ANALISIS EFISIENSI EKONOMI PENGGUNAAN FAKTOR FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI BAWANG MERAH VARIETAS BIMA DI KABUPATEN BREBES

(1)

commit to user

ii

ANALISIS EFISIENSI EKONOMI

PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI

PADA USAHATANI BAWANG MERAH VARIETAS BIMA

DI KABUPATEN BREBES

yang dipersiapkan dan disusun oleh :

Linda Riyanti H 0307010

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal: 12 Juli 2011

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji Ketua

Ir. Suprapto

NIP. 19500612 198003 1 001

Anggota I

Mei Tri Sundari, SP. M.Si NIP. 19731017 200312 1 002

Anggota II

Ir. Sugiharti Mulya H. MP NIP. 19650626 199003 2 001

Surakarta, Juli 2011 Mengetahui

Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S NIP. 19560225 198601 1 001


(2)

commit to user

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi ditinjau dari sisi pemenuhan konsumsi nasional, sumber penghasilan petani dan potensinya sebagai penghasil devisa negara. Rukmana (1994) menjelaskan bahwa bawang merah termasuk komoditas utama dalam prioritas pengembangan tanaman sayuran dataran rendah di Indonesia. Bawang merah digunakan sebagai bumbu dan rempah-rempah. Selain itu, bawang merah juga digunakan sebagai bahan obat tradisional.

Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008), konsumsi bawang merah penduduk Indonesia mencapai 4,56 kg/kapita/tahun. Permintaan bawang merah akan terus meningkat (dengan perkiraan 5% per tahun) seiring dengan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat karena adanya pertambahan jumlah penduduk, semakin berkembangnya industri makanan jadi dan pengembangan pasar ekspor bawang merah. Kebutuhan terhadap bawang merah yang semakin meningkat merupakan peluang pasar yang potensial dan dapat menjadi motivasi bagi petani untuk meningkatkan produksi bawang merah.

Salah satu sentra produksi bawang merah di Indonesia adalah Kabupaten Brebes. Pada tahun 2009, Kabupaten Brebes memberikan kontribusi 75,58% terhadap produksi bawang merah Provinsi Jawa Tengah. Hal tersebut menjadikan bawang merah sebagai komoditas hortikultura yang merupakan Produk Unggulan Daerah (PUD) Kabupaten Brebes. Adanya faktor alam yang serasi dengan faktor pertumbuhan tanaman, menjadikan tanaman bawang merah cocok dibudidayakan di Kabupaten Brebes.

Produksi bawang merah Kabupaten Brebes berasal dari produksi beberapa varietas bawang merah yang ditanam di Kabupaten Brebes, yaitu meliputi varietas Bima, Kuning dan varietas bawang merah impor seperti dari Filipina dan Bangkok. Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan


(3)

commit to user

Hortikultura Kabupaten Brebes (2010), mayoritas petani di Kabupaten Brebes (80%) dalam melakukan usahatani bawang merah menggunakan varietas Bima. Hal ini dikarenakan varietas Bima mempunyai sifat genjah atau umur panen cepat (50-60 hari setelah tanam) dan tahan penyakit busuk umbi. Varietas ini cocok ditanam di dataran rendah, sehingga sesuai dengan kondisi alam kabupaten Brebes. Adapun data luas panen, produksi dan produktivitas bawang merah Kabupaten Brebes tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah di Kabupaten

Brebes Tahun 2006-2010

Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Kw) Produktivitas (Kw/Ha)

2006 18.869,00 1.792.278,00 94,98

2007 23.361,00 2.531.835,00 108,38

2008 26.236,00 3.366.447,00 128,31

2009 2010

24.978,00 32.680,00

3.125.832,00 4.128.128,00

125,14 126,32 Jumlah 126.124,00 14.944.520,00 583,13 Rata-rata 25.224,80 2.988.904,00 116,63

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes Tahun 2010

Data pada Tabel 1, menunjukkan bahwa tingkat produktivitas bawang merah di Kabupaten Brebes yang berfluktuatif dengan tingkat produktivitas rata-rata selama tahun 2006-2010 sebesar 116,63 kw/ha atau 11,66 ton/ha. Namun tingkat produktivitasnya masih dikatakan rendah. Hal ini dikarenakan menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2002), potensi tingkat produktivitas bawang merah di Indonesia dapat mencapai lebih dari 20 ton/ha. Tingkat produktivitas bawang merah berkaitan dengan produksi dan penggunaan faktor-faktor produksi. Penggunaan faktor-faktor produksi dinilai sangat penting karena mempunyai pengaruh terhadap produksi yang dihasilkan. Arti pentingnya ditekankan pada kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi karena mendukung tercapainya kondisi produksi yang optimal. Oleh karena itu, petani dituntut untuk bekerja secara efisien dalam mengelola usahataninya agar produksi yang diperoleh optimal.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan faktor-faktor produksi dengan produksi pada usahatani bawang


(4)

commit to user

merah varietas Bima di Kabupaten Brebes dan usaha mengkombinasikannya untuk mencapai produksi yang optimal sekaligus mengetahui tingkat efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksinya.

B. Perumusan Masalah

Petani di Kabupaten Brebes dalam berusahatani bawang merah varietas Bima bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Varietas Bima merupakan varietas yang digunakan sebagian besar petani (80%) di Kabupaten Brebes. Varietas ini cocok ditanam di dataran rendah, sehingga sangat sesuai dengan kondisi alam Kabupaten Brebes. Selain itu, varietas Bima mempunyai umur panen yang cepat (50-60 hari setelah tanam), sehingga diharapkan dengan menanam varietas Bima maka petani cepat memperoleh hasil (keuntungan) dari kegiatan usahataninya. Hal tersebut merupakan potensi yang dapat dikelola seoptimal mungkin sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

Pada dasarnya usahatani bawang merah varietas Bima tidak berbeda dengan usahatani bawang merah varietas lainnya, hanya saja untuk pemanenan produksi bawang merah varietas Bima dapat dilakukan pada usia 50-60 hari setelah tanam. Pada usahatani bawang merah varietas Bima, besarnya produksi yang dihasilkan berkaitan dengan besarnya faktor-faktor produksi yang digunakan. Namun, petani dihadapkan pada permasalahan bagaimana mengkombinasikan faktor-faktor produksinya secara optimal untuk menghasilkan produksi yang optimal sehingga keuntungan yang diperoleh maksimal. Hal ini dikarenakan petani dalam melakukan usahataninya menghadapi keterbatasan berupa keterbatasan pengetahuan. Oleh karena itu, dalam melakukan usahatani seorang petani harus memperhatikan apakah penggunaan penggunaan faktor-faktor produksinya optimal, sehingga keuntungan yang diperoleh maksimal atau dengan kata lain kombinasi penggunaan faktor-faktor produksinya mencapai efisiensi ekonomi tertinggi.

Faktor produksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah faktor produksi yang digunakan dalam usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes, berupa luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk


(5)

commit to user

NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair. Faktor-faktor produksi tersebut berkaitan langsung dengan produksi bawang merah varietas Bima sehingga penggunaannya perlu diperhatikan. Penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan oleh petani juga mempengaruhi biaya yang harus dikeluarkan dalam usahataninya. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani akan mempengaruhi keuntungan yang akan diterima oleh petani.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Berapakah besarnya biaya, penerimaan, pendapatan dan keuntungan usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes?

2. Diantara faktor-faktor produksi luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair, manakah yang berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes?

3. Apakah petani dalam mengkombinasikan penggunaan faktor-faktor produksi luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair pada usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes telah mencapai efisiensi ekonomi tertinggi?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui besarnya biaya, penerimaan, pendapatan dan keuntungan usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes.

2. Mengetahui pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair terhadap produksi bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes.

3. Mengetahui tingkat efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair pada usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes.


(6)

commit to user D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan pengetahuan terutama terkait dengan bahan penelitian. Di samping itu, penelitian ini dimaksudkan sebagai bahan penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat kelengkapan dalam meraih gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bagi petani, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah varietas Bima.

3. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran atau bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan di sektor pertanian, khususnya sub sektor tanaman bahan makanan.

4. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan bahan pertimbangan pada penelitian dengan masalah yang sama.


(7)

commit to user

6

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Usahatani Bawang Merah Varietas Bima

Usahatani merupakan organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan untuk produksi di lapangan pertanian. Bentuknya dapat berupa memelihara ternak atau dengan bercocok tanam (Firdaus, 2008). Salah satu tanaman yang diusahakan sebagai usahatani adalah bawang merah yang merupakan tanaman semusim berbentuk rumput dan berakar serabut. Daunnya memanjang serta berongga seperti pipa. Pangkal daunnya dapat berubah fungsi menjadi umbi lapis (Sunarjono, 2004).

Salah satu varietas bawang merah yang ditanam di Indonesia adalah varietas Bima. Varietas ini berasal dari daerah Brebes dan cocok ditanam di daerah dataran rendah. Varietas Bima mempunyai nama lokal Bima Curut dan memiliki karakteristik, yaitu tinggi tanaman berkisar antara 25-44 cm, jumlah anakan antara 7-12, daun tanaman berbentuk silindris berlubang, warna daun hijau, jumlah daun 14-50 helai, dan umur panen kurang lebih 60 hari setelah tanam (Pitojo, 2000).

Bawang merah varietas Bima mempunyai susut bobot umbi 22% dari bobot panen basah. Umbinya berwarna merah muda, berbentuk lonjong, dan bercincin kecil pada leher cakramnya. Varietas Bima tahan terhadap penyakit busuk umbi (Botrytis allii), tetapi peka terhadap penyakit busuk daun (Phytophtora porii) (Rahayu dan Nur, 2004).

Di Indonesia bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Ketinggian tempat yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan bawang merah adalah 0-450 di atas permukaan laut. Tanaman bawang merah masih dapat tumbuh dan berumbi di dataran tinggi, tetapi umur tanamnya menjadi

lebih panjang 0,5-1 bulan dan hasil umbinya lebih rendah (Sutarya dan Grubben, 1995).


(8)

commit to user

Menurut Sunarjono (2004) sebelum bawang merah ditanam, tanah diolah terlebih dahulu. Pengolahannya dengan cara dicangkul untuk membuat bedengan dan diberi pupuk, serta dibuat parit-parit yang berguna untuk drainase dan penampung air untuk siraman. Selanjutnya penanaman bawang merah dapat dilakukan di atas bedengan.

