Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan ibu-ibu lansia di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta tentang diabetes melitus dengan metode CBIA.
INTISARI
Kurangnya pengetahuan mengenai DM dapat menimbulkan komplikasi yang perlu dicegah dengan meningkatkan pengetahuan. Penelitian ini bertujuan meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan ibu-ibu lansia di Kecamatan Tegalrejo Yogayakarta terkait DM dengan metode CBIA.
Penelitian ini merupakan quasi-experimental dengan rancangan pre-post intervention yang dikombinasikan dengan time-series. Pengukuran dengan kuesioner dilakukan sebelum CBIA (pretest), setelah CBIA (posttest-I), 1 bulan (posttest-II) dan 2 bulan setelah CBIA (posttest-III). Menggunakan teknik quota-sampling direkrut 32 responden. Uji normalitas data menggunakan uji Shapiro-Wilk dan uji hipotesis menggunakan uji Wilcoxon dan Friedman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada aspek pengetahuan terjadi peningkatan signifikan pada posttest-I dibandingkan dengan pretest (p<0,05) dan hasil analisis pada selisih posttest-I dengan pretest, posttest-II dengan pretest, posttest-III dengan pretest pada pengetahuan tidak berbeda bermakna secara statistik. Pada aspek sikap terjadi peningkatan signifikan pada posttest-I dibandingkan dengan pretest (p<0,05) dan hasil analisis pada selisih posttest I dengan pretest, posttest-II dengan pretest, posttest-III dengan pretest pada sikap tidak berbeda bermakna secara statistik. Pada aspek tindakan terjadi peningkatan signifikan pada posttest-I dibandingkan dengan pretest (p<0,05) dan hasil analisis pada selisih posttest-I dengan pretest, posttest-II dengan pretest, posttest-III dengan pretest pada tindakan tidak berbeda bermakna secara statistik.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa metode CBIA dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan responden dan bertahan hingga posttest-III.
(2)
ABSTRACT
Lack of knowledge about Diabetes Mellitus (DM) can lead to complications that need to be prevented by improving knowledge. This study aims to improve elderly women’s knowledge, attitudes and practices towards DM by implementing CBIA method in Tegalrejo, Yogayakarta.
We performed a quasi-experimental study with pre-post intervention design that combined with time-series. Measurements conducted before (pretest), immediately (posttest-I), 1 month (posttest-II) and 2 months after CBIA (posttest-III). 32 respondents were recruited using quota-sampling technique. Normality analyzed using Shapiro-Wilk test and hypothesis analyzed using Wilcoxon and Friedman-test.
The results showed that there was significant improvement in posttest-I compared with pretest (p<0.05) and the analysis on the difference of posttest-I with pretest, posttest-II with pretest and posttest-III with pretest showed no significant difference in knowledge level. In attitude level, there was significant improvement in posttest-I compared with pretest (p<0.05) and the analysis on the difference of posttest-I with pretest, posttest-II with pretest and with pretest showed no significant difference. In practice level, there was significant improvement in posttest-I compared with pretest (p<0.05) and the analysis on the difference of posttest-I with pretest, posttest-II with pretest and posttest-III with pretest showed no significant difference. Based on the results, we can conclude that CBIA improve knowledge, attitudes and practices of respondents and last up to posttest-III.
(3)
i
PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN IBU-IBU LANSIA DI KECAMATAN TEGALREJO KOTA YOGYAKARTA
TENTANG DIABETES MELITUS DENGAN METODE CBIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Rigel Norawedi Pinaring NIM : 118114128
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN IBU-IBU LANSIA DI KECAMATAN TEGALREJO KOTA YOGYAKARTA
TENTANG DIABETES MELITUS DENGAN METODE CBIA
Skripsi yang diajukan oleh : Rigel Norawedi Pinaring
NIM : 118114128
telah disetujui oleh :
Pembimbing
Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph. D., Apt. Tanggal
(5)
iii
Pengesahan Skripsi Berjudul
PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN IBU-IBU LANSIA DI KECAMATAN TEGALREJO KOTA YOGYAKARTA
TENTANG DIABETES MELITUS DENGAN METODE CBIA
Oleh :
Rigel Norawedi Pinaring NIM : 118114128
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Sripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Pada tanggal : 14 Juli 2015
Panitia Penguji : tanda tangan
1. Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph. D., Apt. ………
2. Dr. Rita Suhadi, M.Si., Apt. ………
3. Enade P. Istyastono, Ph.D., Apt ………
Mengetahui, Fakultas Farmasi Universitas Santa Dharma
Dekan
(6)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan-mu yang Menciptakan. Dia telah
Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhan-mulah Yang
Maha Mulia. Yang Mengajar (manusia) dengan pena. Dia Mengajarkan manusia
apa yang tidak diketahuinya.
(Q.S Al-
‘Alaq 1
-5).
Kupersembahkan karya ini untuk : Mamakku tercinta Ngadiyem Almarhum Bapakku tercinta Sumber Yono Kakak-kakakku tercinta Suwaintari, Supawanti, Winasriyatin, Arni Yuyun
Keluarga besar dan teman-temanku tercinta Adik-adikku dan Almamaterku
(7)
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau sebagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai parauran perundang-undangan yang berlaku.
Yogyakarta, 11 Mei 2015 Penulis,
(8)
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Rigel Norawedi Pinaring
Nomor Mahasiswa : 118114128
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN IBU-IBU LANSIA DI KECAMATAN TEGALREJO KOTA YOGYAKARTA TENTANG DIABETES MELITUS DENGAN METODE CBIA beserta perangkat yang diperlukan bila ada. Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 11 Mei 2015
(9)
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena hanya dengan perkenanan-Nyalah skripsi ini dapat selesai tepat waktu.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada setiap pihak yang terlibat dalam penyusunan naskah ini.
1. Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph. D., Apt. sebagai dosen pembimbing yang membimbing proses penyusunan karya ini.
2. Penduduk Kecamatan Tegalrejo yang sudah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.
3. Bapak Sarmidian selaku Ketua Komisi Lansia di Kecamatan Tegalrejo yang telah membantu proses CBIA.
4. Bapak Enade P. Istyastono, Ph.D., Apt. dan Ibu Dr. Rita M.Si., Apt. sebagai dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyelesaian naskah skripsi ini.
5. Dekan dan segenap staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang mendukung dilakukannya penelitian ini.
6. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, yang selalu mendukung penulis dalam menuntaskan karya ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat.
Yogyakarta, 11 Mei 2015 Penulis
(10)
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
INTISARI ... xv
ABSTRACT ... xvi
BAB I PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Rumusan masalah ... 4
2. Keaslian penelitian ... 4
3. Manfaat penelitian ... 6
B. Tujuan Penelitian ... 7
1. Tujuan umum ... 7
2. Tujuan khusus ... 7
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 9
A. Pengetahuan ... 9
(11)
ix
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ... 9
3. Pengukuran tingkat pengetahuan ... 10
B. Sikap ... 11
1. Pengertian ... 11
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap ... 11
3. Pengukuran sikap ... 13
C. Tindakan ... 14
1. Pengertian ... 14
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan ... 14
3. Pengukuran tindakan ... 15
D. Upaya-Upaya untuk Meningkatkan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan ... 15
E. Diabetes Melitus ... 20
1. Klasifikasi Diabetes Melitus ... 20
2. Faktor risiko ... 22
3. Gejala dan tanda ... 24
4. Komplikasi ... 25
F. Landasan Teori ... 25
G. Hipotesis ... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 28
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 28
B. Variabel Penelitian... 28
C. Definisi Operasional ... 29
D. Teknik Sampling ... 31
(12)
x
F. Tempat Penelitian ... 32
G. Instrumen Penelitian ... 32
H. Tata Cara Penelitian ... 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48
A. Karakteristik Demografi ... 48
B. Proporsi Subyek Pada Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden Mengenai Diabetes Melitus Sebelum CBIA, Sesaat Setelah CBIA, 1 Bulan dan 2 Bulan Setelah CBIA ... 51
1. Proporsi subyek pada aspek pengetahuan mengenai diabetes melitus ... 51
2. Proporsi subyek pada aspek sikap mengenai diabetes melitus ... 53
3. Proporsi subyek pada aspek tindakan mengenai diabetes melitus ... 55
C. Perbandingan Nilai Responden Sebelum dan Sesudah CBIA, serta Perbandingan Selisih Nilai Responden Sesaat, 1 Bulan dan 2 Bulan Setelah CBIA Mengenai Diabetes Melitus ... 56
1. Pengetahuan responden mengenai diabetes melitus ... 57
2. Sikap responden mengenai diabetes melitus ... 60
3. Tindakan responden mengenai diabetes melitus... 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 65
A. Kesimpulan ... 65
B. Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 67
(13)
xi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel I. Pernyataan Favorable dan Unfavorable pada Pokok Bahasan
Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan pada Kuesioner
Pretest ... 33 Tabel II. Pernyataan Favorable dan Unfavorable pada Pokok Bahasan
Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan pada Kuesioner
Posttest ... 34 Tabel III. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner ... 39 Tabel V. Hasil Uji Normalitas Data Pretest dan Posttest ... 45
(14)
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Usia ... 48
