Hubungan Shalat terhadap Tekanan Darah

pendidikan pasien hipertensi di Posbindu Anggrek Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur adalah rendah. Lawrence Green 1980 dalam Notoatmodjo 2005 menjelaskan bahwa perilaku kesehatan manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah pengetahuan. Dan pengetahuan juga dipengaruhi oleh b eberapa faktor diantaranya yaitu pendidikan. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang didapat maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Oleh sebab itu, bisa disimpulkan bahwa tingkat pendidikan yang rendah cenderung berisiko pada perilaku kesehatan yang kurang.

B. Hubungan Shalat terhadap Tekanan Darah

Hasil penelitian telah menunjukkan nilai rata-rata skor shalat pasien hipertensi di Posbindu Anggrek Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur adalah 49,64 dengan variasi nilai skor shalat 8,197. Skor shalat terendah adalah 13 dan tertinggi adalah 60. Penilaian ini didapatkan dari hasil penghitungan skor pada 3 aspek yang diteliti meliputi waktu pelaksanaan shalat, ketepatan gerakan dan kekhusyukan. Hasil uji statistik antara shalat dengan tekanan darah sistole TDS diperoleh Pvalue 0,000 dan shalat dengan tekanan darah diastole TDD diperoleh Pvalue 0,023. Dengan demikian hipotesis penelitian ini kedua- duanya dapat diterima, artinya ada hubungan yang bermakna antara shalat dengan TDS dan TDD pasien hipertensi di Posbindu Anggrek Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur. Selain itu, diperoleh nilai koefisien korelasi r sebesar -0,524 untuk TDS dan r -0,338 untuk TDD. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara shalat dengan TDS adalah sedang dan hubungan antara shalat dengan TDD adalah lemah. Namun kedua nilai koefisien korelasi r tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi skor shalat pasien hipertensi maka semakin rendah nilai tekanan darah sistole dan diastole pasien hipertensi tersebut. Lipsky, at al. 2008 menyatakan bahwa tekanan darah tinggi dapat diturunkan melalui perubahan gaya hidup diantaranya yaitu manajemen terhadap stres dimana stres dapat meningkatkan tekanan darah. Salah satu caranya adalah dengan belajar teknik relaksasi. Relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Relaksasi ini mampu menghambat stres atau ketegangan jiwa yang dialami seseorang sehingga tekanan darah tidak meninggi atau turun. Dengan demikian, relaksasi akan membuat kondisi seseorang dalam keadaan rileks atau tenang. Dalam mekanisme autoregulasi, relaksasi dapat menurunkan tekanan darah melalui penurunan denyut jantung dan Total Peripheral Resistance TPR Corwin, 2009. Mills 2012 menjelaskan bahwa teknik relaksasi memiliki efek yang sama dengan obat antihipertensi dalam menurunkan tekanan darah. Prosesnya yaitu dimulai dengan membuat otot-otot polos pembuluh darah arteri dan vena menjadi rileks bersama dengan otot-otot lain dalam tubuh. Efek dari relaksasi otot-otot dalam tubuh ini akan menyebabkan kadar norepinefrin dalam darah menurun. Otot-otot yang rileks ini menyebarkan stimulus ke hipotalamus sehingga jiwa dan organ dalam manusia benar- benar merasakan ketenangan dan kenyamanan. Situasi itu akan menekan sistem saraf simpatik sehingga produksi hormon epinefrin dan norepinefrin dalam darah menurun. Penurunan kadar norepinefrin dan epinefrin dalam darah menyebabkan kerja jantung untuk memompa darah pun akan menurun sehingga tekanan darah ikut menurun Elzaky, 2011. Sedangkan Junaidi 2010 menyatakan bahwa respon relaksasi bekerja lebih dominan pada sistem saraf parasimpatik seehingga mengendorkan saraf yang tegang. Saraf parasimpatik berfungsi mengendalikan denyut jantung untuk membuat tubuh rileks. Ketika respon relaksasi dirasakan oleh tubuh, maka saraf parasimpatik akan memperlambat detak jantung sehingga tekanan darah pun menurun. Shalat merupakan salah satu aktivitas keagamaan yang dapat menimbulkan respons relaksasi melalui keimanan Benson Proctor, 2000. Shalat memiliki keutamaan dan faedah yang besar untuk menciptakan kesehatan dan ketenangan jiwa