89
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Variabel Demografi
Menurut Notoadmodjo 2012 variabel demografis terdiri atas umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan seseorang. Berdasarkan
tabel 4.2 dapat dilihat bahwa responden terbanyak berjenis kelamin laki-laki sebanyak 86 orang dan berada pada usia kisaran di atas 45 tahun sebanyak 44
orang dengan tingkat pendidikan terbanyak yaitu SLTA dan sebagian besar responden bermata pencaharian sebagai wiraswasta sebanyak 66 orang.
5.2 Pendidikan Terakhir Responden
Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar tingkat pendidikan responden adalah tamatan SLTA sebanyak 46 orang 48,4 dan sebagian kecil
pendidikan responden tidak tamat SD yaitu hanya 1 orang 1,1 dan tamatan Diploma sebanyak 3 orang 3,2.
Notoatmodjo 2007 seseorang yang memilikitingkat pendidikan yang lebih tinggi maka wawasan yang dimiliki akan semakin baik pula. Hasil penelitian
lainnya yang sesuai dengan pendapat diatas adalah dari hasil penelitian Khairunisa 2011 bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
persepsi seseorang, sehingga dapat membuat seseorang untuk lebih muda menerima ide-ide dan teknologi baru.
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang tentang kesehatan gigi dan mulut. Hal ini didukung oleh pendidikan terakhir yang
diperoleh responden dengan pengetahuan tentang kesehatan gigi terutama terhadap ancaman yang dirasakan responden pada penyakit gigi dan mulut
Universitas Sumatera Utara
90
sebelum melakukan pemanfaatan pelayanan poli gigi Puskesmas Medan Tuntungan. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan
mempunyai pengetahuan yang lebih luas di banding dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah.
5.3 Penghasilan Responden
Berdasarkan tabel 4.2 di atasdiketahui bahwa penghasilan responden yang paling banyak adalah adalah Rp 1.800.000 yaitu sebanyak 56 orang
58,9, sedangkan penghasilan responden paling sedikit Rp 1.800.000 yaitu sebanyak 39 orang 41,1. Dari data diatas terlihat bahwa masih banyak
responden yang penghasilannya dibawah Upah Minimum Provinsi UMP yaitu Rp 1.800.000.
Penelitian Setyowati Riski E 2013 bahwa prevalensi kerusakan dan kehilangan gigi terlihat lebih tinggi pada anak yang memiliki orang tua
berpenghasilan dan berpendidikan rendah 73 dari pada anak yang memiliki orang tua yang berpenghasilan dan berpendidikan tinggi 27, dimana
kehilangan gigi sangat berhubungan dengan status sosial ekonomi seseorang karena pada masyarakat yang berpenghasilan tinggi lebih memilih melakukan
perawatan pada gigi yang rusak dari pada mencabut gigi, sedangkan keadaan ini berbanding terbalik dengan masyarakat yang berasal dari ekonomi yang rendah
akan memilih mencabut giginya dari pada melakukan perawatan gigi karena mahalnya biaya perawatan gigi.
Universitas Sumatera Utara
91
Wangsarahardja K, 2007 yaitu ditemukan 69 responden memiliki
gangguan kesehatan gigi dan tidak berusaha untuk mendapatkan pengobatan karena masalah keuangan.
Penghasilan yang rendah akan menyebabkan kemiskinan yang sangat membahayakan kesehatan manusia jasmani, rohani, ekonomi dan sosial, dan
orang menjadi tidak peduli atau takut menggunakan pelayanan kesehatan karena beranggapan biaya yang mahal.
5.4 Akses Ke Pelayanan Kesehatan Poli Gigi Puskesmas 5.4.1