a. Indikator Kesamaan Karakteristik Personal
Berdasarkan hasil penelitian tentang kesamaan karakteristik personal, diketahui bahwa sebanyak 45 orang 52,9 responden menyatakan sering berusaha
mencari persamaan diri dengan pasien yang dirawat, sebanyak 45 orang 52,9 responden menyatakan kadang-kadang sulit mengubah pendapat dan sikap, sebanyak
52 orang 61,2 responden menyatakan kadang-kadang sulit menceritakan perihal yang dihadapi terhadap teman berbicara, jika tidak mempunyai pandangan yang
sama, dan sebanyak 48 orang 56,5 responden menyatakan kadang-kadang mengutamakan pasien yang mempunyai keyakinan yang sama dengan perawat serta
sebanyak 46 orang 54,1 responden menyatakan kadang-kadang mengutamakan pasien yang mempunyai keyakinan yang sama dengannya.
Hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa perawat pelaksana menyadari sulit melaksanakan komunikasi terapeutik dalam kesamaan karakteristik
personal, sehingga perawat belum menyadari tentang nilai, sikap dan perasaan yang dimiliki terhadap keadaan klien. Perawat yang mampu menunjukkan rasa ikhlasnya
mempunyai kesadaran mengenai sikap yang dipunyai terhadap klien sehingga mampu belajar untuk mengkomunikasikan secara tepat.
Berdasarkan skor penilaian responden tentang kesamaan karakteristik personal, terendah sebesar 26 dan tertinggi sebesar 42. Hal ini menunjukkan bahwa
perawat pelaksana, belum respek terhadap perasaan dan sikap orang lain dalam komunikasi interpersonal yang efektif melalui komunikasi terapeutik Untuk
mendapat tanggapan yang positif dari pasien, maka seorang perawat harus mampu
Universitas Sumatera Utara
menjalin hubungan interpersonal yang baik, bukan hanya sekedar menyampaikan pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonal. Oleh sebab itu seorang
perawat harus mempunyai kualitas, kemampuan dalam menyampikan pesan sehingga mempunyai kredibilitas dimata pasien. Harus diingat, karakter personal pasien terdiri
atas individu yang beraneka ragam dalam berbagai aspek seperti pendidikan, pengalaman, ciri-ciri pribadi, usia, pekerjaan, sikap, latar belakang keluarga, masalah
yang dihadapi, kebiasaan, keturunan, dan jenis kelamin dan sebagainya. Hasil wawancara kepada perawat pelaksana maupun kordinator perawat,
diketahui bahwa mereka mengetahui pelaksanaan komunikasi terapeutik merupakan tanggung jawab mereka, namun pengimplementasiannya belum sepenuhnya
diberikan kepada pasien. Hal lain yang turut menyebabkan perawat pelaksana kurang termotivasi secara personal dalam bekerja adalah terkait dengan umur perawat
sebanyak 52,9, berumur 18-25 tahun dewasa muda dengan masa kerja 1-5 tahun ,
perawat pelaksana belum banyak pengalaman dalam melaksanakan komunikasi terapeutik terhadap pasien dengan beragam latar belakang dan berbagai jenis
penyakit. Menurut Kariyoso 1994, bahwa masa bekerja merupakan waktu dimana
seseorang mulai bekerja di tempat kerja. Makin lama seseorang bekerja semakin banyak pengalaman yang dimilikinya sehingga akan semakin baik komunikasinya.
Sedangkan perkembangan tubuh dan usia menurut Potter dan Perry dalam Nurjannah 2001, menyatakan bahwa perkembangan tubuh dan usia memengaruhi bentuk
komunikasi, yaitu tingkat perkembangan tubuh memengaruhi kemampuan untuk
Universitas Sumatera Utara
menggunakan teknik komunikasi tertentu dan untuk mempersepsikan pesan yang disampaikan. Agar dapat berkomunikasi efektif seorang perawat harus mengerti
pengaruh perkembangan usia baik dari sisi bahasa, maupun proses berpikir orang tersebut.
Menurut Devito dalam Rakhmat 2003, kesamaan karakteristik personal merupakan hal yang sangat menentukan dalam atraksi interpersonal. Orang yang
memiliki kesamaan dalam sikap, nilai, keyakinan, tingkat ekonomi, agama dan ideologi cenderung saling menyukai satu sama lain. Atraksi interpersonal merupakan
gabungan dari efek keseluruhan interaksi diantara individu. Karenanya, bagi komunikator akan lebih tepat untuk memulai komunikasi dengan memberi kesamaan
pada komunikan. Menurut Nursalam 2002 bahwa seorang perawat yang professional harus
mempunyai ketrampilan komunikasi interpersonal yang baik maka komunikasi merupakan unsur yang penting dalam aktivitas keperawatan dan sebagai bagian yang
selalu ada dalam proses keperawatan. Berdasarkan penelitian Swanburg 2001, bahwa pengembangan ketrampilan dalam komunikasi merupakan kiat yang sukses
bagi seorang perawat karena lebih dari 80 waktu digunakan untuk berkomunikasi, 16 untuk membaca dan 9 untuk menulis. Waktu terbanyak yang digunakan oleh
perawat adalah melakukan komunikasi dengan cara mendengar dan berbicara. b. Indikator Isolasi Sosial
Berdasarkan hasil penelitian tentang indikator isolasi sosial, diketahui sebanyak 53 orang 62,4 responden menyatakan lebih senang melakukan
Universitas Sumatera Utara
pekerjaan sendiri, sebanyak 46 orang 54,1 responden menyatakan lebih suka pergi menikmati kesunyian dan kesendirian dibandingkan bersama-sama dengan orang lain,
sebanyak 48 orang 56,5 responden menyatakan kadang-kadang orang yang telah menyakiti hati kita sebaiknya dibalas dengan perbuatan yang setimpal, dan sebanyak
53 orang 62,4 responden menyatakan kadang-kadang tidak tahu bahwa ternyata kata-kata yang saya ucapkan sering menyakitkan orang lain serta sebanyak 52 orang
61,2 responden menyatakan sering memaksakan pendapat untuk diterima dan saya sering tidak setuju dengan pendapat kelompok kerja.
Hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa perawat pelaksana menyadari tingkat isolasi sosial merupakan faktor penghambat dalam melaksanakan
komunikasi terapeutik, sehingga perawat belum mampu membuat pasien tertarik kepada perawat pelaksana. Perawat yang mampu membuat tertarik pasien dalam
berkomunikasi akan lebih di senangi oleh pasien. Perawat di RSU Bunda Thamrin Medan umumnya dengan status kawin sebesar 82,4. Dampak dari status
perkawinan terhadap pekerjaan perawat adalah tingkat kesibukan mengurus rumah tangga, sehingga kemungkinan pada pelaksanaan komunikasi terapeutik di rumah
sakit juga terhambat akibat kesibukan tersebut. Menurut Nursalam 2002 dalam melaksanakan tugas-tugas dalam profesi
keperawatan, perawat perlu mempunyai kemampuan berkomunikasi interpersonal dengan pasien, sehingga seorang perawat kesehatan perlu mempunyai ketrampilan
klinik melalui penerapan tehnik komunikasi teraputik dan mengamati reaksi verbal dan non verbal serta menjalin hubungan interpersonal dengan pasien.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan skor penilaian responden tentang isolasi sosial, terendah sebesar 25 dan tertinggi sebesar 42. Hal ini menunjukkan bahwa perawat pelaksana, belum
mampu mengatasi hambatan dalam komunikasi interpersonal yang efektif melalui komunikasi terapeutik Untuk mendapat tanggapan yang positif dari pasien, maka
seorang perawat harus mampu menjalin hubungan interpersonal yang baik, bukan hanya sekedar menyampaikan pesan, tetapi juga harus mampu membuat pasien
tertarik kepadanya supaya disenangi oleh pasien dalam menjalin hubungan interpersonal.
Hasil wawancara kepada perawat pelaksana maupun kordinator perawat, diketahui bahwa mereka mengetahui bahwa komunikasi terapeutik perlu dilakukan
untuk membuka saluran komunikasi kepada pasien, namun pengimplementasiannya belum sepenuhnya diberikan kepada pasien. Hal lain yang turut menyebabkan
sebagian perawat pelaksana terhambat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik
adalah karena rasa empati yang masih kurang, sehingga pasien merasa kurang tertarik dalam berkomunikasi dengan perawat.
Menurut Devito dalam Rakhmat 2003, bahwa tingkat isolasi sosial yang amat besar, berpengaruh terhadap ketertarikan pada orang lain. Orang yang
ketertarikannya pada orang lain bertambah akan lebih di senangi dalam atraksi interpersonal.
Ellis 1999 mengatakan bahwa diantara berbagai faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal adalah percaya pada orang lain. Apabila percaya bahwa
orang lain tidak akan menghianati dan merugikan maka ia akan banyak membuka diri
Universitas Sumatera Utara
pada orang lain. Makin baik hubungan seseorang makin terbuka seseorang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi
dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan.
5.3 Pengaruh Faktor Situasional terhadap Komunikasi Terapeutik Antara Perawat Pelaksana dengan Pasien di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin
Medan
Berdasarkan hasil uji statistik secara univariat menunjukkan bahwa faktor
situasional faktor yang timbul dari luar diri individu dengan indikator daya tarik
fisik, ganjaran, kedekatan dan kemampuan, sebanyak 42 orang 49,4 pada kategori kurang baik. Hasil penelitian ini memberikan gambaran secara faktor
situasional perawat pelaksana belum sepenuhnya berkomunikasi dengan baik dengan pasien, hal ini menguatkan temuan masih adanya komunikasi interpersonal yang
rendah pada perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan. Secara multivariat dengan menggunakan uji regresi berganda diketahui bahwa
variabel faktor situasional berpengaruh signifikan terhadap komunikasi terapeutik antara perawat pelaksana dengan pasien di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin
Medan p0,05, artinya semakin baik faktor situasional perawat pelaksana berkomunikasi secara interpersonal, maka komunikasi terapeutik antara perawat
pelaksana dengan pasien semakin efektif. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukan Devito dalam
Rakhmat 2003, menyatakan bahwa hubungan antar individu dalam atraksi
Universitas Sumatera Utara
interpersonal dipengaruhi oleh faktor situasional faktor yang timbul dari luar diri individu. Adapun pembahasan indikator faktor situasional sebagai berikut:
a. Indikator Daya Tarik Fisik