Elzaky, 2011. Ketika shalat, ruhani bergerak menuju Yang Maha Kuasa. Pikiran terlepas dari keadaan riil dan panca indera melepaskan diri dari segala macam keruwetan peristiwa di sekitarnya, termasuk keterikatannya terhadap sensasi tubuhnya seperti rasa sedih, gelisah, rasa cemas dan lelah Sangkan, 2006. Dalam tingkat sederhana, shalat bisa berarti sebagai coping mechanism. Mekanisme ini akan meningkatkan kekebalan seseorang terhadap stress yang dalam istilah dunia medis disebut stress of tolerance dimana tinggi rendahnya stress of tolerance pada seseorang ditentukan oleh coping mechanism tadi. Jika berhasil melakukan coping mechanism terhadap setiap persoalan yang terjadi, maka orang itu dipastikan terhindar dari stress, tertekan, atau depresi. Namun jika gagal, orang itu akan mengalami stress dan tertekan. Shalat yang dilakukan akan membantu manusia mengalami ketenangan dan kedamaian ruhani sehingga akan meningkatkan kemampuan coping mechanism-nya Sanusi, 2010. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wibisono 2006 yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara shalat dengan kecemasan. Semakin teratur shalatnya makin rendah kecemasannya dan demikian pula sebaliknya. Meditasi adalah suatu teknik menenangkan dan memfokuskan pikiran. Meditasi bertujuan untuk membuat tubuh menjadi lebih rileks. Dengan memfokuskan pikiran pada sebuah pemikiran atau gambaran, maka kita dapat menarik diri sementara dari aktivitas sehari-hari yang mampu membuat kita stress dan mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Sehingga dengan pemfokusan ini kita dapat mencapai kondisi yang rileks yang pada akhirnya dapat menurunan tekanan darah Oktavia, at al. 2012. Jain 2011 menyebutkan bahwa meditasi bertujuan untuk merangsang gelombang alfa pada otak yang terhubung dengan kondisi relaksasi yang mendalam dan kewaspadaan mental yang dapat menurunkan tekanan darah. Shalat juga merupakan sebuah meditasi tertinggi dalam islam Sangkan, 2006. Dikatakan meditasi yang paling tinggi karena di dalam shalat mengandung unsur kekhusyukan yang tidak hanya melibatkan pemusatan pikiran, tetapi juga melibatkan pemikiran yang mendalam serta gerakan-gerakan tubuh yang tidak dilakukan pada saat meditasi biasa dilakukan. Pemusatan pikiran yang dilakukan dalam meditasi dapat menurunkan tekanan darah Elzaky, 2011. Penurunan ini disebabkan karena relaksasi meditasi pada prinsipnya adalah memposisikan tubuh dalam kondisi tenang, sehingga akan mengalami relaksasi dan pada akhirnya akan mengalami kondisi keseimbangan, dengan demikian relaksasi meditasi akan meningkatkan sirkulasi oksigen ke otot-otot, sehingga otot-otot akan mengendur, tekanan darah akan menurun Suryani, at al. 2000. Penelitian ini selaras dengan penelitian Sudiarto, at al. 2007 yang menunjukkan bahwa terapi relaksasi meditasi dapat menurunkan tekanan darah sistole secara bermakna. Kesesuaian penelitian ini dengan penelitian tersebut dikarenakan oleh frekuensi terapi relaksasi meditasi yang dilakukan secara teratur. Dimana terapi relaksasi meditasi ini telah diuji coba selama satu bulan dengan lama latihan 2x15 menit dengan frekuensi 3 kaliminggu. Sedangkan shalat merupakan aktivitas ibadah orang islam yang diwajibkan untuk dilakukan sebanyak lima kali sehari. Hal ini juga dibahas dalam sebuah jurnal asosiasi ahli penyakit jantung Amerika yang menunjukkan bahwa meditasi untuk jangka waktu yang cukup lama secara teratur akan melindungi jantung dari gangguan dan penyakit Elzaky, 2011. Instrumen shalat dalam penelitian ini meliputi tiga aspek yang tediri dari waktu pelaksanaan shalat, ketepatan gerakan, dan kekhusyukan. Dari seluruh aspek yang diteliti tersebut tidak semuanya mempengaruhi tekanan darah secara signifikan. Ada yang berpengaruh terhadap TDS tetapi tidak berpengaruh terhadap TDD. Seperti aspek waktu pelaksanaan shalat berpengaruh secara signifikan terhadap TDS tetapi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap TDD. Hal ini kemungkinan dikarenakan oleh instrumen yang dibuat kurang mengukur aspek yang sebenarnya