PROSES PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN KELOMPOK B DI TK JOGJA GREEN SCHOOL DESA TRIHANGGO KECAMATAN GAMPING KABUPATEN SLEMAN.

(1)

i

PROSES PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN KELOMPOK B DI TK JOGJA GREEN SCHOOL DESA TRIHANGGO KECAMATAN GAMPING

KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Mella Nuraziza NIM 11111241042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

ii


(3)

(4)

(5)

v MOTTO

Belajar membaca bagaikan menyalakan api; setiap suku kata yang dieja akan menjadi percik yang menerangi.

(Victor Hugo)

Begitu belajar membaca, engkau akan menjadi bebas untuk selamanya. (Frederick Douglas)


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

1. Almarhum ayah, ibuku tercinta, dan kakak yang telah memberikan banyak hal dalam kehidupan saya.

2. Program Studi PG PAUD FIP UNY yang kubanggakan. 3. Agama, nusa, dan bangsa.


(7)

vii

PROSES PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN KELOMPOK B DI TK JOGJA GREEN SCHOOL DESA TRIHANGGO KECAMATAN

GAMPING KABUPATEN SLEMAN

Oleh Mella Nuraziza NIM 11111241042

ABSTRAK

Pengamatan pembelajaran membaca permulaan Kelompok B di tiga TK menunjukkan bahwa guru memberikan tugas dan beban belajar kepada anak. TK

Jogja Green School merupakan sekolah yang berbeda dalam menerapkan

pembelajaran membaca karena menggunakan pembelajaran kontekstual dengan berbasis alam. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pembelajaran membaca permulaan Kelompok B di TK Jogja Green School.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah: 1) kepala sekolah, 2) guru Kelompok B, dan 3) anak-anak Kelompok B

di Jogja Green School. Objek penelitian ini adalah proses pembelajaran membaca

permulaan Kelompok B di Jogja Green School. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan bantuan panduan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil data dianalisis menggunakan model analisis data interaktif. Uji keabsahan data penelitian ini dilakukan dengan triangulasi teknik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembelajaran membaca permulaan Kelompok B di TK Jogja Green School terdiri dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Perencanaan pembelajaran disusun sesuai dengan tema sekolah dan memperhatikan situasi serta kondisi anak, guru, dan lingkungan belajar. Pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan cenderung menggunakan model buttom up dengan kegiatan decoding atau mengeja. Evaluasi pembelajaran membaca permulaan dilaksanakan dengan

review proses dan hasil pembelajaran.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas nikmat yang telah dilimpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Proses Pembelajaran Membaca Permulaan Anak Kelompok B di TK Jogja

Green School Desa Trihanggo Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman”.

Penelitian ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan, bantuan, saran, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan dan Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.

2. Ketua Jurusan PAUD dan Penasehat Akademik penulis yang telah memberikan kesempatan untuk memaparkan gagasan dalam bentuk tugas akhir skripsi.

3. Bapak Dr. Sugito, M.A dan Ibu Arumi Savitri F., S.Psi., M.A, dosen pembimbing skripsi yang berkenan mengarahkan dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.


(9)

ix

4. Kepala sekolah, pendidik, dan anak-anak Kelompok B di Jogja Green School yang telah memberikan izin dan bantuan untuk melakukan penelitian.

5. Ibu, dan almarhum bapak tercinta, serta kakakku Arfan atas segala do’a, kepercayaan, kesabaran, perhatian, dan kasih sayang serta dukungannya. 6. Orangtua keduaku, Om Ibat, dan Bulik Nung yang telah memberikan

dukungan baik moril maupun materiil.

7. Adik-adikku tercinta, Aqil dan Sasa yang selalu memberikan hari penuh keceriaan.

8. Sahabat seperjuangan: Damai, Chimi, Uti, Arinda A., Rifana, Zuha, Hani, teman PPL Sedyo Rukun 2014, dan semua teman satu pembimbing skripsi atas motivasi, perhatian, keceriaan, dan kebersamaannya.

9. Teman-teman Prodi PG-PAUD Angkatan 2011.

10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu.

Penulis berharap semoga keikhlasan dan amal baiknya mendapat balasan dari Allah SWT, serta skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang peduli terhadap pendidikan terutama pendidikan anak usia dini dan bagi para pembaca umumnya.

Yogyakarta, Maret 2016 Penulis


(10)

x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PENGESAHAN... MOTTO... PERSEMBAHAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang... B. Identifikasi Masalah... C. Pembatasan Masalah... D. Rumusan Masalah... E. Tujuan Penelitian... F. Manfaat Penelitian... BAB II. KAJIAN PUSTAKA

A. Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini... 1. Tugas Pokok Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini... 2. Periode Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini... B. Perkembangan Kemampuan Membaca... 1. Konsep Kemampuan Membaca Anak Usia Dini... 2. Tahapan Membaca Anak Usia Dini... C. Membaca Permulaan...

hal i ii iii iv v vi vii viii x xiii xiv xv 1 9 10 10 10 10 12 12 12 15 15 15 21


(11)

xi

D. Pembelajaran Membaca Permulaan... 1. Faktor Penyebab Kemunculan Pembelajaran Membaca Permulaan... 2. Model Pembelajaran Membaca Permulaan... 3. Strategi Pembelajaran Membaca Permulaan... 4. Metode Pembelajaran Membaca Permulaan... 5. Tahapan Pembelajaran Membaca Permulaan... 6. Tujuan Pembelajaran Membaca Permulaan... 7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Membaca

Permulaan... 8. Evaluasi Pembelajaran Membaca Permulaan... E. Kerangka Berpikir... F. Pertanyaan Penelitian... BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian... B. Subjek, Objek, dan Waktu Penelitian... C. Tempat Penelitian... D. Teknik Pengumpulan Data... E. Instrumen Penelitian... F. Teknik Analisis Data... G. Uji Keabsahan Data... BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian... 1. Deskripsi Lembaga...

a. Profil Jogja Green School... b. Visi dan Misi Jogja Green School... c. Sarana dan Prasarana... d. Struktur Organisasi... e. Kurikulum... 2. Pembelajaran Membaca Permulaan Kelompok B di Jogja Green School.. B. Pembahasan Hasil Penelitian...

a. Proses Pembelajaran Membaca Permulaan Kelompok B di TK Jogja Green School...

24 24 25 28 30 32 34 35 38 40 42 43 43 42 42 45 48 50 54 54 54 55 55 58 58 60 84 84


(12)

xii

C. Keterbatasan Penelitian... BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... B. Saran...

DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN...

95

96 97

98 103


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

.

Model Interaktif... hal 50


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3.

Kisi-kisi Panduan Observasi... Kisi-kisi Panduan Wawancara ... Kisi-kisi Panduan Dokumentasi...

hal 46 47 48


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 5. Lampiran 6.

Surat Izin Penelitian... Kisi-kisi, Pedoman, dan Kode Penyajian Data... Catatan Lapangan... Catatan Wawancara... Catatan Dokumentasi...

hal 105 109 120 145 158


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemampuan berbahasa merupakan salah satu kemampuan yang sangat penting dalam melakukan interaksi sosial dengan individu lainnya. Individu dapat memahami hidup dan kehidupan melalui kemampuan berbahasa. Hal ini dapat dipahami karena bahasa adalah sistem bunyi, lambang, atau isyarat yang dipakai orang untuk melahirkan pikiran dan perasaan. Rita Eka Izzaty, Siti Partini Suardiman, Yulia Ayriza, Purwandari, Hiryanto, & Rosita Endang Kusmaryani (2008: 108) mengemukakan bahwa area utama dalam pertumbuhanbahasa adalah pragmatis, yaitupenggunaan praktis dari bahasa untuk berkomunikasi. Komunikasi merupakan cara manusia untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain.

Bahasa merupakan hal yang penting untuk mempermudah berkomunikasi dan dipahami oleh orang lain. Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain (Syamsu Yusuf, 2007: 118). Hal ini mencakup semua cara untuk berkomunikasi, menyebutkan pikiran, dan perasaan yang dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan suatu pengertian dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka.

Santrock (2002: 178) mengemukakan bahwa bahasa adalah suatu sistem simbol yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Pada manusia, bahasa ditandai oleh daya cipta yang tidak pernah habis dan mempunyai sistem


(17)

2

aturan. Daya cipta yang tidak pernah habis mempunyai arti sebuah kemampuan individu untuk menciptakan sebuah kalimat bermakna yang tidak pernah berhenti dengan menggunakan seperangkat kata dan aturan yang terbatas yang menjadikan bahasa sebagai upaya yang kreatif.

Proses pendidikan menuntut seseorang untuk berinteraksi, sehingga di dalam proses pendidikan terjadi komunikasi. Komunikasi memerlukan kemampuan berbahasa, sehingga proses pendidikan juga berkaitan dengan kemampuan berbahasa. Bahasa menjadi penting dalam proses belajar khususnya pada anak-anak yang masih duduk dibangku sekolah, karena bahasa merupakan alat untuk berpikir.

Aspek pengembangan bahasa anak menurut Sefeeltd danWasik (2008: 353-355), meliputi mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Kualitas keterampilan berbahasa seseorang bergantung kepada kuantitas dan kualitas kosakata yang dimiliki. Semakin kaya kosakata yang dimiliki seseorang maka semakin besar pula kemungkinan seseorang tersebut terampil berbahasa. Tidak dapat dipungkiri bahwa keterampilan berbahasa membutuhkan penguasaan kosakata yang memadai.

Perkembangan kemampuan bahasa anak usia dini adalah perkembangan kemampuan dasar yang bertalian dengan pembentukan kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungannya melalui kemampuan literasi atau kebahasaan (Harun Rasyid, Mansur, & Suratno, 2009: 229). Masa usia dini merupakan kesempatan terbaik untuk menumbuhkembangkan potensi dan kemampuan bahasa sebagai bekal untuk berkomunikasi dan berinteraksi


(18)

3

dengan orang lain di kemudian hari. Perkembangan kemampuan bahasa bagi anak usia dini perlu dideteksi perkembangannya, baik yang berkaitan dengan kemampuan percakapan, kemampuan verbal, kemampuan kosakata, dan kemampuan interaksi kebahasaan.

Soetjiningsih (2012: 237) menjelaskan bahwa kemampuan berbahasa merupakan indikator dari seluruh perkembangan anak. Hal tersebut dikarenakan kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan pada sistem lainnya yang melibatkan berbagai aspek kemampuan. Bromley (dalam Nurbiana Dhieni, Lara Fridani, Gusti Yarmi, & Nany Kusniaty, 2008: 1.19) mengungkapkan bahwa ada empat macam bahasa antara lain menyimak, berbicara, menulis, dan membaca.

Bahasa juga memiliki dua sifat (Nurbiana Dhieni, dkk., 2008: 1.19) yaitu bahasa reseptif (dimengerti dan diterima) dan bahasa ekspresif (dinyatakan). Berbicara dan menulis termasuk dalam bahasa ekspresif, sedangkan menyimak dan membaca termasuk dalam bahasa reseptif. Kegiatan membaca merupakan bahasa reseptif karena dalam kegiatan ini makna bahasa diperoleh dan diproses melalui simbol visual dan verbal.

Munawir Yusuf (2005: 134) menjelaskan bahwa membaca merupakan aktivitas auditif dan visual untuk memperoleh makna dari simbol berupa huruf atau kata yang meliputi proses decoding atau membaca teknis dan proses pemahaman. Membaca teknis merupakan proses pemahaman terhadap hubungan antara huruf dengan bunyi (Syamsu Yusuf, 2007: 119). Anak memperoleh informasi dan mengalami proses pemahaman terhadap simbol baik huruf maupun


(19)

4

kata. Anak memahami bahasa berdasarkan konsep pengetahuan dan pengalaman saat membaca, sehingga membaca termasuk salah satu proses pemahaman

(comprehending process) yang terdapat dalam tugas perkembangan bahasa yang

harus dilalui anak. Pemahaman yang dimaksud adalah memahami makna ucapan orang lain (Syamsu Yusuf, 2007: 119).

Leonhart (dalam Nurbiana Dhieni, dkk., 2008: 5.4) menjelaskan bahwa membaca sangat penting bagi anak. Anak yang gemar membaca akan mempunyai rasa kebahasaan yang tinggi. Durkin (dalam Nurbiana Dhieni, dkk., 2008: 5.4) juga menyebutkan bahwa tidak ada efek negatif pada anak yang telah dikenalkan kegiatan membaca sejak dini. Femi Olivia dan Lita Ariani (2009: xii) menjelaskan bahwa membaca sebagai kegiatan yang dapat menstimulasi otak dengan baik. Selain itu, dengan membaca anak juga akan memperoleh keunggulan akademik, mengembangkan keterampilan komunikasi yang hebat, serta membentuk perbendaharaan kata yang dimiliki anak agar mampu berkomunikasi dengan baik (Goodchild, 2004: 2-11).

Cochorane (dalam Tadkirotun Musfiroh, 2005: 8-9) mengemukakan bahwa tahap perkembangan membaca anak antara lain tahap magic, tahap konsep diri, tahap pembaca antara, tahap lepas landas, dan tahap independen. Berdasarkan tahapan tersebut anak usia 5-6 tahun berada pada tahap pembaca antara, yaitu tahapan ketika anak sudah memiliki kesadaran terhadap tulisan yang tercetak di lingkungan sekitar mereka. Anak akan memilih kata yang sudah dikenal, menceritakan kembali cerita yang sudah dibacakan dari buku, serta mulai


(20)

5

membaca sajak. Pada tahap ini anak juga sudah mulai mengenal abjad atau simbol huruf.

Pembelajaran membaca permulaan di Taman Kanak-kanak (TK) menjadi pengalaman pertama sebagian besar anak. Hal tersebut karena orangtua lebih mempercayakan pembelajaran membaca kepada guru. Saat proses pembelajaran berlangsung diperlukan model pembelajaran yang dapat membuat anak didik lebih siap untuk menerima pengalaman belajar membaca permulaan. Model pembelajaran menurut Agus Suprijono (2010: 46) ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas maupun tutorial. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar yang akan dilaksanakan.

Kemampuan guru menjadi salah satu faktor dalam keberhasilan proses pembelajaran membaca permulaan. Guru dapat menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan kreativitas dan prinsip anak usia dini. Keberhasilan guru atau orangtua menjadikan membaca sebagai bentuk kegiatan bermain yang menyenangkan bagi anak, membuat sikap positif terhadap membaca tumbuh dengan kuat pada diri anak. Sebaliknya, kegagalan orangtua menjadikan membaca sebagai kegiatan bermain dapat menyebabkan lemahnya antusiasme anak terhadap membaca (Moh. Fauzil Adhim, 2007: 228). Kualitas belajar anak akan dipengaruhi oleh penyampaian guru dalam proses pembelajaran.


(21)

6

Guru TK mempunyai tugas memberikan rangsangan atau menstimulasi dalam pembelajaran, namun pada kenyataannya guru memberikan beban untuk belajar. Hilda Karli (2010: 75-76) menyatakan bahwa kegiatan membaca di TK dirancang untuk mempersiapkan membaca bukan mengajarkan anak untuk membaca. Ketentuan ini tidak sepenuhnya salah karena pada kenyataannya beberapa dari guru TK maupun orangtua di daerah Yogyakarta dan sekitarnya mempunyai ambisi agar anak cepat dapat membaca. Hal tersebut semakin dirasakan jika guru maupun orangtua memaksakan kehendak pada saat anak menampakkan isyarat menolak (Moh. Fauzil Adhim, 2007: 30).

Terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan orangtua atau guru untuk mempersiapkan anak membaca permulaan. Mueller (2006: 6) mengungkapkan bahwa mengajarkan anak membaca dibutuhkan strategi yang sesuai dengan dunia anak yaitu bermain, dengan kata lain anak belajar dengan suasana yang menyenangkan dengan memanfaatkan tulisan disekitar anak sebagai pengembang kemampuan belajar membaca dini. Berdasarkan Permendikbud RI No. 146 Thn. 2014, anak di bawah usia 6 tahun berada pada masa bermain, sehingga pemberian rangsangan pendidikan dengan cara yang tepat melalui bermain dapat memberikan pembelajaran yang bermakna pada anak.

Strategi yang dapat dilakukan orangtua atau guru selain bermain adalah dengan bercerita. Jalongo (2007: 156) mengatakan bahwa semakin dini anak dikenalkan dengan teks yang ada dalam buku maka anak semakin siap untuk membaca dan sadar terhadap cetakan (tulisan). Lebih lanjut Papalia, Ols, & Feldman (2008: 248) mengemukakan bahwa anak yang belajar membaca dini


(22)

7

biasanya adalah anak-anak yang orangtuanya sangat sering membacakan cerita untuk anak dan melakukan kegiatan membaca tersebut ketika usia anak masih sangat muda. Stimulasi yang diberikan membantu anak untuk siap belajar membaca permulaan lebih dini. Bercerita merupakan metode pembelajaran yang menyenangkan bagi anak dalam rangka mengetahui hal-hal baru. Hilda Karli (2010: 78) mengungkapkan bahwa metode bercerita bertujuan menciptakan suasana menyenangkan dan akrab dengan anak.

Evaluasi pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan guru untuk mengetahui keberhasilan dalam pembelajaran. Berdasarkan Permendikbud No. 137 Thn. 2014 tentang standar nasional pendidikan anak usia dini mengatur guru untuk melakukan evaluasi dari segi proses dan hasil pembelajaran yang dilakukan oleh guru untuk menilai keterlaksanaan rencana pembelajaran. Evaluasi hasil pembelajaran dilaksanakan oleh guru dengan membandingkan antara rencana dan hasil pembelajaran. Hasil evaluasi sebagai dasar pertimbangan guru untuk melakukan tindak lanjut pelaksanaan pengembangan selanjutnya.

Berdasarkan beberapa observasi yang dilakukan pada Kelompok B di TK KKLKMD Sedyo Rukun Bambanglipuro, TK ABA Gedongkiwo, dan TKIT Nurul Islam Gamping menunjukkan bahwa guru mengajarkan anak untuk dapat segera membaca, bukan untuk mempersiapkan anak dalam membaca permulaan. Perencanaan pembelajaran membaca permulaan di tiga TK tersebut berupa rencana kegiatan yang memberikan tugas kepada anak. Pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan menuntut anak untuk menghafalkan huruf abjad dan menirukan yang diucapkan guru. Metode yang digunakan cenderung memberikan


(23)

8

beban belajar karena tidak dilaksanakan dengan cara bermain. Hal tersebut dapat dilihat dari media pembelajaran yang menggunakan LKA dan buku-buku tanpa gambar. Evaluasi pembelajaran membaca cenderung menggunakan checklist dan dilakukan setelah pembelajaran. Hasil observasi dapat dilihat pada lampiran lembar observasi halaman 104.

Hal berbeda dilihat pada Kelompok B TK Jogja Green School, berdasarkan observasi dan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti pada tanggal 13 Januari 2015. Berbeda dengan tiga sekolah di atas, pembelajaran membaca permulaan Kelompok B di TK Jogja Green School mengedepankan pengkondisian anak untuk belajar dengan suasana senang seperti bermain di taman. Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran membaca berupa rencana kegiatan bermain dengan memperhatikan prinsip pembelajaran kontekstual.

Pembelajaran membaca permulaan Kelompok B di TK Jogja Green

School dengan kegiatan pembelajaran menggunakan media yang dekat dengan

kehidupan anak. Contoh kegiatan membaca permulaan adalah membaca plat nama tanaman yang ada di lingkungan sekolah karena TK Jogja Green School berbasis alam. Pelibatan secara langsung dan menyeluruh antara anak dan guru juga dilaksanakan anak sehingga merasa lebih termotivasi untuk belajar membaca. Kegiatan yang dilaksanakan ialah dengan membaca nama snack yang dibawa anak dengan menunjukkan bendanya secara langsung. Evaluasi pembelajaran dilaksanakan saat proses berlangsung dan hasil pembelajaran dari sisi guru dan


(24)

9

anak. Hasil observasi dapat dilihat pada lampiran lembar observasi awal halaman 104.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran membaca permulaan anak TK khususnya Kelompok B berada pada tahap membaca antara. Strategi dan model pembelajaran yang diterapkan guru dapat memudahkan dalam merencanakan, melaksanakan, serta mengevaluasi proses pembelajaran. Keberhasilan dalam proses pembelajaran akan menentukan kualitas belajar bagi anak. Oleh karena itu penelitian ini mengambil judul “Proses Pembelajaran Membaca Permulaan Kelompok B di TK Jogja Green School Desa Trihanggo Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman”.

B. Identifikasi Masalah

Setelah dilihat dari paparan latar belakang masalah dapat diidentifikasi permasalahan yang muncul pada Proses Pembelajaran Membaca Permulaan Anak Kelompok B di TK adalah:

1. Guru Taman Kanak-kanak (TK) mempunyai tugas memberikan rangsangan atau menstimulasi dalam pembelajaran, namun pada kenyataannya guru memberikan beban untuk belajar.

2. Proses pembelajaran membaca permulaan di TK seharusnya menyenangkan, tetapi pada kenyataannya terdapat tugas-tugas dan pekerjaan rumah yang diberikan kepada anak.


(25)

10 C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah maka penelitian ini difokuskan pada Proses Pembelajaran Membaca Permulaan Kelompok B di TK

Jogja Green School Desa Trihanggo Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan “Bagaimana proses pembelajaran membaca permulaan Kelompok B di TK Jogja Green School?”.

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan identifikasi dan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui proses pembelajaran membaca permulaan Kelompok B di TK Jogja Green School.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan ilmiah dan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dalam proses pembelajaran membaca permulaan Kelompok B di TK.