Pemeliharaan tanaman bawang merah meliputi beberapa kegiatan, yaitu penyulaman, pengairan, pemupukan, penyiangan (pendangiran), serta pengendalian hama dan penyakit. Pemanenan bawang merah dapat dilakukan pada umur 60-90 hari setelah tanam, atau tergantung varietas dan tujuan penggunaan hasil umbinya. Ciri-ciri umum bawang merah siap panen, yaitu tanaman telah cukup tua, hampir 60%-90% leher batang lemas dan daunnya menguning, serta umbi lapis sudah kelihatan penuh (padat) berisi dan tersembul sebagian di atas tanah (Rukmana, 1994). 2. Biaya, Penerimaan, Pendapatan dan Keuntungan Usahatani

Hernanto (1991) menjelaskan biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam proses produksi serta membawanya menjadi produk disebut biaya produksi. Pengelompokkan biaya pada usahatani, yaitu:

a. Biaya tetap dan biaya variabel

Biaya tetap (fixed costs): biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi. Tergolong dalam kelompok biaya ini antara lain: pajak tanah, pajak air, dan penyusutan alat dan bangunan pertanian. Biaya variabel (variable costs): biaya yang besar kecilnya sangat tergantung pada skala produksi. Tergolong dalam kelompok biaya ini antara lain: biaya untuk pupuk, bibit, obat pembasmi hama dan penyakit, tenaga kerja upahan dan sewa tanah.

b. Biaya tunai dan biaya tidak tunai

Biaya tunai dari biaya tetap berupa air dan pajak tanah, sedangkan untuk biaya variabel antara lain biaya untuk pemakaian bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja luar. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) meliputi biaya tetap yaitu biaya tenaga kerja keluarga, sedangkan dari biaya variabel yaitu jumlah pupuk kandang yang dipakai.


(9)

commit to user c. Biaya langsung dan biaya tidak langsung

Biaya langsung adalah biaya yang langsung digunakan dalam proses produksi, sedangkan biaya tidak langsung adalah biaya penyusutan.

Berdasarkan segi pandang ilmu ekonomi, pengeluaran produsen untuk biaya produksi dapat dikelompokkan menjadi dua macam biaya, yaitu biaya produksi eksplisit dan biaya produksi implisit. Biaya produksi eksplisit adalah biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk faktor-faktor produksi yang harus dibeli dari pihak luar. Biaya produksi implisit adalah biaya produksi yang berasal dari penggunaan faktor-faktor produksi yang dimiliki sendiri oleh produsen tersebut. Biaya eksplisit harus ditambahkan dengan biaya eksplisit dalam perhitungan keuntungan (Sudarman, 1992).

Biaya eksplisit (explicit cost) adalah biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh petani selama proses produksi. Biaya ini berupa pengeluaran aktual petani untuk mempekerjakan tenaga kerja luar keluarga, menyewa atau membeli input yang dibutuhkan dalam usahatani seperti biaya pembelian sarana produksi. Biaya implisit (implicit cost) adalah biaya yang tidak secara nyata dikeluarkan oleh petani selama proses produksi. Jadi, faktor produksinya merupakan milik petani sendiri dan digunakan dalam aktivitas produksinya sendiri. Biaya implisit ini dapat berupa biaya tenaga kerja dalam keluarga (Salvatore, 2005).

Menurut Soekartawi (1995), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut:

TRi = Yi . Pyi

Keterangan: TRi : total penerimaan

Yi : produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani

Pyi : harga Yi

Soekartawi (1995) menjelaskan, perhitungan pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan total biaya. Total biaya yang dipakai adalah biaya riil yang sebenarnya dikeluarkan selama usahatani, dan dirumuskan sebagai berikut:


(10)

commit to user Pd = TR – TC

Keterangan: Pd : pendapatan usahatani TR : total penerimaan TC : total biaya

Sudarmanto (1992) menjelaskan perhitungan keuntungan adalah selisih antara penerimaan dikurangi dengan biaya-biaya yang terdiri dari biaya eksplisit dan biaya implisit. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut:

p = TR – TC = TR – (EC + IC)

Keterangan: p : keuntungan

TR : total penerimaan (total revenue) TC : total biaya (total cost)

EC : total biaya eksplisit (explicit cost) IC : total biaya implisit (implicit cost) 3. Produksi, Faktor Produksi dan Fungsi Produksi

Kegiatan produksi adalah perubahan faktor produksi menjadi barang produksi. Usaha untuk mencapai efisiensi produksi yaitu dengan menghasilkan barang dengan biaya yang paling rendah untuk suatu jangka waktu tertentu. Efisiensi dari proses produksi itu tergantung dari proporsi faktor produksi yang digunakan dan jumlah masing-masing faktor produksi serta produktivitas masing-masing faktor produksi untuk setiap tingkat penggunaannya (Suparmoko, 1998).

Faktor-faktor produksi yang dapat mempengaruhi produksi suatu usahatani dapat berupa:

a. Luas lahan

Mubyarto (1989) menjelaskan lahan sebagai salah satu faktor produksi yang mempunyai kontribusi cukup besar terhadap usahatani. Besar kecilnya produksi dari usahatani antara lain dipengaruhi oleh luas lahan yang digunakan. Namun, bukan berarti semakin luas lahan pertanian maka semakin efisien lahan tersebut.


(11)

commit to user b. Benih

Faktor benih memegang peranan yang penting untuk menunjang keberhasilan produksi tanaman. Penggunaan benih yang bermutu tinggi merupakan langkah awal peningkatan produksi. Penggunaan benih yang terlalu banyak akan berdampak pada penurunan jumlah produksi karena jarak tanam menjadi rapat sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik (Rahayu dan Nur, 2004). c. Tenaga kerja

Penggunaan tenaga kerja ditentukan oleh pasar tenaga kerja yang dipengaruhi upah tenaga kerja dan harga hasil produksi. Pengusaha cenderung menambah tenaga kerja selama produk marjinal (nilai tambah output yang diakibatkan oleh bertambahnya 1 unit tenaga kerja) lebih tinggi daripada cost yang dikeluarkan (Nopirin, 1996). d. Pupuk

Pupuk adalah bahan-bahan yang diberikan ke dalam tanah dan secara langsung atau tidak langsung dapat menambah zat-zat makanan tanaman yang tersedia dalam tanah. Pemberian pupuk merupakan usaha untuk pemenuhan kebutuhan hara tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Pemberian pupuk yang tepat dan berimbang akan menghasilkan produksi yang optimal (Kasirah, 2007). e. Pestisida

Penggunaan faktor produksi pestisida sampai saat ini merupakan cara yang paling banyak digunakan dalam pengendalian hama dan penyakit. Hal ini dikarenakan, penggunaan pestisida merupakan cara yang paling mudah dan efektif, dengan penggunaan pestisida yang efektif akan memberikan hasil yang memuaskan. Namun, penggunaan pestisida juga berdampak negatif terhadap lingkungan. Dampak negatifnya dapat dihindari dengan penggunaan pestisida dengan dosis yang tepat (Sulistiyono, 2004).


(12)

commit to user

Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) disebut dengan fungsi produksi atau juga disebut dengan factor relationship (Soekartawi, 1991).

Menurut Salvatore (2007) suatu fungsi produksi pertanian yang sederhana didapatkan dengan menggunakan berbagai alternatif jumlah tenaga kerja per unit waktu untuk menggarap sebidang tanah yang tetap dan mencatat alternatif output yang dihasilkannya per unit waktu. Produk rata-rata tenaga kerja (average product of labor = APL) didefinisikan

sebagai produk total (TPL) dibagi jumlah unit tenaga kerja yang

digunakan. Produk marjinal tenaga kerja (marginal product of labor = MPL) ditentukan oleh perubahan produk total (TPL) per unit perubahan

jumlah tenaga kerja yang digunakan. Hubungan antara TPL, APL, dan MPL

digambarkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan antara TPL, APL, dan MPL

Bentuk kurva APL dan MPL ditentukan oleh bentuk kurva TPL.

Kurva APL awalnya naik, mencapai maksimum dan kemudian turun tetapi MP=AP

APmax MPmax

Ep=0 Ep=1

Ep>1

0<Ep<1

Ep<0

x*** x**

x*

Daerah II

0

I

TPL

APL

MPL

Daerah I Daerah III

Produk

Tenaga Kerja


(13)

commit to user

tetap positif selama TPL positif. Sedangkan kurva MPL mula-mula juga

naik, mencapai maksimum (sebelum APL mencapai maksimum) dan

kemudian turun. MPL menjadi nol bila TPL mencapai maksimum dan

negatif bila TPL mulai menurun. Bagian kurva MPL yang menurun

menggambarkan hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang (the law of deminishing returns) (Salvatore, 2007).

Menurut Sudarman (1992) salah satu fungsi produksi yang sering digunakan untuk penelitian ekonomi adalah fungsi Cobb Douglas. Secara umum hubungan antara faktor produksi modal dan tenaga kerja dengan kuantitas produksi pada fungsi Cobb Douglas ditulis sebagai berikut: Q = f (K,L) = A.Ka.Lb

Dimana:

Q : kuantitas produksi K : modal

L : tenaga kerja

A,a,b : besaran yang diduga

Fungsi Cobb Douglas dapat digunakan untuk meneliti returns to scale yaitu dengan penjumlahan derajat dari fungsi Cobb Douglas. Jika berderajat lebih dari satu maka menunjukkan skala dengan hasil meningkat (increasing returns to scale), artinya proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar. Jika derajatnya sama dengan satu maka menunjukkan skala dengan hasil konstan (constant returns to scale), artinya penambahan proporsi penambahan faktor produksi akan sama dengan proporsi penambahan produksi yang diperoleh. Jika derajatnya kurang dari satu maka fungsi menunjukkan skala dengan hasil yang menurun (decreasing returns to scale), artinya proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih kecil (Soekartawi, 2003).

Soekartawi (2003) menjelaskan hubungan antara produksi dengan faktor produksi pada fungsi Cobb Douglas dapat diketahui dengan melakukan analisis regresi linier. Analisis tersebut dilakukan dengan cara


(14)

commit to user

melogaritmakan fungsi Cobb Douglas agar diperoleh fungsi yang linier, oleh karena itu ada persyaratan yang harus dipenuhi sebelum menggunakan fungsi Cobb Douglas yaitu:

a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol.

b. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan.

c. Tiap variabel X adalah perfect competition.

d. Perbedaan lokasi seperti iklim tercakup pada faktor kesalahan, u. 4. Efisiensi Ekonomi

Efisiensi ekonomi adalah efisiensi dari biaya produksi. Efisiensi ekonomi diukur dengan semakin kecilnya biaya yang dikeluarkan per unit produksi yang dihasilkan. Efisiensi ekonomi bertindak sebagai ukuran untuk menilai setiap pemilihan kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi. Efisiensi ekonomi dapat dicapai dengan berbagai teknik penggunaan kombinasi faktor-faktor produksi dengan biaya minimal (Faizal, 2007).

Menurut Cramer dan Clarence (1994), alokasi penggunaan faktor-faktor produksi dengan kaidah biaya minimal berarti memproduksi sejumlah produk tertentu dengan biaya minimal, maka pengusaha harus menggunakan faktor-faktor produksi sampai kondisi dimana perbandingan antara produksi marjinal dengan harga yang dibelanjakan untuk setiap faktor produksi mempunyai nilai sama. Pada penggunaan dua faktor produksi (x1 dan x2), kondisi tersebut dapat diketahui dari hubungan antara

kurva isoquant dan isocost yang secara grafis dapat memperlihatkan letak kombinasi optimum. Pengusaha selalu mencari kombinasi faktor-faktor produksi yang paling murah di sepanjang kurva isoquant, dan titik dimana kurva isoquant bersinggungan dengan kurva isocost merupakan letak kombinasi penggunaan faktor produksi yang optimal. Pada keadaan optimal maka kemiringan dari kedua kurva (isoquant dan isocost) adalah sama. Hubungan antara kurva isoquant dan isocost digambarkan sebagai berikut:


(15)

commit to user x2

Px1

Px2

A x2*

x1*

0

isocost

x1

isoquant Kombinasi Optimum

Gambar 2. Kurva Isoquant dan Isocost dengan Kombinasi Faktor-Faktor Produksi dengan Biaya Minimum Jatuh di Titik A

Bishop dan Toussaint (1979) menyatakan apabila suatu produksi menggunakan sebanyak n input, maka analisisnya menjadi rumit dan tidak dapat digambarkan dengan grafik. Meskipun demikian, syarat untuk kombinasi biaya minimal (least cost combination) untuk n input dapat dijelaskan secara matematik yaitu sebagai berikut:

1 1

Px MPPx

=

2 2

Px MPPx

= ... =

n n

Px MPPx

Kesamaan perbandingan antara produk marjinal input dengan harga masing-masing input merupakan syarat bagi biaya minimum dalam menghasilkan sejumlah produk yang menggunakan input sebanyak n. Apabila terdapat input mempunyai harga sama dan salah satunya lebih produktif daripada input lainnya, maka pembelian input tersebut akan lebih menguntungkan. Hal ini dikarenakan dengan penambahan satuan input yang berproduk marjinal lebih tinggi, maka produk marjinal akan berkurang sampai perbandingan antara produk marjinal dengan harga input menjadi sama bagi semua input.

Meskipun demikian, berproduksi pada suatu taraf tertentu dengan biaya minimal, tidak berarti tercapai taraf produksi yang menghasilkan keuntungan maksimal. Penentuan tingkat produksi yang memberikan


(16)

commit to user

keuntungan maksimal (efisiensi ekonomi tertinggi) dengan penggunaan sebanyak n input, secara matematis adalah sebagai berikut:

1 1

Px MVPx

=

2 2

Px MVPx

= ... =

n n

Px MVPx

= 1

Soekartawi (1991) mengemukakan bahwa di lapangan, kondisi efisiensi ekonomi tertinggi sulit dicapai karena berbagai hal, diantarannya keterbatasan pengetahuan petani dalam menggunakan faktor produksi, kesulitan petani memperoleh faktor produksi dalam jumlah yang tepat waktu dan adanya faktor luar yang menyebabkan petani tidak dapat berusahatani secara efisien.

5. Penelitian terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Irianto dan Sugiharti (2005) yang berjudul Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Usahatani Bawang Merah Lahan Pantai di Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan rata-rata luas lahan 676,47 m2 per usahatani, dengan penggunaan benih 57,84 kg; tenaga kerja 16,99 HKP; pupuk urea 22,84 kg; pupuk SP36 7,61 kg; pupuk organik 1.228,43 kg; pupuk NPK 6,55 kg; pupuk ZA 5,61 kg; pupuk KCL 7,88 kg; serta hasil produksi yang dicapai sebesar 612,80 kg per usahatani. Biaya produksi Rp 870.544,24 per usahatani, penerimaan Rp 2.451.215,69 per usahatani, sehingga keuntungannya Rp 1.580.671,45 per usahatani. Hubungan penggunaan faktor-faktor produksi dengan hasil produksi bawang merah dinyatakan dalam model fungsi Cobb Douglas yaitu: Y=1,535.X10,739.X2-0,183.

X30,293.X40,812.X5-0,00862.X6-0,608. X7-0,00229. X80,193. X9-0,00965. Hasil analisis

dengan uji F menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, benih, pupuk urea, pupuk SP36, pupuk ZA, pupuk KCL, pupuk organik, pupuk NPK, dan luas lahan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap hasil produksi bawang merah. Uji t menunjukkan bahwa faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, pupuk SP36 dan pupuk KCL berpengaruh nyata terhadap hasil produksi bawang merah. Berdasarkan hasil analisis efisiensi ekonomi diketahui bahwa


(17)

commit to user

penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan pada usahatani bawang merah lahan pantai tidak efisien, sehingga kombinasinya belum mencapai efisiensi ekonomi tertinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Damanah (2008) yang berjudul Analisis Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat, menunjukkan rata-rata total biaya tunai usahataninya sebesar Rp 14.940.146,82 per musim tanam, rata-rata total biaya yang diperhitungkan sebesar Rp 13.630.437,99 per musim tanam, dan rata-rata total biayanya sebesar Rp 28.570.584,81 per musim tanam. Rata-rata penerimaan usahataninya Rp 52.030.264,79 per musim tanam, sehingga besarnya pendapatan atas biaya tunai adalah Rp 37.090.117,97 per musim tanam dan pendapatan atas total biaya adalah Rp 23.459.679,97 per musim tanam. Analisis faktor-faktor produksinya menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas. Rata-rata penggunaan faktor-faktor produksinya, yaitu luas lahan (X1) 0,737 ha, tenaga kerja wanita (X3)

108,656 HOK, bibit (X4) 1642,063 kg, pupuk buatan (X5) 983,812 kg dan

obat-obatan (X7) 8,539 kg. Berdasarkan hasil analisis, maka model fungsi

produksi Cobb Douglas dari hasil penelitian adalah sebagai berikut: Y=7,14.X10,703.X30,0146.X40,202.X50,0761X70,0188. Hasil analisis uji F

menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi yang terdiri dari luas lahan, tenaga kerja wanita, bibit, pupuk buatan dan obat-obatan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah. Berdasarkan uji t, faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah adalah luas lahan, bibit dan pupuk buatan. Analisis efisiensi ekonomi menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah belum mencapai efisiensi ekonomi tertinggi. Efisiensi ekonomi tertinggi dapat dicapai dengan menggunakan kombinasi optimal dari faktor-faktor produksi. Hal tersebut diperoleh apabila rasio antara NPMx/Px sama dengan satu. Berdasarkan hasil analisis, penggunaan faktor-faktor produksi yang optimal pada usahatani


(18)

commit to user

bawang merah di Desa Sukasari Kaler adalah lahan 15,735 ha, bibit 2.189,55 kg dan pupuk buatan 1.988,45 kg.

Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan penelitian terkait efisiensi ekonomi usahatani bawang merah dan hasil penelitian dari kedua penelitian terdahulu menyatakan bahwa kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah belum mencapai efisiensi ekonomi tertinggi. Hal tersebut dapat memberikan gambaran tentang tingkat efisiensi ekonomi pada usahatani bawang merah varietas Bima.

B. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Usahatani bawang merah varietas Bima merupakan kegiatan ekonomi dengan mengalokasikan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan produksi dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Pada usahatani, seorang petani akan mengeluarkan biaya usahatani selama proses produksinya. Biaya usahatani dalam penelitian ini terdiri dari biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya eksplisit adalah biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh petani selama proses produksi dalam satu musim tanam. Biaya eksplisit yang diperhitungkan pada penelitian ini meliputi biaya untuk upah tenaga kerja luar, pajak, iuran irigasi, transportasi, biaya bunga modal pinjaman dan biaya untuk pembelian sarana produksi seperti pupuk, pestisida dan perata. Biaya implisit adalah biaya yang tidak secara nyata dikeluarkan oleh petani selama proses produksi dalam satu musim tanam. Biaya implisit yang diperhitungkan dalam penelitian ini meliputi biaya pembelian benih, biaya sewa lahan sendiri, biaya penyusutan alat, bunga modal sendiri dan biaya tenaga kerja dalam yang diperhitungkan berdasarkan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja luar. Penjumlahan dari biaya eksplisit dan biaya implisit merupakan total biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk usahatani bawang merah varietas Bima.

Suatu usahatani akan menghasilkan sejumlah penerimaan. Pada usahatani bawang merah varietas Bima, penerimaan merupakan nilai produksi yang dihasilkan selama satu musim tanam. Penerimaan dihitung dengan


(19)

commit to user

mengalikan produksi pada satu musim tanam (Y) dengan harga produksi (Py) dan dinyatakan dalam rupiah.

