BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat beberapa kelemahan yang menjadi keterbatasan penelitian ini. Keterbatasan ini dapat berasal dari peneliti sendiri maupun
keterbatasan instrument yang ada. Berikut ini adalah keterbatasan yang ada pada penelitian:
1. Segi desain studi penelitian yang digunakan dalam penelitian cross-sectional memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat,
hanya menjelaskan hubungan keterkaitan. Meskipun demikian,desain ini dipilih karena paling sesuai dengan tujuan penelitian, serta efektif dari segi waktu dan
biaya. 2. Populasi sebagian besar terpapar pengetahuan gizi, karena populasi berada di
fakultas kesehatan. 3. Penggunaan Food Frequency Questionare dalam pengumpulan data untuk pola
makan yang memerlukan daya ingat mahasiswa dalam mengkonsumsi sumber makanan pokok, lauk-pauk, sayur dan buah dalam sebulan yang lalu, sehingga
mahasiswa bisa saja lupa dengan makanan yang dikonsumsinya dan mengira- ngira dalam menjawab kuesioner tersebut. Untuk mengatasinya peneliti merinci
beberapa jenis makanan agar membantu dalam mengingat jenis makanan yang di konsumsi.
6.2 Kelebihan Penelitian
1. Hasil penelitian ini lebih bervariasi karena menggunakan pedoman yang ada pada PUGS.
6.3 Gambaran Pola Makan Mahasiswa PSKM FKIK UIN SYAHID Jakarta Tahun 2010
Pola makan menurut Sedioetama 1999 merupakan banyak atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologi, psikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan rasa lapar atau
untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan sosiologis adalah
untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat. Pola makan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi seseorang Harper et al,
2006. Dengan demikian diharapkan pola makan yang beraneka ragam dapat memperbaiki mutu gizi makanan seseorang.
Pada penelitian ini gambaran pola makan di mahasiswa PSKM FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dilihat dari jenis bahan makanan yang dimakan tiap hari
mengikuti pedoman umum
gizi
seimbang yaitu hidangan tersusun atas makanan pokok 3-8 porsihari, lauk 2-3 porsihari, pauk 2-3 porsihari, sayuran 2-3
porsihari, dan buah 3-5 porsihari. Persentasi terbesar mahasiswa belum dapat menerapkan pola makan buah dengan persentase 57.6, hanya 42.4 mahasiswa
yang dapat menerapkan pola makan buah sebanyak 3-5 porsihari. Penjelasan jenis makanan yang didapat dari FFQ adalah:
a. Jenis makanan pokok yang banyak dan sering di konsumsi oleh responden sebagian besar adalah nasi yang merupakan makanan pokok bagi masyarakat
Indonesia. Selain nasi roti, singkong, dan jagung yang biasa dikonsumsi sebagai makanan pokok mahasiswa. Pada makanan pokok 100 mahasiswa
menjawab 2-3 porsihari di tambah 1 porsi makanan pengganti selain nasi seperti roti, singkong dan jagung.
b. Jenis lauk hewani yang banyak di konsumsi oleh mahasiswa adalah jenis ikan, ayam dan telur. Pada jenis lauk ini 100 mahasiswa telah memenuhi 2-
3 porsi lauk per hari. c. Jenis lauk nabati yang banyak dikonsumsi mahasiswa adalah tahu, dan tempe.
Pada jenis pauk ini 100 mahasiswa telah memenuhi 2-3 porsi pauk per hari. d. Jenis sayuran banyak biasa dikonsumsi mahasiswa adalah daun singkong,
bayam, sayur sop sayur asem, capcay dan kangkung. Pada jenis sayuran 100 mahasiswa telah memenuhi 2-3 porsi sayur per hari.
e. Jenis buah-buahan banyak dikonsumsi mahasiswa adalah jeruk, pepaya, dan pisang. 57.6 mahasiswa kurang memenuhi 3-5 porsi buah per hari.
Mahasiswa yang mengkonsumsi 3-5 porsi per hari sebanyak 42.4. Dari hasil wawancara dengan menggunakan alat bantu FFQ daftar susunan
makanan ternyata seluruh mahasiswa mengkonsumsi nasi nasi, nasi goring, nasi uduk, bubur sebagai makanan pokok utama 2-3 kali sehari dan selebihnya roti,
singkong, dan jagung yang dikonsumsi 1 kali seminggu. Konsumsi singkong, ubi, bihun, gandum dan jagung ini merupakan kebiasaan pada mahasiswa yang jarang
karena makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia adalah nasi.