Gambar 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Pendidikan ... 49
Gambar 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 50
Gambar 4. Karakteristik Responden Penyandang Diabetes Melitus dan Bukan Penyandang Diabetes Melitus ... 51
Gambar 5. Distribusi Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Terkait Diabetes Melitus ... 53
Gambar 6. Distribusi Jumlah Responden Berdasarkan Sikap Responden Terkait Diabetes Melitus ... 54
Gambar 7. Distribusi Jumlah Responden Berdasarkan Tindakan Responden Terkait Diabetes Melitus ... 56
Gambar 8. Rata-rata nilai responden pada aspek pengetahuan ... 59
Gambar 9. Rata-rata nilai responden pada aspek sikap ... 61
(15)
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat Izin dari Dinas Perizinan Yogyakarta ... 71
Lampiran 2. Kuesioner penelitian uji validitas I aspek pengetahuan pretest ... 72
Lampiran 3. Kuesioner penelitian uji validitas I aspek sikap pretest ... 73
Lampiran 4. Kuesioner penelitian uji validitas I aspek tindakan pretest ... 74
Lampiran 5. Kuesioner penelitian uji validitas I aspek pengetahuan posttest ... 75
Lampiran 6. Kuesioner penelitian uji validitas I aspek sikap posttest ... 76
Lampiran 7. Kuesioner penelitian uji validitas I aspek tindakan posttest ... 77
Lampiran 8. Hasil expert judgement questioner uji validitas konten I ... 78
Lampiran 9. Kuesioner penelitian uji validitas II aspek pengetahuan pretest ... 80
Lampiran 10. Kuesioner penelitian uji validitas II aspek sikap pretest ... 81
Lampiran 11. Kuesioner penelitian uji validitas II aspek tindakan pretest ... 82
Lampiran 12. Kuesioner penelitian uji validitas II aspek pengetahuan posttest ... 83
Lampiran 13. Kuesioner penelitian uji validitas II aspek sikap posttest ... 84
Lampiran 14. Kuesioner penelitian uji validitas II aspek tindakan posttest ... 85
Lampiran 15. Hasil expert judgement questioner uji validitas konten II ... 86
Lampiran 16. Rangkuman hasil uji validitas kuesioner ... 88
Lampiran 17. Hasil uji korelasi aitem total ... 90
Lampiran 18. Resume hasil uji pemahaman bahasa ... 91
Lampiran 19. Kuesioner uji pemahaman bahasa aspek pengetahuan pretest ... 92
Lampiran 20. Kuesioner uji pemahaman bahasa aspek sikap pretest ... 93
Lampiran 21. Kuesioner uji pemahaman bahasa aspek tindakan pretest ... 94
Lampiran 22. Kuesioner uji pemahaman bahasa aspek pengetahuan posttest ... 95
(16)
xiv
Lampiran 23. Kuesioner uji pemahaman bahasa aspek sikap posttest ... 96 Lampiran 24. Kuesioner uji pemahaman bahasa aspek tindakan posttest ... 97 Lampiran 25. Kuesioner penelitian aspek pengetahuan pretest uji
kualitas instrument... 98 Lampiran 26. Kuesioner penelitian aspek sikap pretest uji kualitas
instrument ... 99 Lampiran 27. Kuesioner penelitian aspek tindakan pretest uji kualitas
instrument ... 100 Lampiran 28. Kuesioner penelitian aspek pengetahuan posttest uji
kualitas instrument... 101 Lampiran 29. Kuesioner penelitian aspek sikap posttest uji kualitas
instrument ... 102 Lampiran 30. Kuesioner penelitian aspek tindakan posttest uji kualitas
instrument ... 103 Lampiran 31. Besar skor untuk masing-masing tanggapan tiap aitem uji
kualitas instrument... 104 Lampiran 32. Hasil uji reliabilitas kuesioner dengan metode
Cronbach-Aplha pada uji kualitas instrument ... 105 Lampiran 33. Instrument pengukuran pengetahuan, sikap dan tindakan
siap pakai ... 107 Lampiran 34. Hasil uji normalitas aspek pengetahuan, sikap dan
(17)
xv
INTISARI
Kurangnya pengetahuan mengenai DM dapat menimbulkan komplikasi yang perlu dicegah dengan meningkatkan pengetahuan. Penelitian ini bertujuan meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan ibu-ibu lansia di Kecamatan Tegalrejo Yogayakarta terkait DM dengan metode CBIA.
Penelitian ini merupakan quasi-experimental dengan rancangan pre-post intervention yang dikombinasikan dengan time-series. Pengukuran dengan kuesioner dilakukan sebelum CBIA (pretest), setelah CBIA (posttest-I), 1 bulan (posttest-II) dan 2 bulan setelah CBIA (posttest-III). Menggunakan teknik quota-sampling direkrut 32 responden. Uji normalitas data menggunakan uji Shapiro-Wilk dan uji hipotesis menggunakan uji Wilcoxon dan Friedman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada aspek pengetahuan terjadi peningkatan signifikan pada posttest-I dibandingkan dengan pretest (p<0,05) dan hasil analisis pada selisih posttest-I dengan pretest, posttest-II dengan pretest, posttest-III dengan pretest pada pengetahuan tidak berbeda bermakna secara statistik. Pada aspek sikap terjadi peningkatan signifikan pada posttest-I dibandingkan dengan pretest (p<0,05) dan hasil analisis pada selisih posttest I dengan pretest, posttest-II dengan pretest, posttest-III dengan pretest pada sikap tidak berbeda bermakna secara statistik. Pada aspek tindakan terjadi peningkatan signifikan pada posttest-I dibandingkan dengan pretest (p<0,05) dan hasil analisis pada selisih posttest-I dengan pretest, posttest-II dengan pretest, posttest-III dengan pretest pada tindakan tidak berbeda bermakna secara statistik.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa metode CBIA dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan responden dan bertahan hingga posttest-III.
Kata kunci: pengetahuan, sikap, tindakan, Diabetes Melitus, CBIA.
(18)
xvi
ABSTRACT
Lack of knowledge about Diabetes Mellitus (DM) can lead to complications that need to be prevented by improving knowledge. This study aims to improve elderly women’s knowledge, attitudes and practices towards DM by implementing CBIA method in Tegalrejo, Yogayakarta.
We performed a quasi-experimental study with pre-post intervention design that combined with time-series. Measurements conducted before (pretest), immediately I), 1 month II) and 2 months after CBIA (posttest-III). 32 respondents were recruited using quota-sampling technique. Normality analyzed using Shapiro-Wilk test and hypothesis analyzed using Wilcoxon and Friedman-test.
The results showed that there was significant improvement in posttest-I compared with pretest (p<0.05) and the analysis on the difference of posttest-I with pretest, posttest-II with pretest and posttest-III with pretest showed no significant difference in knowledge level. In attitude level, there was significant improvement in posttest-I compared with pretest (p<0.05) and the analysis on the difference of posttest-I with pretest, posttest-II with pretest and with pretest showed no significant difference. In practice level, there was significant improvement in posttest-I compared with pretest (p<0.05) and the analysis on the difference of posttest-I with pretest, posttest-II with pretest and posttest-III with pretest showed no significant difference.
Based on the results, we can conclude that CBIA improve knowledge, attitudes and practices of respondents and last up to posttest-III.
(19)
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak lagi mampu menghasilkan insulin, atau ketika tubuh tidak dapat memanfaatkan insulin yang dihasilkan (IDF, 2014). Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di hampir semua negara, dan terus meningkat dalam hal jumlah dan signifikansi (Shaw, Sicree, Zimmet, 2010). Diabetes melitus menduduki peringkat ke-6 sebagai penyebab kematian. Sekitar 1,3 juta orang meninggal akibat diabetes dan 4% meninggal sebelum usia 70 tahun. Pada Tahun 2030 diperkirakan diabetes melitus menempati urutan ke-7 penyebab kematian dunia. Di Indonesia, pada tahun 2030 mendatang diperkirakan akan terdapat 21,3 juta jiwa penyandang diabetes melitus (Kementrian Kesehatan RI, 2013).
Dalam IDF Diabetes Atlas tahun 2013,Internasional Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa terdapat 382 juta orang menyandang diabetes melitus dan sebesar 46% tidak terdiagnosis. Jumlah tersebut dikhawatirkan akan mencapai 592 juta pada tahun 2035. Indonesia sendiri menempati urutan ke-7 sebagai 10 negara/wilayah dengan jumlah penyandang diabetes melitus tertinggi pada kisaran usia 20-79 tahun setelah Cina, India, USA, Brazil, Rusia, dan Mexico. Di Indonesia terdapat 8.5 juta orang menyandang diabetes melitus (IDF, 2013).
(20)
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyatakan bahwa prevalensi tertinggi diabetes melitus yang terdiagnosis dokter terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes melitus pada wanita (1.7%) di Indonesia lebih tinggi dibandingkan laki-laki (1.4%) pada usia 15 tahun ke atas (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2013).
Jumlah penyandang diabetes melitus di Indonesia sangat besar sehingga dapat dipahami bahwa akan sangat dibutuhkan banyak tenaga kesehatan professional untuk menangani pasien penyandang diabetes mellitus. Hal ini tentunya akan menjadi beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis/subspesialis atau bahkan oleh semua tenaga kesehatan yang ada (PERKENI, 2011; Hartayu, Izham, dan Suryawati, 2012). Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi diabetes melitus tipe 2 di berbagai penjuru dunia. Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup. Dalam pengelolaan penyakit tersebut, selain dokter, perawat, ahli gizi, dan tenaga kesehatan lain, peran pasien dan keluarga menjadi sangat penting. Edukasi kepada masyarakat sebagai keluarga penyandang diabetes melitus bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai perjalanan penyakit, pencegahan, dan terapi diabetes melitus, sehingga akan sangat membantu meningkatkan kontribusi keluarga dalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan penyakit serta diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dan memperbaiki sikap serta tindakan
(21)
dalam kebiasaan sehari-hari sebagai bentuk pencegahan dan perannya membantu penyandang diabetes melitus dalam mengelola penyakitnya (PERKENI, 2011).
