26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan paradigma positivisme dan post-positivisme dengan metode deskriptif kualitatif sebagai aplikasi paradigma post-positivisme dan
metode kuantitatif sebagai aplikasi paradigma positivisme. Post positivisme
merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan-kelemahan positivisme yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti.
Secara ontologis aliran ini bersifat critical realisme yang memandang bahwa realitas memang ada dalam kenyataan, sesuai dengan hukum alam, tetapi satu hal yang
mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara benar oleh manusia peneliti. Oleh karena itu, secara metodologis pendekatan eksperimental melalui observasi tidaklah
cukup, tetapi harus menggunakan metode triangulation yaitu penggunaan bermacam- macam metode, sumber data, penelitian dan teori.
Oleh karena itu, penelitian ini melakukan triangulasi metodologis sehingga terjadi perealisasian metode kualitatif dan kuantitatif dalam sebuah penelitian.
Menurut Denzin 1978 dalam Tashakkori dan Teddlie 2010:27, “Triangulasi metodologis melibatkan penggunaan metode dan data kualitatif maupun kuantitatif
untuk mengkaji gejala yang sama dalam satu studi yang sama atau dalam studi
pelengkap yang berbeda.” Triangulasi metodologis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pengombinasian metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Pengombinasian dilakukan dengan penggunaan metode kuantitatif untuk memperluas kajian kualitatif.
Creswell 1995 dalam Tashakkori dan Teddlie 2010:75-76 menyebut desain ini sebagai desain dua tahap. Hal ini disebabkan peneliti melaksanakan tahap kajian
penelitian kualitatif dan kemudian melaksanakan tahap penelitian kuantitatif, atau
27
sebaliknya. Oleh karena itu, Tashakkori dan Teddlie 2010:76, “Dengan kata lain, dalam urutan kualitatif dan kuantitatif peneliti memulai dengan pengumpulan dan
analisis data secara kualitatif pada topik yang relatif belum diselidiki dan menggunakan hasilnya untuk merancang tahapan penelitian secara kuantitatif pada
kajian berikutnya.” Metode penelitian pertama yang diaplikasikan pada penelitian metafungsi
bahasa dan konteks sosial teks Imlek peserta didik etnik Tionghoa di Medan ini adalah metode kualitatif. Menurut Bungin 2007:6 metode kualitatif merupakan
model penelitian yang menempatkan peneliti untuk mulai berpikir secara induktif, yaitu menangkap fakta atau fenomena sosial melalui pengamatan di lapangan,
kemudian menganalisisnya dan berupaya melakukan teoritisasi berdasarkan apa yang diamati itu. Di dalam pengoperasian metode kualitatif, penelitian ini menggunakan
metode penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Bungin 2007:68, metode penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi,
berbagai situasi, atau berbagai fenomena sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian serta berusaha menarik realitas itu ke permukaan sebuah karakter,
model, atau gambaran tentang situasi tertentu.
Sebaliknya, untuk meluaskan kajian kualitatif digunakan metode kuantitatif. Di dalam pengoperasian metode kuantitatif, penelitian ini menggunakan metode
deskriptif korelasional dengan pengintegrasian program SPSS 17. Secara kuantitatif, data kualitatif berupa metafungsi bahasa dan konteks sosial dikonversikan dalam
skala ordinal dan diuji serta dilakukan olah data yang berkaitan dengan uji persyaratan data, uji statistik, serta uji pengaruh. Uji pengaruh memperlihatkan
korelasi antara metafungsi bahasa dan konteks sosial. Dengan demikian, penggabungan metode kualitatif dan kuantitatif dalam penelitian ini dapat
mengidentifikasi dan menganalisis teks, konteks, dan wacana tertulis hasil karya peserta didik etnik Tionghoa di Kota Medan sesuai dengan konsep-konsep yang
berlaku dalam teori LSF sehingga menemukan relasi metafungsi bahasa dan konteks sosial dalam sistem komunikasi tertulis peserta didik etnik Tionghoa di Kota Medan.
3.2 Variabel dan Indikator Penelitian
Variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehinngga diperoleh informasi dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Istilah varibel merupakan istilah yang hampir tidak pernah ketinggalan dalam setiap penelitian Kerliner 1978:19 menyebut variabel sebagai
sebuah konsep. Seterusnya Kerlinge jug menyatakan bahwa vaiabel dapat dikatakan sebagai suatu sifat yng diambil dari suatu nilai yang berbeda different values. Secara
sederhana Hadi 1973:89 mengungkapkan variabel sebagai gejala yang bervariasi.
Berdasarkan pengertian-pegertian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut, sifat atau nilai dari orang,obyek atau keiatan
yag mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
28
3.3 Variabel Bebas dan Variabel Terikat
Berdasarkan jenisnya dan cara yang paling bermanfaat untuk menggolong- golongkan variabel ialah dengan membedakannya menjadi variabel bebas dan
variabel terikat independen dan dependen. Penggabungan cara ini sangat bermanfaat karena tingkat keumumannya dalam penerapan,kesederhanaan dan kegunaannya yang
besar dan istimewa dalam konsep aktualisasi serta perancangan penelitian dalam komunikasi hasil penelitian.
Selanjutnya variabel dan indikator data korelasi difokuskan pada pernyataan yang terdapat pada kuesioner hasil uji coba penelitian. Kuesioner didesain dengan
tiga pengelompokan, yaitu pernyataan identitas responden, variabel metafungsi bahasa, dan variabel konteks sosial. Variabel metafungsi bahasa adalah variabel
bebas yang dikodekan dengan variabel X. Indikator variabel X didesain dari metafungsi bahasa, seperti fungsi ideasional, fungsi interpersonal, dan fungsi tekstual.
Variabel bebas yang dalam hal ini ialah metafungsi adalah sebab yang dipandang sebagai sebab kemunculan variabel terikat yag diduga sebagai akibatnya.
Sejalan dengan penetapan variabel metafungsi bahasa sebagai variabel variabel bebas yang dikodekan dengan variabel X, maka ditetapkan variabel konteks
sosial sebagai variabel terikat yang dikodekan dengan variabel Y. Indikator variabel Y didesain dari konteks sosial, seperti konteks situasi, konteks budaya, dan konteks
ideologi.
3.4 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah peserta didik etnis Tionghoa di Kota Medan. Populasi ini tersebar di berbagai kecamatan yang ada di Kota Medan. Untuk lebih
memusatkan perhatian pada kompetensi pemakaian bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang digunakan oleh peserta didik etnik Tionghoa di Kota Medan, maka
populasi sasaran penelitian akan ditetapkan dengan mengambil sampel penelitian dari populasi yang dapat diakses oleh peneliti. Sampel penelitian ini akan ditentukan
dengan cara sampel acak, yakni sampel yang anggota-anggotanya diambil dari populasi berdasarkan peluang yang diketahui. Menurut Sudjana 1992:169,
“Sampel acak inilah yang biasanya telah diutamakan harus didapat untuk penelitian
dibandingkan dengan macam sampel lainnya.” Berdasarkan populasi penelitian ini maka sampel penelitian yang akan
dijadikan bahan penelitian adalah peserta didik etnik Tionghoa yang memperoleh pendidikan formal di Kota Medan. Sampel penelitian yang menjadi target penelitian
ini akan dipilih secara acak pada peserta didik etnik Tionghoa yang menjadi pelajar SMA Sutomo 1, SMA Budi Utomo, dan SMA Wahidin Sudirohusodo. Ketiga
sekolah tersebut berlokasi di Kota Medan yang memiliki pelajar mayoritas etnik Tionghoa dan menggunakan bahasa Tionghoa sebagai bahasa ibu serta bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua dalam proses komunikasinya. Dari ketiga sekolah tersebut, pelajar kelas XII dijadikan sampel penelitian dengan
ditetapkan secara acak sebagai sampel sasaran penelitian ini.