Pada konsumsi lauk nabati – lauk hewani rata-rata mahasiswa telah mencukupi
dengan 2-3 porsi per hari, dan rata-rata mahasiswa telah mencukupi sesuai PUGS. Dari hasil wawancara diketahui bahwa sumber lauk hewani yang dikonsumsi setiap
hari adalah Konsumsi ikan air tawar segar seperti ikan mas, mujair dan lele frekuensinya yang lebih banyak jarang yaitu 1 kali dalam seminggu. Telur dan
ayam dikategorikan kepada frekuensi konsumsi yang sering yaitu 1 kali bahkan ada yang mengisi 2-3 kali dalam sehari. Bahan makanan sumber lauk nabati seperti tempe
dan tahu dikonsumsi dengan frekuensi 2-3 kali per hari. Begitupun halnya dengan sayuran rata-rata mahasiswa telah mencukupi dengan
2-3 porsi per hari, sayuran yang paling sering dikonsumsi adalah bayam, daun singkong, sayur sop, dan capcay dimana hampir semua mahasiswa mengkonsumsinya
2-3 kali dalam sehari. Seringnya mahasiswa mengkonsumsi sayuran ini disebabkan ketersediaanya yang banyak, dan mudah didapatkan. Sayuran mentimun, labu, kol,
sawi, dan selada air dikonsumsi 1 kali seminggu. Konsumsi buah hanya 1-2 kali dalam sehari. Jenis buah yang sering dikonsumsi
adalah jeruk, pepaya dan pisang. Untuk mangga, strowberi, alpukat, semangka, pisang, pear, apel dan melon dikonsumsi kurang dari 1 kali dalam seminggu. Pada
porsi buah rata-rata mahasiswa kurang memenuhi dan yang menyebabkan ketidak terpenuhinya pola umum gizi seimbang pada mahasiswa.
Hasil penelitian diperoleh bahwa persentasi terbesar yaitu 57.6 mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mempunyai pola makan tidak sesuai PUGS
dan mahasiswa persentasinya 42.4 mempunyai pola makan sesuai PUGS. Dari
proporsi tersebut terlihat bahwa mahasiswa yang mempunyai pola makan tidak sesuai PUGS sangat tinggi. Tingginya pola makan yang tidak sesuai dengan PUGS pada
mahasiswa rata-rata dikarenakan kurangnya konsumsi buah pada mahasiswa yang seharusnya 3-5 porsi hari, tetapi pada mahasiswa sebagian besar mengkonsumsi
buah 1 samapi 2 porsi per hari. Walaupun demikian 53 mahasiswa 42.4 dapat memenuhi konsumsi buah sesuai PUGS.
Faktor yang menyebabkan ketidak terpenuhinya pola makan PUGS kemungkinan besar akibat budaya dan sosial dari masysrakat Indonesia. Kurangnya porsi makanan
yang seharusnya dipenuhi akan menyebabkan ketidakseimbangnya asupan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh.
Buah dan sayur mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan. Ada dua alasan utama yang membuat konsumsi buah dan sayur penting untuk kesehatan. Pertama,
kebutuhan vitamin, mineral dan zat gizi lainnya dapat dipenuhi oleh buah dan sayur. Tanpa mengonsumsi buah dan sayur, maka kebutuhan gizi harian seperti vitamin C,
vitamin A, potassium, dan folat tidak terpenuhi. Beberapa penelitian menunjukkan orang yang mengkonsumsi tinggi buah dan sayur dapat menurunkan insiden terkena
penyakit kronis seperti kanker usus besar, divertikulosis, arterosklerosis, gangguan jantung, diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit batu ginjal Astawan, 2008.
Pada penelitian Aritonang 2003 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola makan dengan status gizi, penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pola
makan dapat mempengaruhi status kesehatan masyarkat. Pola makan sangat erat kaitannya dengan berbagai jenis penyakit. Tubuh sangat membutuhkan zat gizi untuk
melakukan aktivitas dan mencegah dari berbagai penyakit. Tidak sesuainya pola makan mahasiswa dapat disebabkan pola makan yang tidak teratur.
Apabila tubuh kekurangan zat gizi, khususnya energi dan protein, pada tahap awal akan meyebabkan rasa lapar dan dalam jangka waktu tertentu berat badan akan
menurun yang disertai dengan menurunnya produktivitas kerja. Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk. Apabila tidak
ada perbaikan konsumsi energi dan protein yang mencukupi, pada akhirnya tubuh akan mudah terserang penyakit infeksi yang selanjutnya dapat menyebabkan
kematian Hardinsyah. dkk, 2005. Kehidupan mahasiswa menyebabkan terjadi perubahan pola makanan Guthrie
Picciano, 1995. Pola makan pada orang dewasa merupakan permulaan seseorang dalam mengadopsi perilaku makan yang cenderung akan menetap Brown, 2005.
