vi dari segi pengembangan wilayah dapat memacu pengembangan wilayah
Kabupaten Simalungun secara keseluruhan dan wilayah-wilayah yang berada disekitarnya.
Berdasarkan Data dari Dinas Perkebunan Kabupaten Simalungun Tahun 2010, luas lahan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Simalungun Tahun 2005
– 2009 seluas 108.399,66 Ha yang terdiri dari perkebunan rakyat 27.154,50 Ha, perkebunan Negara 70.098,34 Ha, perkebunan besar asing 10.089,89 Ha dan
perkebunan swasta nasional 1.056,93 Ha. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu dilakukan penelitian dengan
judul “Kajian Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei Terhadap
Pengembangan Wilayah di Kecamatan Bosar Maligas Kabupaten Simalungun ”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana peranan Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei terhadap
penyerapan tenaga kerja di Kecamatan Bosar Maligas ? 2.
Bagaimana peranan Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei terhadap perkembangan Tempat-tempat usaha di Kecamatan Bosar Maligas ?
3. Bagaimana peranan Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei terhadap
pendapatan masyarakat di Kecamatan Bosar Maligas ?
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengkaji peranan Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei terhadap
penyerapan tenaga kerja di Kecamatan Bosar Maligas. 2.
Mengkaji peranan Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei terhadap perkembangan Tempat-tempat usaha di Kecamatan Bosar Maligas.
3. Mengkaji peranan Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei terhadap
pendapatan masyarakat di Kecamatan Bosar Maligas.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk : 1.
Ilmu pengetahuan yaitu menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang pembangunan kawasan industri terhadap pengembangan wilayah penyerapan
tenaga kerja, perkembangan Tempat-tempat usaha dan pendapatan masyarakat.
2. Masukan untuk mengetahui peranan pembangunan kawasan industri
terhadap pengembangan wilayah penyerapan tenaga kerja, perkembangan Tempat-tempat usaha dan pendapatan masyarakat.
3. Pemerintah yaitu sebagai masukan dalam mengambil keputusan di masa
depan tentang sejauh mana peranan pembangunan kawasan industri terhadap pengembangan wilayah penyerapan tenaga kerja, perkembangan Tempat-
tempat usaha dan pendapatan masyarakat. 4.
Peneliti yaitu sebagai informasi awal terhadap penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengembangan Wilayah
Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah, meningkatkan, memperbaiki atau memperluas Sirojuzilam dan Mahalli, 2010.
Wilayah adalah kumpulan daerah berhamparan sebagai satu kesatuan geografis dalam bentuk dan ukurannya. Wilayah memiliki sumber daya alam dan sumber
daya manusia serta posisi geografis yang dapat diolah dan dimanfaatkan secara efien dan efektif melalui perencanaan yang komprehensif Miraza, 2005.
Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu menampung
lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata membaik, disamping menunjukkan lebih banyak saranadan prasarana, barang
dan jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya Sirojuzilam dan
Mahalli, 2011. Pengembangan wilayah yaitu setiap tindakan pemerintah yang akan
dilakukan bersama-sama dengan para pelakunya dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan bagi wilayah itu sendiri maupun bagi kesatuan
administratif dimana itu menjadi bagiannya, dalam hal ini Negara Kesatuan Republik Indonesia Mulyanto, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Riyadi 2000 mengemukakan beberapa pemikiran yang dapat dikembangkan untuk strategi pengembangan wilayah di masa mendatang, antara
lain adalah : a.
Alokasi sumber daya yang lebih seimbang Berbagai deregulasi di sektor riil dan moneter telah dilakukan Pemerintah
dalam rangka efisiensi di segala bidang. Namun dari berbagai studi yang dilakukan ternyata upaya tersebut masih cenderung menguntungkan Jawa dan
kawasan-kawasan cepat berkembang lainnya. Seperti misalnya penambahan infrastruktur besar-besaran dan pengembangan pertanian di wilayah padat
penduduk seperti Jawa telah menarik investasi modal swasta, serta terjadinya peningkatan kemampuan teknologi dan manajemen hanya di kawasan-
kawasan tersebut. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah telah membuka
kewenangan yang semakin besar bagi pemerintah daerah dalam merencanakan dan menggunakan sumber-sumber keuangannya. Untuk itu,
perlu dilakukan reformasi fiskal yang mendukung alokasi sumber daya yang lebih baik terutama ke kawasan-kawasan yang belum berkembang, termasuk
diantaranya reformasi di bidang perpajakan. Deregulasi sektor riil juga perlu memperhatikan perkembangan kemampuan daerah.
b. Peningkatan sumber daya manusia di daerah
Pengembangan selama ini telah menurunkan angka buta huruf, meningkatkan taraf pendidikan dan kesehatan masyarakat di daerah. Namun demikian,
kualitas manusia di kawasan-kawasan tertinggal umumnya masih di bawah rata-rata kualitas nasional. Untuk itu, pendekatan pembangunan sektoral yang
Universitas Sumatera Utara
telah meningkatkan standar kualitas manusia Indonesia sampai pada taraf tertentu, pada masa mendatang perlu diikuti oleh pendekatan pembangunan
yang lebih memperhatikan kondisi dan aspirasi wilayah, bukan oleh pendekatan yang bersifat uniform. Strategi pembangunan manusia di masa
mendatang harus mampu mengidentifikasikan jenis pendidikan dan pelatihan yang dapat menempatkan tenaga kerja dan lulusan terdidik dalam pasar
peluang kerja yang senantiasa menuntut adanya peningkatan keahlian. c.
Pengembangan kelembagaan dan aparat daerah Struktur kelembagaan dan aparat pemerintah daerah selama ini
mencerminkan sistem pemerintah berjenjang. Walaupun Provinsi dan Kabupaten juga berfungsi sebagai daerah otonom, yang mempunyai
kewenangan dalam mengatur daerahnya sendiri, namun dalam berbagai implementasi pelaksanaan pembangunan selama ini daerah lebih kepada
“menunggu” petunjuk dari Pusat. Proses pengambilan keputusan yang demikian, kemudian berkembang menjadikan aparat daerah lebih melayani
Pusat daripada melayani masyarakat daerahnya. Dalam era demokratisasi yang semakin berkembang seperti sekarang ini, yang di tunjang oleh berbagai
peraturan perundang-undangan mengenai desentralisasi yang lebih lengkap, pemerintah daerah di tuntut untuk lebih mampu melaksanakan kewenangan
yang semakin besar dalam menata pembangunan daerahnya. Semakin lengkapnya perangkap peraturan dan perundang-undangan mengenai
penataan ruang di setiap Provinsi dan KabupatenKota dapat menjadi acuan aparat daerah dalam untuk mengelola berbagai unsur ruang seperti : sumber
Universitas Sumatera Utara
daya alam, manusia dan buatan secara optimal, serta mengembangkan konsep pembangunan yang berkelanjutan.
d. Pelayanan masyarakat yang efisien
Untuk kepentingan stabilitas ekonomi dan politik selama ini pemerintah memegang kendali yang lebih besar terhadap sumber-sumber penerimaan dan
berbagai kebijaksanaan pelayanan masyarakat. Hal ini dilakukan mengingat kebutuhan dasar masih sangat kurang, resiko investasi masih sangat besar,
dan tingkat pendidikan rata-rata manusia di daerah masih rendah. Dengan semakin meningkatnya kemampuan kelembagaan dan kualitas aparat di
daerah, sudah masanya sekarang untuk memperbesar kewenangan daerah dalam menata pembangunan di daerah. Keterlibatan pihak swasta sebagai
mitra kerja sekaligus sebagai pelaku pembangunan perlu di perbesar, sejalan dengan kewenangan daerah yang semakin besar dalam merencanakan dan
melaksanakan pembangunan daerahnya. Hal ini ditujukan agar pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif.
Menurut Budiharsono 2005 pengembangan wilayah setidak-tidaknya perlu di topang oleh enam pilaraspek, yaitu : aspek biogeofisik, aspek ekonomi,
aspek sosial, aspek kelembagaan, aspek lokasi dan aspek lingkungan. Diagram dari ke enam pilar tersebut terlihat pada gambar 2.1. berikut ini. Melalui diagram
ini, dapat dilakukan analisis dari berbagai aspek berkaitan dengan pengembangan wilayah.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Enam Pilar Pengembangan Wilayah Aspek ekonomi meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi di dalam dan di
sekitar wilayah. Aspek sosial meliputi budaya, politik, pertahanan dan keamanan hankam yang merupakan pembinaan kualitas sumber daya manusia. Aspek
kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang ada di dalam pengelolaan suatu wilayah apakah kondusif atau tidak. Kelembagaan juga meliputi peraturan
perundang-undangan yang berlaku baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, serta lembaga-lembaga sosial dan ekonomi yang ada di
wilayah tersebut. Aspek lokasi menunjukkan keterkaitan antara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya yang berhubungan dengan sarana produksi,
pengelolaan maupun pemasaran. Aspek lingkungan meliputi kajian mengenai bagaimana proses produksi mengambil input yang berasal dari sumber daya alam,
apakah merusak atau tidak Budiharsono, 2005. Aspek Sosial
Aspek Biogeofisik
Aspek Kelembagaan
Aspek Lokasi Pengembangan
Wilayah
Aspek Lingkungan
Aspek Ekonomi
Universitas Sumatera Utara
Pengembangan wilayah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dilihat dari aspek ekonomi dan aspek lokasi. Dari aspek ekonomi, meliputi : penyerapan
tenaga kerja, perkembangan Tempat-tempat usaha dan pendapatan masyarakat dengan melihat bagaimana peningkatan pembangunan ekonominya. Dari aspek
lokasi dilihat sejauh mana faktor lokasi dapat mendorong pembangunan wilayah, berkaitan dengan pembangunan yang terjadi di wilayah tersebut.
2.2. Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Wilayah