1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan hasil survei dari Programme for International Study Assessment
PISA 2012 menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan peringkat terendah dalam pencapaian mutu pendidikan. Pemeringkatan
tersebut dapat dilihat dari skor yang dicapai pelajar usia 15 tahun dalam kemampuan membaca, matematika, dan sains Toyudo, 2013. Menurut
UNESCO dalam Dellasera 2013, pada tahun 2012 melaporkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 120 berdasarkan penilaian Education
Development Index EDI atau Indeks Pembangunan Pendidikan. Sementara
itu The United Nations Development Programme UNDP tahun 2011 juga telah melaporkan Indeks Pembangunan Manusia IPM atau Human
Development Index HDI Indonesia mengalami penurunan dari peringkat 108
pada 2010 menjadi peringkat 124 pada tahun 2012 dari 180 negara. Dan pada 14 Maret 2013 dilaporkan naik tiga peringkat menjadi urutan ke-121 dari 185
negara Dellasera, 2013. Kondisi pendidikan tidak dapat direka-reka dan diterka dengan suatu perkiraan. Pembangunan sektor pendidikan harus melalui
mekanisme yang jelas, karena kondisi pendidikan penuh dengan carut marut, kusut masai, ibarat benang kusut, buah simalakama, ada lagi dikatakan
pendidikan rusak- rusakan Isjoni, 2006: 30.
2
Proses pembelajaran yang terjadi selama ini masih kurang berfokus pada keaktifan siswa. Masih banyak guru yang menggunakan metode ceramah
dalam melaksanakan proses pembelajaran di dalam kelas. Yang terjadi adalah tidak adanya interaksi aktif antara guru dengan peserta didik. Pembelajaran
adalah proses transfer ilmu dua arah, antara guru sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi. Ada dua pihak yang harus bekerja
sama apabila proses pembelajaran ingin berhasil. Apabila kerjasama ini tidak berjalan dengan mulus, proses pembelajaran yang dijalankan gagal Chatib,
2009: 135. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, proses pembelajaran disusun dan dikembangkan oleh tingkat satuan pendidikan
masing- masing atau dalam hal ini adalah sekolah masing- masing Muslich, 2007: 17. Dari pengembangan itu proses evaluasi yang ditekankan adalah
aspek pengetahuan yang sifatnya hafalan. Adalah kurang bijaksana bila pembelajaran yang menekankan proses siswa aktif, evaluasi yang dipilih
hanya menekankan aspek pengetahuan hafalan. Merencanakan dan merancang bentuk evaluasi dari pembelajaran siswa aktif yang konstruktivis
harus memberi ruang yang cukup bagi evaluasi terhadap proses belajar selain hasil belajar siswa Suparno dkk, 2002: 52.
Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan peralihan kurikulum terdahulu yaitu Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan menuju Kurikulum 2013. Perubahan ini merupakan hal wajar karena perkembangan jaman menuntut output pendidikan dengan standar yang
semakin tinggi. Kurikulum senantiasa berubah sesuai kebutuhan melalui
3
serangkaian evaluasi yang mendalam dan menyeluruh. Kurikulum sebagai instrumental input dalam mencapai tujuan pendidikan nasional dikembangkan
secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat Hidayat, 2013: 2. Kurikulum akan memuat rencana, tujuan, isi,
bahan ajar, serta cara dalam penyelenggaraan kegiatan. Melalui unsur-unsur itulah tujuan pendidikan akan dicapai. Kurikulum ini dikembangkan berdasar
kebutuhan jaman mengikuti tujuan pendidikan yang dicanangkan. Oleh karenanya, kurikulum akan senantiasa diganti menurut kebutuhan dan
kepentingan berdasar pada evaluasi yang menyeluruh terhadap pelaksanaan kurikulum sebelumnya. Implementasi Kurikulum 2013 diharapkan dapat
menghasilkan insan yang produktif, kreatif, dan inovatif. Hal ini
dimungkinkan karena kurikulum ini berbasis karakter dan kompetensi, yang secara konseptual memiliki beberapa keunggulan Mulyasa, 2013: 163.
Implementasi Kurikulum 2013 telah dilaksanakan pula di Kabupaten Gunungkidul untuk jenjang Sekolah Menengah Atas yang meliputi 4 Sekolah
Menengah Atas Negeri. Angka partisipasi sekolah di Kabupaten Gunungkidul untuk jenjang SLTA usia 16-19 tahun pada tahun 20122013 hanya sejumlah
17.020 dari 32.296 penduduk usia 16-19 tahun, atau setara dengan 57,25, sementara angka putus sekolah di kabupaten Gunungkidul untuk tingkat SMA
dan MA usia 16-18 tahun pada tahun 20122013 mencapai 0,84 atau 84. Namun, angka lulusan di kabupaten Gunungkidul untuk tingkat SMA dan MA
pada tahun 20122013 mencapai 99,76 atau yang tertinggi di Provinsi DIY bappeda.jogjaprov.go.id.
4
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Hubungan Persepsi Siswa Terhadap Implementasi
Pendekatan Scientific dengan Motivasi Belajar dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Ekonomi”.
B. Pembatasan Masalah