Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Pola Makan

2.3 Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Pola Makan

Menurut pendapat Suhardjo 1989 dan Pelto 1981 bahwa faktor yang mempengaruhi pola makan dapat dikelompokkan menjadi faktor ekonomi uang saku, tempat tinggal, sosial budaya pendidikan gizi, jumlah anggota keluarga, kepercayaan, budaya dan agama, serta faktor pribadi yaitu pengetahuan gizi, jenis kelamin, sikap gizi dan aktivitas.

2.3.1 Uang Saku

Faktor ekonomi merupakan faktor yang sangat penting terhadap kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi keluarga, hal tersebut dapat diukur melalui uang bulanan. Seiring dengan meningkatnya pendapatan, akan memberikan peluang untuk meningkatkan pembelian makanan yang beragam dan bermutu Ritche 1967 dalam Hardinsyah D.Briawan 2005. Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan terhadap kualitas dan kuantitas hidangan. Semakin tinggi tingkat pendapatan, berarti semakin baik kualitas dan kuantitas makanan yang diperoleh, seperti membeli buah, sayuran, dan aneka ragam jenis makanan Berg 1986 dalam Simatupang 2008. Kondisi kemakmuran ekonomi bertambah maju akan menyebabkan perubahan pola makan seperti pada sebagian besar negara maju mempunyai pola makan yang lebih banyak komponen hewaninya dibandingkan negara miskin Suhardjo, 1989. Penghasilan keluarga terendah tidak mungkin membeli jumlah makan dan bahan makan yang cukup untuk kesehatan seluruh keluarga Suhardjo, 1989. Sedangkan Apriadji 1986 mengemukakan bahwa keluarga dengan pendapatan terbatas akan cenderung kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuh. Jika tingkat pendapatan naik maka jumlah makanan yang dikonsumsi cenderung untuk membaik juga, secara tidak langsung zat gizi yang diperlukan tubuh akan terpenuhi dan akan meningkatkan status gizi Suhardjo, 2003. Berdasarkan penelitian Mahaffey at all 2009 didapat bahwa perempuan Asia dengan pendapatan yang lebih tinggi memakan lebih banyak ikan. Pada penelitian Amran 2003 juga didapat bahwa uang bulanan mahasiswa memiliki hubungan yang bermakna dengan pola makan. Penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendapatan dapat mempengaruhi pola makan terutama jumlah makanan yang dikonsumsi. Besarnya uang bulanan bagi mahasiswa membawa dampak terhadap pola makan mahasiswa. Semakin besar uang bulanan maka semakin baik kualitas makanan mahasiswa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Radhitya 2009 diperoleh hasil bahwa yang paling berpengaruh terhadap pola makan adalah biaya yang dikeluarkan untuk makanan. Perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi perubahan pola makan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya, penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli. Suatu studi yang dilakukan di India menunjukkan bahwa 90 dari 3000 anak yang berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi rendah mempunyai ukuran tubuh lebih kecil dari ukuran normal Maas, 2003. Tetapi sebaliknya apabila uang saku baik belum tentu menjamin seseorang memiliki pola makan yang baik asumsi ini sejalan dengan teori Suhardjo 1989 bahwa pengeluaran uang yang lebih banyak tidak menjamin lebih beragam pola makannya yang baik dan faktor pribadi dan kesukaanlah yang mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi. Bahkan pada pendapat Berg dkk 1986 mengatakan bahwa besarnya uang bulanan yang diterima belum tentu digunakan untuk makanan yang beragam tetapi pada keluarga di daerah Mysore membelanjakan uang yang mereka dapat untuk dibelanjakan pakaian dan barang-barang bukan makanan.

2.3.2 Faktor Sosial Budaya dan Agama

Kebudayaan suatu bangsa masyarakat mempunyai kekuatan yang berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan yang digunakan untuk dikonsumsi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan produksi makanan. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak terdapat pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah Supariasa, 2002. Dalam struktur keluarga pedesaan, ayah mempunyai kedudukan tertinggi dalam keluarga. Dalam soal makanan, ayah mendapatkan perhatian utama mendapat makanan lebih banyak dibandingkan anggota keluaraga yang lainnya. Padahal anggota keluarga lainnya itu lebih membutuhkan makanan lebih banyak seperti ibu dan anak Apriadji 1986. Adat istiadat dan kebiasaan makanan ada hubungannya dengan agama,walaupun dapat berlainan antara agama satu dengan agama yang lainnya. Kebanyakan kelompok agama juga mempunyai larangan tertentu atas penggunakan jenis makanan tertentu. Karena menganggap makanan yang dilarang tersebut berbahaya bagi kesehatan Suhardjo, 1989.