harus diukur. Aspek waktu pelaksanaan shalat mengukur keteraturan pasien hipertensi dalam melaksanakan shalat. Teratur dalam melaksanakan shalat maksudnya adalah setiap hari mengerjakan shalat lima waktu dan tidak ada satu pun yang ditinggalkan. Keteraturan shalat diharapkan mempunyai efek yang besar yang bukan didasarkan pada pengulangan atau gerakan rutin pada waktu-waktu tertentu saja tetapi juga pada tiga faktor pendukung yang berupa faktor ketepatan dan disiplin, kesadaran dan tanggung jawab serta kekuatan kehendak dalam mengatasi pengaruh lingkungan. Orang-orang yang tinggi nilainya dalam ketiga faktor pendukung tersebut diharapkan akan lebih tinggi pula nilainya dalam segi keteraturan shalat sehingga akan memperoleh manfaat yang besar dari shalatnya. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Wibisono 2006 yang menjelaskan bahwa semakin teratur seseorang menjalankan shalat maka semakin rendah kecemasan yang dialami seseorang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketidaksignifikanan dari aspek waktu pelaksanaan shalat ini kemungkinan disebabkan oleh instrumen yang kurang menggali pertanyaan tentang tiga faktor pendukung tersebut. Aspek ketepatan gerakan meliputi ketepatan gerakan wudhu dan ketepatan gerakan shalat. Penelitian ini diteliti dengan tujuan untuk melihat kesempurnaan gerakan wudhu dan gerakan shalat yang dilakukan oleh pasien hipertensi. Sangkan 2006 menjelaskan bahwa kesempurnaan shalat seseorang sangat tergantung pada kesempurnaan wudhuya, sebab shalat seseorang tidak sah jika wudhunya sendiri tidak sah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aspek ketepatan gerakan tidak berpengaruh secara signifikan pada TDS maupun terhadap TDD. Sanusi 2010 mengatakan bahwa bila kita mengerjakan wudhu dengan benar sesuai dengan tuntunan agama, maka manfaatnya akan dapat kita rasakan baik secara fisik maupun psikis. Ketika berwudhu darah terpacu dengan sendirinya menuju bagian-bagian tubuh yang jauh dari jantung wajah, telapak tangan, kaki seiring dengan terjadinya perubahan suhu pada bagian tubuh yang tersentuh air. Karena itulah wudhu membantu jantung melakukan sebagian tugasnya yang cukup berat. Karena ada hubungan antara sel-sel saraf dari bagian-bagian tubuh yang tersentuh air dengan saraf pusat di otak sehingga membantu penyegaran seluruh jaringan saraf. Hasilnya kita merasa segar dan pikiran lebih jernih setelah berwudhu sehingga hilang rasa resah, gelisah, penat maupun pusing yang diakibatkan oleh kurangnya aliran darah menuju kepala Elzaky, 2011. Penggosokan di bagian sela-sela jari dapat memperlancar aliran darah perifer yang menjamin pasokan makanan dan okigen Sanusi, 2010. Namun demikian, sub aspek wudhu dalam penelitian ini hanya mengukur tentang ketepatan gerakan dalam membasuh anggota wudhu dan kurang menggali tentang kekhusyukan dalam berwudhu sehingga hasilnya tidak signifikan pada TDS. Aspek kekhusyukan dalam penelitian ini meliputi kekhusyukan dalam niat, bacaan serta kekhusyukan dalam melakukan gerakan shalat. Kedua- duanya berpengaruh secara signifikan pada TDS maupun TDD. Hal ini dikarenakan kekhusyukan merupakan aspek yang sejalan dengan konsep relaksasi meditasi yang menjadi terapi nonfarmakologi dalam penurunan tekanan darah bagi pasien hipertensi National Safety Council, 1994 dalam Widyastuti, 2003. Meditasi adalah sebuah teknik Yoga yang dilakukan untuk memusatkan perhatian pada satu arah dengan memusatkan pandangan pada satu titik. Begitu juga ketika seseorang sedang melakukan shalat, meditasi juga dilakukan dengan memusatkan pandangan pada satu tempat yaitu tempat sujud. Maksud dari gerakan ini dilihat dari sudut pandang Yoga adalah untuk memusatkan perhatian dan memperkuat konsentrasi shalat sehingga pandangan tidak beralih ke tempat lain sehingga hal ini akan menghasilkan ketenangan jiwa dan menghilangkan pikiran-pikiran yang lelah akibat berbagi persoalan hidup Rahman, 2006. Di dalam niat terdapat keikhlasan dan sikap khusyuk. Meski secara singkat dan hanya satu kali dilakukan setiap shalat, tetapi kekhusyukan dan keikhlasan shalat tercermin dari niat seseorang. Niat yang tulus akan menjadi pintu masuk dalam penyembuhan di dalam shalat. Tanpa niat yang tulus, shalat justru akan menjadi beban berat atau stressor, bukan berfungsi sebagai penenang atau medium mendekatkan diri kepada Tuhan. Di sinilah makna penting dari niat, jika niatnya khusyuk, maka khusyuk pula shalatnya Sanusi, 2010. Aktivitas tubuh ketika shalat baik ketika bergerak sujud, iktidal, rukuk, atau duduk maupun ketika diam merupakan sebentuk olahraga yang dapat melancarkan peredaran darah tubuh Elzaky, 2011. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Aziza 2007 bahwa olahraga ringan yang dilakukan secara teratur dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 4-8 mmHg. Nabi Muhammad menyarankan agar di dalam setiap melakukan gerakan shalat kita dianjurkan bersikap rileks tumakninah sehingga kita bisa mengistirahatkan tubuh, serta dapat mempertemukan tubuh dengan vibrasi hati Sangkan, 2006. Hal ini dikarenakan gerakan yang dilakukan secara tiba-tiba dan cepat akan mempercepat peredaran darah dari dan menuju otak serta jantung. Keadaan itu akan menyebabkan tersendatnya aliran darah dan khususnya bagi penderita penyakit jantung atau hipertensi, keadaan itu akan menaikkan tekanan darah dan mempercepat detak jantung. Selain niat dan gerakan shalat, bacaan-bacaan Al-Quran yang sesuai tajwid dalam shalat juga berpengaruh terhadap stabilitas fungsi pernapasan. Sistem penapasan yang baik dan lancar akan mengurangi tingkat keresahan, kegelisahan, atau stres. Gerakan bibir ketika membaca ayat-ayat Al- Qur’an dalam shalat juga dapat mengurangi perasaan sedih atau marah, serta menghidupkan akal sehingga bisa bepikir dan berkonsentrasi dengan baik Elzaky, 2011. Elzaky 2011 menjelaskan bahwa khusyuk merupakan ibadah yang paling penting dan paling sulit karena membutuhkan konsentrasi yang sangat besar. Karena itulah kata khusyuk menunjukkan tingkatan meditasi paling tinggi yang disertai pemikiran mendalam. Ketika shalat seseorang khusyuk, maka hatinya akan menjadi tenang. Hati yang tenang akan membawa seseorang pada kondisi mental dan fisik terbaik, suasana hati yang baik dan emosi yang stabil, sehingga saraf-saraf dalam pusat otak bisa bekerja optimal. Selanjutnya kelenjar akan mengendalikan sekresi atau keluarnya hormon-hormon stress seperti kortisol, sehingga tekanan darah akan menurun Sanusi, 2010. Penelitian ini masih terdapat beberapa variabel confounding yang mempengaruhi hasil penelitian, yaitu konsumsi obat antihipertensi, latihanolahraga dan kontrol terhadap berat badan. Obat merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien hipertensi karena dapat menurunkan tekanan darah secara efektif Lipsky, 2008. Teapi obat antihipertensi diberikan pada pasien hipertensi dengan TDS ≥ 160 mmHg dan TDS ≥ 100 mmHg yang menetap dengan target penurunan sebesar 13080 mmHg Aziza, 2007. Pengaruh obat terhadap penurunan TDS berbeda dengan penurunan terhadap TDD pasien hipertensi. Lipsky 2008 menjelaskan bahwa apapun jenis obat yang dikonsumsi, pengaruhnya terhadap penurunan tekanan darah yaitu sekitar 10 pada TDS dan 5 pada TDD. Aktivitas latihan atau olahraga yang dilakukan oleh pasien hipertensi juga dapat mempengaruhi penurunan terhadap tekanan darahnya. Berdasarkan hasill screening didapatkan beberapa pasien rutin menjalani olahraga dan ada pula beberapa yang olahraga tetapi tidak rutin dilakukan, yaitu hanya sesekali dalam seminggu. Aziza 2007 menyebutkan bahwa olahraga ringan yang dilakukan secara teratur dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 4-8 mmHg. Selain obat dan latihanolahraga, pasien dengan kelebihan berat badan obesitas juga dapat mempegaruhi hasil penelitian ini. Guideline WHO-ISH 1999 menyebutkan bahwa pengurangan berat badan sebanyak 5 kg pada pasien obesitas dapat menurunkan tekanan darah. Aziza, 2007 menjelaskan bahwa penurunan berat badan sebanyak 10 kg yang dipertahankan selama dua tahun menurunkan tekanan darah kurang lebih 6,04,6 mmHg.

C. Keterbatasan Penelitian