Mahasiswa saat ini banyak menggemari makanan instan seperti mie instan, sehingga kurang mengonsumsi makanan yang mengandung serat. Hal ini selaras dengan
pendapat Arisman 2007 yang mengatakan bahwa pola makan orang dewasa saat ini cenderung kurang mengonsumsi buah dan sayur.
Pemenuhan gizi seimbang bukanlah hal yang mudah bagi mahasiswa, karena kesibukan dengan berbagai tugas dan kegiatan. Padahal kebutuhan gizi yang
terpenuhi dengan baik akan membuat orang lebih memiliki perhatian dan kemampuan untuk belajar lebih mudah Gillepsie, 1996. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa
harus memperhatika pola makan dari aspek jenis makanan yang dikonsumsi Hardinsyah.dkk, 2005. Secara umum faktor yang mempengaruhi pola makan
seseorang dikaitkan dengan status gizi diantaranya adalah pendapatan, pekerjaan, pendidikan, tempat tinggal kotadesa, agamakepercayaan, pengetahuan kesehatan,
pengetahuan gizi Pelto, 1981 dalam Suhardjo, 2003. 6.4 Uang Saku dan Hubungannya dengan Pola Makan Mahasiswa PSKM FKIK
UIN SYAHID Jakarta tahun 2010
Uang saku merupakan faktor yang sangat penting terhadap kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi keluarga, hal tersebut dapat diukur melalui uang bulanan.
Seiring dengan meningkatnya pendapatan, akan memberikan peluang untuk meningkatkan pembelian makanan yang beragam dan bermutu Ritche 1967 dalam
Hardinsyah 1998 Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan terhadap kualitas dan kuantitas hidangan. Semakin tinggi tingkat pendapatan, berarti semakin
baik kualitas dan kuantitas makanan yang diperoleh, seperti membeli buah, sayuran, dan aneka ragam jenis makanan Berg 1986 dalam Simatupang 2008.
Dari hasil penelitian pada table 5.2 diketahui bahwa distribusi uang saku dengan kategori baik dengan persentase sebesar 52 tidak terlalu jauh berbeda dengan uang
saku yang masuk kategori kurang. Hasil analisis pada tabel 5.8 hubungan uang saku dengan pola makan didapat bahwa mahasiswa dengan uang bulanan cukup dengan
pola makan sesuai PUGS yaitu sebesar 58.3. Mahasiswa dengan uang bulanan baik dengan pola makan sesuai PUGS yaitu sebesar 43.1. Hasil uji statistik didapatkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara uang saku dengan pola makan. Pada penelitian Amran 2003 didapat bahwa uang bulanan mahasiswa memiliki
hubungan yang bermakna dengan pola makan. Penelitian yang dilakukan Mahaffey at
all 2009 didapat bahwa perempuan Asia dengan pendapatan yang lebih tinggi memakan lebih banyak ikan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Radhitya
2009 diperoleh hasil bahwa yang paling berpengaruh terhadap pola makan adalah biaya yang dikeluarkan untuk makanan. Perubahan pendapatan secara langsung dapat
mempengaruhi perubahan pola makan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang
lebih baik. Sebaliknya, penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli.
Penelitian-penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa pendapatan dapat mempengaruhi pola makan terutama jumlah makanan yang dikonsumsi. Besarnya
uang bulanan bagi mahasiswa membawa dampak terhadap pola makan mahasiswa. Semakin besar uang bulanan maka semakin baik kualitas makanan mahasiswa karena
pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan dalam kualitas dan kuantitas hidangan.
Penelitian-penelitian diatas tidak sejalan dengan hasil penelitian dimana tidak terdapat hubungan antara uang saku dengan pola makan. Ada tiga diasumsikan bahwa
uang saku atau pendapatan yang besar belum menjamin seseorang memiliki pola makan yang sesuai PUGS. Asumsi pertama dapat dikarenakan faktor sosial budaya
yang dapat mempengaruhi dimana seseorang akan makanan walaupun makanan itu mahal ataupun kurang akan kandungan gizi. Hal ini sesuai dengan teori Supariasa
2002 yang menyatakan bahwa kebudayaan masyarakat mempunyai kekuatan yang berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan yang digunakan untuk dikonsumsi.
