1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada era globalisasi saat ini, bisnis dapat dilakukan tanpa mengenal batas waktu dan jarak. Hal ini memberikan investor lebih banyak pilihan tempat
untuk berinvestasi, demikian juga dengan perusahaan dapat menarik lebih banyak
investor untuk
memenuhi kebutuhan
pendanaan. Untuk
mempertemukan kedua kepentingan ini dibutuhkan suatu alat komunikasi. Alat komunikasi ini adalah laporan keuangan, melalui laporan keuangan
perusahaan dapat memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada investor, dan investor dapat menilai prospek atau kinerja perusahaan tersebut
dimasa depan dan memutuskan untuk berinvestasi atau tidak. Sehingga diperlukan jasa dari auditor eksternal untuk memberikan keyakinan bahwa
laporan keuangan telah bebas dari kepentingan manapun termasuk perusahaan.
Laporan keuangan adalah sarana pengomunikasian informasi keuangan utama kepada pihak-pihak di luar perusahaan Kieso et al., 2008:2. Laporan
keuangan ini menggambarkan kinerja perusahaan selama satu periode akuntansi dan sebagai dasar bagi investor dalam pengambilan keputusan
ekonomi. Penerbitan laporan keuangan secara umum bertujuan untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja dan arus kas entitas
yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam
2 pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil
pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka PSAK No. 01 Revisi 2009. Dapat disimpulkan
bahwa laporan keuangan adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manajemen kepada pihak-pihak yang berkepentingan di luar perusahaan
seperti, investor, kreditor dan regulator tentang kondisi keuangan perusahaan. Mengingat pentingnya peran yang dimiliki oleh laporan keuangan, maka
hanya laporan keuangan berkualitas dan terbebas dari salah saji material baik yang disengaja fraud maupun yang tidak disengaja error yang dapat
dipercaya sebagai sumber informasi untuk pengambilan keputusan. Pihak yang dapat menyediakan keyakinan mengenai kewajaran laporan keuangan
adalah auditor eksternal. Karena dalam mekanisme pelaporan keuangan, suatu audit dirancang untuk memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan tidak
dipengaruhi oleh salah saji misstatement yang material dan juga memberikan keyakinan yang memadai atas akuntabilitas manajemen atas aktiva perusahaan
Koroy,2008:22. Hal ini sesuai dengan Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen
, dalam SA Seksi 110 PSA No.01 “auditor bertanggung jawab
dalam merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik
yang disebabkan oleh kekeliruan dan kecurangan ” IAI, 2001. Pernyataan ini
memberikan arahan dan standar yang jelas kepada auditor mengenai kewajibannya mendeteksi kecurangan, serta audit laporan keuangan yang
dilakukan harus sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
3 Tetapi bukanlah hal yang mudah untuk mendeteksi kecurangan laporan
keuangan, terbukti dengan adanya kasus skandal keuangan yang melibatkan akuntan publik seperti Enron, Xerox, Walt Disney, World Com, Merck, dan
Tyco yang terjadi di Amerika Serikat, selain itu juga kasus Kimia Farma dan sejumlah Bank Beku Operasi yang melibatkan akuntan publik di Indonesia,
serta sejumlah kasus kegagalan keuangan lainnya Suzy, 2008:103. Ketika auditor gagal dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan,
maka kerugian tidak hanya dirasakan oleh pihak-pihak yang mengandalkan informasi dalam laporan keuangan seperti investor, kreditor dan regulator.
Tetapi kerugian juga dirasakan oleh auditor eksternal, baik risiko reputasi maupun kerugian finansial Stefaan, 2010:2. Contohnya, terhadap auditor
eksternal yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk, per 31 Desember 2001, Bapepam Badan Pengawas Pasar Modal memberikan
sanksi administratif sebesar Rp 100 juta. Bapepam mengemukakan proses audit tersebut tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang
dilakukan PT Kimia Farma Tbk, dan tidak ditemukan unsur kesengajaan membantu manajemen dalam menggelembungkan laba Koroy, 2008:23.
