1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada era globalisasi saat ini, bisnis dapat dilakukan tanpa mengenal batas waktu  dan  jarak.  Hal  ini  memberikan  investor  lebih  banyak  pilihan  tempat
untuk  berinvestasi,  demikian  juga  dengan  perusahaan  dapat  menarik  lebih banyak
investor untuk
memenuhi kebutuhan
pendanaan. Untuk
mempertemukan  kedua  kepentingan  ini  dibutuhkan  suatu  alat  komunikasi. Alat  komunikasi  ini  adalah  laporan  keuangan,  melalui  laporan  keuangan
perusahaan dapat memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada investor, dan investor dapat menilai prospek atau kinerja perusahaan tersebut
dimasa  depan  dan  memutuskan  untuk  berinvestasi  atau  tidak.  Sehingga diperlukan  jasa  dari  auditor  eksternal  untuk  memberikan  keyakinan  bahwa
laporan  keuangan  telah  bebas  dari  kepentingan  manapun  termasuk perusahaan.
Laporan  keuangan  adalah  sarana  pengomunikasian  informasi  keuangan utama kepada pihak-pihak di luar perusahaan Kieso et al., 2008:2. Laporan
keuangan  ini  menggambarkan  kinerja  perusahaan  selama  satu  periode akuntansi  dan  sebagai  dasar  bagi  investor  dalam  pengambilan  keputusan
ekonomi.  Penerbitan  laporan  keuangan  secara  umum  bertujuan  untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja dan arus kas entitas
yang  bermanfaat  bagi  sebagian  besar  kalangan  pengguna  laporan  dalam
2 pembuatan  keputusan  ekonomi.  Laporan  keuangan  juga  menunjukkan  hasil
pertanggungjawaban  manajemen  atas  penggunaan  sumber  daya  yang dipercayakan kepada mereka PSAK No. 01 Revisi 2009. Dapat disimpulkan
bahwa  laporan  keuangan  adalah  alat  komunikasi  yang  digunakan  oleh manajemen  kepada  pihak-pihak  yang  berkepentingan  di  luar  perusahaan
seperti, investor, kreditor dan regulator tentang kondisi keuangan perusahaan. Mengingat pentingnya peran yang dimiliki oleh laporan keuangan, maka
hanya laporan keuangan berkualitas dan terbebas dari salah saji material baik yang  disengaja  fraud  maupun  yang  tidak  disengaja  error  yang  dapat
dipercaya  sebagai  sumber  informasi  untuk  pengambilan  keputusan.  Pihak yang  dapat  menyediakan  keyakinan  mengenai  kewajaran  laporan  keuangan
adalah auditor eksternal. Karena dalam mekanisme pelaporan keuangan, suatu audit  dirancang  untuk  memberikan  keyakinan  bahwa  laporan  keuangan  tidak
dipengaruhi oleh salah saji misstatement yang material dan juga memberikan keyakinan yang memadai atas akuntabilitas manajemen atas aktiva perusahaan
Koroy,2008:22. Hal ini sesuai dengan Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen
,  dalam  SA  Seksi  110  PSA  No.01 “auditor  bertanggung  jawab
dalam  merencanakan  dan  melaksanakan  audit  untuk  memperoleh  keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik
yang disebabkan oleh kekeliruan dan kecurangan ” IAI, 2001. Pernyataan ini
memberikan  arahan  dan  standar  yang  jelas  kepada  auditor  mengenai kewajibannya  mendeteksi  kecurangan,  serta  audit  laporan  keuangan  yang
dilakukan harus sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
3 Tetapi  bukanlah  hal  yang  mudah  untuk  mendeteksi  kecurangan  laporan
keuangan,  terbukti  dengan  adanya  kasus  skandal  keuangan  yang  melibatkan akuntan  publik  seperti  Enron,  Xerox,  Walt  Disney,  World  Com,  Merck,  dan
Tyco yang terjadi di Amerika Serikat, selain itu juga kasus Kimia Farma dan sejumlah  Bank  Beku  Operasi  yang  melibatkan  akuntan  publik  di  Indonesia,
serta sejumlah kasus kegagalan keuangan lainnya Suzy, 2008:103. Ketika  auditor  gagal  dalam  mendeteksi  kecurangan  laporan  keuangan,
maka  kerugian  tidak  hanya  dirasakan  oleh  pihak-pihak  yang  mengandalkan informasi  dalam  laporan  keuangan  seperti  investor,  kreditor  dan  regulator.
