Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu dan Berkelanjutan

2.6. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu dan Berkelanjutan

2.6.1. Model pengembangan kebijakan wilayah pesisir berkelanjutan

Dalam menganalisis realitas sosial dan ekonomi komunitas masyarakat yang menggantungkan hajat hidupnya pada keberlangsungan sumberdaya laut dan pesisir, perlu terlebih dulu kita memahami pola pemanfaatan dan distribusi sumberdaya tersebut, dan konsep dasar paradigma yang melatar-belakangi mekanisme pengelolaan tersebut. Pengembangan kebijakan pembangunan kawasan pesisir dan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan, sangat erat terkait dengan politik ekonomi pembangunan, perkembangan teknologi, kualitas sumberdaya manusia, dan juga didorong oleh ide atau gagasan baru mengenai paradigma pembangunan Dunn 1994 dan Dahuri 2003. Rancangan model pengembangan kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir yang dibahas berikut, merupakan suatu tawaran untuk membangun kerangka berfikir yang ideal dalam memanfaatkan sumberdaya sekaligus mengendalikan kerusakan ekosistem pesisir dan laut dengan menggunakan pendekatan pembangunan berkelanjutan Dunn,1996 dan Charles 2001, yang kemudian diterjemahkan dalam bentuk Paradigma OSY o ptimum sustainable yield. Secara garis besar, model ini ditopang oleh empat komponen utama yang saling berinteraksi, yakni: 1. Keberlanjutan ekologis 2. Keberlanjutan ekonomi 3. Keberlanjutan sosial budaya komunitas 4. Keberlanjutan kelembagaan administrasi, legal dan politik Dalam derivasi bentuk strategi selanjutnya, maka komponen-komponen kebijakan ini kemudian diturunkan kedalam suatu kerangka arah kebijakan. Ada 5 lima arah kebijakan yang perlu diperhatikan Dahuri, 2003, yakni: a. Memahami faktor ketidak-pastian uncertainty yang sudah merupakan faktor inherent built-in dan tidak terpisahkan dalam mengelola sumberdaya alam. Dari arah kebijakan ini perlu disusun sejumlah strategi untuk mengantisipasi hal ini. b. Mengatasi persoalan kompleksitas ekosistim, terutama mengingat bahwa daerah tropik merupakan wilayah dimana keragaman biologis dan struktur habitat sangat tinggi. Salah satu jalan keluar adalah penerapan prinsip kehati-hatian precautionary principle untuk mengantisipasi dinamika ekosistim yang kompleks dan serba tidak pasti tersebut. c. Memperkuat struktur kelembagaan masyarakat lokal; misalnya melalui Program-program pemberdayaan masyarakat atau peningkatan kapasitas kelembagaan untuk mencapai kemandirian lokal. d. Mengkaji kemungkinan aplikasi sejumlah bentuk dan mekanisme alternatif hak-hak pemanfaatan sumberdaya sesuai kebutuhan komunitas dan stakeholders. Misalnya pengelolaan berdasarkan hak adat dan hak ulayat. e. Diversifikasi aktifitas ekonomi masyarakat pesisir untuk pengembangan mata pencaharian alternatif. Perlu dihindari kelebihan investasi dalam pengembangan industri penangkapan ikan agar tidak terjadi over-capacity seperti banyak dialami di negara maju yang mengalami kolaps sumberdaya perikanan akibat over investment.

