Diabetes Melitus Edukasi Kesehatan

kemampuan belajar dapat mempengaruhi proses edukasi kesehatan. Jadi, semakin betambahnya umur seseorang maka peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakannya semakin rendah dikarenakan terdapat banyak hambatan dalam proses pembelajaran Nursalam dan Efendi, 2008. Untuk mengoptimalkan proses edukasi kesehatan pada usia lanjut menurut Cross dan Abdulhak, cit, Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007 diperlukan penyajian suatu topik yang hendaknya disampaikan pada satu kesempatan dan diberikan evaluasi secara langsung untuk memperkuat daya nalar.

F. Diabetes Melitus

Diabetes Melitus adalah penyakit dimana tingkat glukosa darah berada diatas normal. Kebanyakan makanan yang kita makan berubah menjadi glukosa, atau gula, yang digunakan tubuh kita sebagai energi. Pankreas adalah organ yang membuat hormon insulin yang berfungsi untuk membantu glukosa masuk ke sel- sel tubuh. Diabetes disebabkan karena tubuh tidak menghasilkan cukup banyak insulin atau tidak bisa menggunakan insulin secara benar seperti yang seharusnya. Hal ini menyebabkan penumpukan gula di dalam darah CDC, 2012.

G. Diabetes Melitus Tipe 2 1. Pengertian

Diabetes Melitus Tipe 2 adalah penyakit kronis dimana tingkat glukosa di dalam darah tinggi. Diabetes Melitus Tipe 2 adalah bentuk paling umum dari Diabetes A.D.A.M., 2013.

2. Faktor resiko

Beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya diabetes melitus tipe 2 adalah riwayat keluarga menderita diabetes, usia lanjut diatas 55 tahun dimana resiko Diabetes Melitus meningkat seiring usia, usia diatas 45 tahun disertai obesitas, usia diatas 45 tahun disertai tekanan darah yang tinggi dan wanita yang melahirkan anak dengan bobot lebih dari 4,5 kilogram Diabetes Australia, 2013.

3. Gejala

Diabetes Melitus Tipe 2 terjadi ketika pankreas tidak mampu menghasilkan cukup insulin untuk mengontrol kadar gula dalam darah, atau ketika sel-sel tubuh tidak merespon dengan tepat insulin yang diproduksi. Apabila kadar gula dalam darah tinggi, akan mucul gejala seperti rasa haus yang berlebihan, mulut kering, pandangan kabur, frekuensi buang air kencing yang lebih sering, dan rasa kantuk yang belebih. Gejala utama yang paling umum terjadi adalah kehilangan berat badan dan masa otot serta merasa lelah yang tidak wajar. Selain itu, terdapat gejala lain yang mungkin teradi pada penderita diabes yaitu gatal disekitar vagina atau penis dikarenakan infeksi jamur yang berulang, konstipasi,dan infeksi kulit NHS, 2014.