2.3.3 Pendidikan

Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi karena dengan pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi yang dimiliki tentang gizi menjadi lebih baik Berg, 1986. Menurut Notoatmodjo 2007 pendidikan adalah suatu proses penyampaian bahan, materi pendidikan kepada sasaran pendidikan guna perubahan tingkah laku. Hasil pendidikan orang dewasa adalah perubahan kemampuan, penampilan atau perilakunya. Tingkat pendidikan formal membentuk nilai –nilai progresif bagi seseorang terutama dalam menerima hal-hal baru. Tingkat pendidikan formal merupakan faktor yang ikut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan menekuni pengetahuan yang diperoleh. Pendidikan merupakan faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi Soekirman, 2000.

2.3.4 Jumlah Aggota Keluarga

Menurut Berg 1986, besar keluarga mempengaruhi terbatasnya bahan makanan yang teredia. Anak-anak yang mengalami gizi kurang pada rumah tangga yang mempunyai anggota rumah tangga banyak, kemungkinan lima kali lebih besar dibandingkan dengan rumah yang mempunyai anggota rumah tangga sedikit. Keluaraga dengan banyak anak dan jarak kehamilan antara anak yang amat dekat akan menimbulkan lebih banyak masalah. Kalau pendapatan keluarga hanya pas-pasan sedangkan anak banyak, maka pemerataan dan kecukupan makanan didalam keluarga kurang bisa dijamin. Keluarga ini disebut keluarga rawan, karena kebutuhan gizinya hampir tidak pernah tercukupi dan demikian penyakitpun akan terus mengintai Apriaji, 1986.

2.3.5 Tempat Tinggal

Letak tempat tinggal memudahkan dalam memperoleh makanan menentukan banyak sedikitnya makanan yang didapat untuk dikonsumsi Harper, 2006. Letak tempat tinggal juga berpengaruh terhadap perilaku konsumsi individu. Sebagai contoh, seorang petani yang tinggal di desa dan dekat dengan areal pertanian akan lebih mudah dalam mendapatkan bahan makanan segar dan alami, seperti buah dan sayur. Namun, seseorang yang tinggal di daerah perkotaan akan mengurangi akses untuk mendapatkan bahan makanan segar tersebut, karena di daerah perkotaan lebih banyak tersedia berbagai makanan cepat saji, walaupun tidak menutup kemungkinan, penduduk perkotaan ada yang mengkonsumsi buah dan sayur Suhardjo, 1989. Pada penelitian Jago et al 2007 menyebutkan bahwa lingkungan fisik tempat tinggal orang dewasa dan kemudahan mencapai tempat penjualan makanan mempunyai pengaruh terhadap konsumsi buah dan sayur. Pendapat Guthrie Picciano 1995 yang mengatakan bahwa pada orang dewasa terjadi perubahan pola makan, mereka menjadi tidak tergantung pada kebiasaan orang tua dan meninggalkan kebiasaan makanan orang tua, tetapi lebih banyak makan dan jajan diluar. Dalam mendukung seseorang dan populasi melakukan pola makan yang sehat maka diperlukan ketersediaan makanan, kecukupan dan dapat diakses semua orang Harper, 2006. Lain halnya dalam studi di Amerika pada remaja non-Hispanic black dan non-Hispanic white didapatkan bahwa ketersediaan makanan di rumah tangga tidak signifikan dengan konsumsi buah dan sayur pada orang dewasa dan juga berdampak kecil terhadap kecenderungan dalam mengonsumsi buah dan sayur pada orang dewasa tersebut Befort, 2006.

2.3.6 Pengetahuan Gizi

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang di dapat setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Pengetahuan memegang peranan penting dalam hal pembentukan tindakan seseorang over behavior, jika didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng bila dibandingkan tanpa disadari pengetahuan Notoatmojo, 2007. Menurut Notoatmodjo 2007 mendefinisikan bahwa perilaku manusia adalah refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti keinginan, kehendak, pengetahuan, emosi, berfikir, sikap, motivasi, dan reaksi, sehingga setiap tindakan manusia baik baik positif mauoun yang negatif didasari oleh salah satu faktor tersebut. Pada mahasiswa pengetahuan yang baik dapat tertutup oleh gejala kejiwaan yang lain seperti keinginan, kehendak, minat, emosi, sikap, motivasi, dan reaksi. Pengetahuan gizi sebaiknya telah ditanamkan sedini mungkin sehingga apabila seorang dewasa mampu memenuhi kebutuhan energi tubuhnya dengan perilaku makannya karena pengetahuan gizi sangat bermanfaat dalam menentukan apa yang kita konsumsi setiap harinya Notoatmojo, 2007. Dengan adanya pengetahuan gizi pada seseorang, maka kita dapat menyesuaikan tingkat kebutuhan zat gizi yang sesuai dengan banyak kalori yang kita perlukan setiap harinya dalam melakukan aktivitas dan produktivitas kita sehari-hari sehingga dapat dicapai kesehatan yang optimal Paul, 2001. Hal ini didukung oleh pendapat Berg dalam Suhardjo 1989 yang menyatakan bahwa salah satu penyebab timbulnya gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan gizi. Solusi yang dapat dilakukan melalui suatu proses belajar mengajar tentang pola makan, bagaimana tubuh menggunakan zat besi dan bagaimana zat besi tersebut diperlukan untuk menjaga kesehatan. Berdasarkan penelitian Nisa 2007 didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan status gizi. Pengukuran dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner. Aspek-aspek dalam pengetahuan gizi yaitu; Pengetahuan tentang kandungan zat gizi dalam berbagai bahan makanan, kegunaan makanan bagi kesehatan dan memilih bahan makanan yang nilai gizinya tinggi Moehji, 2003. Namun pada penelitian Nasution 2001 didapat bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pola konsumsi makan. Sesuai dengan pendapat Harper 2006 yang menyatakan bahwa kurangnya pengetahuan akan menyebabkan sikap yang salahnegatif dalam memenuhi kebutuhan pangan. Hal ini didukung oleh pendapat Berg dalam Suhardjo 1989 yang menyatakan bahwa salah satu penyebab timbulnya gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan gizi. Pendapat Khomsan 2000, yang menyatakan bahwa memiliki pengetahuan gizi yang baik tidak berarti bahwa seseorang akan menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari.

2.3.7 Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan faktor internal yang menentukan kebutuhan gizi, sehingga ada hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi Apriajdi,1986. Jenis kelamin menentukkan besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorang. Pertumbuhan dan perkembangan individu sangat berbeda antara laki-laki dan perempuan Worthington, 2000. Hasil penelitian Hanley 2000, di Kanada didapatkan prevalensi overweight 27.7 pada laki-laki dan 33.7 pada anak perempuan. Besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorang, berbeda menurut jenis kelamin. Pria lebih banyak membutuhkan zat tenaga dan protein dari pada wanita, karena secara kodrat, pria memang diciptakan tampil lebih aktif dan lebih kuat. Hal ini juga sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan wanita dan pria. Tetapi dalam kebutuhan zat besi, wanita jelas membutuhkannya lebih banyak dari pada pria. Tak lain karena setiap bulan wanita secara langsung teratur mengalami menstruasi, sehingga zat besi diperlukan wanita lebih banyak untuk menyusun kembali unsur darah sebagai pengganti Apriadji, 1986. Apriadji 1986 juga menyatakan bahwa anak perempuan lebih mementingkan penampilannya, dibandingkan laki-laki jadi perempuan lebih memilih jenis makanan yang baik. Kebutuhan zat gizi juga berbeda antara laki-laki dan perempuan terutama pada usia dewasa. Perbedan ini terutama disebabkan oleh komposisi tubuh dan jenis aktivitasnya. Makin berat aktivitas yang dilakukan, kebutuhan zat gizi semakin tinggi pula terutama energi Depkes, 2005. Jenis kelamin menentukan besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorang. Survey pola makan di Eropa memperhatikan perbedaan pola makan pria dan wanita. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa kaum pria memiliki asupan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita Gibney et al, 2005. Penelitian dari hasil penelitian Nasution 2001 memperoleh bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin mahasiswa dengan pola konsumsi pangan.

2.3.8 Sikap Gizi

Sikap merupakan suatu yang masih bersifat abstrak, dapat didasarkan pada keyakinan yang ada pada setiap individu yang berkaitan dengan kognitif dan sering kali sikap dipengaruhi oleh perasaan yang merupakan komponen emosional sehingga dapat membawa atau menentukan perilaku tertentu Oppenheim dalam Ancok, 2004 Perilaku terbentuk karena adanya sikap dalam diri seseorang terhadap suatu objek. Menurut Blum dalam Notoatmodjo 2007 perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan masalahnya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, keinginan, kehendak, kepentingan, emosi, motivasi, reaksi dan persepsi. Makanan dan minuman dapat memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang, tapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat bergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut Notoatmodjo, 2007. Kebutuhan akan makan bukan hanya untuk menumbuhkan badan secara fisik, tetapi juga mempunyai pengaruh terhadap sanubari, kecerdasan dan kebijaksaan serta naluri. Hasil penelitian Nasution 2001 didapatkan ada hubungan yang bermakna antara pola konsumsi dengan sikap pemenuhan gizi. Tetapi pendapat Harper 2006 yang menyatakan bahwa kurangnya pengetahuan akan menyebabkan sikap yang salahnegatif dalam memenuhi kebutuhan pangan.

2.3.9 Aktivitas

Kesibukan dan rutinitas mempengaruhi konsumsi makan seseorang. Seseorang yang sibuk oleh berbagai aktivitas cenderung akan memilih jenis makanan yang praktis dan mudah diperoleh Menurut Becke 1982 dalam Kamso 2000. Berdasarkan penelitian Nurul 2006 dalam Indrawagita 2009 diperoleh bahwa terdapat hubungan bermakna antara aktivitas fisik dengan status gizi. Meningkatnya aktivitas, kehidupan sosial dan kesibukan para mahasiswa akan mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Pola makanan sering tidak teratur, sering jajan, sering tidak makan pagi dan sama sekali tidak makan siang Sayogo, 2006. Putra 2008 banyak faktor pertumbuhan mahasiswa diiringi dengan meningkatnya aktivitas mahasiswa yang pada akhirnya dapat menimbulkan dampak terhadap apa yang di makan mahasiswa tersebut. Orang-orang yang aktif memang membutuhkan lebih banyak makanan untuk energi. Maka untuk meningkatkan energi orang yang aktif tidak hanya dapat mengandalkan makanan tinggi kalori, tetapi seharusnya juga memiliki makanan kaya zat gizi seperti sereal, roti, buah sayur dan susu Sizer, 1988. Pada penelitian Hela 2008 didapat bahwa ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan pola konsumsi sayuran. Sesuai dengan pendapat Suhardjo 1989, pada masyarakat yang menghabiskan waktu dari pagi sampai sore di luar rumah,biasanya akan berkembang kebiasaan makan ditempat kerja dimana makanan disediakan oleh katering yang bekerjasama dengan perusahaan. Kehidupan mahasiswa menyebabkan terjadi perubahan pola makanan Guthrie Picciano, 1995. Perubahan kehidupan sosial dan kesibukan para mahasiswa akan mempengaruhi pola makan mereka terutama perubahan selera yang akan jauh dari konsep seimbang yang berdampak terhadap kesehatan dan status gizi Baliwati, 2004

2.4 Mahasiswa

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012

9 149 181

Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Obesitas Sentral pada Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2012-2014

7 35 188

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Upper Limb Extremities Mahasiswa Ketika Proses Belajar Mengajar di Kelas di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012

2 20 174

Persepsi Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap Interprofessional Education

9 134 137

Gambaran Pemenuhan Standar Pencahayaan Perpustakaan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014

3 48 115

Upaya perpustakaan fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan Universitas Islam negeri (fkik-UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta memenuhi kebutuhan informasi mahasiswa jurusan kesehatan masyarakat

0 5 104

Respon Pengunjung Terhadap Layanan Perpustakaan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

0 5 72

Faktor – faktor yang mempengaruhi kecenderungan perilaku makan menyimpang pada mahasiswa di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012

0 10 135

Analisis Kualitatif Faktor Yang Mempengaruhi Kesulitan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Berhenti Merokok

6 23 129

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kebugaran pada Mahasiswa Program StudiKesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015

1 11 185