Menurut Koroy 2008:25 terdapat empat faktor utama penyebab kegagalan pendeteksian kecurangan laporan keuangan. Pertama, karakteristik
terjadinya kecurangan, kecurangan lebih sulit untuk dideteksi karena kecurangan melibatkan penyembunyian concealment. Kedua, standar
pengauditan mengenai pendeteksian kecurangan yang kurang memadai. Ketiga, lingkungan pekerjaan audit yang mengurangi kualitas audit dan
4 keempat, metode dan prosedur audit yang tidak efektif dalam pendeteksian
kecurangan. Sedangkan menurut Intal dan Do 2002:3, alasan mengapa auditor gagal
untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan dibedakan dari segi teknikal dan etika. Dari segi teknikal antara lain: auditor tidak dapat menyediakan
bukti audit yang layak dan kuat, lemahnya model risiko audit dan penilaian risiko internal kontrol, kegagalan audit dalam pengakuan pendapatan dan
pengungkapan transaksi dengan pihak ketiga. Dari segi etika, faktor yang berkaitan dengan gagalnya auditor mendeteksi kecurangan laporan keuangan
adalah mengenai independensi audit dan jumlah jasa nonaudit yang diberikan oleh auditor.
Auditor harus menyadari dengan cepat probabilitas terjadinya kecurangan dengan mengandalkan pada sinyal kecurangan. Sebagai contoh,
laporan arus kas yang menunjukkan arus kas negatif yang berasal dari hasil operasi atau ketidakmampuan perusahaan untuk menghasilkan uang kas dari
hasil operasi saat perusahaan melaporkan pertumbuhan laba merupakan sinyal penting probabilitas terjadi skenario kecurangan dalam pelaporan keuangan.
Beberapa skenario kecurangan mungkin terjadi misalnya berkaitan dengan fictitious sales, revenue recognition, timing differences
Lusy, 2009:55. Kecurangan laporan keuangan financial statement fraudtelah diartikan
secara berbeda oleh para akademisi dan praktisi Intal dan Do, 2002:18. Elliot dan Willingham 1980 dalam Intal dan Do 2002:18 mendefinisikan
kecurangan laporan keuangan sebagai kecurangan manajemen: “the deliberate
5 fraud committed by management that injures investor and creditors through
materially misleading financial statement”. Artinya, kecurangan yang sengaja yang dilakukan oleh manajemen, merugikan investor dan kreditor melalui
laporan keuangan yang secara material menyesatkan. Menurut Standar Audit Seksi 316 tentang Pertimbangan atas Kecurangan dalam Audit Laporan
Keuangan, faktor yang membedakan antara kecurangan dan kekeliruan adalah tindakan yang mendasarinya, yang berakibat terjadinya salah saji material
dalam laporan keuangan, berupa tindakan yang disengaja atau tidak disengaja. Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan adalah
salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan.
Variabel-variabel keuangan yang dapat digunakan oleh auditor untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan diantaranya adalah rasio debt to
equity, sales to total assets, net profit to sales, accounts receivable to sales, net profit to total assets, working capital to total assets, gross profit to total
assets, inventory to sales, total debt to total assets, dan financial distress z-
score. Perusahaan dengan rasio total debt to total assetsleverage yang
tinggi mengindikasikan perusahaan melakukan kecurangan laporan keuangan, hal ini memberikan motivasi bagi manajemen untuk melakukan kecurangan
Spathis, 2002:183. Akuntan publik telah dikritik secara luas sepanjang dekade terakhir ini,
karena gagal dalam melindungi kepentingan investor, khususnya sejak skandal korporasi Enron Herusetya, 2012:1. Auditor atau kantor akuntan publik
6 memiliki peran yang sangat penting sebagai salah satu gatekeeper pasar modal
yang dapat memberikan kepastian assurance atas kualitas pelaporan keuangan perusahaan publik Roonen dan Yaari, 2008 dalam Herusetya,
2012:1. Kualitas audit audit quality didefinisikan sebagai probabilitas gabungan dari kemampuan seorang auditor untuk menemukan suatu
pelanggaran dalam pelaporan keuangan klien, dan melaporkan pelanggaran tersebut DeAngelo, 1981 dalam Herusetya, 2012:2. Para peneliti
menyatakan bahwa tidak ada satu ukuran karakteristik tertentu yang dapat mewakili kualitas audit secara utuh karena kualitas audit memiliki sifat
multidimensi Bamber dan Bamber, 2009; Francis, 2004 dalam Herusetya, 2012:2. Pengukuran kualitas audit sejauh ini lebih banyak menggunakan
pengukuran tunggal, atau pengujian bersama dari beberapa pengukuran yang hanya mewakili salah satu dimensi kualitas audit, misalnya ukuran KAP Big
56 Becker et al., 1998; Reynolds dan Francis, 2001; spesialisasi industri
Balsam et al., 2003; lamanya masa penugasan auditpengalaman KAP audit tenure
Gosh dan Moon, 2005 dalam Herusetya, 2012:2. Dalam penelitian ini, variabel kualitas audit diproksikan dengan reputasi auditor yaitu Big Four
dan non-Big Four. Menurut Teoh dan Wong 1993 dalam Herusetya, 2009:52 auditor Big Four memiliki kualitas audit yang lebih tinggi
dibandingkan auditor Non-Big Four dengan argumentasi bahwa KAP besar memiliki pengetahuan, pengalaman teknis, kapasitas dan reputasi yang lebih
superior dibandingkan KAP yang lebih kecil. Dengan demikian, menggunakan auditor Big Four akan menghasilkan kualitas audit yang lebih
7 tinggi dan mengurangi kesempatan perusahaan untuk melakukan kecurangan
fraud Brazel et al., 2009:1153.