2.6.2 Konsep Kebijakan Publik

Secara umum istilah kebijakan dipergunakan untuk menunjuk prilaku seorang aktor atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu Anderson,1999. Kebijakan publik didefinisikan oleh Eyestone 1971 sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungan. Dunn 1999 memberikan pengertian kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Jadi kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Santoso 1993 dengan mengkompilasi berbagai definisi yang dikemukakan para ahli menyimpulkan bahwa pada dasarnya pandangan mengenai kebijakan publik dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu 1 para ahli yang berpendapat bahwa kebijakan publik adalah semua tindakan pemerintah disebut kebijakan publik, 2 para ahli yang memberikan perhatian khusus pada pelaksanaan kebijakan. Para ahli yang terkelompok dalam pandangan kategori kedua terbagi pula kedalam dua kubu pendapat, yakni mereka yang memandang kebijakan publik sebagai keputusan-keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan dan maksud-maksud tertentu. Sedangkan kubu yang lainnya menganggap kebijakan publik sebagai memiliki akibat-akibat yang bisa diramalkan. Penjelasan lebih lanjut dan pandangan kelompok pertama para ahli tersebut adalah melihat kebijakan publik dalam tiga lingkungan yaitu perumusan kebijakan, pelaksanaan, pelaksanaan kebijakan dan penilaian, dengan kata lain bahwa kebijakan publik adalah serangkaian instruksi dan para pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Pandangan dan kelompok kedua menyatakan kebijakan publik terdiri dari keputusan dan tindakan artinya kebijakan publik sebagai suatu hipotesis yang mengandung kondisi-kondisi awal dan akibat- akibat yang bisa diramalkan. Dampak dari suatu kebijakan mempunyai beberapa dimensi dan semua harus diperhitungkan yaitu: 1 Dampak kebijakan pada masalah-masalah publik dan dampak kebijakan pada masalah-masalah publik dan dampak kebijakan pada orang-orang yang terlibat, dengan demikian mereka atau individu-individu yang diharapkan untuk dipengaruhi oleh kebijakan harus dibatasi. Ada juga dampak yang diinginkan intended consequences dan ada dampak yang tidak diinginkan unintended consequences; 2 Kebijakan yang mempunyai dampak pada keadaan-keadaan atau kelompok-kelompok diluar sasaran atau tujuan kebijakan, atau juga dinamakan dampak yang melimpah externalities of spillover effects, 3 Kebijakan yang mungkin mempunyai dampak pada keadaan- keadaan sekarang dan keadaan-keadaan dimasa yang akan datang, dengan kata lain kebijakan yang berdampak berdasarkan dimensi waktu yakni masa sekarang dan masa yang akan datang; 4 Kebijakan yang mempunyai dampak dalam bentuk biaya langsung dan biaya tidak langsung, artinya ada biaya yang langsung dikeluarkan oleh program tersebut dan ada biaya tidak langsung dikeluarkan oleh pihak lain, apakah oleh pemerintah, swasta atau masyarakat; dan 5 Kebijakan yang mempunyai dampak terhadap biaya-biaya yang tidak bisa dihitung, tetapi dapat dirasakan oleh semua pihak. Analisis kebijakan menyediakan informasi yang berguna untuk menjawab pertanyaan: 1 apa hakekat permasalahan, 2 kebijakan apa yang sedang atau pernah dibuat untuk mengatasi masalah dan apa hasilnya, 3 seberapa bermakna hasil tersebut dalam memecahkan masalah, 4 alternatif kebijakan apa yang tesedia untuk menjawab masalah, dan hasil apa yang diharapkan. Jawaban terhadap pertanyaan tersebut membuahkan informasi tentang; masalah kebijakan, masa depan kebijakan, aksi kebijakan,hasil kebijakan, dan kinerja kebijakan. Metodologi analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur umum yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah manusia, yaitu: 1 perumusan masalah definisi menghasilkan informasi mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah kebijakan; 2 peramalan prediksi menyediakan informasi mengenai konsekuensi di masa mendatang dari penerapan alternatif kebijakan, termasuk tidak melakukan sesuatu; 3 rekomendasi preskripsi menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan relatif dari konsekuensi di masa depan dari suatu pemecahan masalah; 4 pemantauan deskripsi menghasilkan informasi tentang konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan; dan 5 evaluasi menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan dari kosekuensi pemecahan masalah. Analisis kebijakan diambil dari berbagai macam disiplin dan profesi yang tujuannya bersifat deskriptif, evaluatif dan preskriptif. Sebagai disiplin ilmu terapan, analisis kebijakan meminjam tidak hanya ilmu sosial dan prilaku tetapi juga administrasi publik, hukum, etika dan berbagai macam cabang analisis sistyem dan matematika terapan. Analisis kebijakan dapat diharapkan untuk menghasilkan informasi dan argumen-argumen yang masuk akal mengenai tiga macam pertanyaan: 1 nilai yang pencapaianya merupakan tolak ukur utama untuk melihat apakah masalah telah teratasi, 2 fakta yang keberadaannya dapat membatasi atau meningkatkan pencapaian nilai-nilai, dan 3 tindakan yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai-nilai. Dalam menghasilkan informasi dan argumen-argumen yang masuk akal mengenai tiga macam pertanyaan tersebut, dapat digunakan satu atau lebih dari tiga pendekatan analisis, yaitu: 1 Pendekatan empiris: ditekankan terutama pada penjelasan berbagai sebab dan akibat dari kebijakan publik. pertanyaan utama bersifat faktual dan macam informasi yang dihasilkan bersifat deskriptif. 2 Pendekatan valuatif: ditekankan pada penentuan bobot atau nilai beberapa kebijakan. pertanyaan berkenaan dengan nilai berapa nilainya dan tife informasi yang dihasilkan bersifat valuatif. 3 Pendekatan normatif: ditekankan pada rekomendasi serangkaian tindakan yang akan datang yang dapat menyelesaikan masalah publik, dan informasi yang dihasilkan besifat preskriptif. Analisis kebijakan pada dasarnya adalah suatu upaya untuk mengetahui apa sesungguhnya yang dilakukan pemerintah, mengapa mereka melakukan hal tersebut dan apa yang menyebabkan mereka melakukan dengan cara yang berbeda-beda. Analisis kebijakan merupakan suatu proses pencarian kebenaran yang bermuara pada penggambaran dan penjelasan mengenai sebab-sebab dan akibat dari tindakan pemerintah. Ada tiga jenis analisis kebijakan, yaitu : 1 analisis prospektif, 2 analisis retrosfektif, dan 3 analisis terintegrasi Dunn, 1994. Analisis prospektif merupakan analisis kebijakan yang terkait dengan produksi dan transformasi informasi sebelum tindakan kebijakan dilakukan. Analisis retrospektif, sebaliknya berkaitan dengan produksi dan transformasi informal setelah tindakan kebijakan dilakukan. Sedangkan analisis terintegrasi adalah analisis kebijakan yang secara utuh mengkaji seluruh daur kebijakan dengan menggabungkan analisis prospektif dan analisis retrospektif.

2.6.3. Regulasi yang Terkait Dengan Pengelolaan Wilayah Pesisir

Beberapa peraturan perundangan yang terkait dan menjadi pedoman dalam pengelolaaan wilayah pesisir secara tarpadu dan berkelanjutan di Pantai Makassar sebagai berikut : 1. Undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan ekosistemnya 2. Undang-undang nomor 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan 3. Undang-undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 4. Undang-undang nomor nomor 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air 5. Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 6. Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang 7. Peratuan pemerintah nomor 47 tahun 1997 tentang Rencana tata Ruang Wilayah Nasional 8. Peraturan pemerintah nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup 9. Keputusan Presiden nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung 10. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 34 tahun 2002 tentang Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil 11. Peraturan Daerah Propinsi Sulawesi Selatan Nomor 4 tahun 1985 tentang Pengelolaan dan Pelestarian Lingkungan Hidup di Sulawesi Selatan 12. Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2002 tentang Program Pembangunan Daerah Kota Makassar 13. Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2002 tentang Rencana Strategis Kota Makassar Kebijakan-kebijakan tersebut di atas menjadi pedoman bagi pemerintah Kota Makassar dalam menyusun rencana pengeloaan wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan. Pemerintah Kota Makassar sebenarnya telah melaksanakan beberapa program-program dalam rangka pengelolaan wilayah pesisir Kota Makassar diantaranya program minasamaupeta dan juga relokasi terhadap pedagang kaki lima di wilayah pesisir dengan harapan bisa melakukan pembaharuan dan penataan di kawasan pantai serta mendukung perkembangan ekonomi kerakyatan dan industri pariwisata

2.6.4. Pengembangan wilayah pesisir melalui konsep megapolitan

Pengembangan Wilayah Pesisir Sulawesi Selatan melalui konsep megapolitan “Mamminasata” meliputi Wilayah Makassar, Maros, Gowa dan Takalar. Memiliki luas sekitar 2462 km2 dengan penduduk 2,25 juta jiwa 2005 wilayah Mamminasata menyumbangkan 36 dari PDRB Sul-Sel, sedangkan Kota Makassar memberikan kontribusi 77 dari pertumbuhan ekonomi Mamminasata JICA, 2006. Berdasarkan kesepakatan antar wilayah dirumuskan tujuan perencanaan tataruang Maminasata, yaitu i untuk menetapkan target dan persepsi yang sama untuk Mamminasata kedepan untuk manfaat semua orang dan semua stakeholder ii untuk menciptakan wilayah metropolitan yang harmonis, sejalan dengan perlindungan lingkungan dan peningkatan amnetas iii untuk meningkatkan standar hidup masyarakat, menjamin lapangan kerja dan layanan sosial yang memadai dan iv sebagai model bagi pengembangan wilayah metropolitan lainnya di Indonesia.

2.6.5. Lanskap wilayah pesisir Kota Makassar

Lanskap kota merupakan suatu lanskap buatan manusia yang terbentuk akibat aktivitas manusia dalam mengelola kepentingan hidupnya Simonds,1983 menurut Kaplan 1948 perencanaan kawasan kota membagi kawasan kota menjadi dua. untuk alasan keindahan, kawasan depan front area ditujukan untuk kawasan yang visualisasinya menarik dan indah seperti perkotaan, perkantoran, mal, dan kompleks perumahan dan sentra bisnis lainnya. Kawasan ini cenderung ditata sebaik mungkin sehingga selain bersifat fungsional juga memiliki nilai estetika yang tinggi. Kawasan depan juga ditujukan untuk menutupi kawasan belakang backstage area yang cenderung lebih padat dan tidak nyaman. Kawasan belakang digunakan untuk perindustrian, pemukiman padat dan daerah belakang hinterland. Guna peningkatan kualitas estetika dan ekologis kota di Indonesia, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup menyelenggarakan program bangun praja. Program bangun praja adalah program penilaian estetika dan ekologi kota melalui penilaian keindahan taman, penghijauan dan kebersihan pengelolaan sampah, badan perairan kota. Estetika Estetika lingkungan adalah hasil dari persepsi dan sikap manusia terhadap keadaan lingkungannya yang menurut porteous 1977 dipengaruhi oleh empat unsur yaitu vision pandangan, sound suara, smell bau, dan taclity rasa. Vision merupakan hal yang dapat dilihat dengan mata dan merupakan sense yang dominan jika dibandingkan dengan sense lainnya. Preferensi visual dipengaruhi oleh ruang, jarak, kualitas cahaya, warna, bentuk, gradien tekstur dan kontras. Pada kawasan perkotaan preferensi visual ditampakkan pada ketertiban, keteraturan, keterpeliharaan, ketertataan dan keindahan. Menurut Porteous 1977 secara visual seseorang dapat melakukan penilaian terhadap apa yang dilihatnya secara langsung tanpa harus menimbulkan respon secara emosional bila dibandingkan dengan binatang yang lebih mengandalkan penciuman dan pendengaran, manusia lebih banyak mengandalkan penglihatan dalam menilai suatu lanskap. Penilaian yang dilakukan secara visual adalah proses gabungan dari proses fisik dan psikis. Berdasarkan analisis faktor, variabel atau kriteria-kriteria yang ada pada faktor ekologi kering-basah, ramai-tenang, padat-renggang, bising-sunyi, macet- lancar, gaduh-sepi, terasa sesak-terasa segar dan faktor estetika tidak teratur- teratur, semrawut - tertib, tidak terpelihara - terpelihara, kumuh - tertata, suram - jelas. Pada penelitian Priharyaningsih, 2005, dapat mewakili gambaran kesan