4. Pengelolaan

Dalam mengelola diabetes bagi pasien yang mengalami Diabetes Melitus serta mencegah diabetes menurut Sutejo 2010 terdapat 5 pilar penting yang harus dilakukan secara bersamaan. Kelima pilar tersebut yaitu: a. Edukasi Keberhasilan pengelolaan diabetes membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif, pengembangan keterampilan dan motivasi. Edukasi secara individual atau pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil Misnadiarly, 2006. b. Perencanaan makanan Sampai saat ini tidak ada satu pun perencanaan makan yang sesuai untuk semua pasien. Perencanaan makan harus disesuaikan menurut kebiasaan masing-masing individu. Faktor yang berpengaruh pada respon glikemik makanan adalah cara memasak, proses penyiapan makanan, dan bentuk makan serta komposisi makanan karbohidrat, lemak, dan protein. Kebutuhan kalori yang berasal dari karbohidrat sebesar 60-70 energi, protein 10-15 dan lemak 10 total energi serta 20-25 gr serat makanan. Mengonsumsi manis atau gula bagi penderita DM diperbolehkan asal jumlahnya dibatasi Cahyono, 2008. Pasien Diabetes dianjurkan untuk memakan makanan yang sehat dan memperbanyak serat, kacang-kacangan, oat, buah dan sayur kecuali jagung manis serta mengurangi produk daging dan susu. Sangat disarankan bagi pasien diabetes untuk menghindari makanan yang berbahan dasar tepung, berlemak, digoreng atau berminyak dan mengandung banyak garam Hanas dan Fox, 2008. Diet pada penderita Diabetes Melitus bertujuan untuk membantu mencegah komplikasi dan memperbaiki kebiasaan makan. Diet yang dilakukan adalah membatasi konsumsi karbohidrat, pengaturan jumlah makanan serta melakukan diet Diabetes Melitus dengan aturan 3J Jadwal, Jumlah dan Jenis makanan Kariadi, 2009. Langkah diet yang dapat dilakukan untuk mencegah diabetes adalah memakan 4 sampai 5 sajian buah sertiap harinya serta memperbanyak sayuran, mengubah susunan menu dan kebiasaan, serta mengurangi pengkonsumsian daging Ide, 2007. Untuk mencegah diabetes, kita harus mengontrol makanan yang dikonsumsi seperti menghindari makan makanan manis yang berlebih Hanas dan Fox, 2008. Menurut U.S. Departement of Agriculture kalori yang dibutuhkan oleh pria berusia 46-55 tahun adalah 2200-2800 kalhari, usia 56-65 tahun adalah 2200- 2600 kalhari, usia 66-75 tahun adalah 2000-2600 kalhari, sedangkan untuk usia ≥76 tahun membutuhkan 2000-2400 kalhari G.F.T, 2008. Cara untuk menghitung kalori yang ada pada makanan adalah dengan cara mengalikan jumlah berat gram makanan yang dikonsumsi lemak, karbohidrat dan protein dengan masing-masing faktor pengali, yaitu 9 kcalgram untuk lemak, 4 kcalgram untuk karbohidrat dan 4 kcalgram untuk protein Insel, Ross, McMahon, Bernstein, 2014. c. Latihan Jasmani Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe 2. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dimaksud jalan-jalan atau jogging. Batasi atau jangan terlalu lama melakukan kegiatan yang kurang gerak seperti menonton televisi Cahyono, 2008. Frekuesi olahraga bagi orang dewasa yang direkomendasikan oleh American College of Sports Medicine’s ACSM adalah 3-5 hari per minggu dengan durasi selama 20-60 menit. Namun bagi orang yang berusia diatas dari 65 tahun dan rentan terhadap resiko cedera otot maka frekuensi olahraga diturunkan menjadi 2-4 hari per minggu dengan kisaran durasi rata-rata adalah 20-45 menit atau kisaran rata-rata durasi adalah 30 menit. Bagi orang diatas 65 tahun, durasi pemanasan lebih diperbanyak untuk mencegah cedera Pollock, 