(26)

11 2. Secara Praktis

a. Bagi sekolah

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan referensi bagi sekolah TK untuk dapat lebih optimal terkait proses pembelajaran membaca permulaan Kelompok B.

b. Bagi guru

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi dan evaluasi bagi guru untuk mengoptimalkan proses pembelajaran membaca permulaan di Kelompok B.


(27)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini

1. Tugas Pokok Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini

Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi antar individu dan memudahkan dalam memahami orang lain. Manusia mengalami perkembangan dari masa ke masa. Pada anak usia dini, setiap aspek perkembangan akan berkembangan dengan pesat. Salah satu perkembangan yang penting untuk diperhatikan ialah perkembangan bahasa. Perkembangan bahasa menjadi aspek yang penting bagi aspek perkembagan yang lain. Syamsu Yusuf (2007: 119) menyatakan bahwa perkembangan bahasa berkaitan erat dengan perkembangan berpikir anak. Perkembangan berpikir dimulai pada usia 16-24 bulan, yaitu pada saat anak dapat menyusun kalimat dua atau tiga kata.

Hal tersebut menjadikan anak dituntut untuk menuntaskan atau menguasai tugas pokok perkembangan bahasa. Tugas tersebut adalah pemahaman atau kemampuan memahami makna ucapan orang lain, pengembangan perbendaharaan kata, dan penyusunan kata-kata menjadi kalimat ataupun ucapan. Kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi terhadap suara-suara yang didengar anak dari orang lain atau lingkungan.

2. Periode Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini

Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih (2004: 1.9-1.10) membagi perkembangan bahasa atas dua periode besar yaitu periode prelinguistik (0-1 tahun) dan linguistik (1-5 tahun). Mulai periode linguistik inilah, anak mengucapkan kata kata yang pertama. Periode ini merupakan periode yang paling


(28)

13

menakjubkan dan membahagiakan bagi orangtua. Pada periode ini, anak mulai belajar di sekolah non formal atau Taman Kanak-kanak. Periode linguistik terbagi dalam tiga fase yaitu:

a. Fase Satu Kata atau Holofrase

Pada fase ini anak mempergunakan satu kata untuk menyatakan pikiran yang kompleks, baik yang berupa keinginan, perasaan, atau temuannya tanpa perbedaan yang jelas. Misalnya kata duduk, bagi anak dapat berarti “saya mau duduk”, dapat berarti“kursi tempat duduk”, tetapi dapat juga berarti “mama sedang duduk”. Orangtua baru dapat mengerti dan memahami apa yang dimaksudkan oleh anak tersebut, apabila orangtua tahu dalam konteks apa kata tersebut diucapkan, sambil mengamati mimik (raut muka) gerak serta bahasa tubuh lainnya. Pada umumnya kata pertama yang diucapkan oleh anak adalah kata benda, setelah beberapa waktu barulah disusul dengan kata kerja.

b. Fase Lebih dari Satu Kata

Fase dua kata muncul pada anak berusia sekitar 18 bulan. Pada fase ini anak sudah dapat membuat kalimat sederhana yang terdiri dari dua kata. Kalimat tersebut kadang-kadang terdiri dari pokok kalimat dan predikat, kadang-kadang pokok kalimat dengan objek dengan tata bahasa yang tidak benar. Setelah dua kata, munculah kalimat dengan tiga kata, diikuti oleh empat kata dan seterusnya. Pada periode ini bahasa yang digunakan oleh anak tidak lagi egosentris, dari dan untuk dirinya sendiri. Orangtua mulai melakukan tanya jawab dengan anak secara sederhana. Anak pun mulai dapat bercerita dengan kalimat-kalimatnya sendiri yang sederhana.


(29)

14 c. Fase Diferensiasi

Periode terakhir dari masa balita yang berlangsung antara usia dua setengah sampai lima tahun. Keterampilan anak dalam berbicara mulai lancar dan berkembang pesat. Anak saat berbicara bukan hanya menambah kosakata yang mengagumkan, akan tetapi mulai mampu mengucapkan kata demi kata sesuai dengan jenisnya, terutama dalam pemakaian kata benda dan kata kerja. Anak telah mampu menggunakan kata dalam bentuk jamak, awalan, dan akhiran serta berkomunikasi lebih lancar lagi dengan lingkungan. Anak mulai dapat mengkritik, bertanya, menjawab, memerintah, memberi tahu dan membentuk kalimat lain yang umum untuk saatu pembicaraan.

Perkembangan bahasa menurut Santrock (2007: 356) terdiri dari masa bayi; masa kanak-kanak awal; masa kanak-kanak menengah dan akhir; serta masa remaja. Pada masa kanak-kanak, pemahaman terkait fonologi, monologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik yang terkait dengan perkembangan kemampuan bahasa mengalami kemajuan yang penting.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa manusia itu mengalami perkembangan seiring bertambahnya usia. Pada anak, perkembangan bahasa menjadi faktor untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Lingkungan anak mencakup lingkungan keluarga, teman sebaya, dan masyarakat. Hal ini menjadi acuan untuk lebih memperhatikan stimulasi untuk pengembangan kemampuan bahasa anak. Pada anak usia 5-6 tahun atau usia TK B sebagai fokus penelitian ini berada pada fase diferensiasi dan masa kanak-kanak.


(30)

15 B. Perkembangan Kemampuan Membaca

1. Konsep Kemampuan Membaca Anak Usia Dini

Membaca merupakan kegiatan yang melibatkan unsur auditif (pendengaran) dan visual (pengamatan). Kemampuan membaca dimulai ketika anak senang mengeksplorasi buku dengan cara memegang atau membolak-balik buku. Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (2002: 57) menyatakan bahwa membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca lanjut. Hal tersebut menjadikan perhatian para guru anak usia dini untuk menstimulasi anak didik agar siap mencapai tahap kemampuan membaca. Burhan Nurgiyantoro (2010: 391) menambahkan bahwa kemampuan membaca anak adalah sebagai berikut: kelancaran pengungkapan, ketepatan struktur kalimat, dan kebermaknaan penuturan.

Dapat disimpulkan bahwa konsep kemampuan membaca anak usia dini adalah sebagai kegiatan membaca permulaan untuk siap membaca lanjut. Anak usia dini disiapkan untuk mencapai kemampuan membaca sesuai dengan usia perkembangan anak. Konsep membaca anak usia dini dijadikan sebagai pedoman agar pembelajaran sesuai dengan karakteristik anak.

2. Tahapan Membaca Anak Usia Dini

Perkembangan kemampuan membaca pada anak secara khusus berlangsung dalam beberapa tahapan. Setiap tahap dari kemampuan membaca memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Nurbiana Dhieni, dkk., (2009: 5.12-5.13) mengungkapkan bahwa tahapan kemampuan membaca anak usia 4-6 tahun berlangsung dalam lima tahap, yakni: 1) thap fantasi (magical stage), 2) tahap pembentukan konsep diri

(self concept stage), 3) tahap gemar membaca, 4) tahap pengenalan


(31)

16

Setiap tahapan perkembangan membaca memiliki cirri-ciri tertentu yang membedakan. Berikut merupakan deskripsi dari setiap tahapan membaca pada anak usia dini atau anak usia 4-6 tahun.

a. Tahap Fantasi (Magical Stage)

Pada tahap ini, anak mulai belajar menggunakan buku, dia berpikir bahwa buku itu penting, membolak-balik buku dan kadang-kadang anak membawa buku kesukaannya. Pada tahap pertama ini, orangtua atau guru harus menunjukkan model atau contoh tentang perlunya membaca, membacakan sesuatu pada anak, dan membicarakan buku dengan anak.

b. Tahap Pembentukan Konsep Diri ( Self Concept Stage )

Anak memandang dirinya sebagai pembaca, dan mulai melibatkan diri dalam kegiatan membaca, pura-pura membaca buku, memberi makna pada gambar atau pengalaman sebelumnya dengan buku, dan menggunakan bahasa buku meskipun tidak cocok dengan tulisan. Pada tahap kedua ini, orangtua atau guru harus memberikan rangsangan dengan membacakan sesuatu pada anak. Orangtua atau guru hendaknya memberikan akses pada buku-buku yang diketahui anak-anak dan melibatkan anak membacakan berbagai buku.

c. Tahap Membaca Gambar (Bridging Reading Stage)

Pada tahap ini, anak menjadi sadar pada cetakan yang tampak serta dapat menemukan kata yang sudah dikenal, dapat mengungkapkan kata-kata yang memiliki makna dengan dirinya, dapat mengulang kembali cerita yang tertulis, dapat mengenal cetakan kata dari puisi atau lagu yang dikenalnya, serta sudah mengenal abjad. Pada tahap ketiga ini, orangtua dan guru membacakan sesuatu


(32)

17

pada anak-anak, menghadirkan berbagai kosa kata pada lagu dan puisi, serta memberikan kesempatan menulis sesering mungkin.

d. Tahap Pengenalan Bacaan (Take-Off Reader Stage)

Anak mulai menggunakan tiga sistem isyarat (gra phoponic, semantic, dan

syntactic) secara bersama-sama. Anak tertarik pada bacaan, mulai mengingat

kembali cetakan sesuai konteks, berusaha mengenal tanda-tanda pada lingkungan, serta membaca berbagai tanda seperti kotak susu, pasta gigi, atau papan iklan. Pada tahap keempat ini, orangtua dan guru masih tetap membacakan sesuatu untuk anak-anak sehingga mendorong anak membaca sesuatu pada berbagai situasi. Orangtua dan guru jangan memaksa anak membaca huruf secara sempurna.

e. Tahap Membaca Lancar (Independent Reader Stage)

Pada tahap ini, anak dapat membaca berbagai jenis buku yang berbeda secara bebas. Menyusun pengertian dari tanda, pengalaman dan isyarat yang dikenalnya, dan dapat membuat perkiraan bahan-bahan bacaan. Bahan-bahan yang berhubungan secara langsung dengan pengalaman anak semakin mudah dibaca. Pada tahap kelima ini, orangtua dan guru masih tetap perlu membacakan berbagai jenis buku pada anak. Tindakan ini akan mendorong agar dapat memperbaiki bacaannya. Membantu menyeleksi bahan-bahan bacaan yang sesuai serta membelajarkan cerita yang berstruktur. Untuk memberikan rangsangan positif terhadap munculnya berbagai potensi keberbahasaan anak di atas, maka variasi permainan dan media memegang peranan penting. Lingkungan, termasuk di dalamnya peranan orangtua dan guru, seharusnya menciptakan berbagai


(33)

18

aktivitas bermain sederhana yang memberikan arah dan bimbingan agar berbagai potensi yang tampak akan tumbuh berkembang secara optimal.

Pendapat lain disampaikan oleh Goodchild (2004: 21-30) mengenai enam kategori dalam tahap perkembangan membaca, antara lain:

a. Bayi (0 -15 bulan)

Kelompok usia ini menyukai buku yang dipenuhi dengan gambar-gambar yang jelas dan besar. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bayi lebih senang dengan gambar hitam dan putih, namun itu hanya dalam beberapa bulan pertama. Setelah itu mereka lebih menyukai buku yang berwarna-warni.

b. Batita (13 bulan-3 tahun)

Anak-anak usia ini senang mempunyai buku yang dapat disentuh dan dirasakan. Mereka senang jika mampu membolak-balik halaman dan “membaca” buku sendiri pada saat tenang. Mereka sudah mulai mempelajari bahwa cerita mempunyai awal dan akhir. Mereka senang mendengarkan dan berperan serta dalam sajak anak-anak dan lagu anak-anak.

c. Prasekolah (2, 5- 5 tahun)

Pada tahap ini imajinasi anak mulai berkembang dan maju. Tahap prasekolah atau anak usia dini. Usia TK menjadi salah satu kategori pada tahap ini. Mereka mulai mampu mengurutkan cerita-cerita sederhana dengan benar. Mereka juga mempelajari aneka pelajaran penting tentang susunan buku, misalnya membaca buku dari kiri ke kanan atau mengetahui cara membuka-buka buku.


(34)

19 d. Pembaca Pemula (4-6 tahun)

Pada usia ini anak-anak menjadi bersemangat untuk mulai mengartikan kata-kata dan kalimat-kalimat yang mereka lihat. Beberapa tahap pada kategori ini adalah sebagai berikut:

1) Pengenalan kata. Anak-anak mulai mengenal jenis kata yang lebih banyak. Mereka mulai berusaha menuliskan kata-kata dan meminta petunjuk bagaimana cara menuliskan kata. Kemudian mereka mengenal bunyi yang berkaitan dengan kata yang mereka tulis dan menyuarakan kata itu perlahan untuk mendengarkan bunyinya.

2) Kepercayaan diri yang melambung. Pada masa inilah anak-anak menjadi lebih percaya diri dalam mengambil risiko. Saat mereka membaca sendiri, mereka menggunakan jari-jari untuk menuntun pembacaan. Anak mulai mengenali keluarga kata (anjing, kucing, anting) dan membuat kaitan sehingga kata-kata ini menjadi sajak.

3) Membaca tanpa bersuara.

Perkembangan membaca menurut Chall (dalam Santrock, 2007: 363-365), ada lima tahapan menurut rentang usia atau tingkat kelas. Deskripsi tahapan perkembangan membaca antara lain sebagai berikut:

a. Tahapan 0

Rentang usia atau tingkatan kelas mulai dari lahir sampai dengan kelas I. Anak-anak menguasai persyaratan-persyaratan membaca. Banyak anak mempelajari gerak membaca kiri-kanan dan tatanan membaca, bagaimana mengidentifikasi huruf-huruf dan alfabet, serta bagaimana menulis nama mereka.


(35)

20

Banyak anak yang belajar membaca kata-kata yang muncul di rambu-rambu jalan. Anak-anak masa kini banyak yang mempunyai kemampuan membaca lebih dini daripada anak-anak masa lampau karena acara-acara televisi dan dari program prasekolah atau TK.

b. Tahapan 1

Rentang usia atau tingkatan kelas pada tahapan ini dari kelas I sampai II. Pada tingkat ini, anak mulai belajar membaca. Dengan melakukannnya, mereka juga memperoleh kemampuan membunyikan kata-kata (menerjemahkan huruf-huruf menjadi bunyi dan menyampur bunyi menjadi kata-kata). Mereka juga melengkapi pembelajaran mereka dengan nama-nama dan bunyi-bunyi huruf. c. Tahapan 2

Rentang usia atau tingkatan kelas pada tahapan ini dari kelas II dan III. Ciri ciri dari tahap ini anak menjadi lancar dalam mengulang tiap-tiap kata dan keahlian membaca yang lain. Akan tetapi, pada tahapan ini membaca belum digunakan secara efektif dalam pembelajaran. Tuntutan membaca akan menguras stamina anak-anak pada tahapan ini sehingga mereka umumnya kelelahan sebelum mampu menyerap intisari bacaan.

d. Tahapan 3

Rentang usia atau tingkatan kelas pada tahapan ini dari kelas 4 hingga 8. Pada tingkat 4 hingga 8, anak menjadi lebih mampu memperoleh informasi dari media cetak. Dengan kata lain mereka membaca untuk belajar. Mereka masih mengalami kesulitan memahami informasi yang ditampilkan dari beragam sudut


(36)

21

pandang dalam satu cerita. Ketika anak tidak belajar membaca, anak cenderung mengalami kesulitan serius dalam berbagai mata pelajaran.

e. Tahapan 4

Rentang usia atau tingkatan kelas pada tahapan ini berada saat sekolah menengah atas. Banyak siswa menjadi pembaca-pembaca yang sangat kompeten. Mereka mengembangkan kemampuan untuk memahami materi yang ditampilkan dari berbagai sudut pandang. Hal ini memampukan mereka mereduksikan literatur, sejarah, ekonomi, dan politik yang terkadang seperti seorang ahli.

Berdasarkan beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca pada anak usia dini memiliki beberapa tahap. Tahapan membaca anak usia dini dipengaruhi oleh rentang usia dan tingkatan kelas. Setiap tahapan memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

C. Membaca Permulaan

Membaca dapat pula diartikan sebagai suatu metode yang digunakan untuk berkomunikasi dengan diri sendiri dan kadang-kadang dengan orang lain. Membaca adalah suatu kemampuan untuk melihat lambang-lambang tertulis melalui fonik (suatu metode pengajaran membaca, ucapan, ejaan berdasarkan interpretasi fonetik terhadap ejaan biasa) menjadi/menuju membaca lisan (Henry Tarigan, 1989: 8).

Kridalaksana (dalam Nurbiana Dhieni, dkk., 2009: 5.5), mengemukakan bahwa ”membaca pada anak usia dini adalah keterampilan membaca dan memahami tulisan dalam bentuk urutan lambang-lambang grafis dan


(37)

22

perubahannya menjadi wicara bermakna”. Farida Rahim (2006: 3) berpendapat bahwa membaca untuk anak merupakan kegiatan yang melibatkan unsur auditif (pendengaran) dan visual (pengamatan). Kemampuan membaca dimulai ketika anak senang mengeksplorasi buku dengan cara memegang atau membolak-balik buku. Kegemaran membaca harus dikembangkan sejak usia dini. Sejalan dengan pendapat ini, Montessori (dalam Hainstock, 2002: 103) juga mengemukakan bahwa pada usia 4-5 tahun anak sudah bisa diajarkan membaca dan menulis. Hal ini diperkuat lagi oleh Sobol (2003: 26) bahwa anak yang memiliki kesiapan membaca di TK akan lebih percaya diri dan penuh kegembiraan.

Dari beberapa pendapat teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa anak usia TK memiliki potensi untuk menjadi pembaca yang baik. Tahap perkembangan yang memungkinkan mereka mengerti simbol-simbol dalam bahasa memberi kesempatan untuk cepat belajar dan mengasah ketajaman berpikir. Selain itu, anak sebagai pembaca awal umumnya memiliki kesadaran fonemis yang cukup baik dan sangat berguna dalam proses membaca. Dengan demikian, adanya pemilihan metode yang tepat memungkinkan anak dapat belajar membaca dengan efektif, memanfaatkan segala potensinya dan merasa nyaman dalam belajar yang memperhatikan kebutuhan belajar mereka.

Masri Sareb (2008: 4-5) mengungkapkan bahwa membaca permulaan menekankan pengkondisian siswa untuk masuk dan mengenal bahan bacaan. Pada masa ini belum sampai pada pemahaman yang mendalam akan materi bacaan, apalagi dituntut untuk menguasai materi secara menyeluruh, lalu menyampaikan hasil pemerolehan dari membaca. Pada masa prasekolah, anak dipersiapkan untuk


(38)

23

mulai belajar membaca permulaan. Anak tidak mempunyai beban atau tuntutan untuk bisa membaca, tetapi disiapkan untuk membaca.

Steinberg (dalam Ahmad Susanto, 2011: 83) menyatakan bahwa membaca permulaan adalah membaca yang diajarkan secara terprogram kepada anak prasekolah. Program ini merupakan kegiatan harian yang mengajarkan perkataan secara utuh dan bermakna dalam kehidupan anak. Bahan-bahan yang diberikan melalui permainan dan kegiatan yang menarik sebagai perantara pembelajaran. Sejalan dengan pendapat tersebut Anderson (dalam Nurbiana Dhieni, dkk., 2009: 5.5) mengungkapkan bahwa membaca permulaan adalah membaca yang diajarkan secara terpadu, yang menitikberatkan pada pengenalan huruf dan kata, serta menghubungkannya dengan bunyi.

Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (1996: 50) mengungkapkan bahwa membaca permulaan diberikan secara bertahap, yakni pramembaca dan membaca. Pada tahap pramembaca, anak diajarkan: 1) sikap duduk yang baik pada waktu membaca; 2) cara meletakkan buku di meja; 3) cara memegang buku; 4) cara membuka dan membalik halaman buku; dan 5) melihat dan memperhatikan tulisan. Pembelajaran membaca permulaan difokuskan pada aspek-aspek yang bersifat teknis seperti ketepatan menyuarakan tulisan, lafal, dan intonasi yang wajar, serta kelancaran dan kejelasan suara.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan membaca permulaan adalah membaca yang dilaksanakan di TK yang dilakukan secara terprogram dengan dua tahapan yaitu pramembaca dan membaca. Program kegiatan dimulai dengan mengenalkan huruf-huruf dan lambang-lambang tulisan yang menitikberatkan


(39)

24

pada aspek ketepatan menyuarakan tulisan, lafal, dan intonasi yang wajar, serta kelancaran dan kejelasan suara. Membaca permulaan pada anak usia TK melibatkan unsur auditif (pendengaran) dan visual (pengamatan).

D. Pembelajaran Membaca Permulaan

1. Faktor Penyebab Kemunculan Pembelajaran Membaca Permulaan Pembelajaran membaca permulaan didasarkan oleh dua hal, yaitu kemunculan literasi anak (emergent literacy) dan kebermaknaan belajar membaca bagi anak. Hal ini menjadikan dasar untuk memperhatikan aspek kesiapan (kebutuhan dan keiginan) anak agar lebih efektif dalam pembelajaran membaca permulaan. Marron (2010: 7) mengungkapkan bahwa buku tanpa kata-kata menjadi cara yang dapat digunakan untuk membantu pembelajaran siswa membaca permulaan sebelum mereka menjadi pembaca di kelas (sekolah formal). Penggunaan buku sebagai media untuk belajar membaca permulaan, tentunya buku dengan banyak gambar dan sedikit tulisan.

Hal yang perlu diperhatikan adalah kemampuan perkembangan bahasa sebagai dasar mengembangkan kemampuan membaca permulaan anak. Seperti yang diungkapkan oleh Dickinson dan Tabors (dalam Seefeldt &Wasik, 2008: 324) bahwa baca tulis itu dimulai dengan perkembangan bahasa. Pemahaman fonemik dalam perkembangan bahasa anak akan membantu untuk mengerti bunyi-bunyi dalam suatu kata. Seseorang anak memiliki pemahaman fonemik mengerti bahwa kata dibentuk oleh bunyi-bunyi dan bahwa mereka bisa menggunakan bunyi-bunyi di dalam kata (Seefeldt &Wasik, 2008: 326).


(40)

25

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab kemunculan pembelajaran membaca permulaan adalah munculnya kemampuan literasi anak dan kebermaknaan belajar membaca bagi anak. Pembelajaran membaca permulaan perlu dilaksanakan sesuai kemampuan dasar bahasa yang telah dimilki oleh anak. Hal tersebut menjadikan dasar untuk memperhatikan aspek kesiapan (kebutuhan dan keinginan) anak agar lebih efektif dalam pembelajaran membaca permulaan.

2. Model Pembelajaran Membaca Permulaan

Beberapa model pembelajaran membaca menurut Tadkirotun Musfiroh (2009: 17-22) antara lain ialah:

a. Model Linear

Model linear, atau lebih dikenal dengan istilah proses bottom up adalah model yang melihat membaca sebagai part to whole process (proses dari bagian keseluruhan). Proses pada model linear merupakan belajar membaca yang dimulai dari yang lebih sederhana ke yang lebih rumit. Pada anak usia dini, model bottom up menekankan bahwa anak belajar menguraikan tulisan ke dalam bahasa (lisan). Model bottom up pada dasarnya merupakan proses penerjemahan, dekode, dan enkode. Dekode ialah kegiatan mengubah tanda-tanda menjadi berita. Enkode ialah kegiatan mengubah berita menjadi lambang-lambang. Model ini dikritik oleh beberapa ahli karena dianggap membatasi kemampuan membaca anak serta mengurangi peran guru dalam menerapkan tujuan, metode, dan langkah pembelajaran.


(41)

26 b. Model Interaktif

Model interaktif didasarkan pada teori skema dan memandang membaca sebagai interaksi antara pembaca dan teks. Pembaca harus membuat hubungan makna antara informasi baru dengan informasi sebelumnya (skemata) dan menggunakan strategi pribadi, yaitu mengembangkan dan mencocokkan setiap tujuan individu dalam membaca di samping mengkontruksi makna dari teks.

Model ini memadukan proses bottom up dan top down, menekankan keterampilan mengidentifikasi, kosakata, makna kata, dan pemahaman. Model interaktif telah banyak dikembangkan, tetapi lebih difokuskan pada pembaca lanjut. Model ini menekankan kemampuan membuat pertanyaan bacaan yang berfungsi untuk memonitor pemahaman bacaan sendiri dari berbagai tipe teks. c. Model Psikolinguistik

Model psikolinguistik adalah model membaca yang melihat membaca sebagai bagian dari perkembangan membaca dan aktivitas menguji hipotesis. Saat membaca, anak membuat prediksi dari tanda-tanda sintaktik dan semantik tentang kata dan kalimat berikutnya. Anak-anak akan menggunakan pengetahuan bahasanya untuk membantu memahami kata. Materi membaca sebaiknya utuh dan bermakna (Santrock, 2007: 360), seperti cerita-cerita atau puisi-puisi yang mempunyai bahasa yang komunikatif.

Goodman (dalam Santrock, 2007: 361) juga menentang pendapat bahwa bahasa dapat diajarkan bagian per bagian. Model ini merefleksikan pendekatan

whole language. Beberapa ide utama whole language yang relevan dengan


(42)

27

bermakna, dan relevan dengan penggunaan bahasa; 2) pembaca mengkonstruksi makna selama membaca, menggambarkan latar belakang pembelajaran, dan pengalaman mereka; 3) pembaca memprediksi, menyeleksi, mengkonfirmasi, dan mengoreksi sendiri saat memaknai tulisan; 4) tiga sistem bahasa berinteraksi dalam bahasa tulis: grafofonemik (bunyi dan bentuk huruf), sintaktik (pola kalimat), dan semantik (makna); serta 5) pemahaman makna selalu menjadi tujuan semua pembaca.

d. Model Transaksional

Model ini menggambarkan membaca sebagai transaksi antara pembaca dan teks yang terjadi pada waktu dan konteks tertentu. Pandangan ini dipengaruhi oleh pendekatan mengajar dengan literatur yang mengakui pentingnya respon pembaca: instruksi yang berpusat pada anak dan respon, kelompok literatur, respon jurnal, dan pertanyaan yang estetis. Metode yang merefleksikan model ini adalah pendekatan pengalaman bahasa (language experience approach: LEA) dan metode yang didasarkan pada buku seperti membaca nyaring, membaca tanpa suara, membaca dengan pilihan sendiri dan konferensi membaca, serta membaca bersama dengan buku besar.

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran membaca permulaan dipengaruhi oleh beberapa pandangan dalam pembelajaran. Pandangan tersebut berkaitan dengan kegiatan belajar membaca yang bermacam-macam antara lain adalah: 1) belajar membaca dari sederhana ke lebih rumit;2) belajar membaca untuk menghubungkan pengetahuan baru dengan yang sebelumnya; dan 3) belajar membaca untuk memahami bahan bacaan.Setiap


(43)

28

model mempunyai kelemahan dan kelebihan yang perlu dipertimbangkan saat diaplikasikan dalam pembelajaran. Model pembelajaran akan lebih efektif jika pelaksanaannya disesuaikan dengan karakteristik anak.

3. Strategi Pembelajaran Membaca Permulaan

Strategi pembelajaran membaca permulaan meliliki beberapa strategi pembelajaran membaca yang dikemukakan oleh Farida Rahim (2006: 41-51) yaitu sebagai berikut:

a. Strategi KWL (Know-Want to Know-Learned)

Strategi ini memberikan suatu peran aktif siswa sebelum, saat, dan sesudah membaca. Strategi KWL melibatkan tiga langkah dasar yang menunutun siswa dalam memberikan suatu jalan tentang apa yang telah mereka ketahui, menentukan apa yang ingin mereka ketahui, dan mengingat kembali apa yang mereka pelajari dari membaca.

Langkah pertama terkait apa yang telah diketahui (K) ialah kegiatan sumbang saran pengetahuan dan pengalaman sebelum topik yang akan dibahas. Kedua, What I Want to Know (W), merupakan langkah guru untuk menuntun siswa menyusun tujuan khusus membaca. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan untuk menstimulasi siswa. Langkah ketiga, What I Want

to Learned, merupakan kegiatan setelah membaca atau tindak lanjut untuk

menentukan, memperluas, dan menemukan seperangkat tujuan membaca. Semua langkah merupakan satu kesatuan dalam strategi ini.


(44)

29 b. Strategi DRA (Directed Reading Activity)

Strategi ini mempunyai tujuan agar siswa mempunyai tujuan membaca yang jelas dengan menghubungkan berbagai pengetahuan yang telah diketahui siswa sebelumnya untuk membangun pemahaman. Ada beberapa fase atau langkah yang terdapat pada strategi DRA. Langkah-langkah tersebut ialah, mempersiapkan siswa sebelum, saat membaca dalam hati, dan melanjutkan kegiatan membaca dengan pengecekan pemahaman dan keterampilan memahami. c. Strategi DRTA (Directed Reading Thinking Activity)

Strategi ini merupakan kritikan terhadap penggunaan strategi DRA. Hal ini terjadi karena strategi DRA terlampau banyak melibatkan arahan guru untuk memahami bacaan, sedangkan strategi DRTA memfokuskan keterlibatan siswa dengan teks sehingga dapat membuktikannya ketika membaca. Guru mengamati anak-anak ketika membaca, dalam rangka mendiagnosis kesulitan dan menawarkan bantuan ketika siswa berinteraksi dengan bacaan. Strategi ini mendorong siswa untuk mengaplikasikan keterampilan metakognitif, karena berpikir sesuai dengan jalan pikiran sendiri.

Berdasarkan teori yang diuraikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran membaca permulaan memerlukan langkah-langkah. Pembelajaran menjadi sebuah proses yang mempunyai alur strategi untuk mencapai tujuan. Langkah-langkah tersebut membantu guru maupun anak agar pelaksanaan pembelajaran lebih efektif. Penggunaan strategi dilaksanakan sebelum, saat, dan setelah pembelajaran.


(45)

30

4. Metode Pembelajaran Membaca Permulaan

Metode pembelajaran membaca pada tahap permulaan memerlukan metode yang sesuai dengan tahap kemampuan yang telah dicapai. Arends (dalam Trianto, 2009) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah suatu model pembelajaran dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik, dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap selangkah demi selangkah.Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengajar pada anak usia dini dan awal kelas SD menurut Hilda Karli (2010: 78-80), seperti: (a) metode bercerita; (b) metode bercakap-cakap; (c) metode tanya jawab; (d) metode pemberian tugas; (e) metode karya wisata; (f) metode demonstrasi; (g) metode sosiodrama; (h) metode eksperimen; (i) metode bermain peran; dan (j) metode proyek.

Nurbiana Dhieni, dkk. (2009: 5.24-5.27) memaparkan bahwa metode pengembangan membaca anak usia dini atau membaca permulaan ada empat metode antara lain:

1) Metode Pengalaman Bahasa

Metode ini menggunakan kata-kata anak sendiri untuk membantunya belajar membaca. Kata-kata itu dapat berupa penjelasan suatu gambar atau cerita pendek yang dimasukkan ke dalam buku. Miller (dalam Nurbiana Dhieni, dkk., 2009: 5.25) menyatakan bahwa kekuatan dari metode pengalaman bahasa yang utama adalah dapat membantu anak menggunakan pengalaman mereka sendiri sebagai bahan utama pelajaran membaca.


(46)

31 2) Metode Fonik

Metode ini mengandalkan pada pelajaran alfabet yang diberikan terlebih dahulu kepada anak-anak atau mempelajari nama-nama huruf dan bunyinya. Anak mulai merangkum beberapa huruf tertentu untuk membentuk kata-kata setelah mempelajari bunyi huruf. Metode ini membutuhkan konsentrasi akan pembunyian kata-kata tetapi tidak untuk memahaminya. Anak-anak yang belajar dengan metode ini akan mudah mengucapkan kata-kata tetapi tidak mengetahui maksud atau arti dari kata-kata yang dibaca.

3) Metode Lihat dan Katakan

Anak-anak belajar mengenali kata-kata atau kalimat-kalimat keseluruhan, bukan bunyi-bunyi individu. Metode ini menggunakan tiga tahapan antara lain: melihat, mendengar, dan mengulangi kata-kata. Kartu menjadi media yang membantu dalam proses pembelajaran membaca dengan metode ini. Kalimat yang utuh dengan kartu bergambar memudahkan dalam memperoleh makna dari yang dilihat dan diucapkan oleh anak.

4) Metode Pendukung Konteks

Buku yang menarik sangat penting saat anak sedang belajar membaca. Anak belum dapat memahami kata-kata yang terlalu banyak dan masih baru. Buku dengan dua versi cerita yang panjang dan pendek dapat membantu anak untuk lebih mudah memahami isi cerita.

Berdasarkan uraian teori di atas dapat disimpukan bahwa beberapa metode ini membantu guru atau pendidik untuk melaksanakan proses pembelajaran membaca permulaan. Metode-metode ini tidak ada yang lebih unggul daripada


(47)

32

yang lain. Guru dalam pelaksanaannya akan menggabungkan beberapa metode untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran. Manfaat yang diperoleh akan berlainan dari setiap metode yang diterapkan oleh setiap guru atau pendidik. Penggabungan beberapa metode dapat digunakan untuk mengefektifkan pembelajaran sesuai kemampuan guru dan karakteristik anak.

5. Tahapan Pembelajaran Membaca Permulaan

Hilda Karli (2010: 80-81) mengemukakan bahwa pembelajaran membaca anak usia dini ada dua tahapan, yaitu:

a. Belajar Membaca Tanpa Buku

Awali KBM yang dapat merangsang dan menggali pengalaman anak (sapaan, nyanyian, permainan). Pilihlah variasi kegiatan seperti: menunjukkan gambar, menemukan atau mencari jejak berupa gambar, bermain kartu bergambar, memperkenalkan bentuk tulisan melalui gambar, dan membaca tulisan bergambar. b. Belajar Membaca dengan Menggunakan Buku

Perkenalkan cara membaca buku dari arah kiri ke kanan dan membalikkan halaman buku dari arah depan ke belakang. Bila yakin semua anak sudah mengenal huruf dengan baik maka sebaiknya belajar membaca dengan menggunakan buku. Untuk anak TK B sebaiknya menggunakan buku yang helai halamannya tebal agar tidak mudah robek bila anak membuka dan membalikkan kertas.

Pembelajaran membaca pada anak usia TK dapat menggunakan media bercerita. Sesuai dengan yang diugkapkan oleh Hollingsworth dan Lewis (2008: 147), “melalui cerita siswa akan melakukan banyak kegiatan seperti membaca,


(48)

33

menulis, merespon bacaan, dan strategi-strategi belajar”. Kegiatan membaca dibantu dengan pengayaan yang bermacam-macam untuk menghidupkan proses pembelajaran. Menurut Hollingsworth dan Lewis (2008: 146) ada persiapan, membuat anak tertarik dengan topik, praktik dengan bimbingan, praktik mandiri, penutup, dan evaluasi (refleksi). Ada pengembangan untuk membantu pembelajaran membaca yaitu dengan tugas perpustakaan ataupun darmawisata.

Farida Rahim (2006: 99-106) mengemukakan pendapat yang berbeda pada proses pelaksanaan pembelajaran membaca yang dapat dilakukan pada saat prabaca, saat membaca, dan pasca membaca yang diuraikan sebagai berikut: a. Kegiatan prabaca adalah kegiatan pengajaran yang dilaksanakan sebelum

siswa melakukan kegiatan membaca. Dalam kegiatan prabaca guru mempunyai tugas untuk mengarahkan perhatian siswa pada pengaktifan skemata yang berhubungan dengan topik bacaan. Skemata ialah latar belakang pengetahuan yang telah dimiliki siswa tentang suatu informasi atau konsep tentang sesuatu.

b. Kegiatan saat membaca dapat dilakukan dengan beberapa strategi untuk meningkatkan pemahaman siswa. Strategi metakognitif akan membantu siswa dalam belajar membaca permulaan dan memahami bacaan. Pengajaran atau pembelajaran lain yang dapat dilaksanakan adalah resiprokal yaitu teknik yang dapat meningkatkan pemahaman dan memonitor pemahaman dengan cara guru dan siswa bergantian menjadi “guru”. Dalam prosesnya, terdapat diskusi tentang materi bacaan.


(49)

34

c. Kegiatan pasca membaca digunakan untuk memadukan informasi yang baru dengan skemata yang sudah ada. Strategi yang dapat digunakan pada tahap pasca membaca adalah belajar mengembangkan bahan bacaan pengajaran, memberikan pertanyaan, menceritakan kembali, dan presentasi visual. Dalam kegiatan pasca membaca, siswa diberikan kesempatan untuk mengembangkan belajarnya dengan menambah informasi terkait pengetahuan yang telah didapat.

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tahapan pembelajaran membaca permulaan terdiri dari beberapa tahap. Tahapan membaca yang pertama berdasarkan media yang digunakan. Membaca permulaan menggunakan tahap membaca tanpa menggunkan buku dan dengan menggunakan buku. Tahapan membaca yang kedua memperhatikan alur proses pembelajaran itu sendiri. Beberapa tahapan yang dimaksud ialah tahap pramembaca, saat membaca, dan pasca membaca.

6. Tujuan Pembelajaran Membaca Permulaan

Pengajaran membaca permulaan tentunya mempunyai tujuan dalam pelaksanaannya. Tujuan membaca permulaan adalah mengenalkan pada siswa huruf-huruf dalam abjad sebagai tanda suara atau abjad, melatih keterampilan siswa untuk mengubah huruf-huruf dalam abjad, melatih keterampilan siswa untuk menyuarakan, dan dalam waktu singkat dapat mempraktekkannya dalam membaca lanjut (Depdikbud, 1995: 35).

Iskandar Wassid dan Dadang Sunendar(2008: 289) menambahkan pendapat bahwa tujuan pembelajaran membaca dibagi menjadi tingkat pemula,


(50)

35

menengah, dan mahir. Tujuan pembelajaran membaca permulaan bagi tingkat pemula adalah sebagai berikut: a) mengenali lambang-lambang (simbol-simbol bahasa); b) mengenali kata dan kalimat; c) menemukan ide pokok dan kata-kata kunci; dan d. menceritakan kembali isi bacaan pendek.

Berdasarkan uraian tentang tujuan membaca permulaan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan membaca permulaan yaitu bertujuan untuk mengenalkan membaca anak. Pembelajaran dilaksanakan dari yang sederhana menuju tingkat lebih rumit. Pengenalan membaca sebagai bekaluntuk dapat membaca di tingkat selanjutnya.

7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Membaca Permulaan Sabarti Akhadiah, Maidar G. Arsjad, Sakura H. Ridwan, Zulfikar Z.F., & Mukti U.S (1992/1993: 25-27) mengemukakan bahwa keterampilan membaca, seperti juga kegiatan membaca, merupakan suatu keterampilan yang kompleks, artinya banyak segi dan banyak pula faktor yang mempengaruhinya antara lain: 1) Motivasi untuk membaca dapat dibedakan berdasarkan sumbernya. Dalam hal

ini motivasi yang bersifat intrinsik, yaitu yang bersumber pada membaca itu sendiri dan motivasi ekstrinsik yang sumbernya terletak dari luar membaca. 2) Lingkungan keluarga yaitu orangtua yang memiliki kesadaran akan

pentingnya keterampilan membaca akan berusaha agar anak-anaknya memiliki kesempatan untuk belajar membaca. Kebiasaan orangtua membacakan cerita untuk anak-anak yang masih kecil merupakan usaha yang besar sekali artinya dalam menumbuhkan minat baca maupun perluasan pengalaman serta pengetahuan anak.


(51)

36

3) Bahan bacaan akan mempengaruhi seseorang dalam minat maupun keterampilan memahaminya. Sehubungan dengan bahan bacaan ini ada beberapa faktor yang perlu dipertahankan antara lain: a) topik yang sesuai dengan kehidupan pembaca tentu akan lebih menarik daripada yang tidak sesuai, dalam hal ini penyajian yang mudah dan menarik untuk topik-topik yang kurang diminati akan banyak menolong; b) faktor keterbatasan merupakan faktor yang sangat penting dalam pemilihan bahan bacaan, sehingga dibedakan tiga tingkatan, yaitu bebas, instruksional, dan frustrasi.

Peran pendidik (orangtua, guru, dan orang dewasa) sangat diperlukan dalam upaya pengembangan potensi anak empat sampai enam tahun. Upaya pengembangan tersebut harus dilakukan melalui kegiatan bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain. Melalui bermain anak memiliki kesempatan untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan. Bermain juga membantu anak mengenal dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan.

Sabarti Akhadiah, Lamb, dan Arnold (dalam Farida Rahim, 2006: 16-30) mengungkapkan hal berbeda bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi membaca permulaan ialah faktor fisiologis, intelektual, lingkungan, dan psikologis. Faktor fisiologis yang dimaksud mencakup kesehatan fisik, perkembangan neurologis, dan jenis kelamin. Secara umum intelektualitas atau intelegensi anak tidak sepenuhnya mempengaruhi berhasil atau tidaknya dalam membaca permulaan.

Faktor lingkungan mencakup dua kondisi yaitu, latar belakang atau pengalaman siswa di rumah dan kondisi sosial ekonomi keluarga anak.


(52)

37

Lingkungan dapat membentuk pribadi, sikap, nilai, dan kemampuan bahasa anak. Kondisi tersebut dapat membantu maupun menghalangi anak belajar membaca permulaan. Anak yang tinggal di lingkungan keluarga yang harmonis, penuh kasih sayang, orangtua yang memahami anak, danmempersiapkan dengan harga diri yang tinggi tidak akan mendapatkan hambatan yang berarti dalam belajar membaca. Kondisi sosial ekonomi orangtua yang menengah ke atas cenderung lebih siap dalam mempersiapkan anak belajar membaca permulaan. Anak dari keluarga atau orangtua yang menengah ke bawah memiliki kesempatan yang sama jika ada usaha untuk sadar lebih dini dalam membelajarkan anak membaca permulaan.

Faktor yang terakhir ialah faktor psikologis yang mencakup: 1) motivasi; 2) minat; dan 3) kematangan sosial, emosi, dan penyesuaian diri. Motivasi menjadi faktor yang sangat mempengaruhi proses belajar membaca permulaan. Faktor motivasi ini terdiri dari motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Minat baca ialah keinginan kuat yang disertai oleh usaha-usaha seseorang untuk membaca. Hal tersebut berkaitan erat dengan motivasi karena akan mempengaruhi anak untuk membaca atas kesadaran sendiri. Ada tiga aspek kematangan emosi dan sosial, yaitu stabilitas sosial, kepercayaan diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kelompok. Aspek tersebut saling berkaitan untuk membantu proses belajar membaca permulaan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi pembelajaran membaca permulaan dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan dengan


(53)

38

metode mengajar guru, prosedur, dan kemampuan guru dalam menstimulasi. Faktor internal berkaitan dengan kondisi fisiologis, intelektual, dan psikologis. Faktor eksternal yang dimaksud ialah lingkungan baik lingkungan anak ataupun lingkungan belajar membaca.

8. Evaluasi Pembelajaran Membaca Permulaan

Berdasarkan Permendikbud No. 137 Thn. 2014 tentang standar nasional pendidikan anak usia dini mengatur guru untuk melakukan evaluasi dari segi proses dan hasil pembelajaran yang dilakukan oleh guru untuk menilai keterlaksanaan rencana pembelajaran. Pada Taman Kanak-kanak terdapat berbagai cara melakukan evaluasi atau penilaian (Bachtiar S.Bahri, 2005: 183-194) menjelaskan cara tersebut sebagai berikut:

1) Pengamatan (observasi): cara untuk mendapatkan keterangan mengenai situasi dengan melihat dan mendengar apa yang terjadi, kemudian dicatat dengan cermat, untuk kemudian diinterpretasi

2) Tes Formal: cara yang dilakukan untuk mengukur sesuatu dengan alat tes yang sudah tersetandar (kuantitatif). Misalnya tes untuk mengetahui kemampuan pengetahuan anak tentang konsep yang sifatnya verbal (Boehm Test of Basic Concept)

3) Tes yang informal: cara yang dilakukan untuk mengukur sesuatu dengan pendekatan informal (kualitatif), dengan tujuan memperbaiki program kegiatan pembelajaran tersebut.


(54)

39

4) Inventori sikap dan minat: cara untuk mendapatkan keterangan atau informasi tentang bagaimana anak mengahayati berbagai kegiatan dan minat dengan memberikan sejumlah pertanyaan langsung pada anak.

5) Penilaian diri: ungkapan anak mengenai kesukaan dan ketidaksukaan dirinya terhadap sesuatu. Melalui berbagai ungkapan diri, anak akan menggambarkan bagaimana suasana hatinya.

6) Portofolio: Hasil berbagai pekerjaan anak, catatan anak, catatan guru, dan evaluasi diri yang dilakukan anak.

“The National Association of Early Childhood Specialist (NACS, 1991) (dalam Masitoh dkk, 2005: 183) menyatakan bahwa tujuan mengevaluasi anak usia dini untuk: 1) merencanakan pembelajaran individual dan kelompok untuk berkomunikasi dengan para orang tua, 2) mengidentifikasi anak yang memerlukan bantuan atau layanan khusus, 3) mengevaluasi apakah tujuan program pendidikan anak usia dini sudah tercapai atau belum. Evaluasi pembelajaran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 11 huruf c Permendikbud No. 137 Thn. 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini menyatakan tujuan evaluasi pembelajaran yaitu: 1) evaluasi proses dan hasil pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik untuk menilai keterlaksanaan rencana pembelajaran, 2) evaluasi hasil pembelajaran dilaksanakan oleh pendidik dengan membandingkan antara rencana dan hasil pembelajaran, 3) hasil evaluasi sebagai dasar pertimbangan tindak lanjut pelaksanaan pengembangan selanjutnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi pembelajaran di TK mencakup dari segi proses dan hasil pembelajaran. Evaluasi


(55)

40

pembelajaran membaca permulaan Kelompok B di TK memperhatikan rencana yang telah disusun dengan berbagai cara evaluasi. Hasil dari evaluasi pembelajaran digunakan sebagai alat komunikasi dengan para orang tua, mengidentifikasi anak yang memerlukan bantuan atau layanan khusus, mengevaluasi tujuan program pendidikan anak usia dini sudah tercapai atau belum, dan dasar pertimbangan tindak lanjut pelaksanaan pengembangan selanjutnya.

E. Kerangka Berpikir

Bahasa manusia mengalami perkembangan seiring bertambahnya usia. Pada anak, perkembangan bahasa menjadi faktor untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Lingkungan anak mencakup lingkungan keluarga, teman sebaya, dan masyarakat. Hal ini menjadi acuan untuk lebih memperhatikan stimulasi untuk mengembangkan kemampuan bahasa anak. Perkembangan bahasa anak yaitu dalam hal keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, serta menulis. Pada penelitian ini berfokus pada bahasa reseptif yaitu membaca. Lebih lanjut yaitu pembelajaran membaca permulaan yang akan diteliti.

Perkembangan membaca mempunyai beberapa tahapan yang memberikan acuan dasar dalam mengembangkan kemampuan membaca anak. Tahapan membaca mempengaruhi program yang akan diberikan oleh guru atau pendidik untuk menstimulasi anak belajar membaca permulaan. Program ini merupakan kegiatan harian yang berfokus pada perkataan-perkataan utuh bermakna dalam


(56)

41

konteks pribadi anak-anak dan bahan-bahan yang diberikan melalui permainan dan kegiatan yang menarik sebagai perantara pembelajaran.

Anak usia TK khususnya kelompok B memiliki potensi untuk menjadi pembaca yang baik. Anak sedang pada tahap perkembangan yang mengerti simbol-simbol dalam bahasa, sehingga guru memberi kesempatan untuk cepat belajar dan mengasah ketajaman berpikir. Selain itu, anak sebagai pembaca awal umumnya memiliki kesadaran fonemis yang cukup baik dan sangat berguna dalam proses membaca. Dengan demikian, adanya pemilihan medel pembelajaran yang tepat memungkinkan anak dapat belajar membaca dengan efektif. Guru berusaha untuk memanfaatkan segala potensi dan menciptakan rasa nyaman dalam proses pembelajaran yang memperhatikan kebutuhan belajar anak.

Pembelajaran membaca dalam prosesnya membutuhkan model, strategi, metode, serta tahapan yang sesuai dan perlu adanya evaluasi untuk mengoptimalkan pencapaian perkembangan membaca permulaan. Beberapa model yang ada memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu dibuktikan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran yang diperoleh. Pembelajaran membaca permulaan dipengaruhi faktor-faktor yang memberikan pengaruh, baik secara negatif maupun positif. Evaluasi pembelajaran digunakan sebagai pertimbangan untuk mengukur keberhasilan proses dan hasil pembelajaran yang telah direncanakan. Oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian terkait proses pembelajaran membaca permulaan kelompok B di TK Jogja Green School.


(57)

42 F. Pertanyaan Penelitian

Dari penjabaran kajian teori di atas, peneliti merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan pembelajaran membaca permulaan Kelompok B di

TK Jogja Green School?

2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan Kelompok B di

TK Jogja Green School?

3. Bagaimana evaluasi pembelajaran membaca permulaan Kelompok B di TK


(58)

43 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang sering digunakan dalam penelitian adalah penelitian kuantitatif, kualitatif, dan gabungan (kuantitatif dan kualitatif). Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Lexy J. Moleong, 2010:3). Penelitian deskriptif yaitu mengumpulkan data berdasarkan faktor-faktor yang menjadi pendukung terhadap objek penelitian, kemudian menganalisa faktor- faktor tersebut untuk dicari peranannya (Suharsimi Arikunto, 2010: 151).

Penggunaan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif didasarkan atas pertimbangan bahwa dalam penerapan proses pembelajaran membaca permulaan ada aspek-aspek yang harus digali lebih mendalam dan komprehensif.Penelitian dilakukan pada obyek yang alamiah. Objek yang alamiah adalah obyek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak begitu mempengaruhi dinamika pada objek (Sugiyono, 2006:15). Selain itu, metode kualitatif juga menekankan pada deskripsi secara alami, sehingga perlu keterlibatan peneliti secara langsung.

B. Subjek, Objek, dan Waktu Penelitian

Subjek penelitian pada penelitian yang dilakukan di TK Jogja Green

School adalah kepala sekolah, pendidik (guru) dan peserta didik (anak TK


(59)

44

membaca permulaan Kelompok B di TK Jogja Green School.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2015.

C. Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian dilakukan di TK Jogja Green School Desa Trihanggo Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman.

D. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian berjudul “Proses Pembelajaran Membaca Permulaan Kelompok B di TK Jogja Green School Desa Trihanggo Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman” termasuk penelitian kualitatif. Pengumpulan data digunakan untuk mendapatkan data dalam penelitian. Data kualitatif tersebut dapat berupa teks, dokumen, gambar, foto, artefak, atau objek-objek lainnya yang ditemukan di lapangan selama penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif (Jonathan Sarwono, 2006: 223).

Sugiyono (2006: 309) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta (participan observation), wawancara mendalam (in depth interview), dan dokumentasi. Pengumpulan data harus selalu dilakukan sendiri oleh peneliti tidak dapat diwakilkan (Suharsimi Arikunto, 2002: 11).


(60)

45 1. Observasi

Teknik pengamatan atau observasi dapat mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan, dan sebagainya (Lexy J. Moleong, 2010: 126). Marshall (dalam Sugiyono, 2013: 64) mengungkapkan bahwa peneliti belajar tentang perilaku dan makna perilaku melalui observasi. Metode observasi digunakan untuk mengetahui pelaksanaan proses pembelajaran membaca permulaan. Model, strategi, dan metode pembelajaran membaca yang digunakan dalam proses pembelajaran membaca permulaan Kelompok B di TK Jogja Green School. Mencari tahu tentang suasana dan kondisi sarana prasaranasebelum, saat, dan setelah proses pembelajaran membaca permulaan serta evaluasi yang digunakan. Mengumpulkan informasi terkait faktor yang mendukung dan menghambat dalam melaksanakan model pembelajaran membaca permulaan Kelompok B di TK Jogja Green School. Informasi-informasi tersebut kemudian dicatat dalam catatan lapangan. Catatan lapangan digunakan peneliti untuk mencatat proses penerapan kurikulum dalam proses pembelajaran sebagai bukti konkret untuk menganalisis data. Kisi-kisi yang digunakan untuk observasi terlampir pada halaman lampiran kisi-kisi, pedoman, dan kode penyajian data.

2. Wawancara

Esterberg (dalam Sugiyono, 2013: 72) menyatakan bahwa wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Percakapan yang dimaksud ialah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu


(61)

46

pihak pewawancara dan pihak yang diwawancarai. Lexy J. Moleong (2010: 135) menyatakan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis wawancara semiterstruktur. Wawancara semiterstruktur dilakukan apabila untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya (Sugiyono, 2013: 73). Oleh karena itu, dalam melakukan wawancara peneliti telah menyiapkan pertanyaan-pertanyaan tertulis.

Wawancara yang dilakukan ditujukan kepada sumber data yang terlibat dalam penerapan proses pembelajaran membaca permulaan Kelompok B di TK

Jogja Green School. Wawancara ditujukan untuk menguatkan informasi

mengenai sejarah lembaga, identitas lembaga, dan kurikulum yang digunakan untuk menerapkan proses pembelajaran membaca permulaan Kelompok B di TK

Jogja Green School. Pelaksanaan pembelajaran, evaluasi, faktor pengaruh, serta

upaya yang digunakan dalam pembelajaran didapat melalui wawancara mendalam. Peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan dalam proses wawancara. Pedoman untuk wawancara dan alat bantu seperti tape recorder, gambar, brosur, dan material lain yang dapat membantu pelaksanaan wawancara menjadi lancar. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti kemudian dituliskan ke dalam catatan wawancara. Kisi-kisi yang digunakan untuk observasi terlampir pada halaman lampiran kisi-kisi, pedoman, dan kode penyajian data.