Pendapatan usahatani selama satu musim tanam dihitung dengan mengurangi penerimaan dengan total biaya yang secara riil dikeluarkan (biaya eksplisit) dan dirumuskan sebagai berikut:

Pd = TR – TC = (Y.Py) - EC Keterangan:

Pd : pendapatan usahatani (Rp/Ha/MT) TR : total penerimaan usahatani (Rp/Ha/MT) TC : total biaya usahatani (Rp/Ha/MT) Py : harga produksi usahatani (Rp/Kg) Y : produksi usahatani (Kg/Ha/MT)

EC : total biaya eksplisit usahatani (Rp/Ha/MT)

Selanjutnya untuk menghitung keuntungan yang didapatkan dari usahatani bawang merah varietas Bima selama satu musim tanam, yaitu dengan cara penerimaan dikurangi dengan total biaya yang terdiri dari biaya eksplisit dan biaya implisit. Adapun rumusnya, yaitu sebagai berikut:

p = TR – TC = TR – (EC + IC) Keterangan:

p : keuntungan usahatani (Rp/Ha/MT) TR : total penerimaan usahatani (Rp/Ha/MT) TC : total biaya usahatani (Rp/Ha/MT)

EC : total biaya eksplisit usahatani (Rp/Ha/MT) IC : total biaya implisit usahatani (Rp/Ha/MT)

Pengkajian hubungan penggunaan faktor-faktor produksi berupa luas lahan, tenaga kerja, benih, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair dengan produksi bawang merah varietas Bima menggunakan model berbentuk kepangkatan yang merupakan modifikasi fungsi produksi Cobb Douglas dan dirumuskan sebagai berikut:


(20)

commit to user Y = b0. X1b1. X2b2. X3b3. X4b4. X5b5. X6b6. X7b7

Keterangan:

Y : produksi bawang merah varietas Bima (Kg) X1 : luas lahan (Ha)

X2 : benih (Kg)

X3 : tenaga kerja (HKP)

X4 : pupuk urea (Kg)

X5 : pupuk NPK Mutiara (Kg)

X6 : pupuk ZA (Kg)

X7 : pestisida cair (Ltr)

b0 : konstanta

b1–b7 : koefisien regresi X1 sampai X7

Hubungan antara faktor-faktor produksi dengan produksi bawang merah varietas Bima dapat diketahui dengan analisis regresi linier berganda. Oleh karena itu, fungsi produksinya diubah ke dalam bentuk linier dengan cara dilogaritmakan menjadi:

Log Y = log b0 + b1 log X1 + b2 log X2 + b3 log X3 + b4 log X4+ b5 log X5 +

b6 log X6+ b7 log X7

Analisis regresi linier berganda menghasilkan model persamaan fungsi produksi usahatani bawang merah varietas Bima, yang kemudian dilakukan pengujian model untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor produksi dan produksi bawang merah varietas Bima. Pengujian model ini terdiri dari uji adjusted R2, uji F, uji t dan uji standar koefisien regresi. Uji adjusted R2 sebagai suatu ukuran yang menunjukkan besarnya proporsi dari variasi produksi bawang merah varietas Bima yang dijelaskan oleh faktor-faktor produksi pada model fungsi produksi. Selanjutnya uji F dengan tingkat kepercayaan 95% untuk mengetahui apakah faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima, dan uji t dengan tingkat kepercayaan 95% untuk menguji apakah faktor-faktor produksi secara individual berpengaruh nyata terhadap produksi


(21)

commit to user

uji standar koefisien regresi, tujuannya untuk mengetahui faktor produksi yang paling berpengaruh diantara faktor-faktor produksi yang lain.

Analisis efisiensi ekonomi digunakan untuk mengetahui kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah varietas Bima mencapai efisiensi ekonomi tertinggi atau belum. Adapun rumusnya:

NPMx1 Px1 =

NPMx2 Px2 =

NPMx3 Px3 =

NPMx4 Px4 =

NPMx5 Px5 =

NPMx6 Px6 =

NPMx7 Px7 =1 Keterangan:

NPMxi : nilai produk marjinal untuk faktor produksi xi

Pxi : harga faktor produksi xi

Dengan ketentuan:

Pxi NPMxi

= 1, berarti penggunaan faktor produksi xi mencapai efisiensi

ekonomi tertinggi. Pxi

NPMxi

≠ 1, berarti penggunaan faktor produksi xi tidak efisien secara

ekonomi.

Apabila terdapat kendala sehingga kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi belum mencapai efisiensi ekonomi tertinggi, maka dilakukan analisis optimalisasi. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah varietas Bima mencapai kombinasi optimal atau belum. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:

PFMx1 Px1 =

PFMx2 Px2 =

PFMx3 Px3 =

PFMx4 Px4 =

PFMx5 Px5 =

PFMx6 Px6 =

PFMx7 Px7 Keterangan:

PFMxi : Produk Fisik Marjinal faktor produksi xi

Pxi : harga faktor produksi xi

Berdasarkan konsep mengenai kerangka teori pendekatan masalah, maka dapat disusun kerangka berpikir seperti pada Gambar 3.


(22)

commit to user C. Hipotesis

1. Diduga bahwa faktor-faktor produksi usahatani bawang merah varietas Bima yang berupa luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair, berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima.

2. Diduga bahwa kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi yang berupa luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair, pada usahatani bawang merah varietas Bima belum mencapai tingkat efisiensi ekonomi tertinggi.

3. Diduga bahwa kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi yang berupa luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair, pada usahatani bawang merah varietas Bima belum optimal.

D. Asumsi-Asumsi

1. Petani bertindak secara rasional, yaitu selalu berusaha memperoleh keuntungan yang maksimal.

Keuntungan Usahatani

Gambar 3. Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah Penerimaan Usahatani

Pendapatan Usahatani Usahatani

Bawang Merah Varietas Bima

Biaya Usahatani

Biaya Implisit Produksi Usahatani

Biaya Eksplisit Faktor-Faktor Produksi

X1 : luas lahan (Ha)

X2 : benih (Kg)

X3 : tenaga kerja (HKP)

X4 : pupuk urea (Kg)

X5 : pupuk NPK Mutiara (Kg)

X6 : pupuk ZA (Kg)

X7 : pestisida cair (Ltr)

Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Model Kepangkatan Modifikasi

Fungsi Produksi Cobb Douglas

Analisis Regresi Linier Berganda

Optimalisasi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi


(23)

commit to user

2. Kondisi daerah penelitian seperti keadaan tanah, iklim, cuaca, ketinggian tempat dan topografi di daerah penelitian dianggap sama dan berpengaruh normal terhadap proses produksi.

3. Teknologi yang ada di daerah penelitian dianggap sama.

4. Pasar faktor-faktor produksi dan produksi merupakan pasar persaingan sempurna.

5. Variabel-variabel lain yang tidak diamati dalam penelitian diabaikan.

E. Pembatasan Masalah

Data yang dikaji pada penelitian ini adalah data produksi bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes selama satu musim tanam yaitu pada bulan Oktober sampai Desember 2010.

F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Usahatani bawang merah varietas Bima adalah usaha budidaya bawang merah varietas Bima di lahan sawah secara monokultur di Kabupaten Brebes selama satu musim tanam.

2. Petani sampel adalah petani pemilik penggarap yang menanam bawang merah varietas Bima di lahan sawah secara monokultur.

3. Berat kering askip adalah berat bawang merah varietas Bima dalam bentuk ikatan yang sudah dijemur selama 10-14 hari dan sudah dibersihkan dari akar dan kotoran atau tanah.

4. Produksi (Y) adalah jumlah hasil panen bawang merah varietas Bima dalam berat kering askip yang dihasilkan dari usahatani bawang merah varietas Bima pada satu musim tanam dan pada satuan luas lahan tertentu yang dinyatakan dalam satuan kilogram (Kg).

5. Harga produksi (Py) adalah nilai produksi bawang merah dalam berat kering askip per satuan kilogram yang dihasilkan dari usahatani bawang merah varietas Bima pada satu musim tanam dan pada satuan luas lahan tertentu yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Harga produksi yang digunakan adalah harga yang berlaku ditingkat produsen pada musim tanam Oktober sampai Desember 2010.


(24)

commit to user

6. Penerimaan usahatani (TR) adalah nilai total produksi usahatani bawang merah varietas Bima dan diukur dengan mengkalikan jumlah produksi fisik bawang merah varietas Bima per satuan luas usahatani dengan harga produksi per kilogram, dan dinyatakan dalam satuan rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha/MT).

7. Biaya eksplisit (EC) adalah total biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh petani untuk usahatani bawang merah varietas Bima. Biaya ini terdiri dari biaya pembelian pupuk, pestisida, perata, biaya upah tenaga kerja luar, pajak lahan, biaya irigasi, biaya transportasi, dan bunga modal pinjaman, dan dihitung dalam satuan rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha/MT).

8. Biaya implisit (IC) adalah total biaya yang tidak secara nyata dikeluarkan oleh petani untuk usahatani bawang merah varietas Bima. Biaya ini terdiri dari biaya pembelian benih, upah tenaga kerja harian dalam, sewa lahan sendiri, biaya penyusutan alat dan bunga modal sendiri. Biaya implisit dihitung dalam satuan rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha/MT). 9. Total biaya (TC) adalah penjumlahan total biaya eksplisit dan total biaya

implisit pada usahatani bawang merah varietas Bima dan dihitung dalam satuan rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha/MT).

10.Pendapatan usahatani (Pd) adalah pendapatan dari usahatani bawang merah varietas Bima yang diperhitungkan dari selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya eksplisit selama satu musim tanam, diukur dalam satuan rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha/MT).

11.Keuntungan usahatani (p) adalah keuntungan dari usahatani bawang merah varietas Bima yang diperhitungkan dari selisih antara penerimaan dengan total biaya, diukur dalam satuan rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha/MT).

12.Faktor produksi usahatani bawang merah varietas Bima yang dimaksud dalam penelitian adalah faktor-faktor produksi yang digunakan selama satu kali musim tanam yaitu luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair.


(25)

commit to user

13.Luas lahan (X1) adalah luas lahan sawah garapan petani yang digunakan

untuk usahatani bawang merah varietas Bima selama satu musim tanam dan dinyatakan dengan satuan hektar (Ha).

14.Benih (X2) adalah banyaknya benih yang digunakan dalam usahatani

bawang merah varietas Bima selama satu musim tanam dan dinyatakan dengan satuan kilogram (Kg). Harga benih dinyatakan dengan satuan rupiah (Rp).

15.Tenaga kerja (X3) adalah seluruh tenaga kerja yang digunakan dalam

usahatani bawang merah varietas Bima, selama satu musim tanam baik tenaga kerja keluarga, maupun tenaga kerja luar dan dinyatakan dalam satuan Hari Kerja Pria (HKP). Nilai tenaga kerja dihitung berdasarkan upah per HKP dan dinyatakan dalam rupiah per Hari Kerja Pria (Rp/HKP). 16.Pupuk urea (X4) adalah jumlah pupuk urea yang digunakan dalam

usahatani bawang merah varietas Bima selama satu musim tanam dan dinyatakan dengan satuan kilogram (Kg). Harga pupuk urea dinyatakan dengan satuan rupiah (Rp).

17.Pupuk NPK Mutiara (X5) adalah jumlah pupuk NPK Mutiara yang

digunakan dalam usahatani bawang merah varietas Bima selama satu musim tanam dan dinyatakan dengan satuan kilogram (Kg). Harga pupuk NPK Mutiara dinyatakan dengan satuan rupiah (Rp).

18.Pupuk ZA (X6) adalah jumlah pupuk ZA yang digunakan dalam usahatani

bawang merah varietas Bima selama satu musim tanam dan dinyatakan dengan satuan kilogram (Kg). Harga pupuk ZA dinyatakan dengan satuan rupiah (Rp).

19.Pestisida cair (X7) adalah jumlah pestisida yang digunakan dalam

usahatani bawang merah varietas Bima selama satu musim tanam dan dinyatakan dengan satuan liter (Ltr). Harga pestisida dinyatakan dengan satuan rupiah (Rp).


(26)

commit to user

25

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Pelaksanaan metode deskriptif analitik tidak hanya terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi tentang arti data. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa (Surakhmad, 1994).

Pelaksanaan penelitian ini dengan menggunakan metode survai, yaitu penelitian yang datanya dikumpulkan dengan mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat untuk mengumpulkan data yang pokok (Singarimbun dan Effendi, 1995).

B. Metode Penentuan Sampel

1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Brebes yang merupakan salah satu daerah penghasil bawang merah di Provinsi Jawa Tengah. Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes (2010), pada tahun 2010 produksi bawang merah mencapai 4.128.128 kw dan luas panen mencapai 32.680 ha yang tersebar di 11 kecamatan. Secara keseluruhan dari 11 kecamatan, sekitar 80% petani menanam bawang merah varietas Bima. Namun, khusus untuk daerah utara (Brebes, Wanasari, Bulakamba, Tanjung) secara keseluruhan (100%) petani menggunakan bawang merah varietas Bima. Oleh karena itu, Kecamatan Wanasari dipilih sebagai lokasi penelitian karena di kecamatan tersebut secara keseluruhan petani menggunakan bawang merah varietas Bima dan pada tahun 2010 Kecamatan Wanasari mempunyai luas panen yang paling besar dibandingkan kecamatan lainnya. Dengan demikian, Kecamatan Wanasari memiliki populasi petani bawang merah yang paling banyak dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Rincian mengenai luas panen, produksi dan produktivitas bawang merah menurut kecamatan di Kabupaten Brebes tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.


(27)

commit to user

Tabel 2. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Kecamatan Di Kabupaten Brebes Tahun 2010

No. Kecamatan Luas Panen (Ha)

Produksi (Kw)

Produktivitas (Kw/Ha)

1. Salem 0,00 0,00 0,00

2. Bantarkawung 15,00 1.300,00 86,67

3. Bumiayu 0,00 0,00 0,00

4. Paguyangan 0,00 0,00 0,00

5. Sirampog 0,00 0,00 0,00

6. Tonjong 0,00 0,00 0,00

7. Larangan 5.008,00 585.006,00 116,81 8. Ketanggungan 1.076,00 134.500,00 125,00 9. Banjarharjo 158,00 19.530,00 123,61 10. Losari 1.025,00 151.620,00 147,92 11. Tanjung 1.700,00 172.821,00 101,66 12. Kersana 480,00 53.830,00 112,15 13. Bulakamba 3.779,00 393.628,00 104,16

14. Wanasari 8.734,00 1.326.830,00 151,92

15. Jatibarang 2.490,00 252.014,00 101,21 16. Songgom 1.548,00 208.436,00 134,65 17. Brebes 6.667,00 828.613,00 124,29 Jumlah 32.680,00 4.128.128,00 1.430,04 Rata-Rata 1.922,35 242.831,06 84,12

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes Tahun 2010

Penentuan desa sebagai lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Wanasari menggunakan metode stratified dengan mengelompokkan desa berdasarkan kategori produktivitas bawang merah menurut desa di Kecamatan Wanasari tahun 2010. Penentuan kategorinya dengan mengikuti distribusi normal, sehingga dilakukan pengujian normalitas terhadap data produktivitas bawang merah. Menurut Nisfiannoor (2009) pengujian normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov (K-S) dan berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa data produktivitas bawang merah menurut desa di Kecamatan Wanasari berdistribusi normal, sehingga distribusi datanya mengikuti kurva normal. Selanjutnya, menentukan kriteria produktivitas rendah, sedang dan tinggi berdasarkan nilai persentil pada kurva normal, kemudian dianalisis menggunakan Frequencies. Berdasarkan hasil analisis, maka rincian


(28)

commit to user

mengenai luas panen, produksi, produktivitas dan kategori produktivitas bawang merah menurut desa di Kecamatan Wanasari tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas Panen, Produksi, Produktivitas dan Kategori Produktivitas Bawang Merah Menurut Desa di Kecamatan Wanasari Tahun 2010

No Desa Luas Panen (Ha)

Produksi (Kw)

Produktivitas (Kw/Ha)

Kategori Produktivitas 1. Dkh.Waringin 422,60 68.205,00 161,39 Tinggi 2. Dumeling 351,70 50.590,00 143,84 Sedang 3. Glonggong 496,15 76.050,00 153,28 Sedang 4. Jagalempeni 815,30 129.651,00 159,02 Tinggi 5. Keboledan 301,30 42.653,00 141,56 Sedang 6. Kertabasuki 315,22 43.438,00 137,80 Rendah 7. Klampok 426,60 67.050,00 157,17 Sedang

8. Kupu 340,50 48.480,00 142,38 Sedang

9. Lengkong 245,80 34.060,00 138,57 Rendah 10. Pebatan 407,23 59.400,00 145,86 Sedang 11. Pesantunan 298,60 41.600,00 139,32 Sedang 12. Sawojajar 329,50 47.034,00 142,74 Sedang

13. Siasem 320,30 43.826,00 136,83 Rendah

14. Sidamulya 423,80 64.391,00 151,94 Sedang 15. Sigentong 363,20 55.314,00 152,30 Sedang

16. Sisalam 878,60 147.841,00 168,27 Tinggi

17. Siwungkuk 287,10 41.358,00 144,05 Sedang 18. Tanjung Sari 540,50 85.117,00 157,48 Sedang 19. Tegalgandu 587,90 89.267,00 151,84 Sedang

20. Wanasari 591,10 91.505,00 154,80 Sedang

Jumlah 8.743,00 1.326.830,00 2980,46 rata-rata 437,15 66.341,50 149,02

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes Tahun 2010 (Lampiran 2, Halaman 91)

Penentuan lokasi penelitian dengan mengambil satu desa dari tiap kategori, sehingga terdapat 3 desa di Kecamatan Wanasari dengan luas panen paling besar pada tiap kategori, yang dijadikan lokasi penelitian. Desa kategori produktivitas rendah adalah Desa Siasem, desa kategori produktivitas sedang adalah Desa Wanasari dan desa kategori produktivitas tinggi adalah Desa Sisalam.

2. Metode Pengambilan Sampel

Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), suatu penelitian harus menggunakan ukuran sampel yang cukup besar sehingga dapat mengikuti distribusi normal. Sampel yang besar dan mengikuti distribusi normal


(29)

commit to user

adalah sampel yang ukurannya ≥ 30, sehingga ukuran sampel petani pada penelitian ini adalah 30 yang diambil dari tiga desa di Kecamatan Wanasari yaitu Desa Siasem, Desa Wanasari dan Desa Sisalam. Pengambilan sampel petani dari tiap desa menggunakan metode proportion random sampling. Menurut Soekartawi (1995), metode proportion random sampling adalah cara pengambilan sampel dari tiap-tiap sub populasi dengan memperhitungkan besar kecilnya sub-sub populasi tersebut dan pengambilannya dilakukan secara random. Adapun rumus menghitung ukuran sampel petani pada tiap desa, yaitu:

Keterangan:

Ni : ukuran sampel petani

Nk : jumlah petani yang memenuhi syarat pada desa ke-i N : jumlah populasi petani dari ketiga desa

Petani yang diambil sebagai sampel merupakan petani bawang merah varietas Bima berstatus pemilik penggarap dan mengusahakannya secara monokultur di lahan sawah. Berdasarkan data sekunder, maka ukuran sampel petani bawang merah varietas Bima untuk tiap desa di Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes, dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Ukuran Sampel Petani Bawang Merah Varietas Bima untuk Tiap Desa di Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes

No. Desa Populasi Petani

(Nk)

Ukuran Sampel Petani (Ni)

1 Siasem 309 5

2 Wanasari 790 13

3 Sisalam 681 12

Jumlah 1780 30

Sumber : Analisis Data Sekunder (Lampiran 3, Halaman 93)

C. Jenis dan Sumber Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang didapatkan langsung dari petani yang mengusahakan bawang merah varietas Bima maupun pihak lain yang berhubungan dengan usahatani bawang merah varietas Bima. Datanya

30 N Nk Ni= ´


(30)

commit to user

mengenai faktor produksi yang digunakan, teknik budidaya, produksi dan sebagainya. Data ini diperoleh melalui wawancara.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui pencatatan terhadap laporan maupun dokumen dari instansi-instansi yang berkaitan dengan penelitian. Data tersebut didapatkan dari Kantor Kecamatan Wanasari, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes, Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes, dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Teknik ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung terhadap objek yang diamati sehingga memberikan gambaran yang jelas mengenai objek yang akan diteliti. Data yang dikumpulkan terkait faktor-faktor produksi dan teknik budidaya bawang merah varietas Bima.

2. Wawancara

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data primer yang dilakukan dengan mewawancarai langsung petani sampel dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) terkait dengan usahatani bawang merah varietas Bima.

3. Pencatatan

Teknik ini dilakukan untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer berupa pencatatan yang berasal dari hasil wawancara dan data sekunder berupa pencatatan data pada instansi-instansi yang berhubungan dengan penelitian.

E. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Analisis Pendapatan dan Keuntungan Usahatani

Analisis besarnya pendapatan usahatani bawang merah varietas Bima menggunakan rumus sebagai berikut:


(31)

commit to user = (Y.Py) – EC

Keterangan:

Pd : pendapatan usahatani (Rp/Ha/MT) TR : total penerimaan usahatani (Rp/Ha/MT) TC : total biaya usahatani (Rp/Ha/MT) Py : harga produksi usahatani (Rp/Kg) Y : produksi usahatani (Kg/Ha/MT)

EC : total biaya eksplisit usahatani (Rp/Ha/MT)

Analisis besarnya keuntungan usahatani bawang merah varietas Bima menggunakan rumus sebagai berikut:

p = TR – TC = TR – (EC + IC) Keterangan:

p : keuntungan usahatani (Rp/Ha/MT) TR : total penerimaan usahatani (Rp/Ha/MT) TC : total biaya usahatani (Rp/Ha/MT)

EC : total biaya eksplisit usahatani (Rp/Ha/MT) IC : total biaya implisit usahatani (Rp/Ha/MT)

2. Analisis Hubungan Faktor-Faktor Produksi dengan Produksi

Pengkajian hubungan penggunaan faktor-faktor produksi berupa luas lahan, tenaga kerja, benih, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair dengan produksi bawang merah varietas Bima digunakan model berbentuk kepangkatan yang merupakan modifikasi fungsi produksi Cobb Douglas, dan dirumuskan sebagai berikut:

Y = b0. X1b1. X2b2. X3b3. X4b4. X5b5. X6b6. X7b7

Keterangan:

Y : produksi bawang merah varietas Bima (Kg) X1 : luas lahan (Ha)

X2 : benih (Kg)

X3 : tenaga kerja (HKP)


(32)

commit to user X5 : pupuk NPK Mutiara (Kg)

X6 : pupuk ZA (Kg)

X7 : pestisida cair (Ltr)

b0 : konstanta

b1–b7 : koefisien regresi X1 sampai X7

Hubungan faktor-faktor produksi dengan produksi bawang merah varietas Bima dapat diketahui dengan analisis regresi linier berganda. Oleh karena itu, fungsi produksinya diubah ke dalam bentuk linier dengan cara dilogaritmakan menjadi:

Log Y = log b0 + b1 log X1 + b2 log X2 + b3 log X3 + b4 log X4+ b5 log

X5 + b6 log X6+ b7 log X7

3. Pengujian Model

Pada penelitian ini uji yang akan digunakan yaitu sebagai berikut: a. Uji adjusted R2(Rv2)

Uji adjusted R2 (R2 yang disesuaikan) digunakan sebagai ukuran yang menunjukkan besarnya proporsi variasi produksi bawang merah varietas Bima yang dapat dijelaskan oleh faktor-faktor produksi dengan mempertimbangkan jumlah variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model fungsi produksi. Adapun rumusnya, yaitu:

Rv2 = 1 – (1 – R2) n - 1 n - k Keterangan:

Rv2 : R2 yang disesuaikan

R2 : R2 yang belum disesuaikan n : ukuran sampel

k : jumlah variabel (Gujarati, 2007). b. Uji serentak (Uji F)

Uji F yang digunakan untuk mengetahui apakah faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh terhadap produksi bawang merah varietas Bima. Menutut Gujarati (2007) rumus uji F, yaitu:


(33)

commit to user Fhitung

=

ESS/(k-1) RSS/(n-k) Keterangan:

ESS : jumlah kuadrat yang dijelaskan (∑yi2)

RSS : jumlah kuadrat residu (∑ei2)

n : ukuran sampel k : jumlah variabel Dengan hipotesis yang diuji:

Ho : b1 = b2 = b3 = b4 = b5 = b6 = b7 = 0

Ha : minimal ada satu bi≠ 0

Pada tingkat kepercayaan 95%, maka:

1) Jika Fhitung < Ftabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, yang artinya

faktor-faktor produksi secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima.

2) Jika Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang artinya

faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima.

c. Uji individual (Uji t)

Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing faktor produksi terhadap produksi bawang merah varietas Bima. Menurut Arief (1993) rumus uji t adalah sebagai berikut:

thitung

=

bi Si Keterangan:

bi : koefisien regresi ke-i

Si : standard error koefisien regresi ke-i Dengan hipotesis yang diuji:

Ho : bi = 0 Ha : bi ¹ 0


(34)

commit to user Pada tingkat kepercayaan 95%, maka:

1) Jika thitung < ttabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, yang berarti

faktor produksi ke-i tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima.

2) Jika thitung > ttabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti

faktor produksi ke-i berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima.

d. Uji standard koefisien regresi (beta coefficient)

Uji Standard koefisien regresi digunakan untuk mengetahui faktor produksi yang paling berpengaruh diantara faktor produksi yang lain. Menurut Arief (1993) beta coefficient dihitung dengan rumus: bi*

=

bi

i Keterangan:

bi* : standard koefisien regresi

bi : koefisien regresi untuk faktor produksi ke-i σi : standard deviasi faktor produksi ke-i σy : standard deviasi produksi

Nilai standard koefisien regresi yang paling besar merupakan faktor produksi yang paling berpengaruh terhadap produksi bawang merah varietas Bima.

4. Uji Asumsi Klasik

a. Uji multikolinearitas

Uji multikolinieritas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi yang sangat kuat antar variabel bebas pada model regresi. Deteksinya diketahui dari matriks pearson correlation. Apabila matriks pearson correlation tidak ada yang bernilai lebih dari 0,8 maka disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas (Nisfiannoor, 2009).

b. Uji autokorelasi

Menurut Sulaiman (2002), uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara anggota serangkaian


(35)

commit to user

observasi yang diurutkan menurut waktu (time series) atau tempat/ruang (cross section). Pengujian autokorelasi dilakukan dengan melihat nilai Durbin Watson dengan kriteria sebagai berikut:

1) 1,65 < DW < 2,35 yang artinya tidak terjadi autokorelasi

2) 1,21 < DW < 1,65 atau 2,35 < DW < 2,79 yang artinya tidak dapat disimpulkan (inconclusion)

3) DW < 1,21 atau DW > 2,79 yang artinya terjadi autokorelasi c. Uji heteroskedastisitas

Uji Heterokesdastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi mempunyai varians (variance) yang tidak sama untuk semua pengamatan. Uji ini dilakukan dengan scatterplot antara nilai prediksi variabel dependent yaitu ZPRED (sumbu X) dengan residualnya SRESID (sumbu Y). Apabila tidak terdapat pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Nisfiannoor, 2009). 5. Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi

Analisis efisiensi ekonomi digunakan untuk mengetahui kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah mencapai efisiensi ekonomi tertinggi atau belum. Efisiensi ekonomi tertinggi dicapai apabila perbandingan nilai produk marjinal (NPMxi) dengan harga faktor produksi (Pxi) sama dengan satu. Adapun rumusnya: NPMx1

Px1 =

NPMx2 Px2 =

NPMx3 Px3 =

NPMx4 Px4 =

NPMx5 Px5 =

NPMx6 Px6 =

NPMx7 Px7 = 1 Keterangan:

NPMxi : Nilai Produk Marginal untuk faktor produksi xi

Pxi : harga faktor produksi xi

Kriteria yang digunakan sebagai berikut:

Pxi NPMxi

= 1, berarti penggunaan faktor produksi xi telah mencapai

efisiensi ekonomi tertinggi. Pxi

NPMxi

≠ 1, berarti penggunaan faktor produksi xi tidak efisien secara


(36)

commit to user

Apabila terdapat kendala sehingga kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi belum mencapai efisiensi ekonomi tertinggi, maka dilakukan analisis optimalisasi. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah varietas Bima mencapai kombinasi optimal atau belum. Kombinasi optimal dicapai apabila perbandingan antara produk fisik marjinal (PFMxi) dengan harga faktor produksi (Pxi) besarnya sama untuk setiap faktor produksi. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:

PFMx1 Px1 =

PFMx2 Px2 =

PFMx3 Px3 =

PFMx4 Px4 =

PFMx5 Px5 =

PFMx6 Px6 =

PFMx7 Px7 Keterangan:

PFMxi : Produk Fisik Marjinal faktor produksi xi

Pxi : harga faktor produksi xi

Apabila belum mencapai kombinasi optimal, maka yang dapat dilakukan adalah mencapai kondisi optimum dengan mengoptimalkan penggunaan faktor-faktor produksinya. Penentuannya menggunakan pendekatan Least Cost Combination (LCC) dengan menentukan salah satu faktor produksi yang dijadikan sebagai faktor pembatas (constraint) (xi),

sehingga penentuan penggunaan faktor produksi lain (xj) yang optimal

menggunakan rumus: Xj = βj.Xi.Pxi

βi.Pxj Keterangan:

Xi : penggunaan faktor pembatas Xj : penggunaan faktor produksi lain Pxi : harga faktor produksi pembatas Pxj : harga faktor produksi ke-j

βi : koefisien regresi faktor pembatas


(37)

commit to user

36

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Geografis

1. Lokasi Daerah Penelitian

Kabupaten Brebes merupakan daerah strategis di Provinsi Jawa Tengah, yang ditinjau dari aspek letak daerah, sosial dan ekonomi, serta merupakan pintu masuk jalur utara dari Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta menuju Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Letak geografis Kabupaten Brebes terletak diantara antara 108º 41’ 37”-109º 11’ 29” Bujur Timur (BT) dan 6º 44’ 56,5”-7º 20’ 51,48” Lintang Selatan (LS) dengan jarak terjauh dari utara ke selatan 87 km dan dari barat ke timur 50 km.

Wilayah administrasi Kabupaten Brebes terbagi menjadi 17 kecamatan yang terdiri dari 297 desa dan 5 kelurahan dengan luas wilayah 166.296 ha atau 5,10% dari luas Provinsi Jawa Tengah yang sebesar 3.254.412 Ha. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Brebes adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Selatan : Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap Sebelah Timur : Kabupaten Tegal dan Kota Tegal

Sebelah Barat : Provinsi Jawa Barat

Kecamatan Wanasari merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Brebes dengan luas 7.444 ha atau 4,48% dari luas wilayah Kabupaten Brebes. Kecamatan Wanasari terletak di sebelah barat Ibukota Kabupaten Brebes dengan jarak 4 km. Wilayah Kecamatan Wanasari disebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Larangan, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Brebes dan Kecamatan Jatibarang, dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Bulakamba. Kecamatan Wanasari terdiri dari 20 desa yang semuanya berpotensi sebagai penghasil bawang merah varietas Bima.


(38)

commit to user 2. Topografi Daerah

Wilayah Kabupaten Brebes memiliki topografi yang bervariasi yaitu datar, bergelombang, curam dan sangat curam. Sebagian besar wilayah Kabupaten Brebes mempunyai topografi datar dengan kemiringan 0-2% dan luasnya 71.441 ha atau 43,02% dari wilayah Kabupaten Brebes. Luas wilayah dengan topografi bergelombang (kemiringan 2-15%) adalah 30.641 ha atau 18,45% dari wilayah Kabupaten Brebes. Luas wilayah dengan topografi curam (kemiringan 15-40%) adalah 38.442 ha atau 23,15% dari wilayah Kabupaten Brebes, dan luas wilayah dengan topografi sangat curam (kemiringan > 40%) adalah 25.542 ha atau 15,38% dari wilayah Kabupaten Brebes.

Wilayah Kabupaten Brebes terletak pada ketinggian mulai dari 0 meter (garis pantai) sampai dengan daerah pegunungan dengan ketinggian 875 meter di atas permukaan laut (Kecamatan Sirampog). Sebagian besar (97.895 ha atau 58,87%) wilayah Kabupaten Brebes merupakan daerah pantai yang mempunyai ketinggian 0-25 m dpl, untuk dataran tinggi wilayahnya sebesar 61.698 ha atau 37,10% dengan ketinggian 101-500 m dpl, dan untuk daerah pegunungan wilayahnya sebesar 6.703 ha atau 4,03% yang berada pada ketinggian >500 m dpl.

Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Brebes merupakan hasil proses pembentukan tanah masa lampau dengan pH tanah antara 5,15-7,0. Jenis tanah di Kabupaten Brebes terdiri dari tiga macam, yaitu:

a. Tanah aluvial umumnya terdapat di dataran rendah, pelembahan, daerah cekungan, dan sepanjang daerah aliran sungai besar. Tanah ini berwarna kelabu sampai kecoklat-coklatan, dan tekstur tanahnya liat atau liat berpasir. Jenis tanah aluvial terdapat di 11 kecamatan di Kabupaten Brebes, yaitu Kecamatan Larangan, Kecamatan Ketanggungan, Kecamatan Banjarharjo, Kecamatan Losari, Kecamatan Tanjung, Kecamatan Kersana, Kecamatan Bulakamba, Kecamatan Wanasari, Kecamatan Jatibarang, Kecamatan Songgom dan Kecamatan Brebes.


(39)

commit to user

b. Tanah andosol pada umumnya tersebar di dataran tinggi, berwarna hitam, kelabu sampai coklat tua, tekstur tanahnya debu, lempung berdebu sampai lempung, dan struktur tanahnya termasuk remah. Jenis tanah andosol terdapat di 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Salem dan Kecamatan Sirampog.

c. Tanah regosol umumnya terdapat di wilayah yang bergelombang hingga dataran tinggi, tanah ini berwarna kelabu, coklat, sampai coklat kekuning-kuningan atau keputih-putihan dengan tekstur tanahnya pasir sampai lempung. Jenis tanah regosol terdapat di 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Bantarkawung, Kecamatan Bumiayu, Kecamatan Paguyangan dan Kecamatan Tonjong.

Wilayah Kecamatan Wanasari berada pada ketinggian 1 m dpl dan mempunyai topografi wilayah datar dengan kemiringan lahan 0-2%. Berdasarkan keadaan alamnya, Kabupaten Brebes dan khususnya Kecamatan Wanasari merupakan daerah yang cocok untuk budidaya bawang merah khususnya varietas Bima, dimana bawang merah dapat tumbuh pada ketinggian 0-1000 m dpl dan ketinggian tempat yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan bawang merah adalah 0-400 m di atas permukaan laut. Selain itu, untuk pertumbuhan yang optimal bawang merah juga menghendaki tanah yang gembur, mengandung humus dengan aerasi yang baik seperti pada tanah jenis aluvial, andosol dan latosol. 3. Keadaan Iklim

Kabupaten Brebes memiliki iklim tropis dengan musim hujan dan musim kemarau yang silih berganti sepanjang tahun. Pada bulan Juni sampai September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember sampai dengan Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Samudra Pasifik, sehingga terjadi musim penghujan. Keadaan ini berganti setengah tahun setelah melewati masa peralihan (pancaroba) pada bulan April-Mei dan Oktober-November.


(40)

commit to user

Pada tahun 2009 curah hujan di Kabupaten Brebes sebesar 25.949 mm dengan jumlah hari hujan 1620.

Kondisi iklim di suatu daerah juga dapat diketahui dengan menggunakan metode Schmidth Ferguson yaitu dengan membagi rata-rata jumlah bulan kering (BK) dengan rata-rata jumlah bulan basah (BB) selama sepuluh tahun. Berdasarkan analisis pada Lampiran 4 (halaman 94), diketahui bahwa tipe iklim di Kabupaten Brebes adalah tipe iklim B (14,3% ≤ Q < 33,3%) atau daerah yang beriklim basah dengan nilai Q Kabupaten Brebes sebesar 15,69%. Kondisi iklim basah umumnya dimanfaatkan untuk usaha pertanian. Kabupaten Brebes memiliki potensi sumberdaya air yang meliputi air permukaan 114.002.600 m3, air sungai 20.001.748.287 m3, dan air tanah 30.608.200 m3. Potensi tersebut memberikan ketersediaan air yang cukup untuk digunakan sebagai sarana irigasi lahan-lahan pertanian, sehingga mendukung usaha pengembangan berbagai komoditi tanaman bahan makanan.

Berdasarkan analisis pada Lampiran 4 (halaman 94), Kecamatan Wanasari mempunyai nilai Q sebesar 71,21%, yang berarti Kecamatan Wanasari mempunyai tipe iklim D (60,0% ≤ Q < 100%) atau merupakan daerah beriklim sedang. Kondisi iklim yang demikian, sangat cocok untuk budidaya bawang merah, karena tanaman bawang merah tidak menghendaki banyak air.

B. Keadaan Penduduk

1. Jumlah Penduduk

Penduduk merupakan sumberdaya manusia yang menjadi subyek sekaligus obyek dalam kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di suatu daerah. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi kekuatan sekaligus juga dapat menjadi beban dalam menunjang keberhasilan pembangunan di suatu daerah. Jumlah penduduk di Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari dapat dilihat pada Tabel 5.


(41)

commit to user

Tabel 5. Jumlah Penduduk Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari Tahun 2005-2009

No. Tahun

Kabupaten Brebes Kecamatan Wanasari Jumlah Penduduk (Jiwa) Pertumbuhan Penduduk (Jiwa) (%) Jumlah Penduduk (Jiwa) Pertumbuhan Penduduk (Jiwa) (%) 1. 2. 3. 4. 5. 2005 2006 2007 2008 2009 1.727.708 1.736.401 1.743.195 1.747.430 1.752.128 5.402 8.693 6.794 4.235 4.698 0,31 0,50 0,39 0,24 0,27 134.823 136.613 137.404 137.901 138.438 1.990 1.790 791 497 537 1,48 1,31 0,58 0,36 0,39 Jumlah 8.706.862 29.822 1,71 685.179 5.605 4,11 Rata-Rata 1.741.372 5.964 0,34 137.035,80 1.121,00 0,82 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes Tahun 2009

Jumlah penduduk Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari dari tahun 2005 sampai tahun 2009 cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari, salah satunya disebabkan oleh pertumbuhan penduduk secara alami, dimana angka kelahiran lebih besar daripada angka kematian. Jumlah penduduk yang semakin bertambah akan berdampak negatif pada ketersediaan lahan pertanian yaitu berkurangnya lahan pertanian karena adanya konversi lahan menjadi pemukiman penduduk, tempat usaha dan pengembangan pembangunan daerah.

2. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

Komposisi penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat memberikan gambaran tentang Angka Beban Tanggungan (ABT) dan Sex ratio/SR. Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin di Kabupaten Brebes dan Kecamatan Wanasari dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Komposisi Penduduk Kabupaten Brebes dan Kecamatan

Wanasari Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2009

No.

Kelom-pok Umur (Thn)

Kabupaten Brebes Kecamatan Wanasari Laki- laki (orang) Perem-puan (orang) Jumlah (orang) Laki- laki (org) Perem-puan (org) Jumlah (org) 1. 2. 3. 0-14 15-64 ≥ 65 297.242 540.119 35.701 285.276 549.615 44.175 582.518 1.089.734 79.876 24.142 42.491 2.414 23.804 42.843 2.744 47.946 85.334 5.158

Jumlah 873.062 879.066 1.752.128 69.047 69.391 138.438 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes Tahun 2009


(42)

commit to user

Berdasarkan data pada Tabel 6, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk usia produktif di Kabupaten Brebes adalah 1.089.743 orang dan di Kecamatan Wanasari adalah 85.334 orang. Banyaknya jumlah penduduk dengan usia produktif menunjukkan bahwa tersediannya sumber daya manusia yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di sektor perekonomian wilayah Kabupaten Brebes, khususnya sektor pertanian. Tenaga kerja yang terampil merupakan potensi sumberdaya manusia yang sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan. Dengan demikian, banyaknya penduduk usia produktif dapat dijadikan sebagai modal (tenaga kerja) untuk meningkatkan pembangunan ekonomi daerah di Kabupaten Brebes.

Angka Beban Tanggungan (ABT) dapat diketahui dengan membandingkan jumlah penduduk non produktif dengan penduduk produktif. Berdasarkan analisis pada Lampiran 5 (halaman 96), nilai dari Angka Beban Tanggungan (ABT) di Kabupaten Brebes pada diperoleh nilai ABT sebesar 60,78%, artinya dalam setiap 100 orang penduduk usia produktif di wilayah tersebut harus menanggung 61 orang penduduk usia non produktif dan untuk Kecamatan Wanasari besarnya nilai ABT adalah 62,23%, sehingga setiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung 62 orang usia non produktif.

Sex ratio/SR dapat diketahui dengan membandingkan jumlah

penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan. Berdasarkan analisis pada Lampiran 5 (halaman 96), nilai sex ratio Kabupaten Brebes sebesar 99, artinya jika di kabupaten tersebut terdapat 100 orang penduduk perempuan maka terdapat 99 penduduk laki-laki. Nilai sex ratio untuk Kecamatan Wanasari adalah 100 sehingga jika ada 100 orang penduduk perempuan, maka terdapat 100 orang penduduk laki-laki.

3. Komposisi Penduduk Menurut Lapangan Usaha

Komposisi penduduk menurut lapangan usaha digunakan untuk mengetahui tingkat sosial ekonomi dan karakteristik daerah dengan melihat lapangan usaha yang menjadi mata pencahariaan penduduk.


(1)

commit to user

petani mempunyai kendala untuk memperluas lahannya karena ketersediaan lahan yang terbatas akibat adanya alih fungsi lahan pertanian. Dengan demikian, petani harus mengkombinasikan penggunaan faktor produksinya secara optimal pada luas lahan 0,78 ha untuk mendapatkan produksi yang optimal, sehingga pada kondisi tersebut petani akan memperoleh keuntungan maksimal.

Hasil analisis kombinasi penggunaan faktor produksi pada kondisi optimal usahatani bawang merah varietas Bima dengan luas lahan 0,78 ha, yaitu sebagai berikut:

a. Benih

Faktor produksi benih yang digunakan pada usahatani bawang merah varietas Bima menunjukkan bahwa penggunaannya tidak efisien secara ekonomi. Hal tersebut dilihat dari besarnya perbandingan antara nilai produk marjinal dengan harga untuk faktor produksi benih, yaitu 1,254. Artinya penggunaan faktor produksi benih masih harus ditambah untuk mencapai kondisi yang optimal. Hasil analisis menunjukan bahwa penggunaan faktor produksi benih yang optimal adalah 1.421,68 kg/UT/MT, sedangkan kenyataannya rata-rata petani hanya menggunakan benih sebesar 1.323,33 kg/UT/MT. Dengan demikian untuk untuk mencapai kondisi yang optimal maka perlu dilakukan penambahan benih sebesar 98,35 kg.

Belum tercapainya kondisi optimal pada penggunaan faktor produksi benih dikarenakan pada sebagian besar petani di Kabupaten Brebes menggunakan benih yang berasal dari hasil panennya sendiri. Hal ini berarti petani menggunakan benih yang berasal dari hasil panen yang diperuntukkan sebagai bawang merah konsumsi. Menurut Putrasamedja dan Permadi (2001), benih yang berasal dari bawang merah konsumsi berkualitas rendah karena tidak dihasilkan dari proses seleksi, sehingga menyebabkan produktivitasnya rendah.

Petani di Kabupaten Brebes tidak melakukan seleksi secara khusus dalam menyisihkan hasil panen yang akan dijadikan benih.


(2)

commit to user

Seleksinya berdasarkan pengamatan terhadap kondisi pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, produktivitas dan tidak tercampur dengan varietas lain, sehingga kemurnian varietas tidak begitu diperhatikan dan yang menjadi patokan dalam menilai kualitas benih hanya lama penyimpanannya, yaitu 3 bulan (kawak). Kendala modal menjadi alasan petani, karena harga benih varietas Bima dipenangkar benih mencapai Rp 15.000,00/Kg. Selain itu, belum ada benih bawang merah varietas Bima yang bersertifikat dan benih yang dijual oleh penangkar benih ternyata sebagian juga berasal dari benih hasil produksi petani. Disisi lain, pada jarak tanam yang sama penggunaan benih yang mempunyai ukuran lebih besar akan memberikan hasil anakan yang lebih banyak, sehingga petani beranggapan bahwa dengan benih hasil produksi sendiri akan lebih menghemat biaya usahatani, petani mengetahui asal usul benih dan lebih leluasa untuk menentukan ukuran benih yang akan digunakan. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah penggunaan benih bawang merah varietas Bima dengan ukuran benih besar (5,0-7,5 gram/benih) atau benih sedang (2,5-4,0 gram/benih) dan lama penyimpanan 3 bulan (kawak) dengan jumlah penggunaan benihnya 1.421,68 kg/UT, serta dilakukan penyediaan benih bawang merah varietas Bima bersertifikat melalui kegiatan penangkaran benih secara khusus.

b. Tenaga kerja

Penggunaan faktor produksi tenaga kerja pada usahatani bawang merah varietas Bima menunjukkan kondisi yang tidak efisien secara ekonomi, dengan besarnya perbandingan antara nilai produk marjinal dengan harga faktor produksi tenaga kerja adalah 1,195. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa untuk mencapai kondisi optimal, maka perlu adanya penambahan penggunaan faktor produksi tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan disesuaikan dengan kebutuhannya sampai pada tingkat tertentu, sehingga jumlah penggunaannya optimal.


(3)

commit to user

Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk usahatani bawang merah varietas Bima adalah 546,37 HKP/UT/MT, sedangkan hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi tenaga kerja yang optimal adalah 559,16 HKP/UT/MT. Dengan demikian, untuk mencapai kondisi optimal perlu adanya penambahan penggunaan tenaga kerja sebesar 12,79 HKP. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah penggunaan tenaga kerja sebesar 559,16 HKP/UT/MT dan disertai dengan peningkatan kualitas tenaga kerja.

Pada dasarnya, jumlah tenaga kerja yang diperlukan dipengaruhi oleh kualitas tenaga kerja. Pada proses produksi pertanian, kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, dimana untuk tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi pada pekerjaan seperti mengolah tanah, sedangkan untuk tenaga kerja wanita biasanya terspesialisasi pada penanaman. Oleh karena itu, peranan petani sebagai tenaga kerja serta sebagai pemimpin usahatani sangat penting untuk mengatur organisasi produksi secara keseluruhan.

c. Pestisida cair

Usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes pada umumnya berorientasi pada hasil, sehingga pemeliharaannya intensif dan dihindarkan dari gangguan hama atau penyakit. Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan, perlu adanya tindakan pengendalian, antara lain dengan pestisida. Pestisida yang dipakai petani terdiri dari pestisida cair (insektisida dan herbisida) dan pestisida padat (fungisida).

Faktor produksi pestisida cair yang digunakan pada usahatani bawang merah varietas Bima menunjukkan bahwa penggunaannya tidak efisien secara ekonomi. Hal tersebut dilihat dari besarnya perbandingan antara nilai produk marjinal dengan harga untuk faktor produksi pestisida cair, yaitu 3,143. Artinya penggunaan faktor produksi pestisida masih harus ditambah untuk mencapai kondisi yang optimal. Hasil analisis menunjukan, penggunaan faktor produksi


(4)

commit to user

pestisida cair yang optimal adalah 20,57 liter/UT/MT, sedangkan pada kenyataannya rata-rata petani menggunakan pestisida cair sebanyak 7,64 liter/UT/MT. Dengan demikian, untuk mencapai kondisi yang optimal maka perlu peningkatan penggunaan pestisida cair sebanyak 12,93 liter.

Penggunaan pestisida merupakan cara pengendalian yang sangat umum digunakan oleh petani, karena cara tersebut dianggap yang paling mudah dilakukan, jaminan keberhasilan lebih tinggi dan hasilnya lebih cepat terlihat. Meskipun demikian, penggunaan pestisida juga mengakibatkan pencemaran lingkungan, terjadinya resistensi hama dan penyakit, berbahaya bagi manusia, ternak, kematian pada musuh-musuh alami dan adanya residu pestisida pada tanaman.

Menurut Purnomo (2009) langkah awal yang cukup bijak untuk budidaya bawang merah di Kabupaten Brebes, yaitu dengan

menerapkan usahatani versi LEISA (Low External Input And

Sustainable Agriculture). Pertanian LEISA adalah cara budidaya dengan penggunaan pupuk dan pestisida kimia buatan yang masih diperkenankan seminimal mungkin atau sangat dibatasi sesuai dengan kebutuhan, sedangkan penggunaan bahan alami seperti pupuk organik dan pestisida nabati sangat dianjurkan. Dengan demikian, perilaku petani bawang merah tidak berubah secara drastis dan produksi bawang merah relatif tidak berkurang drastis.

Penggunaan faktor-faktor produksi pada kondisi optimal terbukti memberikan produksi yang optimal, sehingga selisih antara biaya dan penerimaan lebih besar dibandingkan dengan kondisi kenyataan (existing). Hal tersebut dibuktikan dengan mengetahui besarnya produksinya, yaitu pada kondisi kenyataan (existing) produksinya sebesar 5.631,99 kg dan selisih antara penerimaan dan biayanya sebesar Rp 20.137.899,23; sedangkan produksi pada kondisi optimal sebesar 7.629,56 kg dan selisih antara penerimaan dan biayanya sebesar Rp 30.380.005,13.


(5)

commit to user

86

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada usahatani bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Biaya eksplisit usahatani bawang merah varietas Bima sebesar Rp 29.590.009,50/Ha/MTdan biaya implisit Rp 37.071.515,44/Ha/MT,

sehingga total biaya usahataninya Rp 66.661.524,94/Ha/MT. Penerimaan usahatani bawang merah varietas Bima Rp 101.642.564,10/Ha/MT,

pendapatan usahataninya sebesar Rp 72.052.554,61/Ha/MT dan

keuntungan usahataninya Rp 34.981.039,16/Ha/MT.

2. Faktor produksi luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara, pupuk ZA dan pestisida cair, secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima. Secara individual, menunjukkan bahwa faktor produksi luas lahan, benih, tenaga kerja dan pestisida cair berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima, sedangkan faktor produksi pupuk Urea, pupuk NPK Mutiara dan pupuk ZA tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah varietas Bima.

3. Kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani bawang merah varietas Bima belum mencapai efisiensi ekonomi tertinggi.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Bagi petani bawang merah varietas Bima

a. Di Kabupaten Brebes ketersediaan lahan usahatani bawang merah varietas Bima terbatas, sehingga untuk meningkatkan produksinya dengan cara mengoptimalkan penggunaan faktor-faktor produksinya, yaitu pada lahan seluas 0,78 ha dengan penggunaan benih 1.421,68 kg, tenaga kerja 559,16 HKP dan pestisida cair 20,57 liter, sehingga usahatani bawang merah varietas Bima berada pada kondisi optimal.


(6)

commit to user

b. Sebaiknya menggunakan benih bawang merah varietas Bima dengan ukuran benih besar (5,0-7,5 gram/benih) atau benih sedang (2,5-4,0 gram/benih) dengan lama penyimpanan 3 bulan sehingga sudah cukup siap tanam (kawak).

2. Bagi Pemerintah Kabupaten Brebes

a. Penerapan pertanian organik versi LEISA (Low External Input And Sustainable Agriculture) untuk mengurangi dampak negatif dari penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimia pada usahatani bawang merah varietas Bima.

b. Penggunaan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) untuk mengukur kadar

hara N, P dan K tanah dalam bentuk tersedia, sehingga dapat digunakan untuk penentuan rekomendasi pemupukan unsur N, P dan K spesifik lokasi untuk tanaman bawang merah varietas Bima di Kabupaten Brebes.