BAB I I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia memiliki masing-masing empat aspek keterampilan kebahasaan dan kesastraan. Pengajaran sastra memiliki
bermacam kekhususan karena sastra, manusia, dan pendidikan tidak dapat dipisahkan. Sastra merupakan hasil aktivitas manusia yang bersifat imajinatif,
namun sarat dengan permasalahan manusia, dan dikembalikan lagi pada manusia melalui pendidikan dan pengajaran. Disadari atau tidak hal tersebut berpengaruh
pada siswa untuk mengembangkan kemampuan dan sikap dalam mengapresiasi persoalan-persoalan yang ada di sekitar mereka. Mempelajari sastra dapat
memperhalus budi pekerti, saling menghargai sesama makhluk Tuhan, sehingga hidup jadi bermakna. Oleh karena itu pengajaran apresiasi sastra semakin penting
peranannya dalam pendidikan. Rahmanto 1993: 15 berpendapat, jika pengajaran sastra dilakukan dengan cara yang tepat, maka pengajaran sastra dapat juga
memberi sumbangan yang besar untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang cukup sulit untuk dipecahkan di dalam masyarakat.
Namun pada kenyataannya apresiasi sastra masih dianggap sebagian siswa kurang menarik, hal ini harus diakui. Penyebab kurang menariknya pelajaran
apresiasi sastra Indonesia, di antaranya kurang terbinanya pengajaran apresiasi sastra Indonesia dengan baik, cara guru mengajar yang kurang memotivasi siswa,
kurangnya sarana dan prasarana, serta kurang akrabnya siswa dengan karya sastra
sehingga motivasi dan hasil berlajar siswa rendah. Selain tersebut menurut Agus R. Sarjono 2001: 208 Keberhasilan dan kegagalan pengajaran sastra sudah
barang tentu memiliki sebab yang banyak, karena ia merupakan sebuah sistem yang meliputi kurikulum di sekolah, sarana dan prasarana seperti pengadaan buku
dan perpustakaan, minat baca masyarakat, iklim bersastra, dan lain-lain. Hal yang senada diungkapkan oleh Anwarsono bahwa pengajaran sastra di sekolah belum
membanggakan karena kurangnya jam pelajaran, sistem pengajaran yang kurang pas, kurikulum yang hanya mendorong siswa untuk menghafal angkatan, judul
karya tanpa pernah mengajak siswa memasuki wilayah interpretasi maupun kreasi karya sastra dalam Horison edisi Agustus 2003.
Menurut Agus R. Sarjono, pengajaran sastra di sekolah memiliki peluang besar untuk meningkatkan apresiasi dan minat siswa terhadap sastra 2001: 208.
Namun banyak faktor yang mempengaruhi pembelajaran apresiasi sastra, antara lain, guru, penggunaan metode, dan pemilihan materi yang tepat. Guru adalah
ujung tombak yang berhadapan langsung dengan siswa pada saat terjadi kegiatan pembelajaran di kelas. Guru harus memiliki dan mampu menerapkan strategi
pengajaran yang tepat, sesuai dengan kondisi sekolah dan siswa sehingga diharapkan dapat menimbulkan motivasi pada siswa untuk mengapresiasi sastra.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Gunanto Saparie berikut ini: “Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran apresiasi sastra paling utama
terletak pada guru sastra. Dalam pembelajaran apresiasi sastra, guru harus berusaha agar kegiatan belajar mengajar tetap hidup, menghindari kemonotonan,
menimbulkan unsur kejutan, ketakjuban dan kesenangan dari karya sastra yang diajarkan.” http:www.suarakarya-online.comnews.html?id
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia bertujuan di antaranya agar peserta didik memiliki kemampuan menikmati dan memanfaatkan karya sastra
untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; menghargai dan membanggakan sastra
Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia BNSP, 2006: 261. Namun pada kenyataannya masih banyak siswa yang kurang berminat
dalam pembelajaran apresiasi sastra. Pembelajaran apresiasi sastra sampai saat ini masih menjadi masalah secara umum karena kegiatan apresiasi sastra dari tingkat
Sekolah Dasar SD hingga tingkat Sekolah Menengah Atas SMA masih rendah. Hal demikian juga dialami siswa kelas X 8 SMA Negeri 1 Samarinda,
kemampuan apresiasi sastra khususnya apresiasi puisi masih rendah. Rendahnya kemampuan apresiasi puisi tersebut mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa
pada sastra. Hasil belajar siswa yang mencapai Kreteria Ketuntasan Minimal KKM 70 hanya 17 orang dari 40 siswa di kelas tersebut, berarti hanya mencapai
42,5. Hal tersebut dinyatakan oleh guru bahasa dan sastra Indonesia yang mengajar di kelas X 8, Suwitoyo, S.Pd. pada wawancara awal tanggal 21 Juli
2008, pukul 10.30 WIT, di ruang guru SMA Negeri 1 Samarinda. Faktor-faktor penyebab rendahnya hasil belajar siswa tersebut di antaranya
faktor dari siswa, minat belajar siswa untuk sastra masih rendah karena sebagian besar siswa di kelas tersebut tidak tertarik dengan pembelajaran sastra. Mereka
lebih tertarik dan menyukai mata pelajaran yang bersifat eksak dibandingkan dengan mata pelajaran yang bersifat sosial. Selain faktor dari siswa faktor dari
guru juga sangat mempengaruhi. Guru lebih sering menggunakan metode
ceramah, pemilihan materi pembelajaran yang kurang tepat, dan kurang memotivasi siswa untuk memahami sastra dengan baik sehingga minat belajar
siswa rendah. Untuk mengatasai permasalahan tersebut, guru benar-benar dituntut untuk
memiliki kemampuan atau kompetensi dalam melaksanakan tugasnya secara profesional. Menurut Kusnandar 2007: 54 Guru adalah pendidik professional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru adalah segala-galanya dan paling pandai sementara siswa hanya
menjadi objek merupakan pemikiran yang keliru dan harus ditinggalkan. Seorang guru dalam proses belajar mengajar terlebih lagi pada pembelajaran apresiasi puisi
harus berorientasi pada siswa. Siswa harus menjadi subjek belajar yang aktif. Dengan demikian motivasi, minat, kemampuan apresiasi puisi, dan hasil belajar
siswa meningkat. Untuk itulah seorang guru dituntut lebih professional dalam melaksanakan tugasnya. Menurut Kusnandar 2007: 48 guru professional adalah
guru yang mengenal tentang dirinya, yaitu dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik untukdalam belajar.
Selain hal tersebut guru harus memiliki kreativitas tinggi, mampu mengembangkan teknik pembelajaran, menggunakan metode yang tepat, menjadi
motivator, mediator, dan administrator yang baik. Agar semua hal tersebut dapat terlaksana dengan baik, pembelajaran harus berpedoman pada kurikulum yang
diimplementasikan dalam silabus sesuai tingkat satuan pendidikan. Kurikulum
merupakan acuan dasar atau pedoman guru dalam merencanakan dan melaksanakan program pengajaran di sekolah. Hal itu sejalan dengan pendapat
Oliva 1982: 20-21 “Curriculum is defined in a variety of ways by theoreticians. The text follows the concept of curriculum as a plan or program for the leaning
experiences that the leaner encounters under direction of the school.” Berbagai strategi pembelajaran sastra yang diharapkan mampu
meningkatkan apresiasi sastra terutama apresiasi puisi di antaranya, metode pembelajaran harus relevan, dinamis, metode pengajaran yang dinamis selain
tidak membosankan juga mampu merangsang siswa kreatif dan inovatif untuk melahirkan ide-ide cerdas dalam mengapresiasi sesuai dengan pengetahuannya.
Siswa juga merasa memiliki kemampuan dalam mengenal, membaca, memahami, menikmati, dan menghayati karya sastra berupa puisi. Siswa bebas berapresiasi
sesuai kemampuannya sehingga timbul ketertarikannya pada pembelajaran apresiasi puisi.
Sikap yang demokratis antara guru dan siswa akan membangun kultur saling menghargai dan menghormati.Terbangunnya kultur saling menghargai dan
menghormati adalah bagian dari apresiasi itu sendiri. Selain hal tersebut sikap demokratis dan saling menghargai antara guru dengan siswa akan dapat
meningkatkan motivasi, kreativitas belajar, dan minat siswa sehingga hasil belajar siswa meningkat. Menurut Wittrock dalam Paulina Panen, dkk, 2005: 80. Faktor
penting dalam proses belajar adalah perhatian, karena tanpa perhatian, proses belajar tidak akan pernah terjadi.
Motivasi siswa perlu dikembangkan, karena motivasi merupakan dorongan yang positif untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam belajar. Siswa sebagai
subjek belajar yang harus aktif. Dengan demikian, motivasi, kemampuan apresiasi puisi, dan hasil belajar siswa meningkat karena motivasi merupakan dorongan
yang mengubah tingkah laku seseorang ke arah suatu tujuan yang ingin dicapai. Hal tersebut sesuai dengan definisi motivasi yang dikemukakan oleh Morgan
dalam Toeti Soekamto, 1995: 39 motivasi dapat didefinisikan sebagai tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu
tujuan tertentu. Untuk meningkatkan motivasi, kemampuan mengapresiasi puisi serta hasil
belajar siswa, Guru harus memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan prinsip belajar, materi dan tingkat kemampuan siswa. Guru dan
siswa harus mengembangkan kreativitas sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan komunikatif. Menurut Syaiful Bahri Djamarah 2005: 223
kerelevansian metode mengajar dengan prinsip-prinsip belajar akan dapat membangkitkan gairah belajar anak didik dalam mencapai tujuan pembalajaran.
Satu di antara banyak metode yang dianggap tepat dalam pembelajaran apresiasi puisi adalah metode peta pikiran atau yang sering disebut metode mind
mapping. Metode mind mapping membantu siswa menyimpan informasi atau pengetahuan yang diperolehnya ke dalam otak dan mengambil kembali informasi
tersebut. Siswa bebas memetakan ide-ide yang ada dalam pikirannya dalam bentuk kata-kata kunci dan menuliskannya di atas garis cabang-cabang peta
tersebut, dengan demikian siswa akan mudah menyerap, memahami, dan
mengembangkan materi pelajaran yang diterimanya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Buzan 2008: 4 mind map adalah cara termudah untuk menempatkan
informasi ke dalam otak dan mengambil informasi ke luar dari otak. Metode peta pikiran mind mapping memberikan kebebasan pada siswa
memetakan pikiran-pikirannya. Pemahaman siswa terencana dengan baik. Kebebasan siswa memetakan pikiran-pikirannya terebut berpengaruh dalam
kemampuan siswa dalam belajar sehingga proses pembelajaran berlangsung efektif dan komunikatif tidak menegangkan, menarik, dan menyenangkan. Metode
peta pikiran Mind Mapping membantu siswa mengembangkan kreativitasnya dalam belajar. Siswa diberi kesempatan merencanakan dan mengembangkan ide-
ide kreativitasnya sendiri. Belajar dengan menggunakan metode peta pikiran mind mapping memberikan kesempatan kepada siswa menyampaikan
gagasannya dengan perencanaan yang baik. Hal tersebut senada dengan pendapat Silberman 1996: 126 :
“Mind mapping is a creative way for individual students to generate ideas, record learning, or plan a new project. Asking students to create a
mind map enables them to identify clearly and creatively what they have learned or what they are planning.”
Berdasarkan pendapat tersebut, maka pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, pada kompetensi dasar apresiasi puisi perlu digunakan metode peta
pikiran mind mapping. Metode peta pikiran mind mapping dianggap tepat diterapkan pada siswa kelas X 8 di SMA Negeri 1 Samarinda karena sangat
relevan antara metode, kondisi siswa, dan materi yang diajarkan sesuai dengan yang dianjurkan Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK atau Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan KTSP yang diimplementasikan dalam Standar Isi dan
Standar Kompetensi Lulusan berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan BSNP tahun 2006.
Adapun pemilihan materi kemampuan bersastra yang akan diajarkan sesuai dengan standar kompetensi mendengarkan; 5. Memahami puisi yang
disampaikan secara langsungtidak langsung, pada kompetensi dasar, 5.1. Mengidentifikasi unsur-unsur bentuk suatu puisi yang disampaikan secara
langsung ataupun melalui rekaman, mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia untuk SMAMA, kelas X, semester 1 BNSP, 2006: 262.
Penggunaan metode peta pikiran mind mapping dalam pembelajaran apresiasi puisi pada siswa kelas X 8 di SMA Negeri 1 Samarinda dianggap tepat
sebagai solusi atau pemecahan masalah yang ada. Pemahaman siswa terhadap materi pelajaran terencana dan terserap dengan baik. Kebebasan siswa memetakan
pikiran-pikirannya tersebut berpengaruh dalam kemampuan siswa belajar sehingga dalam proses pembelajaran berlangsung efektif dan komunikatif tidak
menegangkan, menarik, dan menyenangkan.
B. Rumusan Masalah