atau effek psikologi yang dapat ditimbulkan secara visual dari suatu landskap. Menurut Nasar 1988 kompleksitas merupakan banyaknya bentuk, warna dan garis yang dapat diamati pada suatu lanskap. Semakin kompleks suatu pemandangan dapat menimbulkan ketidak teraturan dan ketidaknyamanan bagi pengamat. Pada dasarnya manusia menyukai segala sesuatu yang tertata dan teratur baik. Menurut Eckbo 1964 suatu lanskap memiliki kualitas keindahan, kualitas keindahan lanskap ini ditentukan oleh reaksi manusia yang berlaku sebagai pengamat. Reaksi dari pengamat ini dipengaruhi oleh latar belakang sipengamat seperti masa kecilnya, pendidikan, latihan dan pengalaman. Tanpa adanya reaksi yang diberikan manusia maka kualitas dalam lanskap tidak ditentukan. Hal-hal seperti pengalaman dan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh seseotang dapat mempengaruhi penilaian terhadap apa yang dilihatnya. Disamping itu masih ada variabel lainnya yang juga dapat mempengaruhi penilaian seperti usia dan tingkat sosial-ekonomi Laurie, 1990. Sound dipelajari dalam istilah lingkungan sebagai soun scape yang menjadi komponen penting dalam lingkungan sensor kita. Sound di wilayah perkotaan dapat berupa kebisingan, tetapi secara perlahan manusia dapat beradaptasi. Preferensi sound seseorang dengan yang lainya dapat berlainan. Namun kualitas kebisingan yang aman untuk manusia di Indonesia dapat diketahui dari pengukuran kemudian dibandingkan dengan baku mutu yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Sumber kebisingan diperkotaan adalah kendaraan, mesin pabrik, alat pembangunan gedung dan lain-lain. Penanaman pohon dan semak dapat mengurangi tingkat kebisingan laurie, 1990. Kualitas penyerapan bunyi pada beberapa jenis berbeda-beda menurut ukuran dan kepadatan daun. Smell merupakan komponen penting yang dapat memuaskan kebutuhan, keamanan dan afiliasi. Dalam lingkungan smell scape berupa slum area, pabrik, perumahan dan sebagainya. Penelitian mengenai Smellscape lebih mengarah kepada polusi udara, tidak kepada pemanfaatan aroma bagi pengguna lingkungan. Walaupun preferensi smell seseorang dengan yang caranya mungkin berbeda, namun preferensi untuk bau yang ditimbulkan akibat pencemaran seperti dari tempat pembuangan sampah cenderung sama. Tactility menghasilkan touchscape yang berkaitan dengan suhu dan kelembaban, suhu dan kelembaban pada kawasan perkotaan dapat ditata melalui penataan hardmaterial dan softmaterial. Estetika lingkungan merupakan bagian atau komponen yang penting serta merupakan aspek yang menentukan kualitas tata ruang secara mikro. Masalah estetika lingkungan dipengaruhi juga oleh kesukaan terhadap lingkungan yang berbeda-beda. Oleh karena itu pada penataan kota seperti diamanatkan oleh undang-undang perlu melibatkan masyarakat secara langsung atau setidaknya didahului dengan penelitian dan kajian sehingga manpu mewadah perubahan fungsi dan tuntutan kebutuhan serta prilaku penduduk kotanya Budihardjo, 1997 Persepsi dan Preferensi Persepsi adalah bagian dari kognisi manusia yang merupakan proses yang terjadi sebagai akibat ransangan terhadap panca indera. Manusia dikaruniai beberapa indera yang penting bagi kehidupannya seperti penglihatan vision, pendengaran sound, penciuman smell, dan sentuhan tactility. Persepsi dari individu tergantung pada keadaan psikologinya yang mempengaruhi kemampuan penglihatan, rasa, penciuman, pendengaran, dan sentuhan Porteous,1977. Persepsi manusia dipengaruhi juga oleh berbagai faktor antara lain