Asumsi kedua faktor lain yang dapat mempengaruhinya adalah kekeliruan dalam memilih jenis makanan yang tepat misalnya akibat rendahnya sikap atau keinginan
untuk pemenuhan gizi seimbang sehingga menyebabkan kurangnya terpenuhinya pola makan sesuai PUGS. Hal ini Sejalan dengan pendapat Suhardjo 1989 bahwa
apabila uang saku baik belum tentu menjamin seseorang memiliki pola makan yang baik dan faktor pribadi dan kesukaanlah yang mempengaruhi jumlah dan jenis
makanan yang dikonsumsi. Selain itu bisa juga dikarenakan para mahasiswa mengeluarkan uang untuk membeli makanan lauk hewani seperti ayam, telur dan
olahannya tetapi sedikit membeli sumber serat. Terlihat dari gambaran uang saku yang besar namun sebagian besar mahasiswa memiliki pola makan yang tidak sesuai
PUGS terutama dalam mencukupi buah-buahan. Asumsi ketiga yaitu sejalan dengan teori diatas bahwa pengeluaran uang yang
lebih banyak tidak menjamin lebih beragam pola makannya, karena belum tentu uang yang didapatkan dipergunakan untuk makanan. Asumsi diperkuat dengan data yang
didapatkan pada hasil analisis yang menunnjukkan bahwa 56.9 mahasiswa yang memiliki uang saku baik, tetapi memiliki pola makan yang tidak sesuai PUGS.
Bahkan pada pendapat Berg 1986 dalam Suhardjo 1989 mengatakan bahwa besarnya uang bulanan yang diterima belum tentu digunakan untuk makanan yang
beragam seperti pada keluarga di daerah Mysore membelanjakan uang yang mereka dapat untuk dibelanjakan pakaian dan barang-barang bukan makanan.
6.5 Pengetahuan Hubungannya dengan Pola Makan Mahasiswa PSKM FKIK UIN SYAHID Jakarta tahun 2010
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang di dapat setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Pengetahuan memegang peranan penting
dalam hal pembentukan tindakan seseorang over behavior, jika didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng bila dibandingkan tanpa disadari pengetahuan
Notoatmojo, 2007.
Dari hasil penelitian pada table 5.3 diketahui bahwa distribusi pengetahuan mahasiswa persentasi terbesar adalah baik dengan persentasi 69.6. Banyak
mahasiswa yang berpengetahuan baik diasumsikan karena sebagian besar mahasiswa merupakan mahasiswa kesehatan masyarakat yang memiliki pengetahuan kesehatan
yang baik. Berdasarkan hasil uji statistik tabel 5.9 pada penelitian ini menunjukkan tidak
ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan pola makan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pada responden dengan pengetahuan yang baik dengan
persentasi sebesar 42.5 memiliki pola makan tidak sesuai PUGS. Hasil penelitian ini dapat dikarenakan pengetahuan yang mereka miliki tidak diaplikasikan
dikehidupan mereka sehari-hari. Hasil penelitian Nasution 2001 yang mengatakan tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara pola konsumsi makanan dengan pengetahuan. Begitupun dengan penelitian Hela 2008 yang mendapatkan hasil tidak ada hubungan antara
pengetahuan dengan pola makan.
Penelitian diatas sejalan dengan hasil penelitian yang mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan anatara pengetahuan dan pola makan. Asumsi peneliti bahwa
seseorang yang memiliki pengetahuan baik tentang gizi memungkinkan untuk memiliki pola makan yang tidak sesuai dengan PUGS. Karena dengan bekal
pengetahuan gizi yang baik, tidak menjamin dan menjadikan patokan bahwa seseorang akan memiliki pola makan yang sesuai PUGS. Asumsi tersebut diperkuat
dengan hasil bahwa dari 87 mahasiswa yang memiliki pengetahuan baik 47 mahasiswa atau sebesar 54.02 termasuk dalam kategori sikap yang negatif. Asumsi
peneliti sesuai dengan pendapat Khomsan 2000, yang menyatakan bahwa memiliki pengetahuan gizi yang baik tidak berarti bahwa seseorang akan menerapkannya
dalam kehidupannya sehari-hari. Teori ini memperkuat pendapat peneliti bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan baik tentang gizi mungkin saja mempunyai
pola makan yang tidak sesuai PUGS, jika pengetahuan itu tidak dilandasi dengan sikap ataupun keinginan dan motoviasi yang kuat untuk memenuhi kebutuhan gizi.
Hal ini sejalan juga dengan pendapat Notoatmodjo 2007 mendefinisikan bahwa perilaku manusia adalah refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti keinginan,
kehendak, pengetahuan, emosi, berfikir, sikap, motivasi, dan reaksi, sehingga setiap tindakan manusia baik baik positif maupun yang negatif didasari oleh salah satu
faktor tersebut. Pada mahasiswa pengetahuan yang baik dapat tertutup oleh gejala kejiwaan yang lain seperti keinginan, kehendak, minat, emosi, sikap, motivasi, dan
reaksi.
6.6 Jenis Kelamin Hubungannya dengan Pola Makan Mahasiswa PSKM FKIK UIN SYAHID Jakarta tahun 2010