Tetapi  kerugian  juga  dirasakan  oleh  auditor  eksternal,  baik  risiko  reputasi maupun  kerugian  finansial  Stefaan,  2010:2.  Contohnya,  terhadap  auditor
eksternal  yang  mengaudit  laporan  keuangan  PT  Kimia  Farma  Tbk,  per  31 Desember  2001,  Bapepam  Badan  Pengawas  Pasar  Modal  memberikan
sanksi  administratif  sebesar  Rp  100  juta.  Bapepam  mengemukakan  proses audit  tersebut  tidak  berhasil  mendeteksi  adanya  penggelembungan  laba  yang
dilakukan  PT  Kimia  Farma  Tbk,  dan  tidak  ditemukan  unsur  kesengajaan membantu manajemen dalam menggelembungkan laba Koroy, 2008:23.
Menurut  Koroy  2008:25  terdapat  empat  faktor  utama  penyebab kegagalan pendeteksian  kecurangan laporan keuangan. Pertama, karakteristik
terjadinya  kecurangan,  kecurangan  lebih  sulit  untuk  dideteksi  karena kecurangan  melibatkan  penyembunyian  concealment.  Kedua,  standar
pengauditan  mengenai  pendeteksian  kecurangan  yang  kurang  memadai. Ketiga,  lingkungan  pekerjaan  audit  yang  mengurangi  kualitas  audit  dan
4 keempat,  metode  dan  prosedur  audit  yang  tidak  efektif  dalam  pendeteksian
kecurangan. Sedangkan menurut Intal dan Do 2002:3,  alasan mengapa auditor gagal
untuk  mendeteksi  kecurangan  laporan  keuangan  dibedakan  dari  segi  teknikal dan  etika.  Dari  segi  teknikal  antara  lain:  auditor  tidak  dapat  menyediakan
bukti  audit  yang  layak  dan  kuat,  lemahnya  model  risiko  audit  dan  penilaian risiko  internal  kontrol,  kegagalan  audit  dalam  pengakuan  pendapatan  dan
pengungkapan  transaksi  dengan  pihak  ketiga.  Dari  segi  etika,  faktor  yang berkaitan  dengan  gagalnya  auditor  mendeteksi  kecurangan  laporan  keuangan
adalah mengenai independensi audit dan jumlah jasa nonaudit yang diberikan oleh auditor.
Auditor  harus  menyadari  dengan  cepat  probabilitas  terjadinya kecurangan  dengan  mengandalkan  pada  sinyal  kecurangan.  Sebagai  contoh,
laporan  arus  kas  yang  menunjukkan  arus  kas  negatif  yang  berasal  dari  hasil operasi  atau  ketidakmampuan  perusahaan  untuk  menghasilkan  uang  kas  dari
hasil operasi saat perusahaan melaporkan pertumbuhan laba merupakan sinyal penting  probabilitas  terjadi  skenario  kecurangan  dalam  pelaporan  keuangan.
Beberapa  skenario  kecurangan  mungkin  terjadi  misalnya  berkaitan  dengan fictitious sales, revenue recognition, timing differences
Lusy, 2009:55. Kecurangan  laporan  keuangan  financial  statement  fraudtelah  diartikan
secara berbeda oleh para akademisi dan praktisi Intal dan Do, 2002:18. Elliot dan  Willingham  1980  dalam  Intal  dan  Do  2002:18  mendefinisikan
kecurangan laporan keuangan sebagai kecurangan manajemen: “the deliberate
5 fraud  committed  by  management  that  injures  investor  and  creditors  through
materially misleading financial statement”. Artinya, kecurangan yang sengaja yang  dilakukan  oleh  manajemen,  merugikan  investor  dan  kreditor  melalui
laporan keuangan  yang secara material menyesatkan. Menurut Standar Audit Seksi  316  tentang  Pertimbangan  atas  Kecurangan  dalam  Audit  Laporan
Keuangan, faktor yang membedakan antara kecurangan dan kekeliruan adalah tindakan  yang  mendasarinya,  yang  berakibat  terjadinya  salah  saji  material
dalam laporan keuangan, berupa tindakan yang disengaja atau tidak disengaja. Salah  saji  yang  timbul  dari  kecurangan  dalam  pelaporan  keuangan  adalah
salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan.