usia dan tingkat kehidupan sosial ekonomi Laurie,1990, latar belakang intelektual dan pengalaman emosional, pergaulan dan sikap sesorang Eckbo, 1964. Sedangkan Nasar 1988 menyatakan bahwa persepsi seseorang terhadap kwalitas suatu lanskap ditentukan oleh interaksi yang kuat antara variabel lanskap dan pengetahuan seseorang terhadap lanskap tersebut. Preferensi didefinisikan sebagai tindakan untuk memilih ditentukan oleh banyak faktor. Preferensi seseorang terhadap sesuatu didasarkan atas persepsi. Apabila seseorang merasa puas melihat obyek maka ia akan menilai obyek tersebut bagus. Sedangkan perasaan tidak puas dalam menilai suatu obyek akan membuat obyek tersebut bernilai tidak bagus dan manusia cenderung untuk menghindari obyek seperti ini Nasar,1988. Faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat antara lain adalah usia, jenis kelamin, tingkat sosial, tingkat pendidikan, dan budaya. Preferensi juga dipengaruhi oleh rasa keterkaitan seseorang terhadap suatu tempat dimana ia biasa hidup atau tinggal lama didalamnya. Dengan kata lain preferensi seseorang dipengaruhi juga oleh rasa familiaritas Nasar,1988. Whitomone et al 1996 dan Gunawan 1994 menyatakan bahwa dasar pendidikan dan pelatihan khusus dibidang lingkungan dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dalam memberikan penilaian visual. Namun penilaian berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan. Dalam hasil penelitian Faisal 1997 secara keseluruhan memiliki kecenderungan yang sama. Persepsi masyarakat seringkali bertentangan dengan prinsip sustainable lanskap. Lingkungan alam yang sustainable pada umumnya menampilkan lanskap hutan dengan biodivesitas tinggi tetapi tidak teratur. Menurut Nasar1988 masyarakat lebih menyukai lanskap dengan campur tangan manusia yang tinggi. Ekologi Masalah lingkungan merupakan isu yang semakin menonjol dan kompleks sejalan dengan semakin intensifnya intervensi manusia terhadap lingkungan dapat didefinisikan sebagai jumlah total suatu kondisi dalam makhluk hidup. Didalamnya terdapat interaksi antara komponen non hidup seperti; kimia, fisik dengan komponen hidup hayati. Ilmu yang mempelajari hubungan antara organisme dengan organisme dan organisme dengan lingkungan disebut ekologi. Iverson et al. 1993 menyatakan bahwa kualitas visual dari suatu lingkungan yang alami menjadi randah karena kehadiran lingkungan terbangun atau adanya unsur buatan manusia man-made. Dalam penelitian Faisal 1997 struktur bangunan secara visual dapat menimbulkan dapat menimbulkan penilaian bahwa lingkungan seperti ini memberi kesan sempit, sulit dipelihara dan tidak tertata dengan baik. Menurut Whitmore et al 1995 area yang relatif dinilai memiliki kualitas visual rendah dikarenakan adanya gangguan budaya kultural seperti kehadiran manusia dengan pemukimannya. Sehingga Iverson et al 1993 mengatakan beberapa studi tentang penilaian visual yang dilakukan dengan metode yang berbeda mencapai kesimpulan yang sama bahwa unsur buatan manusia mempengaruhi kualitas lingkungan. Temperatur dan kelembaban berpenagruh pada salah satu sense yang dikemukakan oleh Parteous 1977 yaitu tactility. Tingginya temperatur atau rendahnya kelembaban akan menyebabkan ketidaknyamanan. Sedangkan persepsi pada keadaan rendahnya temperatur atau tingginya kelembaban akan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Pada seseorang yang dibesarkan pada lingkungan dengan temperatur rendah atau kelembaban yang tinggi akan terbiasa dengan kondisi tersebut.

