buah kering, anggur wine, dan kentang olahan. Penggunaan sulfit lebih khusus lagi digunakan sebagai senyawa untuk mencegah terjadinya reaksi
pencoklatan Syah et al., 2005. Mahakkapong 2004 merinci pengaruh penggunaan sulfit sebagai
zat aditif dalam gula kelapa di negara Thailand. Sulfit digunakan untuk pengawet karena memiliki sifat antimikroba dengan cara berinteraksi dengan
membran, berpenetrasi kedalam sel, dan menghambat kerja enzim ATPase dan bereaksi dengan komponen dalam sitoplasma sehingga terjadi gangguan pada
mikroba yang berakhir dengan kematian sel. Sulfit juga digunakan untuk mencegah reaksi pencoklatan karena mampu menginhibisi kerja enzim
pencoklatan dan membentuk sulfonat bersama senyawa karbonil intermediet pada reaksi pencoklatan non enzimatik. Dijelaskan pula bahwa penggunaan
sulfit dapat menyebabkan gangguan bagi orang-orang tertentu. Sulfit dapat menginduksi terjadinya asma, menyebabkan timbulnya rasa panas dan
gangguan pada bagian abdomen, serta dapat merusak thiamin dalam tubuh.
2.9. Asap Cair
Asap cair merupakan suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari uap asap kayu dalam air yang diperoleh dari hasil pirolisa kayu Putnam et al.,
1999. Kayu keras dan kayu lunak dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan asap cair. Asap diperoleh melalui pembakaran kayu keras dan kayu
lunak yang banyak mengandung lignin, selulosa, dan hemiselulosa Maga, 1988. Jaya et al. 1997 menyebutkan bahwa diantara kayu bakau, kesambi,
jati dan tempurung kelapa, kadar lignin tertinggi terdapat pada tempurung kelapa dan terendah pada kayu bakau. Kadar selulosa tertinggi terdapat pada
kayu jati sedangkan terendah pada tempurung kelapa. Asap diproduksi melalui proses pirolisis dengan cara pembakaran
yang tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organik dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas
yang meliputi reaksi oksidasi, dekomposisi, polimerisasi, dan kondensasi Girrard, 1992. Reaksi yang terjadi berupa penghilangan air pada suhu 120
- 150
C. Pirolisis hemiselulosa yang tersusun dari pentosan dan heksosan
23
pada 200 -250
C menghasilkan furfural, furan, serta asam asetat dan homolognya. Pirolisis selulosa bersama dengan heksosan berlangsung pada
280 -320
C menghasilkan asam asetat dan homolognya. Lignin mengalami degradasi pada suhu 300
-400 C menghasilkan senyawa fenol, dan eter
fenolik seperti guaiakol 2-metoksifenol dan homolognya serta turunannya yang berperan dalan menghasilkan flavor asap.
Siskos et al. 2007 mengemukakan bahwa asap cair mengandung beberapa zat antimikroba yaitu asam dan turunannya format, asetat, butirat,
propionat, dan metil ester, alkohol metil, etil, propil, alkil, dan isobutil alkohol, aldehid formladehid, asetaldehid, furfural, dan metil furfural,
hidrokarbon silene, kumene, dan simene, keton aseton, metil etil keton, metil propil keton, dan etil propil keton, fenol, piridin, dan metil piridin.
2.10. Aktivitas Antimikroba Asap Cair
Pelczar et al. 1988 menyatakan senyawa kimia utama yang memiliki sifat antibakteri adalah fenol dan senyawa fenolat, alkohol, halogen,
logam berat dan persenyawaannya, detrejen, aldehid, dan kemosterilisator gas. Branen dan Davidson 1993 menjelaskan mekanisme senyawa antibakteri
tersebut dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme ada beberapa cara, diantaranya :
1 Merusak struktur dinding sel dengan cara menghambat proses
pembentukan atau menyebabkan lisis pada dinding sel yang sudah terbentuk. Adanya perbedaan struktur dinding sel mikroba menyebabkan
perbedaan resistensi terhadap senyawa antimikroba; 2 Mengubah permeabilitas membran sitoplasma. Komponen senyawa
antimikroba mengganggu integritas membran sitoplasma sehingga terjadi kebocoran. Fenol dapat mengakibatkan lisis sel dan menyebabkan
denaturasi protein, menghambat pembentukan protein sitolpasma dan asam nukleat, serta menghambat ikatan ATP-ase pada membran;
3 Menghambat kerja enzim sehingga metabolisme sel terganggu. Dengan menghambat proses sintesis protein maka ketersediaan enzim intraseluler
manjadi terganggu dan pada akhirnya menghambat proses metabolisme
24
sel. Senyawa fenol dapat bereaksi dengan enzim dehidrogenase sehingga aktivitas enzim tersebut menjadi hilang;
4 Menginaktivasi fungsi material genetik. Senyawa antibakteri dapat mengganggu kerja dari RNA dan DNA polimerase sehingga pembentukan
asam nukleat dan transfer informasi genetik menjadi terganggu. Aktivitas antimikroba asap cair terutama disebabkan oleh adanya
senyawa kimia yang terkandung dalam asap seperti fenol, formaldehid, asam asetat, dan kreosat. Semua senyawa tersebut menghambat pembentukan spora
dan pertumbuhan beberapa jenis jamur dan bakteri. Proses pemurnian asap cair dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan fraksi tar yang mengandung
hidrokarbon aromatik. Benzo[a]pirene merupakan salah satu Policyclic Aromatic Hydrocarbon
PAH yang bersifat karsinogenik, memiliki titik cair 179
C dan titik didih 312 C Jaya, et al., 1997.
Asap cair komersial dapat menghambat pertumbuhan Vibrio vulnivicus, Yersinia enterolitica,
dan Lactococcus lactis dengan MIC masing- masing 0,2, 0,6, dan 0,8 secara berturut-turut Sunen, 1998. Munoz et
al. 1998 melaporkan bahwa asap cair komersial pada konsentrasi 8 dapat
menghambat pertumbuhan E.coli O157:H7 yang diinokulasikan pada daging. Milly et al. 2005 melaporkan bahwa konsentrasi 0,75 asap cair komersil
merupakan MIC untuk Lactobacillus plantarum. Sunen 1998 menunjukkan bahwa asap cair komersial memiliki
efektivitas yang berbeda-beda dengan penghambatan terhadap mikroorganisme yang berbeda pula, tergantung dari komponen antimikroba
yang dikandungnya. Rentang kisaran nilai MIC asap cair komersial mulai dari 0,4 sampai lebih dari 8 untuk menghambat satu jenis mikroorganisme
yang sama. Catte et al. 1999 menunjukkan juga bahwa penggunaan asap cair komersial pada konsentrasi 0,33 ml – 4,33mll tidak mampu menghambat
petumbuhan Lactobacillus plantarum ATCC 12315.
2.11. Asap Cair Tempurung Kelapa