Variabel-variabel  keuangan  yang  dapat  digunakan  oleh  auditor  untuk mendeteksi  kecurangan  laporan  keuangan  diantaranya  adalah  rasio  debt  to
equity,  sales  to  total  assets,  net  profit  to  sales,  accounts  receivable  to  sales, net  profit  to  total  assets,  working  capital  to  total  assets,  gross  profit  to  total
assets,  inventory  to  sales,  total  debt  to  total  assets, dan  financial  distress  z-
score. Perusahaan  dengan  rasio  total  debt  to  total  assetsleverage  yang
tinggi mengindikasikan perusahaan melakukan kecurangan laporan keuangan, hal  ini  memberikan  motivasi  bagi  manajemen  untuk  melakukan  kecurangan
Spathis, 2002:183. Akuntan  publik  telah  dikritik  secara  luas  sepanjang  dekade  terakhir  ini,
karena gagal dalam melindungi kepentingan investor, khususnya sejak skandal korporasi  Enron  Herusetya,  2012:1.  Auditor  atau  kantor  akuntan  publik
6 memiliki peran yang sangat penting sebagai salah satu gatekeeper pasar modal
yang  dapat  memberikan  kepastian  assurance  atas  kualitas  pelaporan keuangan  perusahaan  publik  Roonen  dan  Yaari,  2008  dalam  Herusetya,
2012:1.  Kualitas  audit  audit  quality  didefinisikan  sebagai  probabilitas gabungan  dari  kemampuan  seorang  auditor  untuk  menemukan  suatu
pelanggaran  dalam  pelaporan  keuangan  klien,  dan  melaporkan  pelanggaran tersebut  DeAngelo,  1981  dalam  Herusetya,  2012:2.  Para  peneliti
menyatakan  bahwa  tidak  ada  satu  ukuran  karakteristik  tertentu  yang  dapat mewakili  kualitas  audit  secara  utuh  karena  kualitas  audit  memiliki  sifat
multidimensi  Bamber  dan  Bamber,  2009;  Francis,  2004  dalam  Herusetya, 2012:2.  Pengukuran  kualitas  audit  sejauh  ini  lebih  banyak  menggunakan
pengukuran  tunggal,  atau  pengujian  bersama  dari  beberapa  pengukuran  yang hanya mewakili salah satu dimensi kualitas audit, misalnya ukuran KAP Big
56 Becker  et  al.,  1998;  Reynolds  dan  Francis,  2001;  spesialisasi  industri
Balsam et al., 2003; lamanya masa penugasan auditpengalaman KAP audit tenure
Gosh dan Moon, 2005 dalam Herusetya, 2012:2. Dalam penelitian ini, variabel kualitas audit diproksikan dengan reputasi auditor yaitu Big Four
dan  non-Big  Four.  Menurut  Teoh  dan  Wong  1993  dalam  Herusetya, 2009:52  auditor  Big  Four  memiliki  kualitas  audit  yang  lebih  tinggi
dibandingkan  auditor  Non-Big  Four  dengan  argumentasi  bahwa  KAP  besar memiliki  pengetahuan,  pengalaman  teknis,  kapasitas  dan  reputasi  yang  lebih
superior  dibandingkan  KAP  yang  lebih  kecil.  Dengan  demikian, menggunakan  auditor  Big  Four  akan  menghasilkan  kualitas  audit  yang  lebih
7 tinggi  dan  mengurangi  kesempatan  perusahaan  untuk  melakukan  kecurangan
fraud Brazel et al., 2009:1153.
Salah  satu  metode  yang  dapat  dilakukan  auditor  pada  saat  penilaian risiko  kecurangan  adalah  melalui  prosedur  analitis.  Prosedur  analitis  adalah
evaluasi  terhadap  informasi  keuangan  yang  dibuat  dengan  mempelajari hubungan  yang  masuk  akal  antara  data  keuangan  yang  satu  dengan  data
keuangan  lainnya  atau  antara  data  keuangan  dengan  data  nonkeuangan. Prosedur analitis juga mencakup perbandingan  yang paling sederhana hingga
model  yang  rumit  yang  mengaitkan  berbagai  hubungan  dan  unsur  data  IAI, 2001  dalam  Dedi,  2008:17.  Walaupun  prosedur  analitis  sudah  memasukkan
ukuran-ukuran nonkeuangan, tetapi standar audit belum mensyaratkan auditor untuk mempertimbangkannya dalam penilaian risiko kecurangan Brazel et al,
2009:1138.  Dengan  demikian,  prosedur  analitis  menjadi  tidak  efektif  dalam mendeteksi  kecurangan,  karena  tiga  hal:  pertama,  auditor  mungkin  tidak
menyadari  tren  yang  tidak  biasa  dan  rasio  dalam  laporan  keuangan  karena mereka  kurang  cukup  memahami  sifat  bisnis  klien.  Kedua,  auditor  hanya
mengandalkan  pada  penjelasan  manajemen  tanpa  kecukupan  pengujian validitas  keterangan  manajemen.  Ketiga,  prosedur  analitis  tradisional
menggunakan  ukuran  keuangan,  sehingga  hanya  menghasilkan  kesalahan klasifikasi,  sulit  untuk  mendeteksi  kecurangan  Beneish  1999,  Kaminski  dan
Wetzel 2004, Hogan et al., 2008 dalam Brazel et al., 2009:1138. Pendapat  di  atas  diperkuat  dengan  pernyataan  dari  PCAOB  Public
Company Accounting Oversight Board yang menyimpulkan bahwa prosedur
8 analitis  yang    hanya  menggunakan  data  keuangan  adalah  tidak  efektif  untuk
mendeteksi  kecurangan  fraud  karena  manajemen  dapat  membuat  catatan palsu dengan tujuan agar rasio dalam laporan keuangan terlihat normal Brazel
et  al .,  2009:1143.  Oleh  karena  itu,  PCAOB  sedang  mempertimbangkan
apakah  auditor  sebaiknya  diharuskan  untuk  menggunakan  ukuran-ukuran nonkeuangan  Nonfinancial  Measures  yang  tersedia  untuk  publik  seperti
jumlah karyawan, jumlah cabang, jumlah retail, luas gudang, jumlah fasilitas produksi,  jumlah  kunjungan  pasien  dapat  digunakan  untuk  membantu
mendeteksi  kecurangan  laporan  keuangan  financial  statement  fraud PCAOB 2004, Hogan et al., 2008 dalam Brazel et al., 2009:1136.
Del  Global  Technologies  adalah  perusahaan  pembuat  komponen elektronik,  perakitan,  dan  sistem  untuk  keperluan  medis,  industri,  dan
pertahanan.  Securities  and  Exchange  Commission  SEC  menuduh  bahwa pada  tahun  fiskal  1997-2000,  Del  Global  Technologies  Corp  Del  terlibat
dalam  pengakuan  pendapatan  yang  tidak  tepat,  produk  prematur  dikirim  ke gudang  pihak  ketiga  dan  mencatat  penjualan  produk  yang  Del  belum
diproduksi  SEC,  2004.  Del  melebihsajikan  laba  sebelum  pajak  pada  tahun 1997  oleh  setidaknya  3,7  juta  atau  110.  Pendapatan  Del  meningkat  25
dari 43,7 juta pada tahun 1996 menjadi 54,7juta pada tahun 1997. Namun, Del  melaporkan  penurunan  jumlah  karyawan  selama  periode  yang  sama.
Jumlah karyawan menurun dari 440 pada tahun 1996 menjadi 412 pada tahun 1997.  Jika  perusahaan  dapat  meningkatkan  keuntungan  dengan  memotong
gaji,  tidak  mungkin  bagi  perusahaan  untuk  melipatgandakan  profitabilitas
9 sementara  merumahkan  karyawan,  dan  bahkan  lebih  tidak  mungkin  bahwa
karyawan  yang  di-PHK  akan  sesuai  dengan  peningkatan  yang  signifikan dalam  pendapatan.  Selain  itu,  jumlah  distributor  Del  juga  mengalami
penurunan  dari  400  ke  250  dari  tahun  1996  sampai  1997.  Penurunan distributor  juga  tampaknya  tidak  mungkin  untuk  berhubungan  dengan
peningkatan  yang  signifikan  dalam  pendapatan.  Kasus  ini  menggambarkan bagaimana  hubungan  yang  tidak  biasa  antara  ukuran-ukuran  nonkeuangan
NFMs  yaitu,  jumlah  karyawan  dan  distribusidealer  dan  data  keuangan yaitu,  pendapatan  dapat  membantu  auditor  menilai  risiko  kecurangan.
Sebaliknya, salah satu pesaing Del Global, Fischer Imaging Corp, mengalami penurunan 27 dalam pendapatan selama periode yang sama, disertai dengan
penurunan  20  pada  karyawan  dan  penurunan  7  distributor  Brazel  et  al., 2009:1141.
Fenomena  tersebut  juga  terjadi  di  Indonesia,  PT  KMI  Wire  and  Cable Tbk.,  pada  tahun  2011.  PT  KMI  Wire  and  Cable  Tbk.,  memiliki  kegiatan
usaha  meliputi  pembuatan  kabel,  kawat  aluminium  dan  tembaga  serta  bahan baku lainnya untuk listrik, elektronika, telekomunikasi, serta komponen, suku
cadang,  aksesoris  yang  terkait  dan  perlengkapan-perlengkapannya,  termasuk teknik rekayasa kawat dan kabel.  Pendapatan PT KMI Wire and Cable Tbk.,
meningkat  sebesar  11  dari  tahun  sebelumnya,  sedangkan  jumlah  karyawan dilaporkan menurun sebesar 3 dari tahun sebelumya. Pada tahun yang sama
PT KMI Wire  and  Cable Tbk., memiliki nilai  discretionary accruals sebesar 0,65 hal ini berarti pada tahun 2011 PT KMI Wire and Cable Tbk., melakukan
10 manajemen laba dalam bentuk peningkatan laba income increasing sumber:
data sekunder diolah, 2013. Contoh  di  atas  menunjukkan  bahwa  ukuran-ukuran  nonkeuangan  dapat
dijadikan  alternatif  untuk  pendeteksian  kecurangan,  karena  manipulasi ukuran-ukuran  nonkeuangan  sulit  untuk  disembunyikan.  Ukuran-ukuran
nonkeuangan mudah untuk diverifikasi oleh auditor seperti jumlah karyawan, jumlah  fasilitas,  jumlah  outlet  dan  lain-lain  Brazel  et  al.,  2009:1137.
Pendapat  Kaplan  1996  dalam  Putri  dan  Mahfud  2011:3  bahwa  ukuran- ukuran  nonkeuangan  seperti  inovasi  produk,  kepemimpinan  produk,  dan
kesetiaan  pelanggan  secara  lebih  baik  mengindikasikan  keuntungan  masa depan daripada keuntungan tahunan.
Jika  auditor  dan  pihak  yang  berkepentingan  seperti  direksi,  kreditor, investor  dan  regulator  dapat  mengidentifikasi  ukuran-ukuran  nonkeuangan
yang  berhubungan  dengan  ukuran  keuangan,  ketidakkonsistenan  pola  antara ukuran  keuangan  dan  ukuran  nonkeuangan  dapat  digunakan  untuk  untuk
mendeteksi  perusahaan  dengan  risiko  kecurangan  yang  tinggi  Brazel  et  al., 2009:1138.  Penelitian  Brazel  et  al.,  2009:1156  menemukan  bahwa
perbedaan  antara  ukuran  keuangan  dan  nonkeuangan  lebih  besar  untuk perusahaan  yang  melakukan  fraud  dibandingkan  perusahaan  yang  tidak
melakukan fraud. Variabel dependen  variabel terikat  yaitu kecurangan laporan keuangan
financial  statement  fraud. Kecurangan  laporan  keuangan  dapat  dilakukan
dengan  berbagai  teknik  Spathis,  2002:179.  Salah  satu  proksi  yang  dapat
11 mengukur kecurangan laporan keuangan adalah earning management. Rezaee
2002:7,  berpendapat  bahwa  kecurangan  laporan  keuangan  berkaitan  erat dengan tindakan manipulasi laba yang dilakukan oleh manajemen. Fenomena
kecurangan  laporan  keuangan  dan    manajemen  laba  terjadi  pada  kasus  PT Kimia  Farma  Tbk.,  dan  PT  Lippo  Tbk.,  pada  tahun  2002  mengindikasikan
adanya  praktik  manajemen  laba  yang  berawal  dari  terdeteksi  adanya manipulasi  laba.  PT  Kimia  Farma  Tbk.,  pada  tahun  2002  mengindikasikan
adanya  praktik  manajemen  laba  dengan  menaikkan  laba  hingga  Rp  32,7 miliar. Manajemen laba tersebut diduga terkait dengan keinginan manajemen
lama  untuk  dipilih  kembali  oleh  pemerintah  guna  mengelola  perusahaan farmasi  tersebut.  PT  Indofarma  pada  tahun  2004  melakukan  praktik
manajemen laba dengan menyajikan overstated lebih saji laba bersih senilai Rp  28,870  miliar,  sebagai  dampak  dari  penilaian  persediaan  barang  dalam
proses  yang  lebih  tinggi  dari  yang  seharusnya,  sehingga  harga  pokok penjualan  tahun  tersebut  understated  kurang  saji.  Targetnya  adalah
menaikkan laba Bapepam, 2004 dalam Avianti, 2006:829. Dalam  melaksanakan  auditnya,  auditor  mengidentifikasi  risiko-risiko
kecurangan  secara  bersama-sama  dalam  elemen-elemen  fraud  triangle  dan kemudian dinilai tingkat signifikansinya berdasarkan professional judgement
Lusy,  2009:56.  Fraud  triangle  terdiri  atas  tiga  komponen  yaitu  pressure, opportunity,
dan rationalization. Variabel leverage digunakan sebagi proksi dari financial distresstekanan
keuangan  dari  pressureinscentive  factor  dalam  fraud  triangle.  Perusahaan
12 yang mengalami financial distress tekanan keuangan memiliki insentif yang
lebih  besar  untuk  melakukan  kecurangan  laporan  keuangan  fraud, dibandingkan  perusahaan  yang  tidak  mengalami  financial  distress  tekanan
keuangan  Begley,  Ming,  dan  Watts  1997  dalam  Brazel  et  al.,  2009:1152. Hasil  penelitian  Spathis  2002  membuktikan  bahwa  leverage  secara
signifikan berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan. Hal ini berarti perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi, memiliki probabilitas
yang lebih tinggi untuk melakukan kecurangan laporan keuangan. Perusahaan dengan  tingkat  leverage  yang  tinggi,  memiliki  risiko  pelanggaran  perjanjian
utang  yang  mengakibatkan  timbulnya  suatu  biaya  seperti  sanksi  pembatasan atas  pembayaran  dividen  atau  pembatasan  penambahan  utang  dan  serta