Salah satu metode yang dapat dilakukan auditor pada saat penilaian risiko kecurangan adalah melalui prosedur analitis. Prosedur analitis adalah
evaluasi terhadap informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuangan yang satu dengan data
keuangan lainnya atau antara data keuangan dengan data nonkeuangan. Prosedur analitis juga mencakup perbandingan yang paling sederhana hingga
model yang rumit yang mengaitkan berbagai hubungan dan unsur data IAI, 2001 dalam Dedi, 2008:17. Walaupun prosedur analitis sudah memasukkan
ukuran-ukuran nonkeuangan, tetapi standar audit belum mensyaratkan auditor untuk mempertimbangkannya dalam penilaian risiko kecurangan Brazel et al,
2009:1138. Dengan demikian, prosedur analitis menjadi tidak efektif dalam mendeteksi kecurangan, karena tiga hal: pertama, auditor mungkin tidak
menyadari tren yang tidak biasa dan rasio dalam laporan keuangan karena mereka kurang cukup memahami sifat bisnis klien. Kedua, auditor hanya
mengandalkan pada penjelasan manajemen tanpa kecukupan pengujian validitas keterangan manajemen. Ketiga, prosedur analitis tradisional
menggunakan ukuran keuangan, sehingga hanya menghasilkan kesalahan klasifikasi, sulit untuk mendeteksi kecurangan Beneish 1999, Kaminski dan
Wetzel 2004, Hogan et al., 2008 dalam Brazel et al., 2009:1138. Pendapat di atas diperkuat dengan pernyataan dari PCAOB Public
Company Accounting Oversight Board yang menyimpulkan bahwa prosedur
8 analitis yang hanya menggunakan data keuangan adalah tidak efektif untuk
mendeteksi kecurangan fraud karena manajemen dapat membuat catatan palsu dengan tujuan agar rasio dalam laporan keuangan terlihat normal Brazel
et al ., 2009:1143. Oleh karena itu, PCAOB sedang mempertimbangkan
apakah auditor sebaiknya diharuskan untuk menggunakan ukuran-ukuran nonkeuangan Nonfinancial Measures yang tersedia untuk publik seperti
jumlah karyawan, jumlah cabang, jumlah retail, luas gudang, jumlah fasilitas produksi, jumlah kunjungan pasien dapat digunakan untuk membantu
mendeteksi kecurangan laporan keuangan financial statement fraud PCAOB 2004, Hogan et al., 2008 dalam Brazel et al., 2009:1136.
Del Global Technologies adalah perusahaan pembuat komponen elektronik, perakitan, dan sistem untuk keperluan medis, industri, dan
pertahanan. Securities and Exchange Commission SEC menuduh bahwa pada tahun fiskal 1997-2000, Del Global Technologies Corp Del terlibat
dalam pengakuan pendapatan yang tidak tepat, produk prematur dikirim ke gudang pihak ketiga dan mencatat penjualan produk yang Del belum
diproduksi SEC, 2004. Del melebihsajikan laba sebelum pajak pada tahun 1997 oleh setidaknya 3,7 juta atau 110. Pendapatan Del meningkat 25
dari 43,7 juta pada tahun 1996 menjadi 54,7juta pada tahun 1997. Namun, Del melaporkan penurunan jumlah karyawan selama periode yang sama.
