KARAKTERISTIK CAMPURSARI SRAGENAN PAGUYUBAN IRAMA ZAKARIA.

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Leonardo Putu Pranata NIM 12208244028

JURUSAN PENDIDIKAN SENI MUSIK FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTTO

“Bermanfaat untuk orang disekitar

Ialah ujung dari segala ilmu yang kita pelajari” Dan

“Manfaatkan moment yang kita dapat saat itu, karna dari moment tersebut kita mendapat berbagai pengalaman baru”


(6)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap alhamdulillah kepada Allah SWT dipersembahkan sebuah Karya ini kepada:

Orangtuaku tercinta

Semua orang yang membantu saya dalam segala proses untuk menyiapakan terjun dimasyarakat sebenarnya.


(7)

tuntunanNya, sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Karakteristik Langgam Campursari Sragenan Paguyuban Irama Zakaria” ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak, Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. AM Susilo Pradoko, M,Si, selaku Dosen Pembimbing I, atas kesabaran, motivasi dan semangat yang telah diberikan dalam penyelesaian tugas akhir skripsi ini;

2. Drs. Cipto Budy Handoyo, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing II, yang selalu memberi ilmu, semangat dan kehangatan disetiap bimbingan dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi ini;

3. Para narasumber yang terdiri dari Suharto Bedor, Suranto, Anindya Janu Wardani, atas informasi yang telah diberikan terkait dengan penulisan tugas akhir skripsi ini;

4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah bersedia membantu hingga skripsi ini selesai.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, mengharapkan adanya saran maupun kritik yang membangun demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini. Semoga laporan


(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

Oleh

Leonardo Putu Pranata 12208244028

ABSTRAK

Penelitian ini membahas mengenai karakteristik campursari Sragenan di desa Kauman, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan karakteristik langgam Campursari Sragenan Paguyuban Irama Zakaria.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi, untuk mendeskripsikan karakteristik Campursari Sragenan. Informan penelitian adalah kelompok paguyuban Campursari Irama Zakaria. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri, sedangkan teknik yang digunakan untuk menganalisa data dalam penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data dan kesimpulan. Uji keabsahan data penelitian ini menggunakan teknik triangulasi.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) Wira Swara dan Swara Wati selain bernyanyi menjadi pembawa acara, meminta spot, menyanyikan bowo dan mencairkan suasana dengan guyonan. (2) Gaya Campursari Sragenan dapat dimainkan dengan alat yaitu: Kendang, Saron I, Saron II, Depok, Cak, Gong Kajogan, Keyboard, Gitar Elektrik, Bass Elektrik, dan Drum. (3) Perbedaan Campursari Sragenan Irama Zakaria yang membuat musik campursari garapan dengan gaya geculan, menggunakan irama rancak, senggakan dan jleb-jleban menjadikan Campursari Sragenan memiliki ciri khas tersendiri. Sedangkan Campursari Gunung Kidul Manthous menggarap musik campursari klasik, bowo khas Manthous, dan selaan kata-kata dari penabuh memiliki makna. Perubahan gaya musik mengakibatkan perubahan penyajian musik campursari dalam hal langgam yang dibawakan.

Kata kunci: Gaya musik, musik pengiring, Campursari


(16)

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia memiliki berbagai jenis kebudayaan disetiap daerah dan memiliki ciri khas sebagai bentuk seni tradisi. Tradisi yang berkembang sesuai dengan keadaan masyarakan dan peradaban masyarakat yang berbeda-beda di wilayah Nusantara. Dari berbagai seni ada bermacam-macam bentuk seni seperti seni rupa, seni tari, seni musik, seni kriya, seni teater, seni bahasa dan lainnya. Seni tradisi dapat berbeda dengan lainnya, disebabkan setiap daerah memiliki kebudayan dan faktor-faktor budaya berbeda.

Keragaman budaya yang luas dari berbagai daerah indonesia meliputi keragaman seni musik tradisional, upacara adat, rumah adat, dan kebiasaan setiap daerah yang berbeda. Musik sebagai salah satu keragaman yang berperan penting dalam kehidupan masyarakat, karena dengan musik salah satu bentuk masyarakat berkomunikasi dengan ada didalamnya makan-makna tertentu diharapkan dapat diterima dari berbagai golangan masyarakat. Dalam bermusik juga dapat membentuk karakter tergantung musik yang didengarkan atau diapresiasi masyarakat tersebut.

Musik daerah yang berada diseluruh penjuru indonesia sangatlah banyak sehingga setiap daerah memiliki chirikas sendiri. Menurut Suwarto (2004: 1), Musik tradisi adalah musik yang berasal dari daerah yang penciptanya berdasarkan adat dan daerah tertentu diwilayah Indonesia. Ciri khas dan aset


(17)

negara bisa dilihat dari seni budaya yang menjadi jati diri bangsa. Bahkan dari seni dan budaya tersebut menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan mancanegara untuk berkunjung di Indonesia, sehingga warisan seni wajib untuk di pertahankan, dilestarikan dan dikembangkan oleh kaum muda Indonesia.

Didalam kebudayan sendiri dibagi menjadi 2 jenis, yaitu kebudayaan etnik (dalam negara indonesia) dan kebudayaan asing (kebudayaan mancanegara). Dari kedua hal kebudayaan etnik dan kebudayaan asing dapat dikolaborasikan. Salah satu gabunga atau kolaborasi tersebut dalam bidang seni.

Didaerah Jawa terkenal dengan pakem musik Gamelan yang sangat melekat sebagai ciri kebudayaan. Gamelan sendiri sering salah satu seni suara yang dihasilkan sering dimainkan saat acara adat kebudayaan Jawa. Seiring perkembangan zaman yang dapat mempengaruhi budaya seperti musik tersebut. Dimana musik yang mengandung unsur adat sekarangan ini penyajian musik sebagai konteks hiburan sudah mengalami perubahan dengan pengembangan alat-alat modern yang menggunakan listrik sebagai sumbernya. Perubahan tersebut menghasilkan kebudayaan baru masyarakat Jawa. Dimana salah satu bentuk perubahan yang terjadi munculnya musik Campursari.

Musik Campursari berkembang cukup pesat mulai tahun 90-an, hal ini terbukti bentuk fisik atau disebut kaset rekamannya laris dipasaran. Sebagian besar beranggapan musik campursari digemari oleh golongan masyarakat menengah kebawah. Jenik musik ini merupakan jenis musik yang ringan, mudah dicerna dan santai.


(18)

Musik ini menggunakan alat yaitu perpaduan antara alat musik gamelan dengan alat musik dari luar kebudayaan Jawa. Campursari menggunakan alat musik antara lain keyboard, bass, drum, gitar, gendang, saron, depok. Hasil perpaduan antara alat tradisi dan modern menghasilkan musik yang berbeda. Karena dua jenis musik antara gamelan dengan campursari mempunyai gaya, teknik permainan, karakteristik nada yang berbeda. Dari perpaduan antara dua alat musik tradisi gamelan dengan alat musik modern yang mengisi nada-nada menjadi ciri khas suara indah. Inilah yang dimaksud dengan Campursari.

Awal mula terbentuknya musik campusari ketika Waljinah yang seorang penyanyi keroncong menggabungkan musik keroncong dengan musik gamelan, hal ini menginspirasi untuk dikembangkan oleh seorang Manthous sebagai pelaku musik tradisi. Manthous menggabungkan alat musik tradisi gamelan dengan alat-alat modern seperti keyboard, gitar, bass, drum dan alat musik lainnya. Inilah awal mula terbentuk musik Campursari, yang kemudian berkambang pesat di daerah Gunung Kidul Yogyakarta sebagai pusatnya. Musik campursari dipertunjukan di acara perkawinan yang masih menggunakan adat Jawa, bersih desa, acara nasional dan acara hiburan. Sehingga musik Campursari dapat dipertunjukan di semua kegiatan.

Dalam perkembangan musik Campursari menyebar dalam lingkungan masyarakat Jawa yang ada di Indonesia. Musik ini mulai menyabar ke sekitar Yogyakarta yaitu Surakarta, Klaten, Sragen dan lainnya. Dimana semakin ketimur karakter musik memiliki gaya atau karakter yang berbeda. Musik tradis gamelan Yogyakarta, Surakarta yang menggunakan pakem tempo lebih pelan


(19)

dibandingkan gamelan Banyuwangi dan kebudayaan musik Reog yang cenderung lebih cepat. Didaerah kota Sragen berada di tengah-tengah antara Kebudayaan musik dengan tempo cenderung lambat dan cepat. Hal ini membuat musik Campursari yang berkembang di sragen menghasilkan musik campursari yang menarik dan berbeda dengan lainnya yaitu Campursari Sragenan.

Musik Campursari Sragenan berkembang di kota Sragen dari tahun 1993. Dimana campursari ini memainkan musik campursari dengan gaya bebas tanpa memainkan pakem gamelan hanya sebagai hiburan, hal tersebut di masyarakat sragen dikenal dengan cara main badutan atau geculan. Musik campursari ada istilah gending dan langgam, gending adalah iringan musik jawa dalam gemelan. Sedangkan nyanyian atau lagu Jawa yang dinyanyikan oleh Swara Wati dan Wira Swara dengan menggunakan syair ialah Langgam. Sebelum lagu dimainkan di musik ini menggunakan spot, spot memiliki ciri berbeda-beda tergantung suasana lagu campursari. Keunikan Campursari Sragenan terletak pada sebelum lagu dimulai, penyanyi dengan pembawa acara saling berkomunikasi dengan sebuah kalimat plesetan lelucon bahasa Jawa membuat cairkan suasana hal tersebut dinamakan Bawa. Setelah spot dan bowo lagu baru bisa dimainkan oleh pemain musik, urutan lagu campursari sama seperti lagu pada umumnya intro, lagu, reff dan lainnya.

Di suatu daerah terdapat suatu paguyupan musik tradisi campursari tepatnya di desa Kauman, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah yang terkenal dengan nama Irama Zakaria. Paguyupan campursari tersebut dipimpin oleh Suharto Bedor dan sudah berdiri sejak tahun 1991. Awal mula


(20)

terbentuknya Irama Zakaria ialah dari perkumpulan pemuda yang memiliki kesenangan terhadap dunia musik. Musik yang dimainkan pertama kali pemuda-pemuda tersebut ialah musik kroncong, tetapi ada rasa ketidak puasan pemuda-pemuda tersebut dengan musik kroncong, selaku pimpinan paguyupan menambah alat musik dengan Keyboard, Saron, Depok, Gong kajogan, Gitar elektrik, Bass elektrik, Cak dan Kendang. Dengan adanya pengembangan dari segi instrumen musik, pemuda-pemuda dapat mengeksplor kemampuan dengan alat tersebut.

Seiring berkembangan zaman paguyuban Irama Zakaria dengan memainkan ciri khas campursari sragenan yang memiliki gaya irama rangkep. Paguyuban ini tetap eksis bermain dengan banyak mendapat permintaan tampil diacara lokal hingga sekarang permintaan tampil diluar pulau Jawa.

Dewasa ini musik campursari yang sudah dikenal seluruh indonesia bahkan dimata dunia. Musik ini tidak lepas oleh pro dan kontra yang mengikutinya. Penikmat musik campursari yang senang dengan campursari klasik seperti asli Manthous dan Sunyahni tetap menyenangi musik tersebut, Berlainan dengan masyarakat yang memandang campursari hiburan semata, di seluruh daerah yang ada di Indonesia selalu ada budaya hiburan dan kegiatan negatif. Diukur dari jumlah tahun, kepopuleran musik campursari ini hanya 10 tahunan, Penyebab surutnya kepopuleran musik campursari ini adalah perubahan selera masyarakat dalam kesenian atau tidak bermunculan lagi seniman campursari yang bisa menyesuaikan selera pasar (Wadyo, 2007: 23). Pandangan ini membuat musik tersebut dengan seiringnya bertambahnnya zaman semakin kurang diminati


(21)

oleh masyarakat Indonesia, Padahal musik campursari jika dikupas lebih lanjut banyak keunikan yang ditemukan dalam musik ini.

Berdasarkan paparan diatas, penulis bermaksud mengkasji lebih jauh melalui penelitian tentang karakteristik campursari Sragenan yaitu, musik campursari yang berbeda dengan campursari yang lain karena menggunakan irama rangkep atau lebih rancak dan cepat. Selain itu ada gaya khas sragen yang tidak dimiliki campursari-campursari yang ada didaerah lain yaitu geculan dan senggakan. Dengan gaya khas Sragenan setiap langgam atau lagu yang di mainkan oleh penabuh dengan wirasa yang dimiliki membuat suasan lagu menjadi berbeda. Alat yang digunakan campursari Sragenan lebih sedikit daripada campursari Manhthous yang lebih komplit karena hanya menggunakan musik tradisiseperti Saron, Depok, Gong Kajogan, Kendang, dan Cak. Selain itu Campursari Sragena juga menggunakan alat modern yaitu Keyboard, Gitar melodi, Bass dan Drum. Untuk gaya bernyanyi yang dilakukan wira wara dan swara wati pada menyanyikan langgam campursari Sragenan lebih flaksibel mengikuti aransemen yang akan dimainkan, apabila langgam tersebut dibuat lebih geguyon atau lucu wira swara dan swara wati langsung tanggap dengan penabuh.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, fokus penelitian yang ingin diteliti adalah: 1. Cara wira swara dan swara wati menyanyikan langgam campursari

Sragenan.


(22)

3. Perbedaan karakteristik langgam campursari Sragenan Irama Zakaria dan campursari Manthous.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang dimaksudkan oleh peneliti adalah :

1. Untuk mengetahui cara para Wira Swara dan Swara Wati menyanyikan langgam campursari sragenan dan cara pemain memaninkan alat musik dengan khas gaya sragenan di Paguyuban Irama Zakaria.

2. Untuk mengetahui gaya Campursari Sragenan.

3. Untuk mengetahui perbedaan karakteristik langgam campursari sragenan Irama Zakaria dan campursari Manthous.

D. Manfaat penelitian

Tidak terlepas dari konteks seni, khususnya seni musik sebagai bahan kajian, penelitian ini bermaksud untuk mengungkap fenomena yang erat kaitannya dengan seni musik, yaitu musik campursari. Untuk itu hasil penelitian ini diharap dapat memberikan manfaat baik secara teoristis maupun praktis.

1. Secara Teoristis

a. Bagi mahasiswa jurusan Seni Musik Universitas Negeri Yogyakarta, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dengan pengetahuan terutama mengenai karakteristik langgam campursari Sragenan Paguyuban Irama Zakaria, serta dapat membantu memberikan gambaran untuk mahasiswa yang melakukan penelitian sejenis


(23)

b. Penelitian ini dapat dijadikan bahan apresiasi terhadap musik campursari, khususnya campursari Sragenan.

2. Secara Praktis

a. Bagi lembaga, penelitian ini diharap dapat menambah referensi mengenai karakteristik campursari.

b. Bagi pemain campursari, agar dapat menjunjung keaslian dan kekhasan musik campursari, serta lebih memasyarakatkan musik campursari agar lebih dikenal masyarakat luas, tidak terbatas dipulau Jawa.


(24)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Pengertian Karakteristik

Karekteristik berasal dari kata dasar yaitu karakter yang berarti watak. Menurut Wasito (1991:23), karakter berarti tabiat atau watak. Selanjutnya menurut Thoifin (1992: 72), Karakteristik mempunyai sifat khas yang tidak dapat disembunyikan. Hal ini sama dengan pendapat Abdullah (1992: 71), yang mengatakan bahwa karakteristik merupakan sifat khas dengat tabiat atau coraknya, ciri khas dan watak.

Dari beberapa pendapat tersebut, bahwa karakteristik adalah sifat khas yang unik menarik dan berbeda yang tidak dapat disembunyikan sesuai dengan perwatakan tertentu. Karakter juga dapat mempengaruhi dunia yang dialami oleh individu itu sendiri, mulai dari kegiatan sosial dan melakukan interaksi pada lingkungan sekitar. Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti tentang karakteristik langgam campursari sragenan.

2. Pengertian Langgam

Langgam di budaya jawa ialah tembang atau lelagon (lagu) yang menggunakan bahasa jawa saat menyanyikannya. Menurut Endraswara (2010:31) langgam ialah tembang garapan yang lebih fleksibel, tiap gatra atau bait tidak terikat yang dipentingkan dalam langgam adalah


(25)

kenikmatan. Menurut Lisbijanto (2013: 18) Langgam jawa memiliki ciri khusus yang terletak pada tambahan istrumen seperti siter, kendang menggantikan cello, ditambah saron dan ada gulukan suluk, yaitu pengentar sebelum masuk ke lagu berupa kata-kata. Langgam terdiri dari 32 bar yang terdiri dalam empat bagian yaitu A – A’ – B – A, memiliki irama umumnya 4/4, dan memakai kata-kata bebas (Soeharto& dkk, 1996: 82). Musik ini membuat komposisi tergantung rasa komponis tersebut, sehingga dalam langgam bebas berekspresi tanpa ada batasan berapa baris dan berapa bait (Endraswara, 2010: 22). Dalam langgam untuk mengawali lagu menggunakan tembang bawa. Tangganada diatonis dipakai untuk melagukan langgam, sedangkan bawa cenderung menggunakan tangganada pentatonis atau titilaras. Menurut Endraswara (2010: 22), Penggabungan diatonis dan pentatonis ini mewujudkan perpaduan seni yang disebut langgam. Dalam diatonis, biasanya nada 4 (fa) tinggi masih dapat dijangkau, sedangkan dalam tangganada pentatonis rata-rata hanya sampai 3 (lu) tinggi.

Langgam dilihat dari segi fungsi, sering di pakai sebagai hiburan dalam pesta pernikahan (Endraswara, 2010: 23). Dalam menyanyikan langgam Wira Swara atau Swara Wati ada yang menggunakan iringan musik dan ada pula yang tanpa iringan. Kekreatifitasan penyanyi dan pemusik sangan dibutuhkan dalam memainkan langgam, kegairahan tembang langgam semakin tahun semakin menurun hal ini membuat


(26)

seniman berlomba-lomba membuat perkembangan dalam musik langgam.

3. Musik Campursari

Campursari yaitu jenis lelagon Jawa yang merupakan gabungan dari beragam seni (Endraswara, 2010: 23). Menurut Lisbijanto (2013: 35) Manthous mencoba memodivikasi unsur gamelan yang telah dikenal pakemnya untuk kemudian digabungkan jenis musik elektrik yang memiliki latar bekang berbeda dengan gamelan. Dalam lelagon Jawa yang memuat segala aspek seni musik, tangganada diatonis dan pentatonis. Menurut Wadiyo (2011:116) digunakan unsur musik Jawa gamelan dan syair lagu yang menggunakan bahasa Jawa secara dominan, menjadikan masyarakat berpresepsi bahwa musik itu musik adalah musik Jawa. Menurut Manthous (dalam Wadiyo, 2007: 2) campursari merupakan bentuk komposisi musik Jawa pentatonik dengan musik populer umum diatonik. Menurut Suryono dan Suryo Alam (dalam Wadiyo, 2007: 2) menyatakan bahwa sebuah jenis musik yang menggunakan lima buah tangga nada yang dalam masyarakat Jawa biasa dikenal dengan sebutan pelog dan slendro.

Dalam musik campursari alat yang digunakan ialah instrumen musik gamelan Jawa dan gabungan instrumen musik modern. Instrumen musik gemelan yang digunakan dalam campursari sragenan sebagai berikut.


(27)

1. Kendang

Gambar 1: Alat musik Kendang

Menurut Yudoyono (1984: 94) seperangkat alat gamelan Jawa, yang paling menjadi pusat perhatian atau pun pendengar gending-gending adalah alat yang disebut “kendang” Besar lingkaran tutup dikedua ujung tidak sama agar dapat menciptakan suara bermacam-macam menurut kebutuhan langgam yang dimainkan. Kendang adalah alat musik gamelan yang dimainkan dengan dipukul. Alat ini terbuat dari kulit hewan yang di keringkan, bagian pinggir membran dikaitkan dengan kulit yang kuat dan dibuat tali untuk alat staming suara.

Kendang berfungsi sebagai leader atau pemimpin dan pengatur irama untuk alat musik lain. Kendang di Campursari Sragenan memiliki andil besar karena kembangan berada di alat ini yang mebuat khas musik tersebut.


(28)

2. Saron

Gambar 2: Alat musik Saron

Saron merupakan salah satu macam alat gamelan Jawa untuk tetabuhan keras berupa wilahan-wilahan dari perunggu yang disusur berderet diatas kotak kayu sebagai wadah gema (Yudoyono, 1984: 111). Saron berasal dari kata “seron” yang berarti sero atau keras. Hal ini menunjukan cara memukul serta suara yang dihasilkan.

Saron ialah instrumen gamelan yang dimainkan dengan cara dipukul. Suara dapat berbunyi dari bilah-bilah logam yang terbuat dari besi, tembaga dan kuningan. Instrumen saro termasuk dalam keompok balungan dalam alat musik gamelan. Fungsi dari saron sebagai variasi isian nada-nada pokok.


(29)

3. Depok

Gambar 3: Alat musik Depok

Menurut Palgunadi (2002: 270) ricikan termasuk kategori ricikan lanang dan memiliki ciri dengan bunyi yang lantang/keras. Depok di mainkan seperti saron tetapi lebih komplek ke akord atau istilah jawanya Nge-gong. Depok juga memakai sorok yang seperti digunakan untuk saron. Instrumen ini digunakan untuk menggarap campursari sragenan sejak tahun 1990an.

4. Cak


(30)

Menurut Harmunah (1994: 22) Cak sama seperti ukulele, termasuk dalam instrumen tali petik dan dalam musik keroncong sebagai alat pemegang ritmis. Cak adalah alat musik berdawai dan dimainkan secara di petik seperti memainkan gitar menggunakan pick. Alat tersebut dapat memainkan laras pelog dan laras slendro. Fungsi dari instrumen Cak ialah untuk memberi sentuhan harmoni dalam lagu yang dimainkan.

5. Gong

Gambar 5: Alat musik Gong

Menurut Yudoyono (1984: 107) Gong ialah alat musik pukul pada gamelan Jawa yang dibuat dari perunggu dan mempunyai ukuran besar diantara alat-alat lainnya. Gong merupakan isnstrumen pukul dari kuningan (Atan & Armillah, 1996: 8). Gong adalah instrumen yang termasuk dalam kelompok alat dari gamelan, cara main gong ialah dengan dipukul. Alat ini berfungsi sebagai bunyi bass pada awal ketukan dan membeantu memberi aksen pada birama akhir lagu.


(31)

Didalam campursari sragenan ada jenis gong yang lebih besar dinamakan Gong Kajogan.

Selanjutnya alat modern yang digunakan dalam musik campursari sebagai berikut.

1. Keyboard

Menurut Soewito (1992: 10) ragam organ (keyboard) ini berbeda-beda, tetapi susunan nada-nadanya sama saja yaitu tuts hitam dan putih. Oleh karena itu cara bermainnya pun juga sama. Keyboard adalah alat musik modern yang digunakan untuk mengisi akor utama dan akor bantu disetiap isian variasi. Dua buah keyboard salah satunya di gunakan untuk memainkan alat musik biola, flute, string dan alat lainnya, sebagai isian filler pada lagu yang dimainkan.


(32)

2. Gitar Elektrik

Menurut Riwayanto (2007: 1) gitar elektrik pada intinya menggerakan tangan kanan untuk memainkan pick dan menggerakan jari kiri untuk memencet senar pada fingerboard. Gitar termasuk dalam instrumen Electric, yaitu alat yang sumber bunyinya dari arus listrik. Fungsi dari instrumen ini ialah sebagai isian

Gambar 7 : Alat musik Gitar

3. Bass Elektrik

Menurut Lisbijanto (2013:37) Bass elektrik seringkali digunakan dalam musik campursari, berfungsi untuk memberikan penekanan nada-nada tertentu. Bass elektrik sama seperti gitar diatas termasuk dalam instrumen Electricalphone yang sumber bunyinya dari arus listrik. Alat ini berfungsi sebagai pemberi aksen pada nada yang lebih rendah.


(33)

Gambar 8: Alat musik Bass

4. Drum Set

Menurut Tambunan (2004: 298) sebuah rongga drum dapat berupa badan berongga apapun yang ditutupi dengan selaput, atau kepala yang direnggangkan, Ketika bagian kepala drum dipukul, maka akan terjadi getaran yang dikuatkan oleh badannya. Menurut Lisbijanto (2013: 40) dalam musik campursari alat musik darum merupakan alat musik tambahan.


(34)

Menurut Endraswara (2008: 61) laras atau titilaras ini mengacu pada suatu suara yang enak didengar dan dirasakan titilaras tersebut dihasilkan dari gamelan. Keunikan musik campursari terdapat dalam susunan tangganada. Dalam musik Jawa tangganada yang digunakan yaitu Pelog dan Slendro. Penggunaan tangganada dalam campursari, ada yang menggunakan nada dasar A atau Bes sebagai = do = nem ( Gamelan Jawa). Tangganada yang di gunakan pada musik jawa disebut Pelog dan Slendro, dalam tangga nada tersebut terdapat pathet. Pathet adalah susunan nada didalam suatu laras yang menimbulkan suasana tertentu (Endraswara: 2008).

1. Tangganada Pelog

Menurut Palgunadi (2002: 428) Laras pelog menghasilkan suasana bersifat sereng, memberikan kesan gagah, agung, keramat, dan sakral khususnya pada permainan gendhing yang menggunakan laras pelog bem.

Dalam musik campursari tangganada atau laras pelog, Kata atau unen-unen yang digunakan untuk menunjukan tangganada pelog yaitu:


(35)

Menurut Endraswara (2008:63) menyatakan bahwa laras pelog, dibagi menjadi tiga macam pathet, yaitu:

1. Pelog Pathet 5 (lima) : 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 Jatuhnya gong 5

2. Pelog Pathet 6 (nem) : 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 5 Jatuhnya gong 2

3. Pelog Pathet Barang : 3 4 5 6 7 2 3 4 5 6 7 2 Jatuhnya gong 5

2. Tangganada Slendro

Menurut Herawati & Mardowo (2010 : 2) menyatakan bahwa secara teoritis tiap-tiap jarak nada antara nada yang satu dengan nada yang lain dalam laras slendro adalah sama dengan jarak 240 cent. Menurut Palgunadi (2002: 427) Laras Slendro menghasilkan suasana yang bersifat riang, ringan, gembira,dan terasa lebih ramai.

Laras Slendro ialah tangganada yang menggunakan 5 nada dan dengan nada-nada tersebut sudah membuat suasana musik Jawa terasa saat dibunyikan. Nada yang terdapat dalam bilah Slendro yaitu:


(36)

Menurut Endraswara (2008:63) menyatakan bahwa laras Slendro, dibagi menjadi tiga macam pathet, yaitu:

1. Slendro Pathet 9 (sanga) : 5 6 1 2 3 5 Jatuhnya gong 5

2. Slendro Pathet 6 (nem) : 6 1 2 3 5 6 2 3 5 Jatuhnya gong 6

3. Slendro Pathet Manyura : 3 5 6 1 2 3 5 6 1 2 3 Jatuhnya gong 2 atau 6

4. Campursari Sragenan a) Sejarah Sragen

Kota Sragen merupakan kota yang berada didaerah Jawa Tengah dan berbatasan langsung dengan daerah Jawa Timur. Menurut Kasimo, dkk. (1987: 11) Dahulu kota Sragen saat zaman kerajaan Mangkubumi Surakarta dinamakan Sukawati. Dari berbagai hal tersebut Sukawati ingin melepaskan dari kekangan kerajaan dan membuat kabupaten kecil dan diberi nama Sragen dekat dengan kata Saragian atau penyebaran.

Dari berbagai paparan diatas Sragen adalah daerah penyebaran dan sengketa dar daerah-daerah lain sehingga budaya yang ada dikota tersebut terbawa dari setiap daerah lain yang memperebutkan daerah Sragen.


(37)

b) Kebudayaan Sragen

Keragaman seolah menjadi ciri ketidaktunggalan budaya dan tradisi, termasuk budaya dan tradisi yang berkembang di Nusantara (Santosa, dkk. 2007: 4). Kebudayaan yang terdapat dikota Sragen lebih banyak perpaduan budaya dari daerah disekitarnya. Sragen menjadi tempat berbenturnya dari berbagai budaya dan kesenian karena daerahnya Sragen berada ditengah-tengah. Kota ini berbatasan langsung dengan kota Purwodadi yang terkenal akan musik Tayub yang memiliki gaya bebas memainkan musiknya. Budaya lain yang membentuk budaya Sragen ialah budaya Jawa Timur dengan gaya musik lebih cepat. Sehingga gaya musik disragen memiliki ciri khas untuk musik campursari yang ada didaerah sragen ialah menggunakan Irama Rangkep, yaitu instrumen seperti gendang, saron dan lainnya dimainkan dengan rancak atau dua kali disetiap nada dibandingan campursari aslinya Manthous.

Berdasarkan paparan diatas, dicampursarinya sragenan dikatakan flaksibel karena player atau pemain dapat memainkan langgam yang biasanya halus dan dimainkan dengan gaya Sragenan yang lebih rancak atau cepat.


(38)

5. Penelitian yang Relevan

Penelitian terhadap musik campursari sebelumnya telah dilakukan, maka penelitian mengenai karakteristik langgam campursari Sragenan paguyuban Irama Zakaria relevan dengan penelitian sebelumnya sebagai tugas akhir skripsi untuk digunakan sebagai bahan acuan penelitian yang sejenis dari penelitian sebelumnya yaitu:

1. “Kreativitas karawitan pada kelompok campursari Sangga Buana” (Skripsi tahun 2011, Institut Seni Indonesia Surakarta) yang ditulis oleh Indri Setya Pratiwi. Penelitian ini terdapat hasil kreativitas para pencipta musik baik pencipta lagu maupun dalam hal penyajian. Penelitian tersebut dilakukan untuk mendalami garap karawitan dalam campursari Sangga Buana. Gending-gending yang banyak disajikan dalam campursari Sangga Buana ialah gending-gending Tradisi Gaya Surakarta dan Nartosabdanan yang selalu disajikan dengan menggunakan gerongan maupun sindhenan. Selanjutnya dalam penelitian ini ditemukan karakteristik dan kegiatan keseharian campursari Sangga Buana. Campursari tersebut adalah sebuah organisasi yang mempunyai perbedaan dengan grup-grup campursari yang lain yang ada di Karanganyar dan sekitarnya. Perbedaan tersebut terletak pada aspek musikalitas, aspek performa dan manajemen. Campursari Sangga Buana juga memiliki cita-cita yang kuat untuk mempertahankan eksistensi grupnya.


(39)

2. “Analisis struktur melodi dan makna lirik lagu campursari karya Manthous” (Skripsi tahun 2011, Universitas Negeri Yogyakarta) yang ditulis oleh Ninuk Anindya Janu. Penelitian tersebut menganalisis bentuk lagu yang meliputi sistem nada, bentuk lagu, frase melodi dan motif melodi. Sedangkan analisis makna lirik dari lagu Manthous meliputi analisis fenom dan persajakan. Selanjutnya penelitian ini diperoleh hasil yaitu: 1) struktur melodi yang ada dalam lagu campursari karya Manthous adalah menggunakan tangganada diatonis A dan E Mayor, bentuk lagu terdiri atas 2 dan 3 bagian; teknik pengolahan motif meliputi repetisi, sekuen, pengecilan dan pembesaran nilai, pembesaran interval nada, serta pembalikan; dan 2) Makna dalam lirik lagu campursari karya Manthous mengangkat 4 tema, meliputi tema percintaan, pariwisata, kehidupan, dan dolanan atau jenaka. Keempat tema tersebut menceritakan tentang dinamika kehidupan masyarakat khususnya masyarakat menengah kebawah.

Penelitian tersebut membahas tentang campursari Sangga Buana terkait dengan kreativitas pemain dan sinden memainkan gending-gending garapan campursari agar karakter campursari Sangga Buana tetap bertahan seiring perkembangan zaman. Sedangkan penelitian berikutnya yang membahas tentang struktur melodi dan lirik lagu campursari karya Manthous bisa dikatakan relevan karena perkembangan campursari tidak lepas dari adanya karya-karya Manthous sebagai kiblat campursari dipulau Jawa. Penelitian diatas dianggap relevan karena menjelaskan tentang musik


(40)

campursari mengenai karakteristik, alat yang digunakan untuk memainkan campursari, sejarah terbentuknya campursari, dan cara bermain variasi kembangan disetiap grup campursari.


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Menurut Mulyana (2010: 104) menjelaskan bahwa pada dasarnya seorang pengamat interaksi tatap muka yang meiliki kemampuan luar biasa untuk mengapresiasi pentingnya aspek-aspek yang tampak tidak penting dari prilaku sehari-hari. Menurut Nawawi & Hadari (1992: 67) metode deskriptif, dapat diartikan sebagai prosedur atau cara memecahkan masalah penelitian dengan memaparkan keadaan obyek yang diselidiki (seseorang, lembaga, masyarakat, pabrik dan lain-lain) sebagaimana adannya, berdasarkan fakta-fakta yang aktual pada saat sekarang.

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang memberikan gambaran mengenai keadaan atau gejala yang melepas objek yang diteliti. Pendekatan ini digunakan karena data-data penelitian berupa data verbal bersifat kualitatif yang memerlukan penjelasan secara deskritif.

Dalam penelitian ini digunakan dua perinsip studi kerja yaitu dengan menggunakan studi kepustakaan dan studi lapangan. Studi kepustakaan dilakukan dengan mencari buku-buku dan artikel yang berhubungan dengan Langgam Campursari Sragenan baik itu dari perpustakaan, buku pribadi serta artikel dari internet.

Menurut Spradley (1997: 3), penelitian entografi termasuk penelitian yang merupakan pendiskripsian suatu kebudayaan bertujuan utama etnografi adalah


(42)

memahami suatu pandang hidup dari sudut pandangan penduduk asli. Selain itu penelitian etnografi melibatkan aktivitas belajar mengenai dunia orang yang telah belajar melihat, mendengar, berbicara, berfikir danbertindak dengan cara yang berbeda.

Etnografi merupakan suatu merupakan bangunan pengetahuan yang meliputi teknik penelitian, teori etnografi, dan berbagai macam diskripsi kebudayaan (Spradley :1997). Dalam etnografi bermakna untuk membangun suatu pengertian yang sistematik mengenai suatu kebudayaan manusia dari prespektif orang yang mempelajari budaya tersebut.

B. Sumber Data

Dalam penelitian ini sumber data yang di gunakan berupa video dan mp3, lirik serta sejarah Campursari Sragenan yang didapat melalui wawancara dengan budayawan Campursari Sragenan yang benar-benar mengetahui keberadaan Campursari Sragenan, terkait dengan : Lagu, lirik, pencipta, perkembangan, teknik bermain serta tangganada yang digunakan.

C. Setting Penelitian

Penelitian ini dilakukan di desa Kauman RT 9 RW 3, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap, yang pertama Pra-penelitian yang bermaksut menggali informasi awal tentang keberadaan Campursari Sragenan. Kemudian dilakuakan


(43)

penelitian lanjut selama 2 bulan, untuk mengetahui lebih jauh tentang karakteristik Langgam Campursari Sragenan Paguyupan Irama Zakaria .

D. Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono (2014: 223) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatu belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan bahkan hasil yang diharapkan,itu semua tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Peneliti harus mampu membuktikan bahwa alat (instrumen) yang dipergunakan mampu menghimpun data secara menyeluruh dan obyektif. Mampu juga membuktikan bahwa data yang terkumpul itu relevan dengan masalah dan tujuan penelitian (Nawawi & Hadari: 1992).

Dalam hal ini, peneliti ini menggunakan metode penelitian kualitatif sehingga instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti akan langsung mengamati segala proses kesenian, mungumpulkan data, serta menganalisi kesimpulan dengan pedoman observasi, pedoman wawancara dan dokumentasi.


(44)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode yaitu:

a) Observasi

Menurut Nawawi & Hadari (1992: 74) menjelaskan bahwa pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala pada obyek penelitian.

Kegiata observasi dilakukan didaerah Sragen, Jawa Tengah untuk mengumpulkan data sementara dengan melakukan wawancara dan mendokumentasikan kegiatan Campursari Sragenan yang disajikan oleh narasumber. Sedangkan observasi kedua untuk melengkapi data yang masih kurang juga dengan melakukan wawancara dan pendokumentasian

b) Wawancara

Wawancara adalah alat yang dipergunakan dalam komunikasi tersebut yang berbentuk sejumlah pertanyaan lisan yang diajukan oleh pengumpul data sebagai pencari informasi yang dijawab secara lisan pula oleh responden (Nawawi & Hadari:1992). Wawancara akan dilakukan peneliti kepada Bapak Suharto selaku pemilik Campursari Irama Zakaria dan narasumber yang merupakan budayawan yang mengerti karakteristik Campursari Sragenan dan Wawancara lainnya dilakukan peneliti kepada Anindya Janu selaku putri dari pemilik CSGK Manthous. Wawancara yang pertama dilakukan untuk menggali informasi tentang


(45)

karakteristik langgam campursari sragenan Irama Zakaria dengan Campursari Gunung Kidul Manthous sebagai pemanding agar terlihat perbedaan ciri khas campursarinya. Dan wawancara kedua dilakukan untuk menggali lebih mendalam tentang perkembangan campursari sragenan.

Adapun pertanyaan yang akan disampaikan peneliti kepada narasumber antara lain :

1. Awal mula berdirinya campursari Irama Zakaria dan CSGK Manthous?

2. Alat yang digunakan Irama Zakaria dan CSGK Manthous?

3. Teknik wiraswara dan swara wati serta cara bermain penabuh Irama Zakaria dan CSGK Manthous?

4. Ciri khas Irama Zakaria dan CSGK Manthous?

c) Dokumentasi

Untuk mendapatkan data, digunakan sumber-sumber tertulis yang terkait dengan campursari Irama Zakaria. Kegiatan wawancara dan saat penampilan musik campursari Irama Zakaria juga dilakukan proses perekaman agar data tentang campursari Sragenan yang diperoleh valid.


(46)

F. Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono (2014: 233) menjelaskan bahwa kegiatan wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pungumpulan data, bila peneliti itu mengumpulkan data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi yang diperoleh. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Melakukan wawancara kepada narasumber serta pendokumentasi langgam campursari sragenan paguyuban Irama Zakaria untuk mengetahui keberadaan serta karakteristik campursari sragenan

2. Selanjutnya melakukan transkrip terhadap dokumentsi audio dan video yang didapat dari hasil wawancara dengan cara mendengarkan audio dan video secara berulang-ulang dokumentasi yang ada kemudian menuliskannya.

3. Setelah itu melakukan pemisahan antara lirik melodi dan kembangan teknik bermain. Data tersebut kemudian dipisahkan lirik, melodi dan kembangannya, hal ini dilakukan sebagai salah satu langkah memecah objek penelitian dalam bagian-bagian terkecil.

4. Terakhir yang dilakukan adalah mengadakan pemeriksaan keabsahan data. Setelah melakukan analisis terhadap Campursari Sragenan, peneliti melakukan wawancara lagi guna mencari informasi lebih mendalam.


(47)

G. Teknik Pencantuman Keabsahan Data

Menurut Sugiyono ( 2014: 270-276) uji kredibilitas data atau kepercayaan data terhadap hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, trianggulasi, dan membercheck. Penelitian ini dibutuhkan uji kridibilitas yang digunakan ialah perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dan triangulasi. Tahap awal yang akan dilakukan adalah Penjangan pengamatan berarti peneliti kembali melakukan wawacara atau kembali ketempat dilakukan penelitian untuk observasi terhadap sumber yang pernah ditemui maupun yang baru. Hal tersebut dilakukan agar peneliti dan narasumber terjalin rasa akrab dan untuk pengumpulan sumber data semakin terbuka hingga tidak ada informasi yang tertutupi. Narasumber dari campursari sragenan yang memberi informasi lebih jelas karena dengan beberapa pertemuan berharap dari informasi yang diberikan dapat diapresiasi dari masyarakat dengan musik yang dimainkannya. Tahap berikutnya ialah peningkatan ketekunan, peneliti melakukan pengamatan secara cermat dan berkesinambungan. Pengamatan yang dilakukan peneliti mendapat berbagai hal baru yang tidak diperkirakan dari penelitian campursari Sragenan tersebut. Berbagai hal yang dijelaskan narasumber hampir ditemui penejalasan yang sama. Hal tersebut bertujuan untuk mengecek data yang sudah didapat agar tidat terjadi kesalahan.

Menurut Sugiyono (2014: 273) menyatakan bahwa Triangulasi adalah penelitian kualitatif dan validasi melihat kecukupan data sesuai dari data yang diberikan kepada narasumber. Selanjutnya peneliti melakukan pengumpulan data


(48)

Wawancara

Dokumentasi

Observasi

dengan triangulasi, dan saat pengumpulan data peneliti juga menguji kridibilitas data melalui berbagai teknik pengumpulan data . Informasi dari narasumber tentang campursari Sragenan yang dilakukan peneliti dalam beberapa kali wawancara menemukan hal yang baru dari apa yang dilihat sebelumnya sehingga peneliti mendapat informasi semakin jelas. Dalam penelitian ini triangulasi dilakukan terhadap teknik pengumpulan data.

Gambar 10 : Trianggulasi teknik pengumpulan data (Sugiono, 2014:273)

Data wawancara diperoleh dari sumber data melaluli wawancara dengan Suharto selaku Pimpinan Paguyuban Irama Zakaria, Suranto dan pemain lain Campursari Irama Zakaria. Data yang dipeoleh meliputi sejarah berdirinya Irama Zakaria, variasi kembangan yang dipakai dalam campursari sragenan dan cara wira swara dan swara wati menyanyikan dan memainkan irama campursari sragenan.

Tahap selanjutnya melakukan observasi untuk memeriksa dan memperkuat kredibilitas data yang diperoleh dari wawancara. Objek observasi


(49)

meliputi tentang alat musik yang digunakan, dan cara penabuh bermain alat musik dicampursari Paguyuban Irama Zakaria.

Tahap terakhir yang dilakukan dalam triangulasi dokumentasi terhadap pementasan campursari Irama Zakaria, baik berbentuk rekaman maupun hasil penelitian terhadap temuan yang ada pada Paguyuban Irama Zakaria.

Setelah menemukan karakteristik campursari Sragenan Paguyuban Irama Zakaria, peneliti melakukan uji keabsahan dengan cara mengkonsultasikan kepada ahli yaitu dosen yang membidangi tentang musik tradisi.


(50)

BAB IV

KARAKTERISTIK LANGGAM CAMPURSARI SRAGENAN PAGUYUBAN IRAMA ZAKARIA

A. Diskripsi Data Penelitian

Setelah melakukan penelitian tentang karakteristik langgam campusari sragenan paguyuban Irama Zakaria di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, telah diperoleh beberapa data yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Penelitian memaparkan terlebih dahulu sejarah terbentuknya Irama Zakaria dengan cirikhas campursari sragenan. Serta peneliti mengulas sedikit tentang Campursari Gunung Kidul yang didirikan Manthuos untuk lebih bisa memberikan gambaran tentang cirikhas masing-masing campursari.

1. Sejarah Irama Zakaria

Nama Zakaria biasanya masyarakat sekitar kota Sragen memanggil dengan nama “Eyang Zakaria” beliau pejuang kerajaan yang berperan mempejuangkan terbentuknya Kabupaten Sragen. Makam Eyang Zakaria yang terletak didesa Kauman, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah membuat inisiatif Suharto selaku pemimpin Campursari tersebut memberi nama Paguyubannya dengan nama Irama Zakaria.

Asal mula Campursari Irama Zakaria hanyalah perkumpulan pemuda yang senang dengan dunia seni khususnya seni musik. Musik yang dimainkan oleh pemuda-pemuda tersebut ialah musik keroncong, setelah sering memainkan musik tersebut pemuda merasa bosan dan menambahkan kendang dalam memainkan musik, dengan adanya penambahan instrumen kendang


(51)

dalam musik keroncong untuk menggantikan cello, dengan hanya menambahkan instrumen kendang masih merasa ada yang kurang lengkap, pemuda berinisiatif menambahkan saron, depok, keyboard, gitar elektrik, bass elektrik dan drum, sehingga musik yangawalnya kroncong beralih ke genre campursari.

Permainan musik yang berbeda dimainkan oleh pemuda-pemuda dan membuat masyarkat sekitar hkususnya daerah Sragen mendengarkan percampuran instrumen tardisi dengan instrumen modern tertarik dan memanggil nge-job saat ada acara perayaan disekitar. Hal lain yang membuat campursari ini diminati oleh masyarakat sekitar ialah gaya bermainnya yang lebih rancak berbeda dengan campursari lain, gaya campursari biasanya disebut Sragenan.

2. Campursari Gunung Kidul Manthous a. Asal Mula CSGK Manthous

Berawal dari seseorang yang bernama Sumanto Sugiantono yang biasa dipanggil Manthous lahir di kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Menurut Lisbijanto (2013: 35) Pendobrak musik campursari yang terkenal adalah Manthous bersama grup Campursari Gunung Kidul, yang dapat memberi warna untuk perkembangan musik campursari hingga saat ini. Dunia musik sudah menjadi bagian dari kesehariannya, pada awalnya yang hanya memainkan musik keroncong dengan seniman S. Darmanto, Manthous


(52)

menambahkan alat gamelannya hanya siter. Hingga tahun 1990 Manthous dan adik-adiknya mendirikan grup campursari dengan memperbaharui format dengan mengganti bass bethot menjadi bass elektrik sedangkan cello menjadi kendang. Alat-alat gamelan di-tuning sendiri oleh Manthous agar dapat selaras dengan alat-alat modern. Masyarakat yang menikmati musik campursari pimpinan Manthous ini sangat terhibur dan peminatnya pun tidak hanya kalangan menengah kebawah tetapi mancanegara menikmati musik tersebut

b. Musik CSGK Manthous

1. Alat Musik CSGK Manthous

Musik campursari menupakan jenis musik Jawa campuran. Dari struktur alat yang digunakan ialah perpaduan dari alat tradisional dan alat modern. Alat tradisi yang digunakan ialah Kendang, Saron, Demung, Gender, Siter dan Gong dengan alat modern seperti Keyboard, Bass Elektrik dan Ukulele sebagai berikut.

Gambar 11: Kendang Manthous Gambar 12 : Saron Manthous Dokumen CSGK September 2016


(53)

Gambar 13: Gender Manthous Gambar 14 : Siter Manthous Dokumen CSGK September 2016

Gambar 15: Gong Manthous Gambar 16 : Ukulele Manthous Dokumen CSGK September 2016

Alat diatas merupakan alat yang dipakai oleh Campursari Gunung Kidul atau biasanya disingkat CSGK untuk memainkan langgam yang dibuat oleh Manthous. Instrumen tersebut dibuat sama seperti nada yang dimainkan oleh keyboard agar alat musik modern dan alat musik tradisi lebih padu atau bercampur sehingga masyarakat bisa menikmati musik Campursari.


(54)

2. Tangganada CSGK Manthous

Campursari pimpinan Manthous menggunakan tangganada diatonis, tetapi tidak meninggalkan nuansa tangganada pentatonis. Campursari CSGK umumnya menggunakan tangganada A mayor, setara dengan tangganada pentatonis pada laras pelog bem. Lagu lainnya menggunakan tangganada diatonis E mayor, setara dengan tangganada pentatonis laras peloh barang.

3. Lagu dan Lirik CSGK Manthous

Lagu yang dibuat dan di aransemen sendiri oleh Manthous, selain bisa memainkan segala alat musik, Manthous juga menyanyikan sendiri dengan suara khas yang di milikinya. Sehingga CSKG bisa dikenali dari musik yang dibawakan.

Lirik lagu yang apa adanya malah membuat masyarakat lebih gampang menrima lagu campursari. Pada umumnya Manthous membuat lagu bertemakan cinta, sosial dan lagu dolanan. Lagu-lagu manthous yang banyak dikenal masyarakat antara lain :

Gethuk, Randa Kempling, Gunung Kidul Handayani, Pipa Landa, Sido Opo Ora, Malioboro,dan Nginang Karo Ngilo.


(55)

Gambar 17 : Langgam Gethuk (salah satu ciptaan Manthous)

Langgam Gethuk yang berarti makanan khas Jawa terbuat dari ketela menjadi khas orang pedesaan jawa. Langgam yang diciptakan oleh Manthous berisi parikan atau pantun, dalam liriknya menceritakan jika berjanji dengan seseorang itu harus ditepati. Lirik


(56)

yang mudah didengar dan gampang di ingat ialah khas dari langgam manthous dalam membuat musik campursarinya.

Campursari yang dibentuk Manthous menjadi pelopor untuk musik campursari di Indonesia khususnya didaerah Jawa. Musik yang dimainkan dengan lirik yang seadanya serta suara Manthous yang memiliki cirikhas tersendiri. Sehingga dimasyarakat mendapat hati dari penikmat di Indonesia bahkan di mancanegara.

B. Pembahasan

1. Wira Swara Dan Swara Wati Campursari Sragenan Irama Zakaria Campursari sragenan untuk menyanyikan lagu diperlukan Wira Swara dan Swara Wati. Kata wira yang berarti panggilan untuk laki-laki dan Swara yang berarti suara sehingga Wira Swara diartikan sebagai penyanyi laki-laki. Sedangkan kata Swara yang berarti suara dan Wati yang berarti sebutan untuk perempuan sehingga Swara Wati diartikan penyanyi perempuan.

Di Campursari Sragenan Wira Swara dan Swara Wati memiliki gaya khas dalam berinteraksi menggunakan guyonan untuk mencairkan suasana, dengan melihat suasana sekitar dalam acara. Gaya khas lainnya Wira Swara dan Swara Wati memlesetkan lagu agar suasana lebih cair.


(57)

Gambar 18: Wira Swara Gambar 19 : Swara Wati Dokumen Leonardo Juli 2016

Gambar 20: Wira Swara dan Swara Wati langgam Nyidam Sari

Wira Swara dan Swara Wati menyanyikan langgam Nyidam Sari terlihat dari notasi diatas kurang lebih sama dengan notasi langgam yang aslinya. Langgam yang dinyanyikan Wira Swara dan Swara Wati terlihat beda menggunakan gaya Tayub, yaitu menyayikan dengan bebas lebih untuk hiburan dan masyarakat Sragen biasa menyebutkannya dengan gaya geculan.


(58)

a. Teknik Vokal

Menurut Pramayuda (2010: 67) menyatakan bahwa teknik pernapasan ini lazim disebut dengan pernapasan rongga perut, yaitu penapasan yang menarik atau mengambil napas untuk mengisi paru-paru dengan mengembangkan diafragma, yang juga diikuti dengan mengembangkan tulang rusuk. Teknik vokal Wira Swara dan Swara Wati dalam campursari ini menggunakan teknik pernafasan diagfragma.

Teknik pernafasan diagfragma digunakan Wira Swara dan Swara Wati karena teknik ini dapat lebih banyak menyimpan udara. Wira Swara dan Swara Wati juga menggunakan vibrasi ketika bernyanyi tetep tidak setiap nada diberi vibra biasanya dibagian tengah langgam sekalian mengambil nafas dan di bagian akhir-akhir langgam.

b. Spot

Dalam campursari Sragenan sebelum memulai memainkan langgam diawali dengan Spot. Campursari Sragenan juga memakai gaya tersebut. Spot ialah musik yang digarap lebih meriah dan Wira Swara memanggil Swara Wati untuk menyanyikan langgam. Spot garapan Sragenan sebegai berikut.


(59)

Gambar 21: Spot Garapan Sragenan

Spot diatas memainkan genre rock dengan adanya gitar elektrik yang menggunakan efek distorsi agar menciptakan susana berbeda pada musik campursari tetapi tidak meninggalkan suasana jawa karena ada unsur suara dari instrumen tradisi seperti saron yang khas dan tetap indah didengar. Setelah spot dimainkan dan Wira Swara menyelai dengan ada guyonan ialah cerita jenaka dengan Swara Wati agar suasana lebih meriah dan penonton bisa lebih memcair dengan suasana.


(60)

c. Menyanyikan Langgam

Ada beberapa hal yang dilakukan Wira Swara dan Swara Wati sebelum menyanyikan sebuah langgam. Langgam sragenan biasanya diawali menggunakan Bowo. Menurut Endraswara (2010: 32) Bowo Swara artinya tembang yang digunakan untuk mengawali gending atau bunyi lagu. Bowo adalah pembukaan vokal yang diselingi dengan isi yang jenakan dan saling bersautan antara Wira Swara dan Swara Wati. Bowo Sragenan yang memiliki khas sendiri yaitu saat bowo dinyanyikan ada jawaban dari penabuh dan Swara Wati dengan guyonan. Setelah bowo selesai diselingi lagi dengan percakapan jenaka sebelum masuk langgam yang akan di nyanyikan. Contoh bowo sebagai berikut.

Bowo Dadi Ati


(61)

Bowo diatas berjudul Bowo Dadi Ati berarti Perasaan Hati. Dalam menyanyikan bowo setiap selalu dimasuki gaya Sragenan yaitu Cengkok Jawa. Menyanyikan bowo juga menggunakan Cengkok Jawa yaitu teknik vokal seperti mendayukan sebuah nada. Cengkok tersebut biasannya menggunakan satu atau dua huruf terakhir kalimat dan dicengkokkan khas nada jawa. Cengkok Jawa Sebagai berikut.

Gambar 23: Bowo Dadi Ati sebelum dimasuki Cengkok Jawa

Gambar 24: Bowo Dadi Ati setelah dimasuki Cengkok Jawa

Memasukan cengkok jawa pada langgam tergantung wirasa atau rasa musikalitas penyanyi untuk merubah setiap nada pada akhir kalimat agar langgam yang dinyanyikan lebih indah untuk diperdengarkan pada penonton. Terlihat pada birama 2 pada notasi bowo Dadi Ati diatas ada perbedaan nada yang ditahan dan sesudah diberi cengkok jawa ada selipan beberapa nada dan dengan selipan nada tersebut merubah suasana menjadi khas langgam jawa.


(62)

2. Gaya Campursari Sragenan

Campursari Sragenan tidak lepas dari garapan pemain memainkan instrumen yang ada didalamnya. Campursari Sragenan paguyuban Irama Zakaria menggunakan instrumen tradisi dan instrumen modern serta memainkan gaya Sragenan sebagai berikut :

a. Kendang

Kendang dalam campursari sragenan memegang peranan sebagai Pamurbo Iromo (pemegang ritmis), instrumen kendang bisa memainkan gaya Tayub dan masyarakan sragen menyebutnya gaya gecul sehingga pendengar dapat merasakan gaya khas campursari Sragenan. Kendang Sragenan ada berbagai tambahan kendang salah satunya kendang ciblon, kendang ini berfungsi sebagai penyajian awal saat campursari baru akan dimulain dan seperti memainkan ladrang. Berikutnya instrumen yang ditambah dikendang sragenan yaitu kendang jaipong, kendang yang diambil dari daerah Sunda dan di adopsi ke campursari sragenan untuk memainkan langgam yang lebih energik atau rancak. Kendang di mainkan dengan naluri pengendang sehingga apabila pengendangnya berbeda nuansa di campursari Sragenan akan berbeda. Instrumen ini dimainkan dengan ritmis yang hampir selalu sama sepanjang lagu, tetapi kendang memiliki fungsi yang penting karena dalam langgam yang mengatur tempo dalam sepanjang langgam saat dimainkan.


(63)

Posisi pengendang ialah duduk bersila dengan badan tegap agar dapat menjangkau berbagai jenis kendang yang digunakan. Pengendang sragenan memakai telapak tangan untuk menghasilkan bunyi yang khas. Dalam memukul kendang untuk membuat bunyi yang bulat pengendang hanya memukul dengan ketepatan telapak tangan kepermukan kulit kendang. Ketepatan telapak tangan saat memukul kedang bila posisi telapak tangan salah kan menimbulkan bunyi yang berbeda.

Berikut ini berbagai bunyi yang dihasilkan dalam campursari sragenan yaitu :

1. Tak

Tak biasanya disimbolkan atau di notasikan dengan

t .

Untuk menghasilkan bunyi tak posisi lima jari kiri berhimpitan membentuk garis lurus, kemudian permukanan telapak tangan dipukulkan ke tebokan kempyang. Kemudian tangan kanan tebokan bem untuk menghindari adanya gema.

2. Lung

Lung biasanya disimbolkan atau di notasikan dengan

L.

Cara membunyikan satu jari kiri dipukulkan di tebokan kempyang bagian agak pinggir. Sedangkantangan kanan menekan tebokan bem untuk suara agar lebih bulat.


(64)

3. Thung

Thung biasanya disimbolkan atau di notasikan dengan

p.

Untuk membunyikan telapak kanan menempel pada penampang besar, sedangkan lima jari tidak saling menempel atau berhimpitan. Setelah itu dengan kelima jari dipukulkan ke penampang bem, bunyi yang dihasilkan pantulan dari pukulan tersebut. Sehingga tangan kiri tidak menekan atau menyentuk penampang tebokan kempyang.

4. Ket

Ket biasanya disimbolkan atau di notasikan dengan

l.

Untuk menghasilkan bunyi sama dengan cara membunyikan thung hanya saja saat membunyikan ket jari dan telapak tangan menempel pada permukaan tebokan bem. Sedangkan tebokan kempyang ditekan dengan tangan lain agar terhindar dari gema.

5. Dah

Dah biasanya disimbolkan atau di notasikan dengan

b.

Cara menghasilkan bunyu dah posisi tangan seperti akan berjabat tangan. Empat jari yang berhimpitan dan setengah jari telapak tangan dipukulkan pada teboakan bem . Tangan kiri menekan tebokan kempyang.


(65)

6. Dhet

Dhet biasanya disimbolkan atau di notasikan dengan

d .

Untuk menghasilkan dengan menempelkan tangan setelah memukul seolah sedang meredam suara. Sedangkan tebokan kempyang tetap ditekan agar menghindari gema.

7. Dhut

Dhut biasanya disimbolkan atau di notasikan dengan

Dhut.

Cara menghasilkan dengan menggabungkan dah dan diikuti teknik thung. Sehingga suara yang dihasilkan seperti alat musik ketipung dalam dangdut.

Gambar 25 : Kendang Sragenan Dokumen Leonardo Juli 2016


(66)

L L L L d Dhut t t p b b b l b b l d

Gambar 26: Notasi Kendang

Keterangan :

b = Dha / bem p = Thung

t = Tak l = Ket

L = Lung d = Dhet

Dut = Dhut

Kendang sebagaimana menjadi pemimpin setiap perubahan gaya dan suasana. Notasi kendang Sragenan dimainkan lebih rancak dan ramai terlihat dari notasi yang lebih penuh dan ada akhiran Dhut terkesan seperti memainkan ketipung untuk musik dangdut tetapi penabuh kendang dapan membuat suasana hidup dengan tabuhannya. Gaya yang dimainkan penabuh menggunakan wiroso yaitu rasa untuk memainkan musik campursari.


(67)

b. Saron

Saron termasuk dalam instrumen idiophone yang dimainkan dengan cara dipukul. Alat musik tradisi tersebut masuk dalam balungan dalam gamelan jawa. Nada yang dihasilkan saron lebih tinggi satu oktaf daripada depok dan ukuran fisik saron lebih kecil. Dalam campursari menggunakan 2 saron, tabuhan yang digunakan untuk memukul wilahan saron terbuat dari kayu yang ber bentuk seperti palu. Campursari Sragenan menggunakan saron agar musik yang dihasilkan lebih meriah, karena saron memainkan setiap ketukan dengan dua kali pukulan sehingga suasana musik campursari lebih rancak. Cara menabuh saron ada yang sama dengan nada yang dimainkan, nada yang imbal, atau nada yang bergantian antara saron 1 dan saron 2, cepat lambatnya dan keras lemahnya memainkan saron tergantung pamurbo iromo atau kendang dan langgam yang dimainkan. Memainkan saron menggunakan tangan kanan untuk memukul wilahan logam saron dan tangan kiri memencet wilahan logam saron yang sebelumnya dipukul. Teknik tersebut dinamakan mathet (kata dasar pathet: memencet).

Teknik memainkan saron dalam langgam campursari Sragenan ada 2 yaitu :

a) Teknik imbal, teknik ini merupakan teknik dimana dalam memainkan langgam, saron kedua mengikuti nada dari saron satu dengan nada dan yang sama.


(68)

b) Teknik nyacah, teknik dimana saron satu dan saron dua memukul nada yang sama tetapi depan belakang.

Nada yang di mainkan saron disetarakan dengan nada pada keyboard sehingga untuk garapan sregenan lebih bisa untuk dinikamti masyarakat.

Gambar 27 : Saron Dokumen Leonardo Juli 2016


(69)

Alat musik saron ada dua dan memiliki fungsi masing-masing. Saron pertama memainkan tangganada pentatonis dan tetap masuk pada setiap akor yang dimainkan. Sedangakan saron kedua menggunakan teknik imbal atau mengikuti akor dari saron pertama hanya mengulang beberapa nada agar suasana tetap terdengar penuh dalamlanggam campursari yang dimainkan.

c. Depok

Gamelan yang biasanya menggunakan demung karena masih termasuk dalam keluarga balungan. Dalam alat musik tradisi, demung yang biasanya dipakai pada gamenalan digantikan oleh depok, alat tersebut digunakan dalam campursari karena nada dengan oktaf lebih rendah dan ukuran fisik lebih lebar. Depok memiliki wilahan lebih tipis tetapi lebih lebar daripada wilahan saron sehingga nada yang dihasilkan lebih rendah. Tabuhan depok terbuat dari kayu dengan bentuk seperti palu lebih besar dan lebih berat dari pada tabuhan yang dimiliki saron. Alat tesebut memiliki berfungsi sebagai pemangku iromo yaitu memberi kejelasan jatuhnya nada.


(70)

Gambar 29 : Depok Dokumen Leonardo Juli 2016

Gambar 30: Notasi Depok

Teknik memainkan depok hampir sama dengan saron karena cepat lambatnya keras lemahnya sebuah langgam tergantung oleh pamurbo iromo yaitu kendang dan langgam yang dimainkan. Dalam memainkan depok tangan memukul wilahan logam lalu tangan kiri memencet wilahan nada yang sebelumnya dipukul agar suara dengungan nada sebelumnya berhenti. Teknik tersebut dinamakan mathet (kata dasar pathet : pencet) begitu seterusnya.


(71)

d. Cak

Cak ialah alat musik yang biasanya digunakan dalam musik keroncong. Dalam campursari instrumen ini menggantikan fungsi siter yang biasanya digunakan dalam gamelan jawa. Permainan cak hanya ngimbali dan memberi harmoni disetiap akord yang dimainkan. Di campursari Sragenan alat musik cak berfungsi sebagai Pemangku Alus yaitu pemenuh suasana dengan halus dalam langgam campursari Sragenan.

Gambar 31 : Cak Dokumen Leonardo Juli 2016


(72)

Gambar 32: Notasi Cak

Teknik memainkan cak dalam campursari Sragenan hampir sama seperti memainkan gitar karena masih sama instrumen yang menggunakan dawai sebagai sumber bunyi. Cak dimainkan dengan menggulang nada awal yang dimainkan ditekan dua kali setiap nada, bila akord sudah berganti seperti awal memainkan nada yang pertama dan mengulang nada awalnya.

e. Gong Kajogan

Gong yang masuk dalam intrumen yang di mainkan gamelan Jawa, instrumen tersebut digunakan menutup sebuah gending dalam gamelan jawa. Campursai Sragenan menggunakan gong seperti gamelan Jawa tetapi menggunakan gong yang memiliki ukuran lebih besar yaitu Gong Kajogan. Gong tersebut memiliki fungsi penutup dalam sebuah langgam.


(73)

Gambar 33 : Gong Kajogan Dokumen Leonardo Juli 2016

Gambar 34: Gong Kajogan

Teknik memainkan Gong Kajogan dalam campursari Sragenan ialah menggunakan tangan yang dikepalkan dengan bagian luar bawah dan diarahkan kepada tengah pusat cembungan kecil dalam Gong Kajogan.

f. Keyboard

Keyboard termasuk dalam alat musik modern, instrumen modern ini dalam Campursari Irama Zakaria digunakan dua keyboard untuk saling mengisi. Alat ini juga di pakai untuk mengisi melodi-melodi


(74)

seperti flute dan violin pada langgam campursari, karena kefleksibelan alat tersebut kyboard kadang juga ngimbali saron agar lebih penuh dalam memainkan musik campursari.

Gamabar 35 : Keyboard Dokumen Leonardo Juli 2016

Gambar 36: Notasi Keyboard

Fungsi keyboad dalam campursari ini salah satu keyboard berfungsi memegang akord pokok dan akord bantu disetiap birama. Di campursari Irama Zakaria pemain kyboard sangat diandalkan karena wiroso atau mat dipakan dalam memainkan langgam Sragenan.


(75)

g. Gitar Elektrik

Gitar elektrik yang termasuk instrumen modern di campursari Sragenan dipakai pemanis dalam langgam campursari, gitar lebih mengeblok akord yang dimainkan cak agar lebih penuh musiknya. Musik campursari sragenan yang biasanya banyak lebih dibuat garapan efek Gitar dibutuhkan untuk merubah suasana musik tersebut.

Gambar 37 : Gitar Elektrik Dokumen Leonardo Juli 2016


(76)

Gitar elektrik memainkan tangganada pentatonis terlihat notasi diatas gitar hanya sebagai pemenuh agar musik campursari suasananya menjadi berubah lebih ramai dan penuh.

h. Bass

Musik campursari yang biasanya menggunakan alat gamelan yaitu kempul untuk musik campursari Sragenan dan lebih menekankan musik garapan menggunkan bass elektrik agar lebih flaksibel. Fungsi kempul dalam campursari di gantikan oleh bass elekrik.

Gambar 39 : Bass Elektrik Dokumen Leonardo Juli 2016


(77)

Gambar 40: Notasi Bass Elektrik

Pemain bass lebih memainkan akor terlihat pada gambar diatas terdengar akor apa yang dimainkan agar suasana jawa dari kempul yang digantikan bass tetap terasa.

i. Drum

Campursari memakai alat musik perkusi selain kendang yaitu drum set. Alat perkusi tersebut dibutuhkan karena dalam campursari Sragenan yang lebih kegarapan untuk jleb-jleban yaitu selaan untuk menghidupkan suasana. Fungsi utama drum dalam campursari Sragenan yaitu peramai suasana yang dihasilkan dari suara hi-hat dan hentakan dari snar drum mengubah nuansa langgam yang dimainkan menjadi ramai berbeda dari campursari pada umumnya.


(78)

Gambar 41 : Drum Set Dokumen Leonardo Juli 2016

Gambar 42: Notasi Drum

Drum set berperan sebagai peramai dalam musik campursari, terlihat dari notasi senar drum yang dipukul bersamaan dengan pukulan kedang dibagian birama tertentu.

Dari berbagai pemaparan diatas, campurasari Sragenan dalam memainkan berbagai Instrumen tradisi dan Instrumen modern terlihat dari pemain musiknya menggunakan gaya Sragenan yang lebih rancak agar suasasa berbeda dari campursari pada umumnya.


(79)

3. Perbedaan Campursari Sragenan dan CSGK Manthous a. Campursari Sragenan

Campursari Sragenan membuat musik campursari garapan. Campursari garapan ialah mengubah gaya musik campursari yang biasanya halus dan dibawa ke gaya campursari lain agar memberi efek suasana musik berbeda. Campursari garapan tersebut dibawa ke gaya campursari Sragenan yang memiliki gaya khas yang lebih Irama Rancak dan ramai dalam memainkan musik campursari. Irama Rancak yaitu memainkan alat musik dengan lebih cepat. Instrumen yang membuat kontras gaya musik campursari Sragenan ialah Kendang Ciblon, kendang dimainkan dengan rancak, sehingga penabuh atau pemain yang lain mengikuti dengan rancak gaya Sragenan. Penabuh memainkan alat musik sambil bersuara untuk menambah kemeriahan musik tersebut.

Berbagai instrumen tradisi dan instrumen modern dalam campursari Sragenan lebih penuh saling mengisi agar terdengar rancak dan ramai, sehingga campursari Sragenan bisa dinikmati oleh masyarakat. Langgam Nyidam Sari yang biasanya dimainkan halus, di garap dengan berbeda oleh paguyuban Irama Zakaria dimainkan lebih rancak, sebagai berikut.


(80)

Nyidam Sari

CAMPURSARI SRAGENAN Irama Zakaria


(81)

(82)

(83)

(84)

Kode perubahan gaya Sragenan (tempo lebih cepat)


(85)

Jleb-jleban dan Senggakan


(86)

Menurut Atan & Armillah (1996: 40) menyatakan bahwa tempo yaitu tanda yang dipakai menentukan cepat lambatnya suatu lagu yang dinyanyikan. Garapan langgam yang awalnya seperti langgam aslinya dibuat berbeda oleh gaya campursari Sragenan sehingga membuat suasana menjadi lebih rancak dan ramai. Perubahan suasana ditandai pengendang memberi kode dengan pukulan yang berbeda agar penabuh lainnya bisa merasakan kapan gaya sragenan dimasukan pada langgam tersebut.

Langgam Nyidam Sari diatas yang dimainkan campursari Sragenan pada birama 1-16 menggunakan tempo (♪ =65) atau sama persis langgam asli dimainkan dengan tempo tersebut. Birama berikutnya yaitu birama 17-25 diberikan kode oleh kendang untuk perubahan gaya Sragenan dengan tempo ( ♪ = 73) agar terasa lebih rancaknya gaya Sragenan. Setelah masuk pada gaya rancaknya, gaya lain yang diselai dalam campursari Sragenan ada Senggakan dan Jleb-jleban. Contohnya sebagai berikut.


(87)

Senggakan dan Jleb-jleban

Gambar 44: Senggakan dan Jleb-jleban oleh penabuh

Ada pula gaya sragenan yaitu jleb-jleban dan senggakan. Jleb-jleban ialah pukulan pengendang bersamaan dengan snar drum menghasilkan hentakan-hentakan agar suasana semakin meriah. Menurut Endraswara (2010: 26) Senggakan ialah tembang yang menyela sindenan atau penyanyi sebagai pemanis pertunjukan.


(88)

Sedangkan senggakan yaitu suara yang dihasilkan penabuh bersamaan musik saat dimainkan untuk menambah ramai suasana. Ditengah lagu Wira Swara dan Swara Wati untuk lebih bisa mencairkan suasana memakai Senggakan yaitu vokal yang menyelai agar suasana bisa berbeda. Senggakan juga bisa dikatakan sebagai hiasan musik, disuarakan saat sebelum jeda pertengahan langgam. Campursari sragenan menggunakan gaya-gaya tersebut dan dimasukan dalam berbagai langgam yang dimainkan.

b. Campursari Gunung Kidul Manthous

Campursari Gunung Kidul atau biasa disebut CSGK yang didirikan Manthous lebih menekankan ke garapan campursari yang halus serta menggunakan pakem. Alat tradisi yang digunakan ialah Kendang, Saron, Demung, Gender, Siter dan Gong dengan alat modern seperti Keyboard, Bass Elektrik dan Ukulele. Manthous dan CSGK memainkan langgam Nyidam Sari sebagai berikut.


(89)

Nyidam Sari

CSGK MANTHOUS


(90)

Langgam Nyidam Sari yang di garap CSGK dengan halus berbeda dengan gaya Sragenan yang lebih rancak dan ramai bisa menjadi cirikhas masing-masing gaya musik campursari yang ada di Indonesia. Berbagai gaya musik campursari berbeda karena budaya masing-masing berdasarkan daerah tersebut dan penikmat atau masyarakat lebih bisa menikmati berbagai gaya musik yang ada didaerahnya sendiri.

Hasil dari pemaparan diatas campursari Sragenan dan CSGK Manthous memiliki beberapa aspek yang menjadi karakteristik antara keduanya dikelompok tersebut. Aspek seperti gaya bermain, instrumen musik, vokal dijelaskan pada tabel berikut.


(91)

Tabel Gaya Khas Sragenan dan CSGK Manthous

NO CIRI KHAS GAYA SRAGENAN CSGK MANTHOUS

1 Gaya Bermain • Lebih rancak • Terbawa gaya khas

Jawa Tengahan dan gaya Jawa Timuran • Flaksibel memainkan

musik

• Ada variasi ditengah permainkan musik • Bowo Garapan • Spot Garapan • Senggakan • Jleb-jleban • Guyonan

• Lebih halus seperti campursari klasik • Masih memakai pakem • Ada selaan kata-kata dan

memiliki arti disuarakan oleh penabuh

• Manthous memiliki bowo khas dengan meminimalisir frase nafasnya yang pendek

2 Instrumen Musik

• Kendang • Saron 1 dan 2 • Depok

• Cak

• Gong kajogan • Keyboard • Gitar Elektrik • Bass Elektrik • Drum

• Kendang • Saron 1 dan 2 • Demung • Ukulele • Siter • Gong • Keyboard • Bass Elektrik

3 Vokal • Wira Swara ( vokal laki-laki) / MC • SwaraWati (vokal

perempuan)

• Manthous • Sinden

Tabel diatas menunjukan ciri khas dari campursari Sragenan dan CSGK Manthous dari gaya bermain. Campursari Sragenan memiliki gaya bermain lebih rancak dan ramai menggunakan irama rangkep. Terbawa


(92)

gaya khas musik Jawa Tengah yang lebih halus dan Jawa Timur yang lebih rancak. Flaksibel memainkan musik diartikan bisa memainkan apa yang diinginkan penonton. Menggunakan Bowo, Spot garapan, Senggakan, Jleb-jleban dan diselai guyonan khas Sragenan.

CSGK Manthous memainkan musik campursari yang lebih halus dan lebih kental campurasi klasik. Menggunakan tangganada mayor menjadi pakem CSGK Manthous menjadi ciri khas tersendiri. Di langgam Manthous ada selaan untuk isian yang disuarakan pemain musiknya agar lebih penuh.

Instrumen musik yang digunakan campursari Sragenan seperti kendang sebagai pamurbo irama atau pemimpin memberi kode perubahan dari langgam halus menuju langgam Sragenan. Saron memberi unsur lebih halus pada musik campursari Sragenan. Depok digunakan pengganti demung, fungsi depok sebagai pemangku irama atau memegang akor. Instrumen cak di Sragenan menggantikan fungsi siter tetapi tetap sebagai pemanis suasana. Gong Kajogakan atau gong besar sebagai penutup akhir langgam yang dimainkan. Keyboard memiliki fungsi pengisi atau filler suara seperti flute, string, violin dan suara variasi lainnya. Gitar elektrik digunakan untuk mengisi bagian agar langgam lebih penuh saat didengar. Bass elektrik menggantikan kempul pada gamelan agar lebih flaksibel memainkannya pada langgam garapan Sragenan. Drum sebagai pemeriah suasana dan kode kendang untuk melakukan jleb-jleban dapat dibantu peran drum agar lebih meriah dan terasa suasana campursari Sragenan.


(93)

CSGK Manthous menggunakan instrumen musik seperti Kendang, Saron 1 dan 2, Demung, Ukulele, Siter, Gong, Keyboard, dan Bass Elektrik. Alat musik tersebut sudah memberi khas bagi pendengar campursari klasik Manthous.

Wira Swara dan Swara Wati memiliki peran masing-masing. Wira Swara vokal laki-laki berperan merangkap menjadi MC atau pembawa acara, meminta penabuh memberi Spot, menyanyikan Bowo sebelum Swara Wati menyanyikan langgam. Sedangkan Swara Wati atau vokal perempuan berperan menyanyikan langgam, sebelum langgam dinyanyikan Wira Swara dan Swara Wati melakukan guyonan agar mencairkan suasana.