menghambat  kerja  manajemen.  Diduga,  perusahaan  yang  memiliki  tingkat leverage
yang tinggi akan mempunyai dorongan incentives yang lebih besar untuk  mendorong  kinerja  akuntansi  dengan  tujuan  untuk  memenuhi
perjanjian  dalam  kontrak  utang  maupun  untuk  mendapatkan  utang  baru Dechow  et  al.,  2010:25.  Pendapat  Dechow  et  al.,  2010  didukung  oleh
DeAngelo  et  al.,  1994;  Defond  dan  Jiambalvo,  1991  dalam  Skousen  dan Wright,  2006:8  ketika  menghadapi  pelanggaran  perjanjian  utang,  manajer
akan  lebih  menggunakan  kebijakan  akrual  agar  dapat  melaporkan  laba sekarang  lebih  tinggi  dibandingkan  laba  di  masa  depan.  Sehingga  manajer
dapat terhindar dari pelanggaran perjanjian utang debt covenant. Variabel kualitas audit diproksikan dengan reputasi auditor dan mewakili
opportuniy  factor dalam  fraud  triangle.  Reputasi  auditor  dibedakan
13 berdasarkan KAP Big Four dan Non Big Four.KAP Big Four menghasilkan
kualitas  audit  yang  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  KAP  Non  Big  Four Piot  dan  Janin,  2005:8.  Auditor  Big  Four  adalah  auditor  yang  memiliki
keahlian dan reputasi tinggi dibanding dengan auditor  Non Big Four, karena auditor Big Four dikenal secara internasional melakukan investasi yang lebih
besar  dibandingkan  auditor  Non  Big  Four  dalam  bidang  keahlian  staf  dan untuk  mempertahankan  reputasi  mereka  Piot  dan  Janin,  2005:5.  Untuk
menjaga  investasi  mereka,  auditor  Big  Four  akan  berusaha  secara  sungguh- sungguh  mempertahankan  pangsa  pasar,  kepercayaan  masyarakat,  dan
reputasinya  dengan  cara  menyediakan  jasa  audit  yang  berkualitas  Piot  dan Janin,  2005:5.  Oleh  karena  itu,  menggunakan  auditor  Big  Four  akan
meningkatkan  kualitas  audit  dan  mengurangi  peluang  perusahaan  untuk melakukan  kecurangan  laporan  keuangan  Brazel  et  al.,  2009:1153.  Becker
et al ., 1998 dalam Krishnan, 2002:5 menemukan bahwa auditor Non-Big 6
melaporkan  discretionary  accruals  yang  lebih  tinggi  dibandingkan  auditor Big
6.  Auditor  Non-Big  6  mengizinkan  fleksibilitas  yang  lebih  besar  dalam pilihan manajemen atas kebijakan akrual.
Variabel  ukuran  nonkeuangan  jumlah  karyawan  digunakan  karena menurut  Brazel  et  al.,  2009:1138  pendeteksian  kecurangan  laporan
keuangan  hanya  dengan  menggunakan  rasio-rasio  keuangan  adalah  tidak efektif  karena  hanya  menghasilkan  salah  klasifikasi  yang  tinggi.  Hal  ini
disebabkan  karena  rasio-rasio  keuangan  berasal  dari  data  laporan  keuangan yang telah dimanipulasi oleh manajemen. Menurut Brazel et al., 2009:1137
14 setiap  ukuran  keuangan  seperti  pendapatan  memiliki  ukuran  nonkeuangan
yang  berhubungan  seperti  jumlah  karyawan.  Oleh  karena  itu,  Brazel  et  al., 2009 meneliti mengenai employee diff yaitu selisih antara ukuran keuangan
revenue growth dengan ukuran nonkeuangan yang tersedia dipublik seperti jumlah  karyawan  employee  growth.  Hasil  penelitian  Brazel  et  al.,
2009:1142  menunjukkan  terdapat  perbedaan  signifikan  antara  ukuran keuangan  revenue  growth  dengan  ukuran  nonkeuangan  employee  growth
bagi  perusahan  yang  melakukan  kecurangan  laporan  keuangan.  Penelitian serupa  juga  dilakukan  oleh  Dechow  et  al.,  2010:23,  yang  menemukan
bahwa  terdapat  pengurangan  jumlah  karyawan  secara  tidak  wajar,  bagi perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan.
Dalam  penelitian  ini  hanya  digunakan  jumlah  karyawan  single  NFM. Karena jumlah karyawan single NFM menunjukkan hubungan sebesar 62
dengan  pertumbuhan  pendapatan,  sedikitlebih  besar  dibandingkan  dengan jumlah  rata-rata  ukuran  nonkeuangan  average  NFM  menunjukkan
hubungan  sebesar  61  dengan  pertumbuhan  pendapatan  Brazel  et  al., 2009:1156.  Alasan  lainnya  penggunan  ukuran  nonkeuangan  berupa  jumlah
karyawan yaitu berdasarkan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor  Kep-06PM2000  tentang  Perubahan  Peraturan  Nomor  VIII.G.7
tentang  pedoman  penyajian  laporan  keuangan.  Berdasarkan  peraturan  ini, laporan  keuangan  yang  dibuat  oleh  perusahaan  publikemiten  harus
mengungkapkan  jumlah  karyawan  pada  akhir  periode  atau  rata-rata  jumlah
15 karyawan  selama  periode  yang  bersangkutan.  Sehingga  data  yang  dimaksud
yaitu jumlah karyawan tersedia untuk publik. Penelitian sebelumnya yang menggunakan variabel ukuran nonkeuangan
untuk  mendeteksi  fraud  dilakukan  oleh  Brazel  et  al.,  2009.  Penelitian Brazel  et  al.,  2009  memberikan  bukti  empiris  pertama  bahwa  ukuran
nonkeuangan dapat digunakan secara efektif oleh auditor untuk menilai risiko kecurangan  laporan  keuangan.  Penelitian  yang  dilakukan  oleh  Brazel  et  al.,
2009 sangat menarik untuk diteliti karena penggunaan variabel baru dalam upaya  untuk  memberikan  peringatansinyal  kecurangan  red  flag  tentang
probabilitas terjadinya kecurangan laporan keuangan. Penelitian  ini  merupakan  replikasi  dan  pengembangan  dari  penelitian
yang  dilakukan  oleh  Brazel  et  al.,  2009  yang  meneliti  apakah  ukuran- ukuran  nonkeuangan  seperti  jumlah  karyawan,  jumlah  cabang,  jumlah
kunjungan  pasien,  jumlah  fasilitas  produksi,  jumlah  patent,  jumlah  pusat distribusi,  luas  fasilitas  produksi  dapat  secara  efektif  digunakan  untuk
mendeteksi kecurangan  dalam laporan  keuangan  financial statement fraud. Perbedaan  penelitian  ini  dengan  penelitian  sebelumnya  penggunaan  earning
management sebagai  proksi  dari  variabel  kecurangan  laporan  keuangan  dan
penggunaan single NFM jumlah karyawan untuk mengetahui apakah ukuran nonkeuangan  jumlah  karyawan  dapat  digunakan  untuk  mendeteksi
kecurangan  laporan  keuangan.  Serta  penggunaan  variabel  leverage  Spathis, 2002 dan kualitas audit Brazel et al., 2009; Herusetya, 2012.
16 Perbedaan  lainnya  adalah  dalam  hal  lokasi,  periode,  dan  populasi
penelitian. Dengan tujuan untuk mengetahui apakah variabel penelitian yang dilakukan  oleh  Brazel  et  al.,2009  yaitu  ukuran  nonkeuangan  dapat  secara
efektif digunakan untuk  mendeteksi kecurangan laporan keuangan  financial statement fraud
di Indonesia. Berdasarkan  uraian  di  atas,  maka  penulis  mengambil  judul
“Analisis Penggunaan
Leverage,  Kualitas  Audit  dan  Employee  Diff  Dalam Mendeteksi Kecurangan Laporan Keuangan
” Studi  Empiris  Perusahaan  Manufaktur  yang  Terdaftar  di  BEI  tahun
2007-2011 B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan  latar  belakang  tersebut,  maka  pokok  permasalahan  dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.  Apakah leverage memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan?
2.  Apakah  kualitas  audit  memiliki  pengaruh  yang  signifikan  terhadap kecurangan laporan keuangan?
3.  Apakah  employee  diff  memiliki  pengaruh  yang  signifikan  terhadap kecurangan laporan keuangan?
4.  Apakah  leverage,  kualitas  audit,  dan  employee  diff  memiliki  pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan?
17
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian