bahwa keberuntungan orang yang shalat terletak pada kekhusyukannya maka hal  ini  menunjukkan,  barangsiapa  yang  tidak  khusyuk  di  dalam  shalatnya
maka dia tidak termasuk orang-orang yang beruntung Abdullah, 2009.
4. Unsur-Unsur Khusyuk dalam Shalat
Shalat  menjadi  sarana  besar  dalam  proses  penyucian  jiwa.  Shalat  dapat menyucikan  jiwa  jika  dikerjakan  dengan  sempurna  melalui  rukun-rukunnya,
sunnah-sunnahnya,  dan  orang  yang  mengerjakannya  merealisasikan  adab zahir dan bathin. Dimana salah satu adab zahir shalat adalah mengerjakannya
dengan  organ  tubuh  secara  sempurna,  sementara  adab  bathinnya  adalah kekhusyukkan Hawwa, 2006.
Pencapaian  khusyuk  di  dalam  shalat  melibatkan  beberapa  unsur penyempurna.  Al-Ghazali  dalam  Rousydy  1995  menyebutkan  enam  unsur
khusyuk dalam shalat  yaitu: kehadiran hati, mengerti antara  yang  dibaca dan yang  diperbuat,  mengagungkan  Allah,  merasa  gentar  terhadap  Allah,  merasa
penuh harap kepada Allah, dan merasa malu terhadap-Nya. a.
Hudlur al-Qolbi Menghadirkan Hati Menghadirkan  hatipemusatan  pikiran  adalah  mengalihkan  pikiran
dari segala sesuatu selain Allah dan memusatkannya semata-mata kepada yang  sedang  dihadapi,  sehingga  pikiran,  perbuatan  dan  ucapan  menjadi
sejalan serta pikiran tidak beralih kepada yang lain. b.
Tafahhum Kepahaman Tafahhum  adalah  mengerti  dan  memahami  apa  yang  dibaca  baik
ayat  Al- Qur’an, do’a, maupun zikir di dalam shalat. Dengan Tafahhum
pikiran  akan  diberi  tugas  untuk  mengikuti  dan  memahami  apa  yang dialafadzkan  oleh  lidah  sehingga  dengan  sendirinya  pikiran  akan
terhindar dari perhatiannya kepada yang lain, kecuali shalat. c.
Ta’zhim Membesarkan Tuhan Ta’zhim membesarkan Tuhan adalah suatu rasa dan kesadaran yang
berada di dalam hati karena dua hal: 1
Mengetahui  kebesaran  Allah  swt.  dan  keagungan-Nya  yang merupakan salah satu dari rukun iman. Orang yang tidak yakin akan
kebesaran  Tuhan  tidaklah  mungkin  ia  menundukkan  diri  untuk mengagungkan Tuhan.
2 Menyadari kekerdilan dan kelemahan diri sebagai hamba yang hina,
yang tidak mempunyai daya dan upaya kecuali karena Allah swt. d.
Haibah Rasa Takut yang Bersumber dari Rasa Hormat Haibah  kagumgentar  terhadap  kebesaran  Tuhan  adalah  suatu  rasa
yang timbul dalam jiwa karena mengetahui ke-Mahakuasaan Tuhan yang berisi qadrat dan iradat tanpa batas, dimana di hadapan kekuasaan Tuhan
manusia itu tidak mempunyai arti sama sekali. e.
Raja’ Harap akan KeampunanRahmat Tuhan Raj
a’  mendambakan  harapan  itu  berasal  dari  pengetahuan  dan kesadaran  akan  ke-Rahiman  Allah  swt.  serta  kemurahan  akan  karunia-
Nya. Dengan  raja’  harap  maka  kita  jiwai  dan  kita  isi  ruh  shalat  yang
sedang  kita  dirikan.  Kita  patuhi  segala  kaifiyat  shalat  dan  haiatnya menurut  yang  disunnahkan  oleh  Rasulullah  saw.  Kita  pusatkan  pikiran,
perasaan,  kemauan,  dan  hasrat  kita  semata-mata  untuk  mengingat  Allah, kemudian kita lengkapi  dengan mendambakan harapan akan karunia dan
balasan dari Allah swt. atas dasar kasih dan sayang-Nya. f.
Haya’ Rasa malu dan Hina Imam  Al-Ghazali  menjelaskan  bahwa  timbulnya  rasa  malu  terhadap
Allah  itu  berasal  dari  kesadaran  kita  akan  kelalaian  diri  dalam  segala perbuatan  yang  diperintah-Nya  dan  mengakui  segala  kelemahan  sebagai
manusia  ditambah  dengan  keinsyafan  kita  bahwa  Allah  swt.  mengetahui segala  isi  hati  kita  dan  segala  gerak-gerik  yang  nampak  atau  tidak
nampak. Dengan berpadunya semua kesadaran dan keinsyafan ini, maka akan  memantulkan  rasa  malu  dan  hina  diri  di  hadapan  Allah  swt.  ketika
bermunajat Rousydy, 1995.
F. Penelitian Terkait