Vokal yang menyanyikan langgam pada CSGK sebagian besar dinyanyikan oleh Manthous. Peran sinden tidaklah komplek hanya sebagai isian agar tetap ada unsur perempuan dalam langgam yang dimainkan tetapi karakter dari CSGK sudah terbentuk oleh sebagian besar langgam yang dinyanyikan oleh Manthous.


(94)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis mengenai Karakteristik Langgam Campursari Sragenan Paguyuban Irama Zakaria dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

1. Wira Swara dan Swara Wati dalam Campursari Sragenan Irama Zakaria

Hasil analisis Wira Swara dan Swara Wati di Campursari Irama Zakaria ialah penyanyi laki-laki dan penyanyi perempuan. Wira Swara bisa merangkap menjadi pembawa acara dan Swara Wati lebih ditekankan untuk menyanyikan langgam tetapi fungsi lain wira swara dan swara wati untuk meramaikan suasana dengan guyonan, yaitu cerita jenakan dengan gaya khas Sragenan. Teknik vokal yang digunakan yaitu menggunakan teknik pernafasan diafragma karena lebih tepat untuk mennyanyikan langgam Sragenan.

Untuk memanggil Swara wati untuk menyanyikan langgam, dipanggil oleh Wira Swara dengan menggunakan spot. Spot ialah musik garapan untuk mengiringi penyanyi maju kedepan penonton. Setelah siap akan diawali dengan Bowo dinyanyikan oleh Wira Swara, Bowo yaitu menyanyi tanpa diiringi penabuh. Campursari Sragenan memiliki ciri khas seperti cengkok jowo, yaitu suara mendayu tetap pada titilaras atau tangganada pentatonis.


(95)

2. Gaya Sragenan

Hasil analisis gaya sragenan terdapat pada cara penabuh memainkan alat musik tradisi dan alat musik modern. Alat yang digunakan pada Campursari Sragenan seperti kendang sebagai pamurno iromo atau pemegang ritmis dan pemegang kendali merubah suasana kegaya Sragenan, Saron yang dimainkan secera imbal untuk memeriahkan suasana, Depok sebagai pemangku iromo, Cak pengganti siter dalam campursari sebagai pemanis suara, Gong Kajogan atau gong besar untuk penutup langgam, Keyboard untuk isian flute dan string sebagai pemanis, Gitar elektrik sebagai pemanis suara, Bass elektrik pengganti kempul sebagai pengakor nada yang dimainkan, Drum sebagai pemeriah suasana.

3. Perbedaan Campursari Sragenan dan CSGK Manthous

Campursari Sragenan memainkan musik campursari garapan yaitu mengubah aransemen agar berbedan dengan langgam aslinya. Gaya khas yang menggunakan Irama rancak dan ramai dalam memainkan musik campursari. Irama Rancak ialah memainkan alat musik dengan lebih cepat. Wira Swara dan Swara Wati memiliki guyonan untuk menghidupkan suasana. Alat musik tradisi kendang sebagai pemegang kendali untuk merubah suasana dari yang halus kesuasana lebih rancak. Gaya khas lainnya ada gaya Tayub, yaitu gaya musik bebas menonjolkan kendang tetapi cendung seperti kendangan jaipong dan masyarakat Sragen menyebutkannya gaya Geculan. Penabuh memberi


(96)

Senggakan, yaitu suara yang dihasilkan penabuh bersamaan musik saat dimainkan untuk menambah ramai suasana. Jleb-jleban yaitu hentakan-hentakan dari pengendang dan drum memberi suasana berbeda dengan musik campursari pada umumnya sehingga dari berbagai gaya khas tersebut masyarakat lebih bisa menikmati campursari sragenan.

Campursari Gunung Kidul Manthous lebih memainkan langgam yang halus serta menggunakan pakem dan menggunakan alat yang berbeda dengan campursari sragenan. Gaya khas campursari masing-masing daerah yang berbeda membuat keberagaman kebudayaan di Indonesia diminati masyarakat sendiri maupun mancanegara.

B.Saran

Sebagai salah satu budaya yang memiliki karakter unik, penulis menghimbau untuk memperkenalkan kembali Langgam Campursari Sragenan ini kepada masyarakat agar campursari Sragenan tidak hilang seiring perubahan kebudayaan dan zaman.

Adapun beberapa saran dari peneliti adalah sebagai berikut.

1. Kepada campursari Sragenan agar tetap menggunakan instrumen musik kendang yang sebagai pemimpin, kadang diganti dengan ketipung sehingga langgam terdengar condong ke dangdut hal tersebut membuat pergeseran pemikiran masyarakat bahwa campursari itu sama dengan dangdut.


(97)

2. Gaya khas Sragenan seperti guyonan lebih diperhalus tidak cenderung kasar agar penikmat musik campursari Sragenan tetap berminat dengan musik tersebut.


(98)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, P. 1992. “Kamus Inggris-Indonesia-Inggris”. Surabaya: Arloka.

Atan, H. & Armillah, W. 1996. “ Pengetahuan Seni Musik”. Jakarta: Mitra Sumber Widya.

Endraswara, Suwardi . 2008. “ Laras Manis Tuntunan Praktis Karawitan Jawa”. Yogyakarta: Kuntul Press.

____________. 2010. “ Tuntunan Tembang Jawa”. Yogyakarta: Lumbung Ilmu.

Harmunah. 1994. “ Musik Keroncong”. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.

Herawati, N. & Mardowo, S. 2010. “ Musik Tradisional Jawa Gamelan”. Klaten: Intan Pariwara.

Kasimo & Tim Peneliti Fakultas Sastra UNS. 1987. “ Sejarah dan Hari Jadi Pemerintahan Di Kabupaten Sragen”. Sragen: Pemerintah Dati II Sragen

Kurniawan, Eko. 2011. “ Super Mudah Menjadi Pemain Bass Andal”. Yogyakarta: Buku Biru.

Lisbijanto, Herry. 2013. “Musik Kroncong”. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Mulyana, Dedi. 2010. “ Metode Penelitian Kualitatif”. Bandung: Remaja Rosdakarya

Nawawi, H. & Hadari, M. 1992. “Instrumen Penelitian Bidang Sosial”. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Palgunadi, Bram. 2002. “Serat Kendha Karawitan Jawi”. Bandung: ITB. Pramayuda, Yudha. 2010. “Buku Pintar Olah Vokal”. Yogyakarta: Buku Biru. Riwayanto, Doni. 2007. “Gitar Elektrik Teknik Dasar dan Aplikasi”. Jakarta: PT.

Gramedia Utama.

Santosa., Mulyana, A.R. & Mistortoify, Z. 2007. “Etnomusikologi Nusantara Prespektif dan Masa Depannya”. Surakarta: ISI Press Surakarta.


(99)

Soeharto,AH. dkk. 1996. “Serba - Serbi Keroncong”. Jakarta: Musika.

Soewito, DS. M. 1992. “ Teknik Termudah Bermain Organ”. Jakarta: Titik Terang.

Spradley, J. P. 1997. “ Metode Etnografi”. Yogyakarta: Tiara Wacana Yoguakarta.

Sugiyono. 2014. “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D”. Bandung: Alfabeta.

Suwarto, Ig. Hari dkk. 2004. Seni Musik untuk Kelas 1( Tim Seni Musik SLTP). Bekasi: PT. Galaxy Puspa Mega.

Tambunan, Marsha. 2004. “Sejarah Musik Dalam Ilustrasi”. Jakarta: Progres. Thoifin , A. 1992. “Kamus Pendidikan Pelajar dan Umum”. Solo: CV. Aneka Wadiyo. 2011. “Campursari Manthous:Antara Musik Jenis Baru dan Fenomena

Sosial Masyarakat Pendukung” dalam Harmonia Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni. Semarang: UNNES.

_______. 2007. “Campursari dalam Stratifikasi Sosial Semarang”. dalam Harmonia Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni. Semarang: UNNES.

Wasito, Wojo. 1991. “Kamus Besar Indonesia”. Bandung: CV. Pengarang.

Yudoyono, Bambang. 1984.” Gamelan Jawa Awal Mula, Makna Masa Depannya”. Jakarta: Pt. Karya Unipress.


(100)

(1)

ben penonton saget membaur kalian musik sragenan niki, dadi teng pundi-pundi campursari nek nyuwun garapan sragenan mesti ngoten niki mas.


(2)

Hasil Wawancara

Narasumber : Ninuk Anindya Janu Wardhani

Tempat : Wonosari

Hari/ Tanggal : Minggu, 24 Juli 2016

Pekerjaan : Pelatih vokal

Peran : Keluarga dari Manthous (Putrinya)

Keterangan : P = Peneliti, NS = Narasumber

P : Mbak asal mula dulu bapaknya mbak Anin membuat Campursari Gunung Kidulnya Manthous?

NS : Bapak dulu main musik kroncong, tapi emang bapak seneng berinovasi jadi kaya punya gagasan buat memadukan musik kroncong ditambah alat apa gitu.

P : Terus apa saja alat yang digunakan bapak untuk membentuk campursari?

NS : Bapak menggunkan Kendang, Saron, Demung, Gender, dan Gong untuk alat tradisinya, sama alat modernnya ada Kyeboard, Bass Elektrik, ukulele juga.


(3)

NS : Iya, jadi alat tradisinya bapak di samakan nadannya sama keyboard, keyboard sendiri hanya ngisi-ngisi.

P : Ada cara khusus nggak mbak pemainin memainkan alat musik?

NS : Sama saja memainkan campursari pada umumnya, hanya saja campursari bapakku tu lebih halus jadi nggak urakan.

P : Iya mbak makannya makannya campursari ditempatku beda gak halus tapi tetep enak didengar.

NS : ow yang kamu angkat itu, ya kapan-kapan aku cari diinternet.

P : Ow iya mbak, kalau soal main tangganadanya bapak memakai tangganada apa mbak?

NS : Sebenernya Campursarinya bapak itu makainya tangganada pentatonis, biasanya bapak gunain tangganada A mayor itu setara pelog bem, sama lagu lainnya menggunakan tangganada E mayor itu setara pakai pelog barang.

P : Kalau nyanyi apakah bapaknya mbak Anin nyanyi sendiri atau ada yang bantu ngisi ?

NS : Bapak ya nyanyi sendiri di lagu-lagu bapak kan ada suara khasnya bapak tapi sih ada sinden-sindennya bapak yang kadang ngisi dibagian tertentu, tapi tetep bapak yang berperan menyanyikan langgam.


(4)

NS : Itu, bapak tu seneng liat keadaan sekitar, jadi kaya budaya yang berkembang dimasyarakat dibuat lagu, terus lagu cinta, patah hati dibuat lagu sama bapak ya jadi bagus.

P : Contohnya lagunya bapaknya mbak anin apa mbak?

NS : Ada Getun, Pipa Landa, Nginang kalo ngilo, Gunung kidul handayani masih banyak lagi deh.

P : Campurasari bapaknya mbak anin berarti bisa dikatakan pelopor terbentuknya campursari ya mbak?

NS : Iya, karena campursari bapak memiliki ciri khas sendiri, Suara, Lirik bisa sampai ke pendengar dan diterima dimasyarakat.


(5)

(6)