Jumlah karyawan menurun dari 440 pada tahun 1996 menjadi 412 pada tahun 1997. Jika perusahaan dapat meningkatkan keuntungan dengan memotong
gaji, tidak mungkin bagi perusahaan untuk melipatgandakan profitabilitas
9 sementara merumahkan karyawan, dan bahkan lebih tidak mungkin bahwa
karyawan yang di-PHK akan sesuai dengan peningkatan yang signifikan dalam pendapatan. Selain itu, jumlah distributor Del juga mengalami
penurunan dari 400 ke 250 dari tahun 1996 sampai 1997. Penurunan distributor juga tampaknya tidak mungkin untuk berhubungan dengan
peningkatan yang signifikan dalam pendapatan. Kasus ini menggambarkan bagaimana hubungan yang tidak biasa antara ukuran-ukuran nonkeuangan
NFMs yaitu, jumlah karyawan dan distribusidealer dan data keuangan yaitu, pendapatan dapat membantu auditor menilai risiko kecurangan.
Sebaliknya, salah satu pesaing Del Global, Fischer Imaging Corp, mengalami penurunan 27 dalam pendapatan selama periode yang sama, disertai dengan
penurunan 20 pada karyawan dan penurunan 7 distributor Brazel et al., 2009:1141.
Fenomena tersebut juga terjadi di Indonesia, PT KMI Wire and Cable Tbk., pada tahun 2011. PT KMI Wire and Cable Tbk., memiliki kegiatan
usaha meliputi pembuatan kabel, kawat aluminium dan tembaga serta bahan baku lainnya untuk listrik, elektronika, telekomunikasi, serta komponen, suku
cadang, aksesoris yang terkait dan perlengkapan-perlengkapannya, termasuk teknik rekayasa kawat dan kabel. Pendapatan PT KMI Wire and Cable Tbk.,
meningkat sebesar 11 dari tahun sebelumnya, sedangkan jumlah karyawan dilaporkan menurun sebesar 3 dari tahun sebelumya. Pada tahun yang sama
PT KMI Wire and Cable Tbk., memiliki nilai discretionary accruals sebesar 0,65 hal ini berarti pada tahun 2011 PT KMI Wire and Cable Tbk., melakukan
10 manajemen laba dalam bentuk peningkatan laba income increasing sumber:
data sekunder diolah, 2013. Contoh di atas menunjukkan bahwa ukuran-ukuran nonkeuangan dapat
dijadikan alternatif untuk pendeteksian kecurangan, karena manipulasi ukuran-ukuran nonkeuangan sulit untuk disembunyikan. Ukuran-ukuran
nonkeuangan mudah untuk diverifikasi oleh auditor seperti jumlah karyawan, jumlah fasilitas, jumlah outlet dan lain-lain Brazel et al., 2009:1137.
Pendapat Kaplan 1996 dalam Putri dan Mahfud 2011:3 bahwa ukuran- ukuran nonkeuangan seperti inovasi produk, kepemimpinan produk, dan
kesetiaan pelanggan secara lebih baik mengindikasikan keuntungan masa depan daripada keuntungan tahunan.
Jika auditor dan pihak yang berkepentingan seperti direksi, kreditor, investor dan regulator dapat mengidentifikasi ukuran-ukuran nonkeuangan
yang berhubungan dengan ukuran keuangan, ketidakkonsistenan pola antara ukuran keuangan dan ukuran nonkeuangan dapat digunakan untuk untuk
mendeteksi perusahaan dengan risiko kecurangan yang tinggi Brazel et al., 2009:1138. Penelitian Brazel et al., 2009:1156 menemukan bahwa
perbedaan antara ukuran keuangan dan nonkeuangan lebih besar untuk perusahaan yang melakukan fraud dibandingkan perusahaan yang tidak
melakukan fraud. Variabel dependen variabel terikat yaitu kecurangan laporan keuangan
financial statement fraud. Kecurangan laporan keuangan dapat dilakukan
dengan berbagai teknik Spathis, 2002:179. Salah satu proksi yang dapat
11 mengukur kecurangan laporan keuangan adalah earning management. Rezaee
2002:7, berpendapat bahwa kecurangan laporan keuangan berkaitan erat dengan tindakan manipulasi laba yang dilakukan oleh manajemen. Fenomena
kecurangan laporan keuangan dan manajemen laba terjadi pada kasus PT Kimia Farma Tbk., dan PT Lippo Tbk., pada tahun 2002 mengindikasikan
adanya praktik manajemen laba yang berawal dari terdeteksi adanya manipulasi laba. PT Kimia Farma Tbk., pada tahun 2002 mengindikasikan