2010. d. Intervensi Farmakologis Menurut Suyono, 2005, cit., Fachruddin, Citrakesumasari, Alharini, 2013, apabila dengan langkah-langkah perencanaan makan dan kegiatan jasmani sasaran pengendalian Diabetes yang ditentukan belum tercapai, maka dilanjutkan dengan langkah penggunaan obat intervensi farmakologis. Saat terapi menggunakan obat Diabetes, penderita Diabetes tidak diperbolehkan melakukan penghentian obat tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter karena Diabetes Melitus tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dihambat perkembangan negatifnya. Pada saat pasien Diabetes merasa bahwa kadar gulanya terkontrol maka tetap harus mengkonsumsi obat Diabetes Melitus karena penghentian konsumsi obat dapat meningkatkan resiko komplikasi McCulloh, 2014. Pada konsumsi obat Diabetes Melitus yang perlu diperhatikan adalah obat harus diminum sesuai dengan rekomendasi dokter, baik waktu maupun jumlahnya Allen, 2014. Pada pengatasan saat pasien Diabetes Mellitus lupa meminum obat adalah obat diminum pada waktu peminuman obat selanjutnya. Namun, jika lupa meminum obat dan jadwal minum obat selanjutnya masih lama, maka lebih baik obat Diabetes dikonsumsi sesegera mungkin. Hal yang perlu diperhatikan oleh pasien Diabetes adalah pengkonsumsian obat dengan dosis ganda tidak diperbolehkan Allen, 2014. e. Mencegah dan menghentikan komplikasi Dalam rangka pencegahan komplikasi terdapat beberapa tip untuk mencegah komplikasi Diabetes yaitu berhati-hati dalam memilih jenis karbohidrat yang dikonsumsi, disarankan untuk menurunkan berat badan jika memang diperlukan, istirahat dan tidur yang cukup, lebih aktif lagi dan berolahraga, memantau kadar gula darah secara teratur, mengatur tingkat stres, menghindari garam, memantau selalu profil kesehatan jantung, merawat luka lebam maupun luka-luka tertentu pada tubuh, menghentikan kebiasaan merokok, memilih makanan-makanan yang bergizi tinggi namun tetap dalam jumlah yang wajar, serta mengunjungi dokter secara berkala Nazario, 2014. Untuk menghindari komplikasi gangren pada kaki, maka penderita Diabetes Melitus harus melakukan perawatan baik pada kaki. Alasan perlunya dilakukan perawatan kaki pada penderita Diabetes Melitus adalah karena pada kedua kaki penderita Diabetes mengalami kurang rasa sehingga resiko cedera dan perlukaan yang tidak disadari, terjadi penurunan sirkulasi ke daerah kaki serta terjadi penurunan daya tahan tubuh secara umum terhadap infeksi sehingga mudah terjadi infeksi yang sulit disembuhkan Sutedjo, 2010. Teknik untuk merawat kaki pertama- tama adalah memeriksa apakah ada kemerahan, luka, gigitan serangga, infeksi jamur dan masalah pada kaki lainnya. Mencuci kaki setiap hari menggunakan air hangat, bukan air panas, diusahakan suhunya adalah 37 o C dan jangan merendam kaki terlalu lama. Mengeringkan kaki dan memastikan jari-jari kaki juga kering serta menggunakan talk untuk menjaga kulit pada jari-jari kaki tetap kering. Menjaga agar kaki tetap halus dan lembut dengan cara mengoleskan tipis losion atau krim pada bagian punggung dan alas kaki, namun jangan dioleskan diantara jari-jari kaki. Jika ada kapalan pada kaki, maka gosok lembut secara satu arah dan tidak diperbolehkan untuk memotong kapalan misalnya menggunakan pisau cukur atau krim penghilang kapalan, karena dapat merusak kulit. Untuk kuku kaki, yang harus dilakukan adalah memotongnya setiap minggu. Waktu yang tepat untuk memtong kuku kaki adalah setelah mencuci dan mengeringkan kaki NDIC, 2014.

5. Pencegahan

Pada penyakit Diabetes usaha pencegahan terdiri atas pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan primer yaitu mencegah agar tidak timbul penyakit. Usaha pencegahan Diabetes yang disebabkan oleh faktor kebiasaan dapat diatasi antara lain dengan olah raga rutin, hidup sehat dan teratur. Pencegahan sekunder, yaitu mencegah agar walaupun sudah terjadi penyakit Diabetes, penyakit penyertanya tidak terjadi. Pencegahan tersier adalah usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi penyakit penyerta. Salah satu cara dalam pencegahan tersier yang paling penting adalah senam kaki Diabetes Iskandar, 2010.

6. Pemeriksaan

Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien Diabetes, sehingga dapat dilakukan deteksi sedini mungkin agar pencegahan sekunder dapat segera diterapkan. Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun, sedangkan bagi mereka yang berusia 45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap tahun Mahendra, Krisnatuti, Tobing, dan Alting, 2008. Pemeriksaan tekanan darah secara rutin pada pria usia 40-64 tahun harus dilakukan setiap dua tahun sekali. Jika memiliki tekanan sistolik antara 120-139 mmHg dan diastolik antara 80-89 mmHg maka tekanan darah harus di periksa setiap setahun sekali. Namun, apabila tekanan darah sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg maka dilakukan pemeriksaan rutin sekali dalam seminggu. Pengukuran tekanan darah secara rutin pada pria berusia ≥65 tahun dilakukan sekali dalam satu tahun, kecuali memiliki penyakit penyerta lain Greenberg, 2014. Untuk pasien Diabetes pengukuran tekanan darah ambulatori dilakukan sehari sekali sangat penting untuk memonitor resiko kardiovaskular McFarlane, 2012. Pada permerikasaan mata, frekuensi pemeriksaan mata yang direkomendasikan untuk orang yang berusia 18-60 tahun tanpa memiliki resiko adalah setiap dua tahun sekali, jika memiliki resiko maka frekuensi pemeriksaan ditingkatkan menjadi setiap 1-2 tahun sekali. Bagi orang yang berusia 61 tahun keatas maka pemeriksaan mata dilakukan serutin mungkin baik bagi yang beresiko ataupun tidak beresiko. Resiko yang dimaksud adalah adanya penyakit penyerta seperti diabetes, hipertensi dan riwayat penyakit mata glukoma, degenerasi makular, dll. AOA., 2014. Pada pasien diabetes, pemeriksaan mata dilakukan 6-12 bulan sekali atau sesuai dari rekomendasi dokter. Untuk melakukan skrining terhadap Diabetes Melitus, pemeriksaan urin dapat dilakukan dalam dua tahun sekali Cassidy and Allanson, 2010. Pada penderita Diabetes Melitus, meskipun telah dilakukan pengukuran kadar gula dalam darah. Tes urin tetap berguna untuk menguji kadar keton di dalam urin. Tes urin pada penderita diabetes dapat dilakukan setahun sekali atau sesuai dari rekomendasi dokter Q.D., 2012. Untuk kelompok resiko tinggi pemeriksaan kadar gula darah harus dilakukan setahun setiap setahun sekali. Bagi mereka yang berusia 45 tahun dan tanpa resiko pemeriksaan dapat dilakukan 3 tahun sekali PERKENI, 2011. Menurut ADA cit., DIC., 2013 pemeriksaan kadar gula darah bagi pasien diabetes melitus bervariasi dari satu orang dan lainnya. Akan tetapi pemeriksaan kadar gula darah yang dilakukan oleh dirisendiri setidaknya dilakukan empatkali dalam seminggu pada pasien diabetes melitus tipe 2. Sedangkan pada pasien Diabetes Melitus Tipe 1 atau 2 pasien harus melakukan 3 atau lebih pemeriksaan darah dalam sehari.

H. Edukasi Kesehatan

Edukasi kesehatan adalah kegiatan yang berupaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, imbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran, dan sebagainya. Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat, pendekatan edukasi kesehatan lebih tepat dibandingkan dengan cara intervensi paksaan Notoatmodjo, 2012. Edukasi kesehatan merupakan salah satu cara intervensi terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan, sikap dan tindakan merupakan faktor terbesar kedua yang dapat mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat setelah faktor lingkungan Notoatmodjo, 2012. Menurut Geen et al. cit., Achmadi, 2013, edukasi kesehatan merupakan proses menjembatani gap antara informasi kesehatan dan tindakan kesehatan. Tujuan edukasi kesehatan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu tujuan program, tujuan pendidikan, dan tujuan perilaku. Tujuan perilaku yaitu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan untuk mengatasi masalah kesehatan Maulana, 2007. Dalam mencapai tujuan edukasi kesehatan yaitu perubahan pengetahuan, sikap dan tindakan, maka perlu diperhatikan berberapa faktor yang berpengaruh yaitu faktor metode. Untuk sasaran kelompok maka metodenya harus berbeda dengan sasaran masa dan sasaran individual Notoatmodjo, 2012. Metode edukasi kelompok dibagi menjadi dua berdasarkan besarnya kelompok, yaitu metode kelompok besar misalnya metode ceramah dan seminar serta metode kelompok kecil misalnya diskusi kelompok group discussion, curah pendapat brain storming, dan lain-lain Achmadi, 2013. Contoh metode edukasi yang dapat digunakan untuk edukasi dalam kelompok kecil adalah CBIA. CBIA adalah singkatan untuk Cara Belajar Insan Aktif. CBIA merupakan suatu metode yang dikembangkan oleh Suryawati sejak 1993 dengan tujuan mengingkatkan pengetahuan dan kemampuan ibu untuk memilih obat tanpa resep atau obat-obatan OTC. CBIA menggunakan pendekatan berdasarkan masalah dan proses belajar mandiri CBIA dilakukan dalam kelompok kecil 6-8 orang melalui diskusi interaktif. Pada prosesnya kegiatan CBIA dapat dilaksanakan pada rangkaian kegiatan rutin yang telah dilaksanakan oleh kelompok atau merancang pertemuan sendiri. Tidak hanya ibu, ayah dan remaja dapat berpartisipasi dalam kegiatan CBIA. Tempat pertemuan yang cocok untuk melaksanakan CBIA adalah di rumah, tempat ibadah, dan balai desa. Farmasis atau dokter dapat diundang menjadi narasumber. Pelajar atau orang-orang yang familiar terhadap materi kegiatan dapat direkrut sebagai tutor dan memungkinkan untuk memilih tutor dari target sasaran Suryawati, 2010. Kegiatan CBIA dilakukan selama 3 jam, yang terdiri dari pengenalan, diskusi dan kesimpulan. Waktu diskusi dialokasikan selama 90 menit, saat berdiskusi pertanyaan yang muncul dicatat oleh ketua kelompok. Pertanyaan atau temuan yang ada ditanyakan kepada narasumber dan dialokasikan waktu sebanyak 90 menit untuk diskusi kelompok besar ini. Tutor berfungsi sebagai fasilitator diskusi, dan bila perlu menunjukkan cara untuk mendapatkan jawaban atas suatu masalah. Tutor dianjurkan tidak mendominasi diskusi Suryawati, 2012. Seiring dengan perkembangan metode CBIA juga dikembangkan oleh Hartayu dan kawan-kawan sebagai alat untuk meningkatkan ketaatan pasien diabetes terhadap program perawatan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah modul edukasi CBIA-DM efektif untuk meningkatkan ketaatan pasien diabetes terhadap program perawatan dan layak untuk diterapkan pada komunitas pasien dalam rumah sakit sebagai media untuk edukasi penggunaan obat-obatan secara rasional Suryawati, 2010. Pada pelaksanaanya, kegiatan CBIA-DM merupakan kegiatan interaktif pada kelompok kecil sehingga membuat semua anggota kelompok berdiskusi satu sama lain mengenai pengalaman dan informasi yang mereka punya. Selain itu, tujuan dari metode CBIA sendiri adalah untuk membuat masing-masing anggota dalam kelompok mencari dan mendiskusikan temuan yang ada. Proses pembelajaran melalui diskusi mengenai temuan yang didapat pada saat CBIA dapat memotivasi responden untuk mengubah kebiasaannya Hartayu et al., 2012. Materi edukasi kesehatan pada penyakit diabetes meliputi pemahaman tentang penyakit Diabetes Melitus, makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan Diabetes Melitus, penyerta Diabetes Melitus, intervensi farmakologis dan non farmakologis, hipoglikemia, masalah khusus yang dihadapi, perawatan kaki pada Diabetes, cara pengembangan sistem pendukung dan pengajaran keterampilan, serta cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan Yoga, 2011.

I. Landasan Teori

Edukasi kesehatan merupakan cara intervensi yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang. Dengan adanya edukasi kesehatan diharapkan dapat mengubah pengetahuan, sikap dan tindakan terkait permasalahan kesehatan, misalnya Diabetes Melitus. Dalam proses edukasi kesehatan metode dan usia mempengaruhi hasil peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan setelah proses edukasi kesehatan. CBIA-DM digunakan sebagai metode dalam penelitian ini karena terbukti efektif dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan pada edukasi kesehatan mengenai Diabetes Melitus. Pengukuran pengetahuan, sikap dan tindakan dilakukan dengan kuesioner yang menanyakan tentang Diabetes Melitus. Semakin betambahnya umur seseorang maka peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan akibat edukasi kesehatan semakin kurang signifikan dikarenakan terdapat banyak hambatan dalam proses pembelajaran.

J. Kerangka konsep