(62)

47 3. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah terlaksana (Sugiyono, 2013: 82). Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Metode dokumentasi digunakan untuk memberikan gambaran secara nyata mengenai aktivitas anak selama proses pembelajaran berlangsung, serta untuk memperkuat data yang diperoleh. Metode dokumentasi dapat merekam proses pembelajaran membaca permulaan Kelompok B di TK

Jogja Green School yang dimanfaatkan untuk menganalisis data. Data tersebut

meliputi sejarah lembaga, identitas lembaga, sarana dan prasarana lembaga, perencanaan pembelajaran (pengembangan rencana kegiatan harian), pelaksanaan pembelajaran, serta evaluasi pembelajaran.Hasil dari dokumentasi akan dituliskan ke dalam catatan dokumentasi. Kisi-kisi yang digunakan untuk observasi terlampir pada halaman lampiran kisi-kisi, pedoman, dan kode penyajian data.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2014: 148). Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat ukurnya adalah peneliti itu sendiri (Sugiyono, 2013: 59). Dalam pengumpulan data yang akan dilakukan berdasarkan teknik yang telah dipilih, maka perlu disusun kisi-kisi panduan observasi, kisi-kisi panduan wawancara, dan kisi-kisi panduan dokumentasi.

Panduan pengamatan digunakan sebagai acuan pada saat observasi dilakukan, agar observasi yang dilakukan dapat berjalan efektif. Pengamatan pada


(63)

48

penelitian ini bermaksud untuk mengamati proses pembelajaran yang dilaksanakan di TK Jogja Green School.

Pada Tabel 1 ini disajikan kisi-kisi panduan observasi: Tabel 1. Kisi-kisi Panduan Observasi

No. Aspek Kisi-Kisi Sumber Data Metode

Pengumpulan Data

1.

Deskripsi lembaga

a. Sarana dan prasarana yang tersedia di TK Jogja Green School

b. Jumlah sarana dan prasarana yang tersedia di TK Jogja Green School

c. Kondisi sarana dan prasarana

TK Jogja Green School

Observasi

2. Perencanaan

pembelajaran

a. Persiapan untuk melaksanakan proses pembelajaran membaca permulaan di TK Jogja Green School

Guru Observasi

3.

Pelaksanaan pembelajaran

membaca permualaan di TK Jogja Green

School

a. Penataan lingkungan belajar membaca permulaan b. Pengorganisasian anak saat

pembelajaran

c. Langkah- langkah yang digunakan untuk melaksanakan proses pembelajaran

d. Cara yang digunakan untuk melaksanakan proses pembelajaran membaca permulaan

e. Media yang digunakan untuk melaksanakan proses pembelajaran

f. Cara menggunakan media g. Pendampingan guru pada anak h. Interaksi guru dengan anak i. Pemberian umpan balik dari

guru kepada anak

Guru, Anak Observasi

4. Evaluasi

(penilaian)

a. Cara guru melakukan penilaian b. Alat yang digunakan untuk

penilaian

c. Waktu pelaksanaan penilaian

Kepala sekolah,

Guru, Anak

Observasi

5. Faktor pengaruh

pembelajaran

a. Faktor penghambat dalam proses pembelajaran membaca permulaan

b. Faktor pendukung dalam proses pembelajaran membaca permulaan

c. Upaya mengatasi hambatan dalam proses pembelajaran membaca permulaan

Guru, Anak Observasi

Panduan wawancara digunakan sebagai acuan pencarian atau pengumpulan data berupa pernyataan dari sumber data penelitian. Wawancara


(64)

49

dilakukan secara mendalam dengan tujuan mendapatkan data yang akurat dari sumber data.

Pada Tabel 2 ini disajikan kisi-kisi panduan observasi: Tabel 2. Kisi-kisi Panduan Wawancara

No. Aspek Kisi-Kisi Sumber

Data Metode Pengumpulan Data 1. Deskripsi lembaga

a. Jumlah anak dan guru kelompok B di TK Jogja Green School

b. Latar belakang pendidikan guru di TK Jogja Green School

c. Latar belakang anak kelompok B di TK Jogja Green School

Kepala sekolah, Guru

Wawancara

2. Perencanaan

pembelajaran

a. Persiapan untuk pelaksanaan proses pembelajaran membaca permulaan di TK Jogja Green School

Guru Wawancara

3.

Pelaksanaan pembelajaran membaca permualaan

a. Cara yang digunakan untuk melaksanakan proses pembelajaran membaca permulaan di TK Jogja Green School

b. Alasan guru menggunakan cara tersebut untuk melaksanakan proses pembelajaran membaca permulaan di TK Jogja Green School

c. Langkah-langkah yang digunakan untuk melaksanakan proses pembelajaran di TK Jogja Green School

d. Alasan guru menggunakan langkah-langkah tersebut untuk melaksanakan proses pembelajaran membaca permulaan di TK Jogja Green School e. Media yang digunakan untuk

melaksanakan proses pembelajaran di TK Jogja Green School

f. Alasan guru menggunakan media tersebut untuk melaksanakan proses pembelajaran di TK Jogja Green School

g. Cara menggunakan media untuk melaksanakan proses pembelajaran di TK Jogja Green School

Guru Wawancara

4. Evaluasi

a. Cara guru melihat perkembangan yang terjadi pada anak

b. Cara guru melakukan penelitian c. Waktu pelaksanaan evaluasi d. Alat yang digunakan untuk penilaian e. Pemanfaatan hasil evaluasi f. Bentuk pelaporan evaluasi proses

pembelajaran

g. Waktu pelaporan hasil evaluasi

Kepala sekolah, guru Wawancara 5. Faktor pengaruh pembelajaran

a. Faktor penghambat dan pendukung dalam proses pembelajaran membaca permulaan di TK Jogja Green School b. Upaya guru mengatasi hambatan dalam

proses pembelajaran membaca permulaan


(65)

50

Panduan dokumentasi digunakan sebagai acuan pencarian atau pengumpulan dokumen-dokumen. Data dokumen tersebut meliputi sejarah lembaga, identitas lembaga, sarana dan prasarana lembaga, perencanaan pembelajaran (pengembangan rencana kegiatan harian), pelaksanaan pembelajaran, serta evaluasi pembelajaran. Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya. Pada Tabel 3 ini disajikan kisi-kisi panduan observasi: Tabel 3. Kisi-kisi Panduan Dokumentasi

No Variabel Komponen Keterangan Deskripsi

Ada Tidak

1. Identitas lembaga a.Jumlah anak danguru

b.Latar belakang pendidikan guru

2. Perencanaan

pembelajaran

a.Kurikulum

b.Program semester

(Promes)

c. Rencana Kegiatan

Mingguan (RKM)

d.Rencana Kegiatan Harian

(RKH)

3. Pelaksanaan

pembelajaran

a.Media

b.Lembar kerja

4. Evaluasi a.Alat evaluasi

b.Laporan evaluasi

F. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif di TK Jogja Green School dilakukan dari penelitian awal, observasiselama penelitian di lapangan,dan setelah selesai penelitian di lapangan.Data penelitian diperoleh dari hasil observasi, wawancara serta dokumentasi. Menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2013: 91) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.


(1)

(2)

172

Struktur organisasi TK dan KB Jogja Green School. Bagan stuktur ini digantung di dinding kantor.

Daftar tema-tema yang digunakan oleh Jogja Green School yang ditempel di setiap kelas dan ruang tidur anak.


(3)

173 Sharing kegiatan akhir pekan

Menggambar dan mewarnai serta menulis nama sendiri dan tanggal

Story telling bersama di ruang TK A Menulis dan membaca tulisan sendiri

Gambar kegiatan yang terlaksana, baik yang terencana maupun tidak terencana pada RKH.


(4)

174

Gambar 1. Snack time Gambar 2. Bermain bebas

Gambar 1. Kegiatan snack time pagi haridi Aula dengan makanan dan minuman yang disediakan oleh sekolah. Makanan dan minuman diolah oleh juru masak dari

Jogja Green School.

Gambar 2. Kegiatan bermain bebas di ruang kelas Kelompok B. Anak-anak bermain menggunakan alat permainan edukatif (APE) yang ada di kelas. APE yang digunakan adalah lego dan miniatr action figure.


(5)

175

Gambar guru menyiapkan media pembelajaran di dalam kelas. Guru menggunakan media syair untuk pembelajaran membaca permulaan di dalam

kelas.

Gambar media yang digunakan untuk pembelajaran membaca permulaan berupa kartu kata.


(6)

176

Gambar media untuk melaporkan hasil evaluasi belajar anak selama satu semester per aspek kemampuan perkembangan anak.

Gambar media untuk melaporkan hasil belajar atau kegiatan yang dilakukan dalam satu hari. Guru menulis laporan dan evaluasi di buku penghubung atau sering disebut “buku hijau”. Tiga aspek yang tertulis adalah sosialisasi, motorik, dan budi pekerti. Ada juga catatan guru terkait kejadian yang muncul saat pembelajaran (catatan anecdot)


Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI MEDIA FLASH CARD PADA ANAK KELOMPOK B Implementasi Pembelajaran Membaca Permulaan Melalui Media Flash Card Pada Anak Kelompok B di TK Al-Islam 10 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016.

0 4 15

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI MEDIA GAMBAR PADA TK KELOMPOK B Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Media Gambar Pada TK Kelompok B TK RA AL – Islam Donoyudan Kalijambe Sragen Tahun Ajaran 2013/2014.

0 2 15

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI MEDIA GAMBAR PADA TK KELOMPOK B Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Media Gambar Pada TK Kelompok B TK RA AL – Islam Donoyudan Kalijambe Sragen Tahun Ajaran 2013/2014.

0 2 11

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI METODE SINTESA PADA ANAK KELOMPOK B TK Upaya Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Metode Sintesa Pada Anak Kelompok B TK Jatirejo Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar Tahun 2012-2013.

0 1 14

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN DENGAN METODE BERCERITA GAMBAR SERI DI TK Upaya Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Dengan Metode Bercerita Gambar Seri Di Tk Desa Kuto 01 Kelompok B Kecamatan Kerjo Kabupaten Karanganyar Tahun 2011/2012.

0 1 16

PENDAHULUAN Upaya Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Dengan Metode Bercerita Gambar Seri Di Tk Desa Kuto 01 Kelompok B Kecamatan Kerjo Kabupaten Karanganyar Tahun 2011/2012.

0 2 9

KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA ANAK TK KELOMPOK B DI GUGUS 1 KECAMATAN SEYEGAN SLEMAN YOGYAKARTA.

1 8 191

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCES PADA SISWA KELAS III DI SEKOLAH DASAR JOGJA GREEN SCHOOL TRIHANGGO GAMPING SLEMAN YOGYAKARTA.

0 1 440

KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA ANAK TK KELOMPOK B DI GUGUS SIDOMUKTI MANTRIJERON YOGYAKARTA.

1 2 118

KREATIVITAS ANAK USIA TK PADA PEMBELAJARAN DI SANGGAR ANAK ALAM DAN JOGJA GREEN SCHOOL YOGYAKARTA.

0 0 154