Salah satu metode edukasi kesehatan adalah metode Cara Belajar Insan Aktif (CBIA). Metode CBIA adalah metode yang digunakan untuk public education yang menekankan pada peran aktif peserta edukasi dalam mencari informasi. Metode CBIA pertama kali dikembangkan oleh Suryawati pada tahun 1993 untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam memilih obat bebas. Tujuan dari metode CBIA adalah untuk memberdayakan peserta untuk mencari dan kritis menilai informasi tentang pengobatan mereka. Metode CBIA telah terbukti efektif dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang berbagai penyakit. Metode CBIA tidak hanya menargetkan pasien tetapi juga keluarga pasien dan care giver. Dengan demikian, keluarga pasien dan care giver diharapkan dapat memotivasi tidak hanya pasien tetapi juga teman dan kerabat pasien untuk meningkatkan kepatuhan terapi melalui berbagi pengetahuan dan pengalaman. Metode CBIA juga terbukti efektif dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan tidakan pasien terhadap diabetes melitus (Hartayu dkk, 2012).
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan mengenai diabetes melitus pada ibu-ibu lansia dengan metode CBIA di Kecamatan Tegalrejo Yogyakarta. Dipilih Kecamatan Tegalrejo sebagai lokasi penelitian karena masyarakat di Kecamatan Tegalrejo belum pernah mendapatkan edukasi mengenai diabetes melitus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan
(22)
pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat mengenai diabetes melitus dengan metode CBIA, sehingga dipilih lokasi yang penduduknya belum pernah mendapatkan edukasi mengenai diabetes melitus sebelumnya. Subyek pada penelitian ini adalah ibu-ibu lansia yang merupakan penduduk di Kecamatan Tegalrejo dengan kisaran usia 46-65 tahun yang bersedia mengikuti kegiatan selama periode penelitian. Peneliti memilih ibu-ibu lansia sebagai subyek penelitian karena menurut Riskesdas pada tahun 2013, wanita memiliki faktor risiko lebih tinggi terkena diabetes melitus dibandingkan laki-laki khususnya ibu-ibu lansia dimana terjadi peningkatan intoleransi glukosa.
1. Rumusan masalah
a. Seperti apakah karakteristik demografi responden?
b. Seperti apakah tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan responden mengenai diabetes melitus sebelum CBIA, sesaat setelah CBIA, 1 bulan setelah CBIA dan 2 bulan setelah CBIA?
c. Apakah terdapat perubahan nilai pada aspek pengetahuan, sikap dan tindakan responden mengenai diabetes mellitus sebelum dan sesudah CBIA, serta apakah terdapat perubahan selisih nilai responden sesaat, 1 bulan dan 2 bulan setelah CBIA?
2. Keaslian penelitian
Sejauh yang penulis ketahui, penelitian yang berjudul “Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu-Ibu Lansia di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta Tentang Diabetes Melitus Dengan Metode CBIA” belum pernah
(23)
dilakukan dan dipublikasikan oleh para peneliti sebelumnya. Penelitian sejenis yang sudah pernah dilakukan dan dipublikasikan diantaranya adalah:
a.“Upaya Meningkatkan Perilaku Pasien Dalam Tatalaksana Diabetes Melitus Dengan Pendekatan Teori Model Behavioral System Dorothy E. Johnson” oleh Nur Aini, Widati Fatmaningrum dan Ah. Yusuf pada tahun 2011 yang menggunakan pendekatan teori model Behavioral System Dorothy E. Johnson sebagai intervensi. Intervensi yang digunakan untuk mengubah perilaku pasien dalam Behavioral System Model yaitu regulasi eksternal, misalnya dengan cara membatasi perilaku dan menghambat respon perilaku yang tidak efektif, mengubah elemen structure dengan tujuan untuk memotivasi pasien dengan cara memberikan pendidikan kesehatan dan konseling dan memenuhi kebutuhan subsistem dengan cara nurture, protect dan stimulate. Penelitian Nur Aini menggunakan simple random sampling untuk merekrut responden. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu pada penelitian ini digunakan edukasi dengan metode CBIA sebagai intervensi yaitu metode edukasi yang menekankan pada peran aktif peserta edukasi dalam mencari informasi dalam diskusi kelompok kecil dan penelitian ini menggunakan non-random sampling untuk merekrut responden.
b.“Improving of Type 2 Diabetic Pasients’ Knowledge, Attitude and Practice Towards Diabetes Self-care by Implementing Community-Based Interactive Approach-Diabetes Melitus Strategy” oleh Titien Siwi Hartayu, Mohamed Izham dan Sri Suryawati tahun 2012. Penelitian
(24)
tersebut bertujuan untuk meningkatkan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan tentang diabetes melitus dengan metode CBIA. Pada penelitian tersebut dipilih penyandang diabetes melitus sebagai subyek penelitian dan digunakan kelompok kontrol negatif sebagai kelompok pembanding yang juga penyandang diabetes melitus. Sedangkan pada penelitian ini subyek penelitian yang digunakan adalah ibu-ibu lansia yang merupakan penduduk Kecamatan Tegalrejo baik yang menyandang diabetes melitus atau pun tidak dan tidak menggunakan kelompok kontrol negatif sebagai pembanding.
c.“Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Diabetes Melitus Terhadap Perubahan Perilaku Penduduk Desa Bulan, Wonosari, Klaten” oleh Juni Triastuti tahun 2010. Pada penelitian tersebut, parameter pengukuran yang digunakan adalah hasil tes kadar glukosa darah dan hasil kuesioner. Sementara pada penelitian ini parameter yang digunakan adalah hasil kuesioner saja.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoretis. Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat mendukung peningkatan ilmu pengetahuan sebagai acuan metode untuk pengukuran pengetahuan, sikap dan tindakan mengenai diabetes melitus. b. Manfaat praktis. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai acuan pihak-pihak terkait antara lain:
1) Bagi masyarakat, meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat mengenai diabetes melitus sehingga bagi masyarakat
(25)
penyandang diabetes melitus dapat mengelola penyakitnya dengan lebih baik, tidak terjadi komplikasi dan dapat mencapai kondisi fisik yang optimal. Bagi masyarakat bukan penyandang diabetes melitus dapat meningkatkan kontribusi keluarga dan perannya sebagai kader kesehatan dalam membantu penyandang diabetes melitus memperbaiki hasil pengelolaan penyakit dan diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dan memperbaiki sikap serta tindakan dalam kebiasaan sehari-hari sebagai bentuk pencegahan diabetes melitus.
2) Bagi pemerintah, dapat digunakan Dinas Kesehatan sebagai dasar untuk evaluasi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mengenai informasi tentang diabetes melitus.
3) Bagi mahasiswa, sebagai sumber informasi dan pengetahuan sehubungan dengan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat mengenai diabetes melitus.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat Kecamatan Tegalrejo mengenai diabetes melitus pada ibu-ibu lansia dengan metode CBIA.
2. Tujuan khusus
(26)
b. Mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan responden mengenai diabetes melitus sebelum CBIA, sesaat setelah CBIA, 1 bulan setelah CBIA dan 2 bulan setelah CBIA.
c. Membandingkan perubahan nilai pada aspek pengetahuan, sikap dan tindakan responden mengenai diabetes mellitus sebelum dan sesudah CBIA, serta membandingkan perubahan selisih nilai responden sesaat, 1 bulan dan 2 bulan setelah CBIA.
(27)
9
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Pengetahuan 1. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil dari “tahu” dan terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan berperan sebagai penyebab atau motivator bagi seseorang untuk bersikap dan berperilaku. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan adalah hasil pikir setelah pancaindra mendapatkan rangsangan/informasi yang didapat dari pengalaman dan proses belajar yang dapat berubah dan berkembang sehingga membentuk keyakinan yang membuat individu bersikap dan berperilaku sesuai keyakinan tersebut (Diyeni, 2010).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seperti pendidikan, informasi/media massa, sosial, budaya, ekonomi, lingkungan, pengalaman, usia, dan jenis kelamin. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang akan
(28)
cenderung untuk mendapatkan banyak informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitiannya, Widianti (2007) menemukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya. Bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya serta berpengaruh pada tingkat kekuatan berpikir seseorang yang akan menjadi lebih matang, namun pada umur-umur tertantu atau menjelang usia lanjut maka kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang (Notoatmodjo, 2010). Peningkatan pengetahuan dalam bidang kesehatan bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu ataupun kelompok dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal (Wowiling, Goenawi, dan Citraningtyas, 2013).
3. Pengukuran tingkat pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subyek penelitian atau responden. Dalam mengukur pengetahuan harus diperhatikan rumusan kalimat pertanyaan menurut tahapan pengetahuan (Budiman dan Riyanto, 2013). Nursalam (2013) membuat skala tingkat pengetahuan seseorang menjadi tiga tingkatan yang didasarkan pada nilai persentase dari kuesioner yaitu tingkat pengetahuan tinggi apabila hasil skor responden antara 76-100%, tingkat pengetahuan cukup/sedang apabila hasil skor responden antara 56-75% dan
(29)
tingkat pengetahuan kurang apabila hasil skor responden <56% (Nursalam, 2013).
B. Sikap 1. Pengertian
Sikap adalah cara seseorang mengkomunikasikan perasaannya kepada orang lain, melalui perilaku (Hutagalung, 2007). Sikap didefinisikan sebagai suatu reaksi perasaan, yaitu perasaan mendukung atau memihak, maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak pada suatu objek tertentu. Menifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan tentang suatu objek tidak sama dengan sikap terhadap objek tersebut. Pengetahuan saja belum menjadi penggerak seperti halnya pada sikap. Pengetahuan mengenai suatu objek baru menjadi sikap apabila pengetahuan tersebut disertai kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap objek tersebut (Azwar, 2007).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam individu. Peran jenis kelamin sangat mempengaruhi keadaan emosional. Perempuan lebih merasa bertanggung jawab terhadap emosi orang lain sehingga mereka sangat memperhatikan keadaan emosi orang lain sehingga mampu untuk memahami perubahan emosional. Oleh sebab itu, perempuan jauh lebih memiliki empati
(30)
terhadap orang lain daripada laki-laki (Azwar, 2007). Pengaruh dari pemberitaan dalam media masaa dan informasi yang disampaikan secara objektif sehingga cenderung dapat mempengaruhi sikap pendengar atau pembacanya (Wawan dan Dewi, 2010). Sikap terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi tersebut, terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Lebih lanjut, interaksi sosial itu meliputi hubungan antara individu dengan lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis di sekelilingnya. Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya (Azwar, 2007).