2.6.6. SIG dan Peranannya dalam Pengeloaan Wilayah Pesisir

Sistem informasi geografis SIG adalah suatu sistem komputer yang mempunyai kemampuan pemasukan, pengambilan, analisis data dan tampilan data geografis yang sangat berguna bagi pengambilan keputusan. Sistem komputer ini terdiri dari perangkat keras hardware, perangkat lunak software dan manusia personal yang dirancang untuk secara efisien memasukkan, menyimpan, memperbaharui, memanipulasi, menganalisa dan menyajikan semua jenis informasi yang berorientasi geografis ESRI, 1995. Yang paling utama adalah kemampuan SIG menyajikan data spasial yang dilengkapi dengan informasi sebab SIG dapat menangkap data spasial baik dari peta ataupun data atribut yang memiliki informasi geografis. SIG juga mampu menerima peta dari berbagai skala dan proyeksi dan mentransformasi menjadi skala yang standar sehingga hasilnya yang diperoleh juga menjadi standar Gambar 6 GIS Numerical Data Consistent numerical data Air Photo Maps of different scales and projection Maps of consistent scale and projection Gambar 6. Proses SIG dalam menangkap dan menampilkan data. Aplikasi SIG sudah banyak digunakan untuk pengelolaan penggunaan lahan di bidang perikanan, pertanian, kehutanan serta pembangunan pemukiman penduduk dan fasilitasnya. Hanya dalam beberapa tahun penggunaan SIG telah tersebar luas pada bidang ilmu lingkungan, perairan dan sosial ekonomi. SIG juga telah digunakan di bidang militer, pemodelan perubahan iklim global dan geologi bahkan pada bidang politik. Selain itu berbagai bentuk analisis spasial dapat dilakukan dengan menggunakan SIG termasuk diwilayah pesisir khususnya dikawasan pantai. Gunawan 1998 menjelaskan bahwa SIG dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dapat digunakan untuk menyajikan data dasar keruangan yang terkait dengan masalah 1 fisik pesisir, yaitu berupa data dasar keruangan termasuk tofografibathimetri, morfologi, penutupan tanaman, aliran sedimen, erosi dan deposisi, iklim, batas habitat dan sebagainya dan 2 lingkup manusiasosial, yaitu berupa data dasar keruangan termasuk batas administratif, distribusi populasi, jaringan transportasi, distribusi dan berbagai karakteristik manusiasosial lainnya. SIG umumnya dipahami memiliki kontribusi besar dalam pengelolaan wilayah pesisir yakni 1 membantu memfasilitasi berbagai pihak sektoral, swasta dan pemda yang merencanakan sesuatu, dapat dipetakan dan diintegrasikan untuk mengetahui pilihan-pilihan manajemen dan alternatif perencanaan yang optimal. Kombinasi sektor atau kegiatan yang sinergis dan mempunyai keunggulan komparatif secara ekonomis tetapi dampak lingkungannya minimal dapat ditampilkan, sehingga pihak perencana dapat menyeleksi sektor atau kegiatan yang layak dan tidak layak dilakukan, 2 merupakan alat yang digunakan untuk menunjang pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir. Kemampuan SIG dalam analisis keruangan dan pemantauan dapat digunakan untuk mempercepat dan mempermudah penataan ruang wilayah pantai yang sesuai dengan daya dukung lingkungannya. Keuntungan menggunakan GIS dal;am melakukan analisis data spasial dikawasan pesisir juga diungkapkan oleh Pheng 1989, yang mengatakan bahwa selain dapat menerjemahkan data spasial dari sumber informasi yang tradisional seperti peta dan tabel yang memiliki informasi geografis, GIS juga dapat mengintergrasikan informasi spasial dengan data digital sehingga memudahkan melakukan pembaharuan terhadap data apabila terjadi perubahan. Selain itu, dengan GIS juga dapat membantu untuk membuat model spasial yang kompleks yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan untuk alokasi sumberdaya alam dan juga membanun skenario mengenai prediksi dampak pemanfaatan sumberdaya alam berdasarkan dari data spasial yang diambil terutama apabila adanya beberapa alternatif pemanfaatan sumberdaya dengan lokasi yang berbeda-beda, maka GIS bisa membantu untuk melakukan pengambilan keputusan mengenai area yang tepat sesuai dengan yang diinginkan Gambar 7. GIS Soil Type User Criterion Suitable for Agriculture Bathymetry Water Salinity Water Quality Soil Acidity Gambar 7. Proses SIG dalam identifikasi lokasi sesuai dengan kriteria yang diinginkan

2.7. Konsep Sistem