adanya praktik manajemen laba dengan menaikkan laba hingga Rp 32,7 miliar. Manajemen laba tersebut diduga terkait dengan keinginan manajemen
lama untuk dipilih kembali oleh pemerintah guna mengelola perusahaan farmasi tersebut. PT Indofarma pada tahun 2004 melakukan praktik
manajemen laba dengan menyajikan overstated lebih saji laba bersih senilai Rp 28,870 miliar, sebagai dampak dari penilaian persediaan barang dalam
proses yang lebih tinggi dari yang seharusnya, sehingga harga pokok penjualan tahun tersebut understated kurang saji. Targetnya adalah
menaikkan laba Bapepam, 2004 dalam Avianti, 2006:829. Dalam melaksanakan auditnya, auditor mengidentifikasi risiko-risiko
kecurangan secara bersama-sama dalam elemen-elemen fraud triangle dan kemudian dinilai tingkat signifikansinya berdasarkan professional judgement
Lusy, 2009:56. Fraud triangle terdiri atas tiga komponen yaitu pressure, opportunity,
dan rationalization. Variabel leverage digunakan sebagi proksi dari financial distresstekanan
keuangan dari pressureinscentive factor dalam fraud triangle. Perusahaan
12 yang mengalami financial distress tekanan keuangan memiliki insentif yang
lebih besar untuk melakukan kecurangan laporan keuangan fraud, dibandingkan perusahaan yang tidak mengalami financial distress tekanan
keuangan Begley, Ming, dan Watts 1997 dalam Brazel et al., 2009:1152. Hasil penelitian Spathis 2002 membuktikan bahwa leverage secara
signifikan berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan. Hal ini berarti perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi, memiliki probabilitas
yang lebih tinggi untuk melakukan kecurangan laporan keuangan. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi, memiliki risiko pelanggaran perjanjian
utang yang mengakibatkan timbulnya suatu biaya seperti sanksi pembatasan atas pembayaran dividen atau pembatasan penambahan utang dan serta
menghambat kerja manajemen. Diduga, perusahaan yang memiliki tingkat leverage
yang tinggi akan mempunyai dorongan incentives yang lebih besar untuk mendorong kinerja akuntansi dengan tujuan untuk memenuhi
perjanjian dalam kontrak utang maupun untuk mendapatkan utang baru Dechow et al., 2010:25. Pendapat Dechow et al., 2010 didukung oleh
DeAngelo et al., 1994; Defond dan Jiambalvo, 1991 dalam Skousen dan Wright, 2006:8 ketika menghadapi pelanggaran perjanjian utang, manajer
akan lebih menggunakan kebijakan akrual agar dapat melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba di masa depan. Sehingga manajer
dapat terhindar dari pelanggaran perjanjian utang debt covenant. Variabel kualitas audit diproksikan dengan reputasi auditor dan mewakili
opportuniy factor dalam fraud triangle. Reputasi auditor dibedakan
13 berdasarkan KAP Big Four dan Non Big Four.KAP Big Four menghasilkan
kualitas audit yang lebih tinggi dibandingkan dengan KAP Non Big Four Piot dan Janin, 2005:8. Auditor Big Four adalah auditor yang memiliki
keahlian dan reputasi tinggi dibanding dengan auditor Non Big Four, karena auditor Big Four dikenal secara internasional melakukan investasi yang lebih
besar dibandingkan auditor Non Big Four dalam bidang keahlian staf dan untuk mempertahankan reputasi mereka Piot dan Janin, 2005:5. Untuk
menjaga investasi mereka, auditor Big Four akan berusaha secara sungguh- sungguh mempertahankan pangsa pasar, kepercayaan masyarakat, dan
reputasinya dengan cara menyediakan jasa audit yang berkualitas Piot dan Janin, 2005:5. Oleh karena itu, menggunakan auditor Big Four akan
meningkatkan kualitas audit dan mengurangi peluang perusahaan untuk melakukan kecurangan laporan keuangan Brazel et al., 2009:1153. Becker
