang
terkondensasi memiliki warna lebih jernih. pH asap cair redestilasi juga mengalami perubahan menjadi 3,0. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan
bandingkan dengan asap cair kasar yang memiliki pH sebesar 4,9.
A B Gambar 10 Warna Asap Cair A Sebelum Destilasi dan B Sesudah Destilasi.
Berkurangnya kadar fenol, bertambahnya kadar keasaman, dan perubahan warna asap cair menjadi lebih jernih yang terjadi akibat destilasi
ulang memungkinkan terjadinya perubahan sifat antimikroba asap cair. Asap cair redestilasi dengan penampakan yang lebih jernih dapat dilaplikasikan lebih luas
lagi dalam pengolahan pangan.
4.3. Aktivitas Antimikroba Asap Cair Redestilasi