3. Tubuhnya semakin hari semakin kurus
4. Mual
5. Muntah cacing
6. Sakit, kram atau kembung perut
7. Wajah pucat
8. Daya tahan tubuhnya lemah
9. Semangat belajar menurun
10. Mudah terkena infeksi bakteri atau virus
11. Pusing
12. Rasa sangat gatal disekitar dubur atau genital
13. Adanya darah pada kotoran dan kadang-kadang sebagian rektum menonjol
keluar pada dubur 14.
Radang di vagina atau di kandung kemih 15.
Anemia Kasdu, 2002
2.3.1 Ascaris lumbricoides Cacing Gelang
Ascaris lumbricoides adalah penyebab penyakit askariasis yang tergolong nematoda intestinal berukuran terbesar pada manusia. Distribusi penyebarannya
paling luas dibanding infeksi cacing yang lain, hal ini terkait dengan kemampuan cacing betina dewasa menghasilkan telur dalam jumlah banyak Ideham, 2007.
Ascaris lumbricoides merupakan parasit yang penting baik di daerah dengan iklim dingin maupun di daerah tropik, tetapi cacing ini lebih umum di
negeri panas dengan sanitasi buruk Brown, 1979. Infeksi Ascaris lumbricoides diderita oleh lebih dari 1 milyar orang dengan angka kematian sekitar 20 ribu jiwa
Universitas Sumatera Utara
di seluruh dunia. Prevalensi askariasis bervariasi antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan. Survei yang dilakukan di beberapa tempat di Indonesia
menunjukkan bahwa prevalensi Ascaris lumbricoides lebih dari 60 dari penduduk yang diperiksa tinjanya Soedarto, 2009.
Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Menurut Brown 1979 ascariasis ditemukan pada semua umur, tetapi tersering ditemukan
pada anak-anak golongan umur 5 sampai 9 tahun yang belum sekolah dan anak- anak muda yang sudah sekolah, yaitu yang lebih sering berhubungan dengan
tanah yang terkontaminasi daripada orang dewasa. Menurut Benenson 1970 telur yang infektif terutama dipindahkan dari tangan oleh anak-anak yang
berhubungan dengan tanah yang terkontaminasi secara langsung, melalui mainan ,makanan kotor atau makanan yang tidak dimasak.
Ascaris adalah nematoda usus terbesar. Panjang cacing betina dewasa berukuran 20-45 cm, cacing jantan dewasa berukuran sekitar tiga perempat ukuran
cacing betina. Cacing betina dapat bertelur sebanyak 200.000 butir per hari. Telur cacing dikeluarkan bersamaan dengan kotoran manusia yang terinfeksi. Telur
cacing akan mati bila terkena sinar matahari secara langsung dan suhu di atas 45° C, tetapi akan dapat bertahan beberapa tahun di tanah yang tepat dan kondisi iklim
yang layak Cecil, 1985. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi
bentuk yang infektif dalam waktu kurang dari 3 minggu. Bentuk infektif tersebut bila tertelan manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus
halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung,
Universitas Sumatera Utara
kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui
bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva menuju faring, sehingga menuju rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan tersebut dan larva
akan tertelan ke dalam esophagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa, dan jika bertelur diperlukan waktu kurang lebih
2-3 bulan Utama, 2009. Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa
dan larva. Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Pada orang yang rentan terjadi perdarahan kecil di dinding alveolus dan timbul
gangguan pada paru yang disertai batuk, deman dan eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan tersebut
disebut sindrom Loeffler. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual,
nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga
memperberat keadaan malnutrisi dan nenurunan status kognitif pada anak sekolah dasar. Efek yang serius terjadi bila cacing menggumpal dalam usus sehingga
terjadi obstruksi usus ileus. Pada keadaan tertentu cacing dewsa mengembara ke saluran empedu, apendiks, atau ke bronkus dan menimbulkan keadaan gawat
darurat sehingga kadan-kadang perlu tindakan operatif. Cara menegakkan diagnosis askariasis adalah dengan pemeriksaan
makroskopis terhadap tinja atau muntahan penderita ditemukan cacing dewasa.
Universitas Sumatera Utara
Menemukan telur cacing pada tinja atau cairan empedu dilakukan dalam pemeriksaan mikroskopis Soedarto, 2008.
Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan ataupun secara massal. Untuk pengobatan perorangan dapat dengan menggunakan beberapa jenis obat
misalnya piperasin, pirantel pamoat 10 mgkg berat badan, dosis tunggal mabendazol 500 mg atau albendazol 400 mg. Infeksi campuran Ascaris
lumbricoides dan T. trichiura dapat menggunakan Oksantel-pirantel pamoat. Pengobatan masal dilakukan pada anak Sekolah Dasar dengan pemberian
albendazol 400 mg 2 kali setahun oleh pemerintah Utama, 2009. Kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah
dengan tinja di sekitar halaman rumah, dibawah pohon, di tempat mencuci dan tempat pembuangan sampah. Di negara-negara tertentu terdapat kebiasaan
memakai tinja sebagai pupuk Utama, 2009.
2.3.2 Necator americanus dan Ancylostoma duodenale Cacing Tambang