Sistem PengelolaanObat JKN di RSPR

45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Sistem PengelolaanObat JKN di RSPR

Jumlah kunjungan pasien JKN di RSPR terus mengalami peningkatan. Data jumlah kunjungan total rawat jalan dan rawat inap pasien JKN pada Januari 2014 adalah 1.499 pasien, terus meningkat menjadi 8.555 pasien pada Maret 2015 atau sekitar 571. Untuk pasien rawat jalan, pasien JKN sebanyak 7 dari total pasien pada triwulan pertama 2014 menjadi 29 pada triwulan pertama 2015. Sementara pada rawat inap, pasien JKN pada triwulan pertama 2014 sebanyak 18 menjadi 43 dari jumlah total pasien rawat inap pada triwulan pertama 2015. Jumlah kunjungan total rawat jalan dan rawat inap meningkat dari 8 pada triwulan pertama 2014 menjadi 30 dari jumlah total pasien pada triwulan pertama 2015. Sejak 1 Januari 2014 RSPR beralih dari penyedia layanan ASKES menjadi penyedia layanan JKN. Obat-obatan yang tersedia awalnya mengikuti formularium yang berlaku untuk ASKES sampai obat-obat ASKES di RSPR habis. Kemudian pengadaan obat JKN mengikuti ketentuan dalam Formularium Nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 328MENKESSKVIII2013 Tentang Formularium Nasional. Di RSPR, sampai denganJuni 2015 terdapat 347 item obat JKN. Sebanyak 25 dari obat JKN tersebut adalah obat generik, dan 75 adalah obat paten. Komposisi ini dapat berubah-ubah sesuai dengan obat sejenis apa yang bisa 46 didapatkan. Saat obat generik berhasil tidak didapatkan, dimungkinkan untuk memesan obat paten yang diperuntukkan untuk JKN. Misalnya untuk sediaan candesartan tablet, ketika obat generik tidak didapatkan karena ada kekosongan, pemesanan dapat dialihkan ke Blopress tablet yang diperuntukkan bagi pasien JKN. Menurut efek farmakologinya berdasarkan formularium nasional, lima urutan terbanyak dari jenis obat JKN di RSPR adalah 19 adalah golongan obat antineoplastik dan imunosupresan, 19 golongan obat kardiovaskuler, 10 golongan obat hormon, endokrin dan kontrasepsi, 9 golongan antiinfeksi, 7 golongan larutan elektrolit dan nutrisi. Selebihnya sebanyak 36 terdiri dari golongan analgesik, obat saluran napas, obat saluran cerna, obat yang mempengaruhi darah, psikofarmaka, obat untuk mata, anestetik, obat diuretik dan hipertrofi prostat, antiepilepsi antikonvulsi, vitamin mineral, dan lain-lain. Perencanaan, persediaan, dan pengadaan obat-obatan JKN menjadi wewenang unit logistik pergudangan farmasi. Unit logistik bertanggung jawab dalam pengelolaan sediaan farmasi, sehingga didapatkan sediaan farmasi yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau. Idealnya pengelolaan sediaan farmasi dilaksanakan melalui sistem satu pintu Depkes RI, 2014a. Unit logistik RSPR merupakan unit yang berdiri sendiri di bawah direktur keuangan dan logistik, terpisah dari instalasi farmasi. Keadaan ini kurang ideal, dimana keadaan yang terpisah antara logistik dan instalasi farmasi menyebabkan kurangnya pengelolaan obat secara terpadu. Masing-masing unit logistik dan farmasi tidak dapat 47 mengetahui secara pasti kebutuhan dan permasalahan yang terjadi dan kesulitan untuk mencari solusinya. Kegiatan pengelolaan sediaan farmasi yang dilakukan unit logistik meliputi pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, administrasi Depkes RI, 2014a. Salah satu bagian dari proses pengadaan obat, yaitu proses pemesanan, dilakukan menurut Standar Prosedur Operasional SPO pelayanan obat untuk instalasi farmasi. Termasuk pemesanan obat-obat JKN dilakukan menurut SPO tersebut. Metode yang digunakan untuk sistem perencanaan persediaan dan pengadaan obat-obat JKN di RSPR adalah metode konsumsi dan kebutuhan rumah sakit. Analisis ABC –VEN sangat penting dilakukan untuk identifikasi dan analisis kontrol biaya manajemen persediaan Quick et al, 2012. Namun sampai saat ini RSPR belum melakukan analisis Pareto atau analisis ABC-VEN dalam perencanaan pengadaan dan belum pernah diadakan pemetaan obat dalam golongan vital, esensial, dan non esensial. Perencanaan kebutuhan hanya dilakukan melalui analisis sederhana, yaitu menghitung pengeluaran obat bulanan instalasi farmasi dan disesuaikan dengan stok minimal obat yang ditentukan berdasarkan pengalaman para petugas. Sementara perencanaan yang ideal dilakukan dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi konsumsi dan epidemiologi. Perencanaan juga harus mencakup pertimbangan mengenai anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, 48 sisa persediaan, data pemakaian periode sebelumnya, waktu tunggu pemesanan, dan rencana pengembangan Depkes RI, 2014a. Pemesanan obat JKN di RSPR juga belum dapat menggunakan E- Catalogue , maka hal lain yang dipertimbangkan dalam perencanaan pengadaan adalah lamanya pengajuan obat JKN. Pada umumnya obat JKN dapat dipesan secara manual melalui Pedagang Besar Farmasi PBF yang menyediakan obat JKN dengan cara yang sama seperti pemesanan obat reguler. Tetapi ada juga obat- obatan yang proses pemesanannya harus menunggu persetujuan dari principle sehingga waktu pemesanan dapat mencapai satu minggu bahkan satu bulan. Dengan demikian waktu pemesanan tiap obat dapat berbeda satu dengan yang lain. Jumlah pesanan obat tanpa pengajuan dihitung dengan mempertimbangkan lead time pemesanan. Pertimbangan lain dalam proses pemesanan adalah jenis obat, apakah obat tersebut merupakan obat yang vital atau bersifat life saving. Proses perencanaan pengadaan obat JKN ini dilakukan untuk melaksanakan kendali biaya agar pelayanan kefarmasian sesuai dengan kebutuhan PP RI, 2009. Kegiatan pengadaan obat JKN didahului dengan proses pemilihan dan perencanaan Depkes RI, 2014a. Unit logistik bekerja sama dengan instalasi farmasi membuat Rencana Kebutuhan Obat RKO untuk obat-obatan JKN yang dikirimkan ke Dinas Kesehatan. RKO ini menjadi dasar kebutuhan rumah sakit untuk obat-obatan JKN dalam E-Catalogue untuk RSPR. Jenis obat yang akan dipesan ditentukan oleh kebutuhan instalasi. Jumlah pemesanan dilakukan oleh staf gudang farmasi ketika sudah pada jumlah stok minimal. Pemesanan dilakukan 49 oleh staf pembelian dengan persetujuan dari kepala seksi pergudangan farmasi atau kepala bidang logistik. Pengendalian persediaan obat JKN dilakukan oleh unit logistik. Pengendalian ini dilakukan untuk mempertahankan jumlah persediaan dengan mengendalikan arus barang yang masuk melalui sistem pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran untuk memastikan kecukupan, tidak terjadi kelebihan dan kekurangan atau kekosongan, kerusakan, kadaluarsa, kehilangan, serta pengembalian obat Mashuda, 2011. Untuk melaksanakan pengendalian terhadap kerusakan obat dan kadaluarsa, terdapat petugas untuk memantau obat macet atau obat kadaluarsa. Unit logistik juga bekerja sama dengan instalasi farmasi untuk memantau obat-obat JKN yang berhenti di jumlah stok tertentu atau tidak ada mutasi sama sekali selama tiga bulan. Untuk obat-obat tersebut selanjutnya akan diadakan evaluasi, apakah akan dihentikan dari persediaannya, atau apakah perlu tidak disediakan sama sekali. Logistik RSPR belum melakukan analisis ABC padahal hal ini penting untuk membuat keputusan dalam evaluasi dengan mengidentifikasi obat mana yang moving-nya kecil atau tidak sama sekali Quick et al , 2012. Penghitungan stok di unit logistik maupun di instalasi farmasi RSPR dilakukan satu tahun sekali. Idealnya penghitungan stok dilakukan sesuai dengan masing-masing kategori obat. Penghitungan stok kategori A dilakukan tiga atau empat kali setahun, kelompok B dua kali setahun, dan kelompok C sekali setahun Quick et al, 2012. Dengan demikian perlu dilakukan pemetaan pengelompokan 50 obat dan kemudian secara rutin melakukan penghitungan stok sesuai dengan kategorinya. Proses perencanaan dan pengadaan obat JKN di RSPR mengalami banyak kendala. Kendala yang utama adalah karena RSPR belum mendapat login untuk dapat melakukan pemesanan dalam E-Catalogue secara on-line sehingga proses pemesanan dilakukan secara manual. Hal ini menyebabkan waktu pemesanan menjadi lebih lama, terutama untuk obat-obat yang memerlukan pengajuan oleh principle . Tidak semua Pedagang Besar Farmasi PBF melayani pemesanan obat JKN secara manual. Kendala lainnya ialah sering kosongnya persediaan obat E- Catalogue yang mempengaruhi stok obat JKN. Kekosongan ini terjadi karena obat-obat E-Catalogue habis dipesan oleh rumah sakit yang telah melakukan pemesanan secara on-line. Sementara itu metode yang digunakan oleh logistik dalam perencanaan masih menggunakan metode konsumsi dan belum dilakukan analisis dan peramalan kebutuhan obat sehingga sulit untuk memperkirakan jumlah pemesanan obatuntuk tender seperti yang telah ditetapkan dalam pemesanan obat melalui E-Catalogue. Untuk perencanaan pemesanan dengan sistem tender diperlukan analisis ABC-VEN Quick et al, 2012 sehingga dapat memperkirakan kebutuhan dengan tepat untuk jangka waktu yang relatif panjang. Selama ini bagian logistik RSPR menangani kendala kekosongan obat JKN sesuai dengan SPO penanganan obat kosong. Langkah pertama yang dilakukan untuk mencari pengganti obat JKN adalah mencari sediaan ASKES, jika masih ada PBF yang menyediakan. Langkah kedua adalah mencari sediaan generiknya atau sediaan generik reguler. Namun, untuk penggantian obat JKN, 51 dipertimbangkan juga faktor harga karena proses klaim BPJS berdasarkan paket INA-CBGs. Jika ada beberapa pilihan, dibuat rangking harga, mulai dari sediaan ASKES, sediaan generik, sediaan paten dalam formularium rumah sakit, dan sediaan paten di luar formularium. Kemudian dipilih obat dengan harga yang paling rendah dengan tetap memperhatikan kualitas obat. Jika pilihan jatuh pada sediaan di luar formularium, maka dilakukan pengajuan pengadaan kepada direksi. Hal ini juga dilakukan sebagai upaya kendali biaya dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan kebutuhan dan harga yang sesuai PP RI, 2009, serta dalam upaya m enjamin ketersediaan obat yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau Depkes RI, 2014a.

B. Peramalan kebutuhan obat JKN kelompok A indeks kritis untuk Juli