Dalam pembentukan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya, seseorang telah mendengar tentang Diabetes Melitus (penyebab Diabetes Melitus, pencegahannya, pemeliharaannya). Pengetahuan ini akan membuat ibu tersebut berpikir dan berusaha agar dapat mencegah terjadinya Diabetes Melitus pada dirinya agar tidak menggangu kualitas hidupnya. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga orang tersebut berniat untuk mencegah terjadinya Diabetes Melitus misalnya dengan akan mengatur pola makan. Orang tersebut mempunyai sikap tertentu terhadap objek. Sikap yang diperoleh dari pengetahuan tersebut akan menimbulkan pengaruh langsung
(31)
terhadap perilaku yang akan direalisasikan hanya apabila kondisi dan situasi memungkinkan (Fitriani, 2011).
3. Pengukuran sikap
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah: menerima (memperhatikan), merespon, menghargai, mengorganisasi, dan menghayati. Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif seseorang terhadap kegiatan suatu objek di antaranya menggunakan skala sikap. Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan tersebut didukung atau ditolak melalui rentang nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif. Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala likert (Budiman dan Riyanto, 2013). Dalam penelitian sikap digunakan skala likert yang disebut pula dengan summated-rating scale. Skala ini merupakan skala yang paling sering dan paling luas digunakan dalam penelitian, karena skala ini memungkinkan peneliti untuk mengungkapkan tingkat intensitas sikap/perilaku atau perasaan responden. Untuk mendapatkan skala likert tersebut, instrumen harus didesain sedemikian rupa, umumnya menggunakan pernyataan tertutup dengan lima (5) alternatif jawaban secara berjenjang. Jenjang jawaban tersebut adalah: “sangat setuju”, “setuju”, “netral”, “ tidak setuju”, “sangat tidak setuju”. Penetuan skor pada jenjang skala likert tersebut harus disesuaikan dengan jenis narasi pertanyannya, yaitu apakah narasi pernyataan bersifat negatif (unfavourable) atau pernyataannya positif (favourable) (Mustafa, 2009). Suatu
(32)
skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan favorable dan pernyataan unfavorable dalam jumlah yang kurang lebih seimbang. Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif atau semua negatif yang dapat mendatangkan kesan seakan-akan isi skala yang bersangkutan seluruhnya memihak atau sebaliknya seluruhnya tidak mendukung objek sikap. Variasi pernyataan favorable dan unfavorable akan membuat responden memikirkan lebih hati-hati isi pernyataan sebelum memberikan respon sehingga stereotype responden dalam menjawab dapat dihindari (Azwar, 2007). Tingkatan sikap responden dikategorikan dengan skala sebagai berikut: tingkat sikap baik apabila jawaban responden benar antara 76-100%, tingkat sikap cukup/sedang apabila jawaban responden benar antara 56-75% dan tingkat sikap kurang apabila jawaban responden benar <56% (Nursalam, 2013).
C. Tindakan 1. Pengertian
Tindakan merupakan bagian dari perilaku yang dapat diamati secara langsung dan disebut bentuk aktif perilaku. Secara teoretis, perilaku terbentuk dari stimulus yang mempengaruhi pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoatmodjo, 2010).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan
Terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi tindakan seseorang yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor pendukung. Faktor predisposisi yaitu sesuatu hal yang terwujud dalam kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan
(33)
variasi demografi seperti umur dan jenis kelamin. Faktor pemungkin merupakan faktor yang terwujud dalam lingkungan fisik dan yang termasuk didalamnya adalah sarana dan prasarana. Faktor pendukung adalah faktor yang meliputi sikap dan perilaku orang penting di masyarakat (Green dan Keuter, 2000).
3. Pengukuran tindakan
Pengukuran tindakan dilakukan melalui 2 metode yaitu langsung dan tidak langsung. Metode langsung adalah peneliti langsung mengamati atau mengobservasi perilaku subyek yang diteliti. Untuk melakukan metode langsung dapat dilakukan dengan mengingat kembali melalui orang ketiga yang dekat dengan subyek dan melalui indikator. Metode tidak langsung adalah peneliti tidak secara langsung mengamati perilaku orang yang diteliti yakni dengan wawancara atau penyebaran kuesioner terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa waktu yang lalu. (Notoatmodjo, 2010). Tingkat tindakan baik apabila jawaban responden benar antara 76-100%, tingkat tindakan cukup/sedang apabila jawaban responden benar antara 56-75% dan tingkat tindakan kurang apabila jawaban responden benar <56% (Nursalam, 2013).
D. Upaya-Upaya untuk Meningkatkan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan
Untuk meningkatkan pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan informasi-informasi kepada masyarakat. Pemberian informasi kepada masyarakat dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan pemberian informasi secara lisan dan pemberian informasi secara tulisan. Pemberian infromasi secara lisan
(34)
diakukan secara langsung antara dua orang atau lebih yang berhadapan melalui suatu pertemuan atau percakapan yang terjadi antara mereka. Contoh pemberian informasi secara lisan yaitu ceramah, dialog, diskusi dan seminar. Pemberian informasi secara tulisan dilakukan secara tidak langsung, melalui perantara dan tidak terjadi interaksi, pertemuan, ataupun percakapan antara dua orang atau lebih. Pemberian informasi ini biasanya ditulis dan disebarkan kepada seluruh masyarakat, contohnya: Brosur, majalah, koran dan poster (Priani, 2009).
Untuk meningkatkan sikap dan tindakan masyakarat dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan kesehatan. Salah satu upaya pemberian pendidikan kesehatan adalah melalui promosi kesehatan. Promosi kesehatan dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode dan media yang disesuaikan dengan sasaran. Cara efektif dalam pendekatan kelompok adalah dengan metode ceramah dan diskusi. Pada metode ceramah dan diskusi dapat terjadi proses perubahan sikap kearah yang diharapkan melalui peran aktif sasaran dan saling tukar pengalaman sesama sasaran (Notoatmodjo, 2007). Dalam penelitiannya, Lubis (2013) menyatakan bahwa penyuluhan dengan metode ceramah dan metode diskusi dapat meningkatkan sikap masyarakat tentang kebiasaan hidup bersih dan sehat, dan metode penyuluhan yang paling efektif digunakan untuk meningkatkan sikap masyarakat adalah melalui metode diskusi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Firstya (2010), tindakan masyarakat dapat ditingkatkan melalui pendidikan kesehatan dengan metode ceramah.
Metode lain yang terbukti dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat adalah metode CBIA. Dari penelitian yang dilakukan oleh
(35)
Hartayu (2012), disebutkan bahwa metode CBIA terbukti dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap pola hidup sehat pada penderita diabetes melitus tipe 2.
Metode CBIA adalah metode yang digunakan untuk public education yang menekankan pada peran aktif peserta edukasi dalam mencari informasi. Tujuan dari CBIA adalah untuk memberdayakan peserta untuk mencari dan kritis menilai informasi tentang pengobatan mereka. Metode CBIA juga bertujuan untuk menumbuhkan sikap kritis dari peserta edukasi sehingga timbul motivasi/keinginan untuk melakukan sesuatu, baik berupa motivasi dari luar/keluarga maupun motivasi dari dalam individu sendiri, sehingga fasilitator hanya berfungsi sebagai motivator atau pendorong agar minat dan potensi peserta dapat berkembang (Hartayu dkk, 2012 dan Suryawati, 2012).
Berbeda dengan kegiatan edukasi atau pelatihan pada umumnya, kegiatan edukasi masyarakat dengan metode CBIA dilaksanakan dengan cara melibatkan peserta secara aktif. Metode CBIA secara signifikan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman peserta dibandingkan dengan metode ceramah dan tanya jawab (presentasi/penyuluhan). Dengan metode CBIA, peserta mengingat dengan lebih baik, karena dilakukan secara aktif dan visual melalui pengamatan secara langsung. Tutor dan fasilitator hanya berperan sebagai pemandu dalam diskusi, sedangkan informasi lebih lanjut yang dibutuhkan dapat disampaikan oleh Narasumber yang diundang. Narasumber dapat didatangkan dari profesi apoteker yang telah berpengalaman (Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2014).
(36)
Salah satu kegiatan CBIA yang telah dilakukan adalah mengenai self-medication. Dalam kegiatan CBIA mengenai self-medication peserta dibagi menjadi beberapa kelompok terdiri dari 6-8 orang. Kegiatan yang dilaksanakan dibagi menjadi 3 tahap yaitu:
1. Kegiatan 1 (Kelompok)
Setiap kelompok dibagikan paket obat tertentu yang telah disiapkan, lalu peserta diminta untuk :
a. Mengamati kemasan obat dan mempelajari informasi yang tertera yaitu nama dagang, nama bahan aktif, dosis/kekuatan bahan aktif, bahan aktif utama dan tambahan pada obat kombinasi.
b. Mengelompokkan obat berdasarkan bahan aktif, bukan berdasarkan indikasi.
c. Mendiskusikan hasil pengamatan di atas. 2. Kegiatan 2 (Kelompok)
Tahap kegiatan ini bertujuan agar peserta berlatih mencari informasi dari kemasan, dengan cara meneliti setiap tulisan yang tersedia pada produk. Beberapa sediaan obat dalam bentuk cairan seperti sirup, eliksir, obat tetes atau obat luar berupa krim dan salep, disertakan brosur dari pabrik sebagai informasi produk. Sedangkan sediaan tablet dalam kemasan obat bebas (over the counter/OTC) seringkali hanya menyediakan informasi produk pada kemasan terluar. Tahap ini merupakan kegiatan untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan
(37)
sebagai dasar melakukan self-medication, yaitu nama bahan aktif, indikasi, aturan penggunaan, efek samping dan kontraindikasi.
Peran fasilitator dalam tahap ini cukup besar, untuk mendorong semua kebutuhan informasi, yakni 5 (lima) komponen utama informasi ditemukan secara lengkap. Dalam kegiatan ini digunakan lembar kerja yang telah disediakan dengan jumlah lembar kerja yang tidak perlu dibatasi. Kelengkapan pengisian lembar kerja diharapkan dapat memacu aktifitas peserta pada tahap selanjutnya. Dengan dipimpin ketua kelompok, pencarian informasi dilakukan secara bersama-sama, sambil membandingkan kelengkapan informasi dari satu nama dagang dengan nama dagang yang lain. Walaupun kegiatan ini dilakukan dalam kelompok, namun tiap peserta harus mencatat untuk keperluan sendiri. Sambil mencatat informasi, peserta sekaligus dapat menelaah secara sederhana kelengkapan dan kejelasan informasi yang disajikan pada tiap kemasan.
3. Kegiatan 3 (Individual)
Kegiatan ini bertujuan untuk memupuk keberanian peserta mencari informasi sendiri. Perlu dipastikan dahulu bahwa lembar kerja pada kegiatan 2 telah terisi dengan baik. Dalam tahap ini, peserta diminta untuk mengerjakan pencatatan informasi seperti kegiatan 2, terhadap obat yang ada di rumah masing-masing. Setelah menjelaskan kegiatan 3, diskusi ditutup dengan rangkuman oleh salah satu tutor atau narasumber, mengidentifikasi kembali temuan-temuan penting yang diperoleh di
(38)
masing-masing kelompok, dan memberikan pesan-pesan untuk memperkuat dampak intervensi (Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2014).
Menurut Modul yang dibuat oleh Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional, pelaksanaan CBIA dapat diikuti oleh seluruh kalangan masyarakat dan memiliki kriteria mempunyai kemampuan baca tulis dan dapat berkomunikasi dengan baik. Fasilitator dapat seorang petugas kesehatan, mahasiswa farmasi, mahasiswa kedokteran, atau orang dari lingkungan yang akan diintervensi. Sebelum bertugas, fasilitator harus menjalani pelatihan agar menguasai semua permasalahan.
E. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang ditimbulkan ketika sel
pancreas tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah cukup atau ketika jaringan tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan produk insulin (IDF, 2014).
1. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi etiologis diabetes mellitus menurut American Diabetes Associastion (ADA) 2003 aitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes mellitus tipe lain dan diabetes gestasional.
a. Diabetes melitus tipe 1. Diabetes melitus tipe 1 disebabkan oleh pengrusakan autoimun pada sel sel beta pankreas. Diabetes
(39)
melitus tipe ini biasanya terjadi pada anak-anak, remaja dan dapat ditemukan pada berbagai usia. Umumnya pada anak-anak atau usia muda pengrusakan sel-sel beta pankreas lebih cepat sehingga menyebabkan ketoasidosis, sedangkan pada orang dewasa untuk mencegah terjadinya ketoasidosis, seringkali pengeluaran insulin harus dijaga (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Welss, dan Posey, 2008)
b. Diabetes mellitus tipe 2. Diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan terjadinya resistensi dan berkurangnya sekresi insulin secara progresif dari waktu ke waktu. Sebagian besar pasien dengan diabetes melitus tipe 2 menunjukkan adanya obesitas abnormal yang menyebabkan resistensi insulin. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 juga terjadi hipertensi, dislipidemia dan peningkatan inhibitor plasminogen activator-1 (PAI-1). Ketidaknormalan ini meningkatkan komplikasi makrovaskular (Dipiro dkk, 2008).
c. Diabetes tipe lain. Tipe diabetes melitus lainnya yaitu disebabkan oleh cacat genetik pada sel β, cacat genetik fungsi kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis) dan induksi kimia atau obat (seperti pengobatan HIV/AIDS atau transplantasi organ) (ADA, 2012).
d. Diabetes mellitus gestasional. Diabetes melitus gestasional yaitu terjadinya intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan.
(40)
Kadar gula darah akan kembali normal paska melahirkan, namun 30-50% akan menjadi diabetes melitus tipe 2 atau berlanjut menjadi intoleransi glukosa. Deteksi klinis penting untuk melakukan terapi agar mengurangi resiko morbiditas dan mortalitas perinatal (Dipiro dkk, 2008).
2. Faktor risiko
Beberapa faktor risiko diabetes melitus, yaitu:
a. Usia. Sousa (2009) menjelaskan bahwa sebagian besar pasien diabetes Melitus tipe 2 sering terjadi pada pasien di atas usia 45 tahun dikarenakan proses menua yang mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologi dan biokimia. Penelitian antara umur dengan kejadian diabetes melitus menunjukan adanya hubungan yang signifikan. Kelompok umur <45 tahun merupakan kelompok yang kurang berisiko menderita diabetes melitus Tipe 2. Risiko pada kelompok ini 72% lebih rendah dibanding kelompok umur ≥45 tahun. Pada individu yang berusia lebih tua terdapat penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35%. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar lemak di otot sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi insulin (Trisnawati dan Setyorogo, 2013).
b. Jenis kelamin. Berdasarkan analisis antara jenis kelamin dengan kejadian diabetes melitus Tipe 2, prevalensi kejadian diabetes melitus Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki. Wanita
(41)
lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar (Trisnawati dan Setyorogo, 2013). Dan menurut penelitian yang dilakukan oleh Sousa (2009), bahwa penderita diabetes melitus tipe 2 lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini karena adanya persentase timbunan lemak badan pada wanita yang lebih besar sehingga dapat menurunkan sensitifitas kerja insulin pada otot dan hati.
c. Lama menderita diabetes melitus. Lama pasien menderita diabetes melitus dikaitkan dengan komplikasi kronik yang menyertainya. Semakin lama pasien menderita diabetes melitus dengan kondisi hiperglikemia, maka semakin tinggi kemungkinan terjadinya komplikasi kronik karena adanya kadar glukosa darah yang abnormal (Waspadji, 2009).
d. Penyakit penyerta. Penyandang diabetes melitus mempunyai risiko untuk terjadinya penyakit jantung coroner dan penyakit pembuluh darah otak 2 kali lebih besar, 5 kali lebih mudah menderita ulkus/gangrene, 7 kali lebih mudah mengidap gagal ginjal terminal dan 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan akibat kerusakan retina daripada pasien non diabetes melitus. Jika sudah diserai dengan penyakit penyerta maka usaha untuk menyembuhkan melalui pengontrolan kadar glukosa darah dan pengobatan penyakit tersebut
(42)
kearah normal akan sulit, kerusakan yang sudah terjadi umumnya akan menetap (Waspadji, 2009).
3. Gejala dan tanda
Diabetes melitus seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes melitus. Gejala umum yang sering dirasakan penderita diabetes melitus antara lain polyuria (sering buang air kecil), polydipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang sering sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas (Bina kefarmasia dan alat kesehatan, 2005).
Pada diabetes melitus tipe 1 gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit). Pada diabetes melitus tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hamper tidak ada. Diabetes melitus tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita diabetes melitus tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hyperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf (Bina kefarmasia dan alat kesehatan, 2005).
(43)
4. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain gangguan ginjal, gangguan penglihatan, gangguan fungsi jantung, luka pada kaki (Mahendra, 2008). Kondisi kadar glukosa darah tetap tinggi akan timbul berbagai komplikasi. Komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut meliputi ketoasidosis diabetic, hyperosmolar non ketotik, dan hipoglikemia. Dan yang termasuk komplikasi kronik adalah makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati. Makroangiopati terjadi pada pembuluh darah besar (makrovaskular) seperti jantung, darah tepid an otak. Mikroangiopati terjadi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti kapiler retina mata, dan kapiler ginjal (PERKENI, 2011).
F. Landasan Teori
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang jumlahnya terus meningkat di berbagai negara di dunia termasuk di Indoneia. Kurangnya pengetahuan mengenai diabetes melitus dapat meningkatkan risiko timbulnya komplikasi. Untuk mengurang risiko timbulnya komplikasi maka perlu dilakukan pemberian pendidikan kesehatan mengenai diabetes melitus untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat yang nantinya dapat memperbaiki sikap dan tindakan dalam pengelolaan diabetes melitus. Tujuan pendidikan kesehatan bagi masyarakat pertama-tama adalah untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai diabetes melitus. Pengetahuan merupakan dasar terbentuknya sikap dan tindakan seseorang, pengetahuan tersebut akan menjadi titik tolak perubahan sikap dan gaya hidup masyarakat. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan
(44)
untuk bertindak. Apabila sikap masyarakat dapat ditingkatkan maka akan mempengaruhi tindakan masyarakat terhadap diabetes melitus. Tindakan merupakan perwujudan dari pengetahuan dan sikap yang dimiliki menjadi perbuatan nyata. Pada akhirnya yang menjadi tujuan pendidikan kesehatan adalah perubahan perilaku penyandang diabetes melitus dan meningkatkan kepatuhan yang selanjutnya akan meningkatkan kualitas hidup.
Dalam usaha untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan terdapat beberapa cara yang terbukti dapat meningkatkan 3 aspek perilaku tersebut yaitu metode ceramah, metode diskusi, metode tanya jawab dan metode CBIA. Dari metode-metode tersebut, metode yang paling efektif dalam meningkatkan 3 aspek tersebut adalah metode CBIA. Metode CBIA adalah metode edukasi yang lebih menekankan pada proses belajar mandiri yang dilakukan oleh seseorang. Berbeda dengan kegiatan edukasi atau pelatihan pada umumnya, kegiatan edukasi masyarakat dengan metode CBIA dilaksanakan dengan cara melibatkan peserta secara aktif. Metode CBIA secara signifikan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman peserta dibandingkan dengan metode ceramah dan tanya jawab (presentasi/penyuluhan).
Dengan metode CBIA, peserta dapat mengingat dengan lebih baik karena proses diskusi dilakukan secara aktif dan visual melalui pengamatan secara langsung. Metode CBIA membuat peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan dapat dicapai lebih baik karena peserta tidak hanya mendengarkan tapi juga berdiskusi mengenai suatu masalah sehingga mendapatkan solusi dari masalah yang dapat diterima. Melalui metode CBIA ini masyarakat dapat meningkatkan
(45)
pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat mengenai diabetes melitus. Pada penelitian ini dipilih ibu-ibu lansia sebagai subyek penelitian karena menurut Riskesdas pada tahun 2013, wanita memiliki faktor risiko lebih tinggi terkena diabetes melitus dibandingkan laki-laki khususnya ibu-ibu lansia.
G. Hipotesis
Terjadi peningkatan nilai secara signifikan pada posttest I dibandingkan dengan pretest dan sekurang-kurangnya terdapat satu perbedaan pada selisih nilai posttest I dengan pretest, posttest II dengan pretest, dan posttest III dengan pretest pada aspek pengetahuan, sikap dan tindakan.
(46)
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimental semu (quasi experimental) dengan rancangan penelitian time series. Penelitian eksperimen semu karena pada penelitian ini peneliti tidak melakukan randomisasi (Seniati, 2008). Rancangan penelitian dalam penelitian ini adalah pre-post intervention dimana dilakukan pengukuran pada nilai responden sebelum intervensi (pretest) dan setelah intervensi (posttest I). Pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran berulang (time series) pada nilai responden yang dilakukan setelah intervensi dalam kurun waktu tertentu yaitu posttest II dilakukan 1 bulan setelah pemberian intervensi dan posttest III dilakukan 2 bulan setelah intervensi.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah edukasi dengan metode CBIA. 2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah nilai yang diperoleh
responden dari menjawab kuesioner pada aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan mengenai diabetes melitus.
3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah informasi yang diterima responden dari instansi pendidikan baik formal maupun nonformal. 4. Variabel pengacau tidak terkendali dalam penelitian ini adalah informasi yang
(47)
C. Definisi Operasional
1. Kategori usia lansia pada penelitian ini adalah 46-65 tahun dan dibagi menjadi 2 kategori yaitu usia lansia awal (46-55 tahun) dan lansia akhir (56-65 tahun).
2. Pengetahuan merupakan tingkat pemahaman responden mengenai pengelolaan diabetes melitus yang diukur berdasarkan skor yang diperoleh dari pengisian kuesioner oleh responden. Pengetahuan dinyatakan tinggi jika nilai yang didapat responden antara 76-100%, dinyatakan sedang jika nilai yang didapat responden antara 56-75% dan dinyatakan rendah jika nilai yang didapat responden <56% (Nrusalam, 2013).
3. Sikap merupakan pandangan hidup dari responden untuk mulai menjalani hidup sehat sebagai upaya pencegahan diabetes melitus yang didasari pengetahuan. Sikap responden dinyatakan baik jika nilai yang didapat responden saat menjawab kuesioner antara 76-100%, dinyatakan cukup jika nilai yang didapat responden antara 56-75% dan dinyatakan buruk jika nilai yang didapat responden <56% (Nursalam, 2013).
4. Tindakan merupakan perwujudan dari sikap responden mengenai pengelolaan diabetes melitus yang disertai faktor pendukung lainnya antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Tindakan responden diukur berdasarkan nilai yang diperoleh dari pengisian kuesioner oleh responden. Tindakan responden dinyatakan baik jika nilai yang didapat responden antara 76-100%, tindakan responden dinyatakan cukup jika nilai yang didapat responden
(48)
antara 56-75% dan tindakan dinyatakan buruk jika nilai yang didapat responden <56% (Nursalam, 2013).
5. Tingkat pendidikan terakhir responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan terakhir yang sudah ditempuh oleh responden. Dengan demikian, responden yang berpertisipasi dalam penelitian ini minimal memiliki tinggat pendidikan Sekolah Dasar (SD).
6. Pretest dalam penelitian ini adalah pengambilan data yang dilakukan sebelum edukasi dengan metode CBIA.
7. Posttest I dalam penelitian ini adalah pengambilan data yang dilakukan segera setelah edukasi dengan metode CBIA.
8. Posttest II dalam penelitian ini adalah pengambilan data yang dilakukan 1 bulan setelah edukasi dengan metode CBIA.
9. Posttest III dalam penelitian ini adalah pengambilan data yang dilakukan 2 bulan setelah edukasi dengan metode CBIA.
10.Peningkatan pengetahuan yaitu terjadi peningkatan nilai responden pada posttest jika dibandingkan dengan pretest.
11.Peningkatam sikap yaitu terjadi peningkatan nilai responden pada posttest jika dibandingkan dengan pretest.
12.Peningkatan tindakan yaitu terjadi peningkatan nilai responden pada posttest jika dibandingkan dengan pretest.
(49)
D. Teknik Sampling
Teknik Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-random Sampling yaitu quota sampling. Pada penelitian ini peneliti terlebih dahulu menentukan jumlah responden dalam penelitian ini yaitu 30 orang. Jumlah tersebut dipilih karena untuk penelitian kuantitatif, agar hasilnya dapat dianalisa dengan statistik maka jumlah sampel yang dibutuhkan yaitu minimal 30 sampel (Nursalam, 2008). Pada pengambilan data pertama peneliti merekrut 50 orang peserta untuk mengantisipasi kemungkinan adanya resonden yang tidak memenuhi kriteria inklusi. Pada pengambilan data pertama terdapat 18 responden yang harus dieksklusi karena memiliki usia yang tidak sesuai dengan kriteria inklusi sehingga hanya 32 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Dari hasil pengambilan data pertama tersebut, besar sampel untuk pengambilan data posttest II dan posttest III selanjutnya ditentukan menjadi 32 orang.
E. Subyek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah ibu-ibu lansia penduduk Kecamatan Tegalrejo, Yogyakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah ibu-ibu berusia 46-55 tahun, bersedia mengikuti kegiatan penelitian selama periode penelitian, dan dapat membaca dan menulis. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah ibu-ibu lansia dengan rentang usia 46-65 tahun yang telah menempuh pendidikan di bidang kesehatan atau yang tergabung dalam komunitas penyandang diabetes melitus dan telah mendapatkan edukasi mengenai diabetes melitus.
(50)
F. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tegalrejo, Yogayakarta. Pemberian edukasi dengan metode CBIA dilaksanakan di Pendopo Kelurahan Kricak, Kecamatan Tegalrejo.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner yang digunakan terdiri atas 4 bagian utama.
Bagian pertama berisi pertanyaan tentang data demografi responden yang terdiri dari nama responden, umur, jenis kelamin, pekerjaan, nomor telepon, status penyandang diabetes dan pendidikan terakhir responden.
Bagian kedua memuat pernyataan untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden mengenai diabetes melitus sebanyak 15 pernyataan. Pada bagian ini menggunakan pilihan jawaban Ya dan Tidak.
Bagian ketiga memuat pernyataan untuk mengetahui sikap responden mengenai diabetes melitus. Pada bagian ini terdapat 8 pernyataan favorable dan 7 pernyataan unfavorable yang menggunakan skala likert. Responden diminta melakukan agreement dan disagreement untuk masing-masing aitem dalam kuesioner dengan skala yang terdiri dari 4 point yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).
Bagian keempat memuat pertanyataan untuk mengetahui tindakan responden mengenai diabetes melitus. Terdapat 8 pernyataan favorable dan 7 pernyataan unfavorable yang menggunakan skala likert. Responden diminta
(51)
melakukan agreement dan disagreement untuk masing-masing aitem dalam kuesioner dengan skala yang terdiri dari 4 point, Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Semua pernyataan positif (favorable) kemudian diubah nilainya dalam angka, yaitu diberi skor 4 untuk SS, skor 3 untuk S, skor 2 untuk TS, dan skor 1 untuk STS. Untuk jawaban pernyataan negatif (unfavourable) diberi skor 4 untuk STS, skor 3 untuk TS, skor 2 untuk S, dan skor 1 untuk SS. Aitem-aitem kuesioner secara terperinci dapat dilihat pada Tabel I dan II berikut:
Tabel I. Pernyataan Favorable dan Unfavorable pada Pokok Bahasan Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan pada Kuesioner Pretest
Aspek Pokok Bahasan Nomor Pernyataan
Favorable Unfavorable
Pengetahuan Pengertian 1 -
Terapi/pengobatan 14 2 dan 9
Tanda dan gejala 4 -
Komplikasi 6 dan 10 -
Diet penderita DM - 7
Olahraga - 5
Informasi DM 3 dan 8 11, 12 dan 15
Cara pemeliharan 13 -
Jumlah Pernyataan 8 7 Sikap Terapi/pengobatan 4 6 dan 5
Diet penderita DM 1 dan 2
Upaya pencegahan - 3
Olahraga 7 9
Cara pemeliharaan 8, 10, 12, 13, 14 dan 15 11
Jumlah Pernyataan 8 7 Tindakan Terapi/pengobatan 4 5
Diet penderita DM 1 dan 2
Upaya pencegahan - 3
Olahraga 8 6
Cara pemeliharaan 7, 9, 12, 13 dan 14 10 dan 11
Jumlah Pernyataan 7 7 Total Pernyataan 23 21
(52)
Tabel II. Pernyataan Favorable dan Unfavorable pada Pokok Bahasan Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan pada Kuesioner Posttest
H. Tata Cara Penelitian 1. Penentuan lokasi penelitian
Lokasi penelitian dipilih dengan mencari informasi terlebih dahulu kecamatan-kecamatan yang ada di Yogyakarta yang sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian yang mirip dengan penelitian ini. Berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti memilih Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta sebagai lokasi penelitian.
Aspek Pokok Bahasan Nomor Pernyataan
Favorable Unfavorable
Pengetahuan Pengertian 10 -
Terapi/pengobatan 7 8 dan 9
Tanda dan gejala 4 -
Komplikasi 5 dan 15 -
Diet penderita DM - 14
Olahraga - 1
Informasi DM 2 dan 13 3, 6 dan 11
Cara pemeliharan 12 -
Jumlah Pernyataan 8 7
Sikap Terapi/pengobatan 4 5 dan 6
Diet penderita DM - 1 dan 2
Upaya pencegahan - 3
Olahraga 7 9
Cara pemeliharaan 8, 10, 12, 13, 14 dan 15 11
Jumlah Pernyataan 8 7
Tindakan Terapi/pengobatan 5 4 dan 6
Diet penderita DM 1 dan 2 -
Upaya pencegahan - 3
Olahraga - 7 dan 9
Cara pemeliharaan 10, 12, 13, 14 dan 15 8 dan 11
Jumlah Pernyataan 8 7
(53)
2. Perizinan
Tahap perizinan dimulai dengan mengajukan permohonan izin dan proposal penelitian ke Pemerintah Kota Yogyakarta bagian Dinas Perizinan. Pemerintah Kota Yogyakarta memberikan izin penelitian dengan mengeluarkan surat izin penelitian nomor 070/3466. Subyek penelitian yang dilibatkan adalah masyarakat Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta, maka proses perizinan dilanjutkan ke kantor Kecamatan Tegalrejo. Responden yang terlibat dalam penelitian ini mengisi informed consent sebagai bentuk kesediaannya untuk mengikuti penelitian.
3. Penelusuran data populasi
Penelusuran data populasi dilakukan di kantor Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta. Informasi yang didapat adalah terdapat Komisi Lanjut Usia yang merupakan perkumpulan bagi penduduk lansia di Kecamatan Tegalrejo. Peneliti kemudian menghubungi pengurus Komisi Lansia untuk membantu mencari ibu-ibu lansia yang bersedia mengikuti penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
4. Pembuatan kuesioner
Pada penelitian ini peneliti menggunakan kuesioner hasil pengembangan kuesioner yang sebelumnya telah tervalidasi dan telah digunakan dalam penelitian yang mirip oleh Hartayu pada tahun 2012. Peneliti kemudian melakukan uji validitas, uji pemahaman bahasa dan uji reliabilitas terhadap kuesioner pengembangan yang digunakan yang disesuaikan dengan responden pada penelitian ini yaitu ibu-ibu lansia.
(54)
a. Uji validitas instrumen. Pada kuesioner yang sudah dikembangkan kemudian dilakukan uji validitas terhadap kuesioner tersebut. Uji validitas kuesioner pengembangan yang digunakan adalah validitas isi (Content Validity). Uji ini dilakukan untuk memastikan bahwa kuesioner yang digunakan dapat mengukur apa yang seharusnya diukur yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan responden terkait diabetes melitus (Sugiyono, 2008). Validitas isi kuesioner ini ditentukan oleh sejauh mana isi kuesioner mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep (Effendi dan Tukiran, 2012). Menurut Sugiyono (2008), untuk menguji validitas kuesioner, dapat digunakan pendapat dari ahli (professional judgment). Uji validitas pada penelitian ini melibatkan apoteker yang memahami diabetes melitus. Apoteker memberikan rekomendasi penambahan aitem kuesioner, perbaikan pada beberapa kata yang digunakan dalam kuesioner, penegasan pernyataan pada kuesioner dan penyederhanaan pernyataan pada kuesioner. Hasil pengujian validitas kuesioner yang diujikan ditampilkan pada lampiran 2-16.
Setelah pengujian dari ahli, kemudian dilakukan uji korelasi aitem total untuk mengetahui apakah aitem dalam kuesioner mampu mengukur atribut yang sama dengan atribut yang secara keseluruhan diukur dalam tes tersebut. Uji korelasi aitem total dilakukan dengan mengkorelasikan jumlah skor aitem kuesioner dengan skor total. Uji korelasi aitem total dilakukan dengan
(55)
korelasi Point-Biserial dan korelasi Pearson Product Moment. Uji korelasi Point-Biserial digunakan untuk menyeleksi aitem dengan data dikotomus (skoring 0 dan 1) sedangkan uji korelasi Pearson Product Moment digunakan pada aitem yang diberi skor kontinyu (Azwar, 2011). Hasil uji korelasi aitem total dapat dilihat pada lampiran 17. pada aitem yang memiliki nilai korelasi ≥0,20 layak dipertahankan (Supratiknya, 2014).
b. Uji pemahaman bahasa. Setelah aitem-aitem kuesioner dinyatakan layak secara konten, kemudian peneliti melakukan uji pemahaman bahasa. Uji pemahaman bahasa dilakukan pada 30 lay people yang bukan merupakan subyek dalam penelitian ini. Uji ini dilakukan dengan memberikan kuesioner pengembangan yang sudah divalidasi kepada lay people. Lay people diminta membaca setiap pernyataan dalam kuesioner untuk menyatakan apakah pernyataan tersebut dapat dimengerti atau tidak dan apakah petunjuk pengerjaan kuesioner sudah jelas atau belum. Lay people diminta memberi tanda centang pada kolom mengerti pada kuesioner jika pernyataan sudah dapat dimengerti dan memberi tanda centang pada kolom tidak mengerti jika pernyataan pada kuesioner belum jelas atau belum dapat dimengerti dan melingkari kata atau istilah yang dianggap sulit dimengerti oleh masing-masing Lay people.
Dari hasil uji pemahaman bahasa yang dilakukan oleh peneliti, didapatkan hasil bahwa terdapat beberapa aitem dalam
(56)
kuesioner yang dinilai sulit untuk dipahami. Pada aspek pengetahuan, aitem yang dinilai sulit adalah aitem nomor 2, 3, dan 7 pada kuesioner pretest dan aitem nomor 2 dan 8 pada kuesioner posttest. Pada aspek sikap, aitem yang dinilai sulit adalah aitem nomor 10 pada kuesioner pretest dan posttest. Pada aspek tindakan, aitem yang dinilai sulit adalah aitem nomor 10 pada kuesioner pretest dan posttest. Resume lengkap hasil uji pemahaman bahasa pada Lay people disajikan secara lebih lengkap pada lampiran 18.
Aitem yang dinilai sulit kemudian diperbaiki struktur kalimat dan pemilihan katanya menjadi yang lebih sederhana. Salah satu perbaikan yang dilakukan yaitu pada kalimat “Putus obat tidak dapat meningkatkan kadar gula darah”istilah “putus obat” diganti menjadi “Tidak mengkonsumsi obat DM”. Setelah aitem-aitem dalam kuesioner diperbaiki, kuesioner di kembalikan lagi pada responden. Pada pengujian pemahaman bahasa yang kedua tidak ditemukan respon negatif sehingga semua aitem pada kuesioner dapat dilanjutkan ke tahap uji reliabilitas.
c. Uji reliabilitas instrumen. Kuesioner yang reliabel adalah kuesioner yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2008). Pada penelitian ini, uji reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach dengan taraf kepercayaan 95%. Uji ini dilakukan pada 30 orang ibu-ibu lansia di RT 07 Kepuh Sari Sleman Yogyakarta dan di Gereja
(57)
Kristen Indonesia Gajayan Yogyakarta. Kuesioner dinyatakan reliabel jika sudah memberikan nilai koefisien Cronbach Alpha > 0,60 (Budiman dan Riyanto, 2013).
Tabel III. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner
Variabel Nilai α Pengetahuan
Pretest 0.67
Posttest 0.70
Sikap
Pretest 0.60
Posttest 0.65
Tindakan
Pretest 0.68
Posttest 0.68
5. Pelaksanaan intervensi
Pada penelitian ini waktu yang digunakan untuk kegiatan adalah selama tiga jam. Kegiatan CBIA diawali dengan penjelasan dari moderator mengenai maksud dan tujuan dari kegiatan ini yaitu untuk memberikan informasi mengenai diabetes melitus dan diharapkan responden mendapat pengetahuan yang lebih baik mengenai diabetes melitus. Selain itu moderator juga menjelaskan bagaimana jalannya diskusi dan aturan yang harus dipatuhi peserta CBIA. Setelah moderator membuka kegiatan, peserta dibagi menjadi 7 kelompok yang berisi masing-masing 8-5 orang dengan 1 fasilitator di masing-masing-masing-masing kelompok yang bertugas untuk menstimulasi jalannya diskusi namun tidak menjawab pertanyaan dari peserta diskusi. Setelah kelompok terbentuk kemudian masing-masing kelompok memilih ketua kelompok untuk memimpin kegiatan di kelompok kecil. Sebelum kegiatan dilakukan masing-masing peserta diminta untuk mengisi kuesioner
(58)
pretest. Setelah kuesioner sudah terkumpul, masing-masing peserta dibagikan satu set booklet yang berisi informasi-informasi mengenai diabetes melitus.
a. Kegiatan 1. Setelah masing-masing peserta mendapatkan booklet kemudian dilakukan kegiatan 1. Dalam kegiatan 1 ini peserta memilih urutan topik yang akan didiskusikan dan membaca informasi yang ada di dalam booklet. Kelompok kecil kemudian mendiskuskan permasalahan dan hasil-hasil temuan dari booklet yang tersedia. Pada saat pelaksanaan CBIA terdapat beberapa kendala yang ditemukan, salah satunya yaitu waktu yang diberikan kepada peserta untuk membaca booklet sehingga responden tidak dapat membaca semua isi booklet. Kurangnya waktu tersebut membuat jalannya diskusi pada beberapa kelompok kecil menjadi kurang hidup/aktif karena terdapat peserta yang masih membaca booklet. Proses diskusi juga sedikit terganggu karena tempat dilaksanakannya CBIA yang kurang luas membuat jarak tempat duduk antar kelompok terlalu berdekatan. Hal tersebut membuat beberapa peserta kurang fokus pada diskusi kelompoknya karena terganggu oleh suara diskusi dari kelompok didekatnya.
b. Kegiatan 2. Pada tahap ini peserta mengumpulkan informasi yang diperlukan sebagai dasar untuk melakukan penatalaksanaan mandiri.
c. Kegiatan 3. Pada kegiatan 3 ini masing-masing ketua kelompok menyampaikan hasil diskusi yang didapat dimasing-masing
(59)
kelompoknya dan menanyakan pertanyaan atau masalah yang belum terjawab. Narasumber dalam kegiatan ini kemudian menanggapi dan menjawab pertanyaan yang diajukan dengan menjelaskan secara jelas. Karena waktu yang sangat terbatas maka tanya jawab dengan narasumber dilakukan dengan cepat, namun semua pertanyaan dari peserta dapat terjawab meskipun dilakukan dengan cepat. Setelah tanya jawab dilakukan seharusnya setiap peserta mengisi “Catatan Kegiatan Sehari-hari Diabetisi” sesuai dengan kondisi masing-masing, namun pada pelaksanaannya tahap ini tidak dilakukan. Hal ini karena waktu yang sudah habis. Waktu yang digunakan sudah melebihi waktu yang tertera dalam undangan yang diberikan ke peserta CBIA, sehingga peneliti kemudian memutuskan untuk tidak melakukan tahap ini untuk menghormati peserta.
Kegiatan ditutup dengan rangkuman dari narasumber dengan mengulas kembali hasil diskusi yang penting dan menyampaikan pesan untuk memperkuat efek dari CBIA. Setelah kegiatan ditutup, peserta diminta untuk mengisi kuesioner posttest I.
6. Posttest setelah kegiatan CBIA
Setelah dilakukan edukasi dengan metode CBIA dilakukan pengambilan data posttest II dan posttest III. Posttest II dilakukan 1 bulan setelah pelaksanaan kegiatan CBIA. Pengambilan posttest III dilakukan 2 bulan setelah kegiatan CBIA. Pengambilan data posttest II dan posttest III dilakukan untuk melihat
(60)
seberapa lama informasi yang didapat dari kegiatan CBIA dapat diingat oleh responden.
7. Pengelohan data
a. Manajemen Data. Untuk menjamin keakuratan data, dilakukan beberapa kegiatan proses manajemen data yaitu:
1) Editing. Melakukan pemeriksaan kelengkapan jawaban dari kuesioner hasil penelitian. Juga dilakukan pemilihan kuesioner yang memenuhi kriteria inklusi sampel untuk digunakan dalam pengolahan data selanjutnya. Dari 50 kuesioner yang telah diisi oleh responden terdapat 32 kuesioner yang memenuhi kritesi inklusi yang digunakan sebagai sampel penelitian. Sebanyak 18 dikeluarkan (drop out) karena tidak memenuhi kriteri inklusi. 2) Scoring. Pemberian skor dilakukan dengan cara memberikan skor
pada tiap aitem pernyataan pada tiap variabel tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan. Pada bagian pengetahuan dilakukan dengan cara diberikan skor pada tiap aitem pernyataan yaitu pada responden yang menjawab benar maka diberikan skor satu (1) dan jika responden menjawab salah akan diberikan skor nol (0). Skor maksimal pada bagian pengetahuan adalah 15 dan skor minimal adalah 0 untuk pretest dan posttest. Skor pada bagian sikap dibagi menjadi dua yaitu untuk jawaban pernyataan positif (favorable) diberi skor SS=4, S=3, TS=2, STS=1, dan skor untuk jawaban pernyataan negatif (unfavorable) diberi skor SS=1, S=2, TS=3,
(61)
STS=4. Kisaran skor untuk bagian sikap adalah 15-60 untuk pretest dan posttest. Skor pada bagian tindakan juga dibagi menjadi dua yaitu untuk jawaban pernyataan positif (favorable) diberi skor SS=4, S=3, TS=2, STS=1, dan skor untuk jawaban pernyataan negatif (unfavorable) adalah SS=1, S=2, TS=3, STS=4. Kisaran skor untuk pernyataan tindakan adalah 15-60 untuk pretest dan 14-56 untuk posttest.
Setelah diberi skor, kemudian dihitung skor total dari masing-masing responden. Setelah didapatkan skor total dari masing-masing responden, skor tersebut kemudian dikonversikan ke dalam bentuk persen sehingga didapatkan nilai masing-masing responden. Dari nilai tersebut, masing-masing responden dikategorikan ke kategori tinggi/baik, sedang/cukup, atau rendah/buruk.
Pada bagian pengetahuan, pengetahuan responden dikategorikan tinggi apabila nilai responden antara 76-100%, dikategorikan sedang apabila nilai responden antara 56-75%, dan dikategorikan rendah apabila nilai responden <56% (Nursalam, 2013). Pada bagian sikap, responden dikategorikan baik apabila nilai responden antara 76-100%, dikategorikan cukup apabila nilai responden antara 56-75%, dan dikategorikan buruk apabila nilai responden <56% (Nursalam, 2013). Pada bagian tindakan, responden dikategorikan baik apabila nilai responden antara
(62)
76-100%, dikategorikan cukup apabila nilai responden antara 56-75%, dan dikategorikan buruk apabila nilai responden <56% (Nursalam, 2013).
Setelah pada masing-masing kuesioner pengetahuan, sikap dan tindakan dinilai kemudian dihitung jumlah responden yang masuk kategori tinggi/baik, sedang/cukup dan rendah/buruk untuk setiap aspek. Data nilai masing-masing responden kemudian dimasukkan ke dalam program komputer excel dan Microsoft word dan selanjutnya dilakukan analisis statistik.
3) Cleaning. Data yang sudah dimasukkan ke program komputer excel dan Microsoft word dicek atau diperiksa kembali kebenarannya. b. Analisis data.
1) Uji normalitas data. Analisis data yang digunakan untuk melihat normalitas data adalah dengan program R menggunakan uji Shapiro-wilk karena data sampel pada penelitian ini kecil (kurang dari 50). Data dengan p-value lebih dari 0,05 (p>0,05) dinyatakan terdistribusi normal dan data yang memiliki p-value kurang dari 0,05 (p<0,05) dinyatakan tidak terdistribusi normal (Umar, 2010).
(63)
Tabel IV. Hasil Uji Normalitas Data Pretest dan Posttest
Aspek p-value Keterang
an
pengetahuan Pretest 0,25 Normal
PosttestI 0,35 Normal
sikap Pretest 0,72 Normal
PosttestI 0,18 Normal
Tindakan Pretest 0,28 Normal
PosttestI 0,06 Normal
Pengetahuan Selisih posttestI –pretest 0,16 Normal Selisih posttestII - pretest 0,08 Normal Selisih posttestIII - pretest 0,12 Normal Sikap Selisih posttestI - pretest 0,04 Tidak
normal Selisih posttestII - pretest 0,36 Normal Selisih posttestIII - pretest 0,03 Tidak
normal Tindakan Selisih posttest I - pretest 0,63 Normal
Selisih posttestII - pretest 0,15 Normal Selisih posttest III - pretest 0,30 Normal
2) Uji hipotesis. Hipotesis pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut :
1. Hipotesis utama a. Pengetahuan
H0 : µ1 ≤ µ2
Hi : µ1 > µ2
b. Sikap H0 : µ1 ≤ µ2
Hi : µ1 > µ2
c. Tindakan H0 : µ1 ≤ µ2
Hi : µ1 > µ2
Keterangan :
µ1 : nilai responden pada pengukuran pretest
(1)
Hasil uji normalitas nilai responden aspek pengetahuan
(2)
hasil uji normalitas nilai responden aspek tindakan
Hasil uji normalitas selisih nilai posttest dengan pretest responden pada aspek pengetahuan
(3)
Hasil uji normalitas selisih nilai posttest dengan pretest responden pada aspek sikap
Hasil uji normalitas selisih nilai posttest dengan pretest responden pada aspek tindakan
(4)
Hasil uji wilcoxon aspek pengetahuan
Hasil uji wilcoxon aspek sikap
Hasil uji wilcoxon aspek tindakan
(5)
Hasil uji Friedman aspek sikap
(6)
BIOGRAFI PENULIS
Rigel Norawedi Pinaring, dilahirkan di Negara pada tanggal 5 Maret 1993, merupakan putri bungsu dari lima bersaudara dari pasangan Sumber Yono dan Ngadiyem. Penulis menempuh pendidikan di TK Nurul Huda Melaya (1998-1999), SD Negeri 4 Melaya (1999-2005), SMP Negeri 1 Melaya (2005-2008), SMA Negeri 1 Melaya (2008-2011) dan saat ini sedang melanjutkan jenjang perguruan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta. Selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi, penulis terlibat dalam beberapa kegiatan kepanitiaan yaitu sebagai seksi acara dalam acara Pelepasan Wisuda tahun 2012, sebagai seksi acara pada acara Pengambilan Sumpah/Janji Apoteker Angkatan XXV pada tahun 2013, seksi acara pada acara Pengucapan Lafal Sumpah Apoteker Baru Angkatan XXVI pada tahun 2014 dan sebagai seksi Dana dan Usaha dalam acaraDesa Mitra pada tahun 2013. Beberapa seminar dan pelatihan yang pernah penulis ikuti adalah Seminar Nasional Diabetes Melitus pada tahun 2011, Seminar Nasional Hepatitis pada tahun 2012, dan Pelatihan Pengambangan Kepribadian Mahasiswa pada tahun 2012.