et al ., 1998 dalam Krishnan, 2002:5 menemukan bahwa auditor Non-Big 6
melaporkan discretionary accruals yang lebih tinggi dibandingkan auditor Big
6. Auditor Non-Big 6 mengizinkan fleksibilitas yang lebih besar dalam pilihan manajemen atas kebijakan akrual.
Variabel ukuran nonkeuangan jumlah karyawan digunakan karena menurut Brazel et al., 2009:1138 pendeteksian kecurangan laporan
keuangan hanya dengan menggunakan rasio-rasio keuangan adalah tidak efektif karena hanya menghasilkan salah klasifikasi yang tinggi. Hal ini
disebabkan karena rasio-rasio keuangan berasal dari data laporan keuangan yang telah dimanipulasi oleh manajemen. Menurut Brazel et al., 2009:1137
14 setiap ukuran keuangan seperti pendapatan memiliki ukuran nonkeuangan
yang berhubungan seperti jumlah karyawan. Oleh karena itu, Brazel et al., 2009 meneliti mengenai employee diff yaitu selisih antara ukuran keuangan
revenue growth dengan ukuran nonkeuangan yang tersedia dipublik seperti jumlah karyawan employee growth. Hasil penelitian Brazel et al.,
2009:1142 menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara ukuran keuangan revenue growth dengan ukuran nonkeuangan employee growth
bagi perusahan yang melakukan kecurangan laporan keuangan. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Dechow et al., 2010:23, yang menemukan
bahwa terdapat pengurangan jumlah karyawan secara tidak wajar, bagi perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan.
Dalam penelitian ini hanya digunakan jumlah karyawan single NFM. Karena jumlah karyawan single NFM menunjukkan hubungan sebesar 62
dengan pertumbuhan pendapatan, sedikitlebih besar dibandingkan dengan jumlah rata-rata ukuran nonkeuangan average NFM menunjukkan
hubungan sebesar 61 dengan pertumbuhan pendapatan Brazel et al., 2009:1156. Alasan lainnya penggunan ukuran nonkeuangan berupa jumlah
karyawan yaitu berdasarkan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor Kep-06PM2000 tentang Perubahan Peraturan Nomor VIII.G.7
tentang pedoman penyajian laporan keuangan. Berdasarkan peraturan ini, laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan publikemiten harus
mengungkapkan jumlah karyawan pada akhir periode atau rata-rata jumlah
15 karyawan selama periode yang bersangkutan. Sehingga data yang dimaksud
yaitu jumlah karyawan tersedia untuk publik. Penelitian sebelumnya yang menggunakan variabel ukuran nonkeuangan
untuk mendeteksi fraud dilakukan oleh Brazel et al., 2009. Penelitian Brazel et al., 2009 memberikan bukti empiris pertama bahwa ukuran
nonkeuangan dapat digunakan secara efektif oleh auditor untuk menilai risiko kecurangan laporan keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh Brazel et al.,
2009 sangat menarik untuk diteliti karena penggunaan variabel baru dalam upaya untuk memberikan peringatansinyal kecurangan red flag tentang
probabilitas terjadinya kecurangan laporan keuangan. Penelitian ini merupakan replikasi dan pengembangan dari penelitian
yang dilakukan oleh Brazel et al., 2009 yang meneliti apakah ukuran- ukuran nonkeuangan seperti jumlah karyawan, jumlah cabang, jumlah
kunjungan pasien, jumlah fasilitas produksi, jumlah patent, jumlah pusat distribusi, luas fasilitas produksi dapat secara efektif digunakan untuk
mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan financial statement fraud. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya penggunaan earning
management sebagai proksi dari variabel kecurangan laporan keuangan dan
penggunaan single NFM jumlah karyawan untuk mengetahui apakah ukuran nonkeuangan jumlah karyawan dapat digunakan untuk mendeteksi
kecurangan laporan keuangan. Serta penggunaan variabel leverage Spathis, 2002 dan kualitas audit Brazel et al., 2009; Herusetya, 2012.
16 Perbedaan lainnya adalah dalam hal lokasi, periode, dan populasi
penelitian. Dengan tujuan untuk mengetahui apakah variabel penelitian yang dilakukan oleh Brazel et al.,2009 yaitu ukuran nonkeuangan dapat secara
efektif digunakan untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan financial statement fraud
di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengambil judul
“Analisis Penggunaan
Leverage, Kualitas Audit dan Employee Diff Dalam Mendeteksi Kecurangan Laporan Keuangan
” Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI tahun
2007-2011 B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah leverage memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan?
2. Apakah kualitas audit memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan?
3. Apakah employee diff memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan?
4. Apakah leverage, kualitas audit, dan employee diff memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan?
17
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian