EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE GUIDED DISCOVERY SETTING STAD (STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION) TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP NEGERI 1 PAKEM.

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemerintah melalui kurikulum yang berlaku dalam Sistem Pendidikan Indonesia menjadikan matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan kepada siswa pada semua jenjang. Hal tersebut dikarenakan matematika merupakan mata pelajaran penting. Baik secara langsung maupun tidak langsung, hampir semua mata pelajaran selalu berkaitan dengan matematika. Oleh karena itu, pembelajaran matematika harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Tujuan pembelajaran matematika yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006) antara lain agar siswa memiliki kemampuan untuk memahami konsep matematika, menggunakan penalaran pada pola dan sifat, memecahkan masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.

Proses pembelajaran telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 2007, yaitu sebagai berikut:

“Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.”

Berdasarkan kutipan peraturan di atas, dapat dikatakan bahwa sudah seharusnya proses pembelajaran dapat meningkatkan motivasi siswa. Menurut Purwa Atmaja Prawira (2013: 320), motivasi akan mendorong atau memberikan semangat


(2)

2 kepada siswa untuk memperoleh prestasi yang lebih baik. Sehingga siswa cenderung aktif ketika pembelajaran matematika. Apabila guru memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, siswa tidak cepat merasa bosan dalam pembelajaran tersebut.

Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar karena kegiatan belajar merupakan proses sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Sehingga penting untuk mengetahui dan memahami prestasi belajar peserta didik, baik secara perseorangan maupun kelompok. Fungsi prestasi belajar tidak hanya sebagai indikator keberhasilan dalam mata pelajaran tertentu, tetapi juga sebagai indikator kualitas institusi pendidikan. Sebagaimana Nana Sudjana (2001: 22) menyatakan bahwa prestasi merupakan hasil dari sebuah kegiatan yang dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Prestasi belajar merupakan indikator yang penting untuk mengukur keberhasilan proses belajar mengajar.

Tinggi rendahnya prestasi belajar siswa juga akan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di samping proses pengajaran itu sendiri. Salah satu faktor-faktor yang kemungkinan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar adalah motivasi yang dimiliki peserta didik. Motivasi menurut Sardiman (2011: 75) merupakan kekuatan penggerak di dalam diri siswa yang dapat menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga tujuan yang diharapkan akan tercapai. Menurut Hamzah B. Uno (2013: 27-29) peranan motivasi dalam belajar dan pembelajaran antara lain: (1) menentukan penguatan belajar; (2) memperjelas tujuan belajar; dan (3) menentukan ketekunan belajar.


(3)

3 Metode pembelajaran berbasis penemuan terbimbing adalah salah satu metode yang menekankan pada peran aktif siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri. Pembelajaran yang berbasis penemuan terbimbing dapat diberikan dengan alat bantu perangkat pembelajaran berupa lembar kegiatan siswa (LKS) yang dapat melatih kemandirian siswa dalam mengonstruksi pengetahuannya. Dalam pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery), tugas guru adalah sebagai fasilitator, motivator, dan informator, dalam pelajaran matematika. Amin Suyitno (2004: 5) mendefinisikan guided discovery sebagai suatu metode pembelajaran dimana siswa diberikan bimbingan singkat untuk menemukan jawaban dari suatu permasalahan. Peranan guru lebih banyak menetapkan diri sebagai pembimbing atau pemimpin belajar dan fasilitator belajar.

Metode pembelajaran yang interaktif dan terpusat pada siswa sangat diperlukan agar siswa dapat terlibat dan antusias terutama dalam pembelajaran matematika. Slavin (2005: 8) menyatakan dalam metode pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Terdapat bermacam-macam tipe pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah Student Team Achievement Division (STAD). Slavin (2005: 5) menyatakan bahwa penggunaan metode STAD sangat sesuai untuk mengajarkan bidang studi seperti matematika, berhitung, dan studi terapan, penggunaan dan mekanika bahasa, geografi dan kemampuan peta, dan konsep-konsep ilmu pengetahuan ilmiah.


(4)

4 Gagasan utama dari STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai materi yang diajarkan oleh guru (Ali Hamzah dan Muhlisrarini, 2014: 163). Jika para siswa ingin agar timnya mendapatkan penghargaan tim, siswa harus membantu dan mendukung teman satu timnya untuk bisa menguasai materi serta melakukan yang terbaik untuk timnya. Para siswa bekerja sama setelah menerima penjelasan materi dari guru. Mereka diarahkan untuk bekerja secara berkelompok dan membandingkan jawaban masing-masing, mendiskusikan adanya perbedaan jawaban, saling memberikan argumen terhadap materi yang dipahami, serta saling membantu satu sama lain jika ada yang salah dalam memahami materi yang diberikan guru. Meskipun siswa boleh bekerja sama, tetapi siswa tidak boleh saling membantu dalam mengerjakan kuis. Tiap siswa harus menguasai materi untuk bisa berhasil dalam mengerjakan kuis. Tanggung jawab individu seperti ini memotivasi siswa untuk memberi penjelasan dengan baik satu sama lain, karena satu-satunya cara bagi tim untuk berhasil adalah dengan membuat semua anggota tim menguasai semua materi dan kemampuan yang diajarkan.

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Eric A. Ozomadu (2012) menunjukkan bahwa metode guided discovery lebih efektif daripada metode ekspositori di Enugu State Secondary School. Penelitian juga dilakukan oleh Fitria Yelni (2013) yang menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan metode guided discovery dengan setting pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan pengaruh positif terhadap prestasi dan aktivitas belajar siswa. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Kalasan, dimana siswa di sekolah tersebut sudah menunjukkan keaktifannya. Akan tetapi belum diketahui apakah metode guided


(5)

5 discovery dengan setting pembelajaran kooperatif tipe STAD tersebut dapat dilaksanakan secara efektif apabila diterapkan di sekolah yang sudah terbiasa menggunakan metode ekspositori, dengan karakter siswa yang cenderung pasif pada saat pembelajaran. Salah satu contoh sekolah tersebut adalah SMP Negeri 1 Pakem.

Oleh karena itu, peneliti ingin mengujicobakan keefektifan metode guided discovery dengan setting pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) di SMP Negeri 1 Pakem, apakah metode tersebut lebih efektif jika dibandingan dengan metode ekspositori jika ditinjau dari motivasi dan prestasi belajar matematika siswa.

B. Identifikasi Masalah

1. Variasi pembelajaran untuk mengoptimalkan keaktifan siswa. 2. Variasi pembelajaran untuk mengoptimalkan prestasi belajar siswa. 3. Variasi pembelajaran untuk mengoptimalkan motivasi belajar siswa.

4. Metode guided discovery setting STAD (Student Team Achievement Division) belum pernah diujicobakan di SMP Negeri 1 Pakem.

5. Belum diketahui apakah metode ekspositori merupakan metode pembelajaran yang paling efektif di SMP Negeri 1 Pakem.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka dalam penelitian ini dibatasi pada bagaimana keefektifan pembelajaran matematika dengan metode guided discovery setting STAD (Student Team Achievment Division) dan metode ekspositori, serta pembelajaran matematika dengan metode guided discovery setting STAD (Student Team Achievment Division) lebih efektif terhadap motivasi dan prestasi belajar dibandingkan dengan metode ekspositori.


(6)

6 D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan batasan masalah dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah pembelajaran matematika dengan metode Guided Discovery setting STAD efektif ditinjau dari motivasi belajar siswa?

2. Apakah pembelajaran matematika dengan metode Guided Discovery setting STAD efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa?

3. Apakah pembelajaran matematika dengan metode ekspositori efektif ditinjau dari motivasi belajar siswa?

4. Apakah pembelajaran matematika dengan metode ekspositori efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa?

5. Apakah pembelajaran matematika yang menggunakan metode Guided Discovery setting STAD lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran matematika yang menggunakan metode ekspositori ditinjau dari motivasi belajar siswa?

6. Apakah pembelajaran matematika yang menggunakan metode Guided Discovery setting STAD lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran matematika yang menggunakan metode ekspositori ditinjau dari motivasi belajar siswa?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui keefektifan pembelajaran matematika dengan metode Guided Discovery setting STAD terhadap motivasi belajar siswa.


(7)

7 2. Mengetahui keefektifan pembelajaran matematika dengan metode Guided

Discovery setting STAD terhadap prestasi belajar siswa.

3. Mengetahui keefektifan pembelajaran matematika dengan metode ekspositori terhadap motivasi belajar siswa

4. Mengetahui keefektifan pembelajaran matematika dengan metode ekspositori terhadap prestasi belajar siswa.

5. Mengetahui apakah pembelajaran matematika yang menggunakan metode Guided Discovery setting STAD lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran matematika yang menggunakan metode ekspositori ditinjau dari motivasi belajar siswa

6. Mengetahui apakah pembelajaran matematika yang menggunakan metode Guided Discovery setting STAD lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran matematika yang menggunakan metode ekspositori ditinjau dari prestasi belajar.

F. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat : 1. Bagi siswa

Diharapkan siswa dapat memiliki motivasi yang tinggi, sehingga prestasi belajar siswa juga meningkat.

2. Bagi guru dan lembaga pendidikan

Diharapkan guru dan lembaga pendidikan dapat memperoleh referensi tentang metode pembelajaran yang efektif agar digunakan untuk meningkatkan motivasi dan prestasi siswa dalam pembelajaran matematika.


(8)

8 3. Bagi calon guru

Diharapkan calon guru dapat lebih mengetahui metode manakah yang lebih efektif jika diterapkan sesuai dengan karakteristik siswa yang akan dididik nantinya.

4. Bagi akademisi

Dapat memberikan inspirasi dan referensi untuk penelitian pendidikan yang sejenis.


(9)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran a. Belajar

Fontana (dalam Erman Suherman dkk, 2003: 7) menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman. Sedangkan menurut Bruner (dalam Sugihartono dkk, 2012: 111), belajar adalah proses yang bersifat aktif, siswa berinteraksi dengan lingkungannya melalui eksplorasi dan manipulasi obyek, membuat pertanyaan dan menyelenggarakan eksperimen. Hal tersebut juga diungkapkan oleh John Dewey (dalam Sugihartono dkk, 2012: 108) bahwa belajar tergantung pada pengalaman dan minat siswa sendiri, dan belajar juga harus bersifat aktif, langsung terlibat dan berpusat pada siswa dalam konteks pengalaman sosial.

Menurut Trianto (2010: 16), belajar diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Eveline Siregar dan Hartini Nara (2011: 4) mendefinisikan belajar sebagai sebuah proses yang kompleks yang di dalamnya terkandung beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut adalah: a) bertambahnya jumlah pengetahuan, b) adanya kemampuan mengingat dan mereproduksi, c) ada penerapan pengetahuan, d)


(10)

10 menyimpulkan makna, e) menafsirkan dan mengaitkannya dengan realitas, dan f) adanya perubahan sebagai pribadi.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan dalam individu yang terjadi melalui pengalaman dan interaksi dengan lingkungan sehingga memberikan perubahan yang relatif permanen pada pengetahuan atau perilaku seseorang untuk menghadapi lingkungannya. b. Pembelajaran

Erman Suherman, dkk (2003: 8) menyatakan pembelajaran adalah proses komunikasi antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan. Sedangkan menurut Gagne (dalam Eveline Siregar dan Hartini Nara, 2011: 12) “Instruction is intended to promote learning, external situation need to be arranged to activate, support and maintain the internal processing that constitutes each learning event.” Artinya, pembelajaran dimaksudkan untuk menyelenggarakan belajar, situasi eksternal harus dirancang sedemikian rupa untuk mengaktifkan, mendukung dan mempertahankan proses internal yang terdapat dalam setiap peristiwa belajar. Trianto (2010: 17) menyebutkan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya atau mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.

Peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai pengarah dan pemandu kegiatan siswa dan mendorong siswa yang mampu untuk bekerja sendiri. Sebagai pengarah atau fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan


(11)

11 fasilitas yang memungkinkan anak didik dapat belajar secara optimal. Guru seharusnya juga bisa jadi motivator untuk mendorong siswanya agar senantiasa memiliki motivasi tinggi dan aktif belajar.

Dari beberapa definisi di atas, pembelajaran adalah proses komunikasi antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa untuk mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya guna mencapai tujuan pembelajaran.

c. Matematika

Menurut Ruseffendi (1991: 3), matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak dapat didefinisikan ke aksioma, atau postulat dan akhirnya dalil. Soedjadi (2000: 11), menyatakan pengertian matematika yaitu:

1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik.

2) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.

3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logic dan berhubungan dengan bilangan.

4) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.

5) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logic. 6) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan ketat.


(12)

12 Berdasar uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang bilangan, kalkulasi, penalaran logika, dan masalah ruang dan bentuk. Matematika sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari karena dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan. 2. Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata efektif yang berarti adanya pengaruh yang dapat membawa hasil. Idealnya pembelajaran yang diharapkan adalah pembelajaran yang efektif.

Nana Sudjana (2004: 35-37) mengungkapkan bahwa suatu pembelajaran efektif dapat ditinjau dari segi proses dan hasilnya. Prosesnya sesuai yang direncanakan dan hasilnya sesuai dengan kriteria yang ditentukan.

Menurut Hasibuan dan Moedjiono (2012: 43) guru yang efektif adalah mereka yang mampu membawa siswanya dengan berhasil mencapai tujuan pembelajaran. Tolak ukur mengenai efektivitas mengajar adalah tercapainya tujuan dan hasil belajar yang tinggi. Tercapainya tujuan dan hasil belajar tersebut dilihat dari prestasi belajar siswa. Ketercapaiannya tujuan dan hasil belajar siswa dapat dilihat dari hasil tes prestasi yang dilaksanakan, dibandingkan dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Apabila hasil tes prestasi lebih dari atau sama dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), maka dapat dikatakan bahwa tujuan dan hasil belajar tercapai.

Menurut Slameto (2003: 92) untuk dapat melaksanakan pembelajaran yang efektif diperlukan syarat-syarat, antara lain guru harus selalu membuat


(13)

13 perencanaan pembelajaran sebelum mengajar, metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus bervariatif, mempertimbangkan perbedaan individual siswa, memberikan masalah-masalah yang merangsang untuk berpikir dan sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, serta guru harus banyak memberikan kebebasan pada siswa, untuk dapat menyelidiki sendiri, mengamati sendiri, belajar sendiri, dan memecahkan masalah sendiri.

Sehingga keefektifan pembelajaran dapat dilihat dari ketuntasan belajar siswa yaitu pencapaian standar penguasaan minimal yang diterapkan pada setiap sekolah. Pembelajaran yang prosesnya sesuai dengan yang direncanakan dan hasilnya sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, atau dapat dikatakan menunjukkan tingkat keberhasilan pencapaian kompetensi.

Ukuran keefektifan dapat diketahui melalui skor tes. Kemp (1994: 298)

mengemukakan, “evaluate effectiveness of an instructional program, must recognize that there may be intangible outcome (often expressed as affective objective)”. Artinya, penilaian keefektifan program pembelajaran, harus menyadari bahwa mungkin terdapat hasil yang tidak teramati (sering dinyatakan sebagai tujuan afektif). Hal ini menunjukkan bahwa keefektifan pembelajaran tidak hanya dapat diukur melalui aspek kognitif saja melainkan juga melalui aspek afektif seperti motivasi.

Efektivitas pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat keberhasilan pembelajaran matematika menggunakan metode guided discovery


(14)

14 setting Student Team Achievement Division (STAD) ditinjau dari prestasi dan motivasi belajar siswa berdasarkan ketuntasan minimal yang ditetapkan.

3. Prestasi Belajar

Prestasi berasal dari kata prestatie dalam bahasa Belanda, yang berarti prestasi. Kemudian dalam bahasa Indonesia prestasi diartikan sebagai hasil. Pengertian prestasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan hasil yang dicapai dari sesuatu yang telah dikerjakan atau lakukan. Sedangkan prestasi belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya, yang biasanya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang diperoleh oleh siswa.

Prestasi belajar menunjukkan sejauh mana siswa dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam pembelajaran. Prestasi merupakan hasil dari sebuah kegiatan yang dilakukan untuk diciptakan dengan keuletan kerja baik secara individu maupun kelompok (Nana Sudjana, 2001: 22). Menurut Muh. Uzer Usman (2002: 34), proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuan pembelajaran dapat dicapai.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil dari pengalaman belajar yang telah dilakukan oleh siswa sebagai bentuk penguasaan pengetahuan atau keterampilan terhadap suatu mata pelajaran. Prestasi belajar ditunjukkan dengan nilai yang diperoleh siswa tersebut.


(15)

15 4. Motivasi Belajar

Motivasi berasal dari bahasa latin movere, yang berarti menggerakkan. Motivasi merupakan suatu dorongan yang timbul karena adanya pengaruh dari dalam maupun luar diri individu, sehingga individu tersebut berkeinginan untuk melakukan perubahan tingkah laku atau aktivitas tertentu yang lebih baik dari keadaan sebelumnya (Hamzah B. Uno, 2013, 9). Sedangkan Winkels (dalam Eveline Siregar dan Hartini Nara, 2011: 49) mendefinisikan motivasi sebagai penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai tujuan tertentu. Pengertian ini bermakna jika seseorang melihat suatu manfaat dan keuntungan yang akan diperoleh, maka ia akan berusaha keras untuk mencapai tujuan tersebut.

Motivasi adalah suatu usaha untuk meningkatkan kegiatan dalam mencapai suatu tujuan tertentu, termasuk di dalamnya kegiatan belajar. Motivasi belajar adalah segala sesuatu untuk mendorong atau memberikan semangat kepada seseorang yang sedang melakukan kegiatan belajar agar lebih giat lagi dalam belajarnya untuk memperoleh prestasi yang lebih baik lagi (Purwa Atmaja Prawira, 2011: 320).

Motivasi menurut Sardiman (2011: 75) merupakan kekuatan penggerak di dalam diri siswa yang dapat menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga tujuan yang diharapkan akan tercapai. Atkinson (dalam Isjoni dan Arif Ismail, 2003: 162) mengemukakan bahwa seorang siswa termotivasi dalam belajar karena keinginannya memenuhi


(16)

16 keperluan untuk sukses. Dengan demikian, jika siswa-siswa memiliki keperluan untuk sukses yang tinggi dan mereka tidak senang untuk gagal, maka mereka bekerja keras untuk menyelesaikan tugas-tugas belajar dengan sebaik-baiknya.

Motivasi dapat timbul dari luar maupun dari dalam diri individu itu sendiri. Motivasi yang berasal dari luar individu biasanya diberikan oleh motivator seperti orang tua, guru, konselor, ustadz/ustadzah, dan orang dekat. Sedangkan motivasi yang berasal dari dalam individu dapat disebabkan karena seseorang mempunyai keinginan untuk dapat menggapai sesuatu yang dicita-citakan (Purwa Atmaja Prawira, 2013: 320). Fungsi motivasi (Eveline Siregar dan Hartini Nara, 2011: 177) adalah mendorong seseorang untuk interest pada kegiatan yang akan dikerjakan, menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai,dan mendorong seseorang untuk pencapaian prestasi, yakni dengan adanya motivasi yang baik dalam belajar, maka akan menunjukkan hasil belajar yang baik.

Peranan motivasi dalam belajar dan pembelajaran menurut Hamzah B. Uno (2013: 27-29) pada dasarnya dapat membantu dalam memahami dan menjelaskan perilaku individu, termasuk perilaku individu yang sedang belajar. Ada beberapa peranan penting dari motivasi dalam belajar dan pembelajaran antara lain:

a. Menentukan penguatan belajar

Motivasi dapat berperan dalam penguatan belajar jika peserta didik yang sedang melakukan kegiatan belajar dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan pemecahan dan hanya dapat dipecahkan berkat bantuan hal-hal yang pernah dilaluinya.


(17)

17 b. Memperjelas tujuan belajar

Anak akan tertarik untuk sesuatu jika yang dipelajari itu sedikitnya sudah dapat diketahui atau dinikmati manfaatnya bagi anak.

c. Menentukan ketekunan belajar

Seseorang anak yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu, akan berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan harapan memperoleh hasil yang baik. Dengan demikian motivasi untuk belajar dapat menyebabkan siswa tekun belajar.

Menurut Furyantanto (Purwa Atmaja Prawira, 2013: 347-350) peranan motivasi belajar, baik di lingkungan sekolah, di rumah, maupun di masyarakat adalah sebagai berikut.

a. Guru menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. b. Guru memberikan hadiah dan hukuman kepada siswa.

c. Guru menciptakan level aspirasi berupa performasi yang mendorong ke level berikutnya.

d. Guru melakukan kompetensi dan kerjasama pada siswa. e. Guru menggunakan hasil belajar sebagai umpan balik. f. Guru melakukan pujian kepada siswa.

g. Guru mengusahakan selalu ada yang baru ketika melakukan pembelajaran di kelas.

h. Guru perlu menyiapkan tujuan yang jelas.


(18)

18 j. Guru menggunakan contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari sebagai

model-model yang menarik bagi siswa. k. Guru melibatkan siswa secara aktif.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan dorongan yang timbul dari dalam maupun luar individu untuk memberikan semangat belajar untuk mengadakan perubahan sehingga diharapkan tujuan dapat dicapai.

5. Metode Guided Discovery

Guided discovery atau penemuan terbimbing merupakan salah satu metode pembelajaran matematika yang dipandang efektif untuk mengembangkan potensi peserta didik. Metode yang tergolong dalam active learning method ini dinilai mampu mengarahkan peserta didik untuk mengonstruksi sendiri pengetahuan atau konsep barunya dengan serangkaian kegiatan penemuan yang dibimbing oleh guru.

Amin Suyitno (2004: 5) mendefinisikan guided discovery sebagai suatu metode pembelajaran dimana siswa diberikan bimbingan singkat untuk menemukan jawaban dari suatu permasalahan. Bimbingan yang diberikan harus mengarahkan agar peserta didik mampu menemukan sendiri hasil atau jawaban akhir dari permasalahan tersebut. Sedangkan menurut Mayer (Devi Kurniawati, 2010: 21) dalam guided discovery peserta didik menerima permasalahan untuk diselesaikan, tetapi guru memberi isyarat atau petunjuk mengenai bagaimana menyelesaikan masalah tersebut untuk menjaga siswa tetap dalam arah yang benar.


(19)

19 Penemuan terbimbing ini sesuai dengan teori konstruktivistik yang dikemukakan oleh Bruner. Bruner dalam Ratna Wilis Dahar (2011: 103) menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prisip-prinsip itu sendiri. Abrahamson et al (2012: 68) menyatakan dalam pembelajaran guided discovery interaksi secara terarah dan dialogis, bukan secara sepihak dan ekspositori.

Sebagai suatu metode pembelajaran yang menuntut partisipasi aktif siswa, guided discovery menempatkan guru pada posisi fasilitator yang siap sedia menfasilitasi dan membimbing peserta didik ketika membutuhkan. Sementara itu peserta didik memiliki peran yang lebih besar sebagai pusat dalam pembelajaran. Mereka dituntut untuk melakukan serangkaian kegiatan seperti mengidentifikasi masalah, melakukan investigasi, memecahkan masalah, dan kegiatan lainnya dalam rangka mengkonstruksi suatu konsep atau pengetahuan baru. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran guided discovery ini dapat dilakukan secara individu maupun kelompok (Markaban, 2006: 15).

Menurut Krismanto (dalam Devi Kurniawati, 2010) terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan metode guided discovery, sebagai berikut:

1) Aktivitas siswa untuk belajar mandiri sangat berpengaruh dalam belajar matematika menggunakan metode guided discovery.


(20)

20 3) Prasyarat – prasyarat sudah dimiliki oleh siswa.

4) Guru hanya bertindak sebagai pengarah dan pembimbing saja, bukan pemberi tahu.

Menurut Rachmadi Widdiharto (2004: 5-6) ada 6 langkah yang dilakukan guru dalam melaksanakan metode guided discovery dalam proses pembelajaran, sebagai berikut:

1) Stimulation/pemberian rangsangan. Pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. 2) Problem statement/ identifikasi masalah. Guru memberikan kesempatan

kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian dirumuskan dalam bentuk hipotesis.

3) Data collection. Guru memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang membuktikan benar atau tidaknya hipotesis.

4) Data Processing. Kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa.

5) Verrification. Pada tahap ini, siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing.

6) Generalization. Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama.


(21)

21 Penerapan metode guided discovery dalam penelitian ini sesuai langkah-langkah yang dikemukakan Rachmadi Widdiharto (2004: 5-6). Dengan penerapan metode guided discovery dan pemilihan bahan ajar yang tepat yaitu biasanya berkenaan dengan konsep atau prinsip matematika merupakan salah satu langkah yang harus benar-benar diperhatikan. Hal ini penting dilakukan untuk mendukung ketercapaian keberhasilan proses belajar mengajar.

6. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar mengajar dimana peserta didik belajar dalam kelompok-kelompok kecil dengan tingkat kemampuan kognitif yang heterogen. Menurut Isjoni dan Arif Ismail (2008: 150) mengemukakan pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Slavin (2005: 8) menyatakan dalam metode pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru.

Sementara itu Doston (2001) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif didefinisikan sebagai penataan pengajaran peserta didik dalam kelompok kecil dan heterogen yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Tujuannya adalah peserta didik saling mendorong dan mendukung satu sama lain, memikul tanggung jawab belajar mereka sendiri dan kelompok, bekerja dalam kelompok yang berhubungan dengan keterampilan sosial, dan mengevaluasi kemajuan kelompok


(22)

22 Selanjutnya Stahl (dalam Isjoni dan Arif Ismail, 2008: 152) mengatakan, model pembelajaran ini berangkat dari pendapat yang berasaskan dalam kehidupan masyarakat, yaitu “belajar bersama”, atau capailah yang lebih baik secara bersama-sama. Sehingga dengan kebersamaan dalam belajar, akan dapat meningkatkan motivasi, produktivitas dan perolehan pencapaian.

Selain memiliki tujuan, pembelajaran kooperatif juga memiliki manfaat. Menurut Orlich (2007: 275), pembelajaran kooperatif mempunyai manfaat sebagai berikut ini:

1) Meningkatkan pemahaman konten akademis dasar 2) Meningkatkan keterampilan sosial

3) Peserta didik bebas mengambil keputusan 4) Menciptakan lingkungan belajar aktif 5) Meningkatkan harga diri peserta didik 6) Menciptakan gaya belajar yang beragam 7) Meningkatkan tanggung jawab peserta didik 8) Berfokus pada keberhasilan peserta didik

Lebih lanjut Orlich (2007: 276) menambahkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki 5 elemen penting, yakni:

1) Positive interdependence (saling ketergantungan positif)

Interdependence adalah sistem manajemen yang mendorong peserta didik untuk bekerja sama dalam kelompok dan memastikan semua anggota kelompoknya sudah mempelajari materi pelajaran. Interpendensi positif muncul ketika peserta didik merasa mereka saling terhubung dengan anggota


(23)

23 kelompoknya, mereka tidak akan sukses mengerjakan tugas jika ada anggota lain yang tidak berhasil mengerjakannya, dan mereka harus berkoordinasi dengan anggota kelompok dalam menyelesaikan tugas.

2) Face to face interaction (interaksi bertatap muka)

Dalam pembelajaran kooperatif, peserta didik berinteraksi, membantu satu sama lain dengan tugas belajar, dan meningkatkan keberhasilan kelompok. Pembagian kelompok kecil memungkinkan peserta didik bekerja secara langsung dalam kelompok, berbagi pilihan dan ide-ide, memperoleh pemahaman dasar, dan bekerja sebagai sebuah tim untuk memastikan keberhasilan setiap anggota.

3) Individual accountability (akuntabilitas/tanggung jawab individu)

Akuntabilitas individu muncul dalam pembelajaran kooperatif ketika performa setiap anggotanya dinilai dan hasilnya diberikan kembali kepada diri sendiri dan kelompoknya. Artinya setiap peserta didik bertanggung jawab atas keberhasilan diri mereka sendiri, yang dapat berpengaruh terhadap prestasi kelompok secara keseluruhan. Penilaian berdasarkan prestasi akademik dan keterampilan sosial dengan evaluasi yang dilakukan oleh guru, teman sebaya atau diri sendiri.

4) Developing of social skills (mengembangkan keterampilan sosial)

Pembelajaran kooperatif menawarkan kesempatan pada peserta didik untuk mengembangkan keterampilan sosial yang diperlukan untuk keberhasilan di sekolah, tempat kerja, dan dalam masyarakat. Hal yang utama dari keterampilan ini adalah komunikasi yang efektif, pemahaman dan apresiasi


(24)

24 orang lain, pengambilan keputusan, peecahan masalah, penyelesaian konflik, dan berkompromi. Semakin tinggi keterampilan sosial yang dimiliki peserta didik dan semakin intens guru mengajarkan dan memberi reward atas keterampilan seperti ini, maka semakin besar pencapaian yang diperoleh setiap kelompok kooperatif.

5) Group evaluation (evaluasi kelompok)

Kelompok peserta didik perlu dievaluasi seberapa baik mereka mencapai tujuan mereka, tindakan apa yang membantu kelompok mereka, dan tindakan apa yang terlihat merusak interaksi kelompok. Evaluasi dapat berupa tes individu dan dilihat tingkat keberhasilan yang dicapai setiap anggota dalam kelompok.

Menurut Johnson & Johnson (dalam Tran, 2013: 5), pembelajaran kooperatif telah menunjukkan peningkatan akademik, sosial, afektif dan psikologis siswa yang bekerja sama dalam kelompok.

7. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD)

Student Team Achievement Division (STAD) merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Robert E. Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin. Tipe ini merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Menurut Slavin (2005:11), dalam STAD para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua


(25)

25 anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis mengenal materi secara sendiri-sendiri, dimana saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling bantu.

Slavin (2005: 143) menyatakan STAD terdiri dari lima komponen utama, yaitu :

a. Presentasi kelas

Penjelasan materi STAD pertama-tama dilakukan dengan presentasi di kelas yang dipimpin langsung oleh guru. Presentasi ini harus berfokus pada pemahaman materi setiap anggota kelompok sehingga peserta didik akan menyadari bahwa presentasi ini penting untuk membantu mereka dalam mengerjakan kuis.

b. Tim

Borich (2007: 388) menyatakan:

In STAD, the teacher assign students to 4-5 member learning teams. Each teams is as heterogeneous as possible to represent the competition of the entire class (boy/girls, higher performing/lower performing, etc).

Dalam STAD, guru mengelompokkan peserta didik menjadi 4-5 anggota dalam setiap kelompok belajar. Setiap kelompok adalah heterogen agar terjadi persaingan dari seluruh kelas (laki-laki/perempuan, berkinerja tinggi/berkinerja rendah, dll).

Fungsi utama dari persaingan antar kelompok adalah agar setiap anggota kelompok benar-benar belajar dan menguasai materi sehingga bisa mengerjakan kuis dengan baik. Di dalam kelompok, semua anggota kelompok akan dapat belajar berinteraksi dan melatih keterampilan sosialnya.


(26)

26 Berikut ini adalah tabel contoh pembagian peserta didik ke dalam tim berdasarkan peringkat peserta didik menurut Slavin (2005: 152).

Tabel 1. Pembagian Peserta Didik Kelompok STAD

Peringkat Nama Tim

Siswa Berprestasi tinggi 1 2 3 4 5 6 7 8 A B C D E F G H Siswa berprestasi

sedang 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 H G F E D C B A A B C D E F G H Siswa berprestasi

rendah 25 26 27 28 29 30 31 32 H G F E D C B A


(27)

27 c. Kuis

Kuis berfungsi untuk mengetahui kemajuan setiap anggota dalam tim. Kuis dikerjakan secara individual setelah presentasi dan diskusi kelompok supaya peserta didik bertanggung jawab memahami materi. d. Skor kemajuan individual

Skor kemajuan individual bertujuan untuk memberikan kepada peserta didik tujuan kinerja mereka dalam memberikan kontribusi poin maksimal pada tim (poin kemajuan) berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan skor awal mereka. Berikut ini adalah tabel perhitungan skor individual dan tim menurut Slavin (2005: 159):

Tabel 2. Perhitungan Skor Individu

Skor Kuis Poin Kemajuan

Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 1-10 poin di bawah skor awal

Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal Lebih dari 10 poin di atas skor awal

Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor awal)

5 10 20 30 30

e. Rekognisi tim

Penghargaan untuk tim yang memperoleh skor sesuai dengan kriteria yang diharapkan. Rekognisi tim juga berfungsi untuk memotivasi peserta didik untuk lebih giat lagi dalam belajar. Tiga macam tingkatan penghargaan yang diberikan menurut Slavin (Yatim Riyanto, 2009: 270) disajikan dalam tabel 3 berikut ini.


(28)

28 Tabel 3. Tingkatan Penghargaan Kelompok STAD (Rekognisi

Kelompok/Tim) No Perolehan Skor Predikat 1

2 3

15-19 20-24 25-30

Good team Great team Super team

Berdasarkan komponen di atas, pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah berikut ini: (1) menyampaikan tujuan pembelajaran dan motivasi peserta didik, (2) menyampaikan apersepsi, (3) mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajar, (3) membimbing kelompok bekerja dan belajar, (5) presentasi kelompok, (6) melakukan evaluasi, (7) memberikan penghargaan.

8. Metode Guided Discovery dalam Setting STAD (Student Team Achievement Division)

Pembelajaran matematika dengan metode guided discovery dalam setting STAD (Student Team Achievement Division) dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan metode yang diawali dengan bimbingan singkat dari guru yang mengarahkan peserta didik menemukan sendiri hasil atau jawaban akhir dari suatu permasalahan, tetapi guru tetap memberi isyarat atau petunjuk mengenai bagaimana menyelesaikan masalah tersebut untuk menjaga siswa tetap dalam arah yang benar. Kegiatan belajar dilakukan dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 anggota, dan proses pembelajarannya menganut pembelajaran kooperatif tipe STAD. Evaluasi/penilaian proses pembelajaran dilakukan melalui tes/kuis yang dikerjakan secara individual untuk mengetahui keefektifan metode ini.

Secara lebih rinci, pelaksanaan metode guided discovery dalam setting STAD seperti langkah-langkah berikut ini.


(29)

29 1) Pembukaan

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan motivasi serta mempersiapkan siswa baik secara fisik maupun psikis

2) Apersepsi

Guru menyampaikan materi pembelajaran yang menjadi prasyarat materi yang akan dipelajari, materi prasyarat ini merupakan materi yang telah dipelajari, sekaligus memberikan stimulation berupa suatu masalah kepada siswa tentang materi yang akan dipelajari.

3) Problem Statement

Pada tahap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi masalah yang diberikan guru sebelumnya. Identifikasi tersebut berupa pertanyaan-pertanyaan, kemudian dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis.

4) Pembentukan Kelompok dan Pembelajaran dalam Kelompok

Guru membentuk beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa pada setiap kelompok. Guru memberikan bahan diskusi kepada setiap kelompok berkaitan dengan materi yang telah diberikan, siswa saling membantu satu sama lain untuk mengumpulkan data (data collecting). Guru memberikan bimbingan agar siswa menemukan sendiri hasil atau jawaban akhir dari suatu permasalahan. Bahan diskusi untuk kelompok dipersiapkan oleh guru agar kompetensi dasar yang diharapkan dapat dicapai. Bahan diskusi ini berupa persoalan yang sifatnya membimbing siswa untuk menemukan sendiri suatu konsep pada materi yang akan dibahas. Setiap kelompok akan mendapatkan permasalahan yang sama untuk diolah (data processing).


(30)

30 5) Presentasi Kelompok

Setelah dilaksanakannya proses pembelajaran dalam kelompok, kemudian masing-masing kelompok mengomunikasikan hasil diskusinya di depan kelas. Selanjutnya guru memberikan konfirmasi terhadap hasil diskusi siswa (verrification).

6) Kuis Individual

Setelah terlaksananya presentasi kelompok, siswa diberikan kuis berdasarkan pokok bahasan yang dipelajari pada saat pertemuan. Kuis ini dikerjakan secara individual oleh masing-masing siswa. Perolehan dari kuis ini akan diakumulasikan menjadi poin kelompok.

7) Evaluasi dan Refleksi

Setiap akhir pertemuan guru bersama siswa merangkum kembali setiap materi pembelajaran yang dipelajari pada hari itu (generalization). Guru sebagai fasilitator bagi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari

8) Reward

Pada akhir pembelajaran atau akhir pokok bahasan, guru merekap hasil perolehan poin kelompok yang kemudian diakumulasikan sebagai poin akhir sehingga dapat ditentukan ranking dari masing-masing kelompok. Guru memberi penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individu dari nilai awal ke nilai kuis berikutnya. Jadi pembelajaran dengan metode guided discovery dengan setting pembelajaran kooperatif tipe STAD ini bertujuan agar siswa mampu membangun pengetahuannya sendiri dengan bekerja secara kelompok, sehingga diharapkan siswa dapat saling memotivasi dan membantu satu sama lain.


(31)

31 9) Metode Ekspositori

Menurut Erman Suherman, dkk (2003: 203), metode ekspositori sama seperti metode ceramah. Guru berbicara di awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal. Sedangkan siswa dituntut hanya mendengar dan mencatat saja tetapi boleh bertanya jika tidak mengerti. Guru memeriksa pekerjaan siswa secara individual, menjelaskan lagi secara klasikal ataupun secara individual kepada siswa jika mereka bertanya kalau tidak memahaminya. Metode ini masih terpusat pada guru. Guru menjelaskan definisi dan rumus kemudian menurunkan rumus atau pembuktian dalil kemudian memberikan contoh soal dan dikerjakan pula oleh guru. Siswa memperhatikan secara teliti, mencatat dan meniru langah-langkah penyelesaian yang dilakukan oleh guru. Pembelajaran dengan metode ekspositori ini terbukti menjadikan siswa cenderung hanya mencatat dan mendengar saja, tetapi untuk beberapa topik pembelajaran ini efektif digunakan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Erman Suherman, dkk (2003: 203), “pembelajaran matematika untuk topik tertentu lebih tepat menggunakan metode ekspositori. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian di Amerika Serikat yang menyatakan metode ekspositori merupakan cara mengajar yang efektif dan efisien.”

Namun, menurut Ali Hamzah dan Muhlisrarini (2014: 272) mengemukakan bahwa metode ekspositori sekarang telah berkembang di mana dominasi guru berkurang pada saat pembelajaran. Prosedur yang digunakan dalam menerapkan metode ekspositori dalam pembelajaran matematika yaitu:

a. Guru memberikan informasi materi yang dibahas dengan metode ceramah, kemudian memberikan uraian dan contoh soal yang dikerjakan di papan tulis


(32)

32 secara interaktif dan komunikatif. Kemudian guru yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, lalu mereka mengerjakan soal yang diberikan guru sambil guru berkeliling memeriksa pekerjaan. Salah seorang ditugaskan mengerjakan soal di papan tulis.

b. Guru memberikan rangkuman yang bisa ditugaskan kepada siswa untuk membuat rangkumannya, atau guru yang membuat rangkuman atau guru bersama-sama siswa membuat rangkuman.

Sehingga pembelajaran matematika dengan metode ekspositori merupakan pembelajaran yang cenderung teacher centered. Guru menjelaskan materi pembelajaran dan siswa diberikan kesempatan untuk bertanya jika ada hal yang kurang dimengerti. Pembelajaran dengan metode ini kurang melibatkan siswa secara aktif.

B. Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan terhadap penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Faisal Fahrurozi (2013) menunjukkan bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dan tipe TAI masing-masing efektif ditinjau dari prestasi dan motivasi belajar pada materi bangun ruang sisi datar di SMP N 12 Yogyakarta, dimana antusias siswa di sekolah tersebut pada pembelajaran matematika kurang. Sedangkan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif daripada metode pembelajaran kooperatif tipe TAI.


(33)

33 2. Penelitian eksperimen semu yang dilakukan oleh Fitria Yelni (2013) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing dalam setting STAD terhadap prestasi belajar dan aktivitas belajar pada materi segitiga dan segi empat. Penelitian ini dilakukan di SMP N 1 Kalasan yang siswanya cenderung aktif saat pembelajaran matematika.

C. Kerangka Berpikir

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Fitria Yelni (2013) menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan metode guided discovery dengan setting pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan pengaruh positif terhadap prestasi dan aktivitas belajar siswa. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Kalasan, dimana siswa di sekolah tersebut sudah menunjukkan keaktifannya pada saat pembelajaran.

Hal tersebut dikarenakan metode guided discovery merupakan metode yang melibatkan siswa secara aktif dengan menemukan sendiri baik teorema, rumus maupun aplikasinya, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator yang bertugas untuk menyediakan, membimbing, dan memenuhi kebutuhan siswa saat proses pembelajaran berlangsung. Pembelajaran kooperatif akan membuat siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis serta menarik kesimpulan dari materi yang telah dipelajari secara berkelompok. Dalam pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) ini akan melibatkan setiap siswa bekerja sama dalam kelompok yang bersaing satu sama lain.


(34)

34 Akan tetapi belum diketahui apakah metode guided discovery dengan setting pembelajaran kooperatif tipe STAD tersebut dapat dilaksanakan secara efektif apabila diterapkan di sekolah yang sudah terbiasa menggunakan metode ekspositori, dengan karakter siswa yang cenderung pasif pada saat pembelajaran. Salah satu sampel sekolah yang memiliki karakteristik siswa kurang aktif dalam pembelajaran adalah SMP Negeri 1 Pakem. Siswa di sekolah tersebut belum terbiasa untuk bekerja secara berkelompok. Pembelajaran biasanya dilaksanakan secara teacher centered dengan menempatkan guru sebagai subyek belajar.

Dengan demikian, perlu diujicobakan pembelajaran menggunakan metode guided discovery dalam setting Student Team Achievement Division (STAD) apakah lebih efektif digunakan dalam pembelajaran matematika di SMP Negeri 1 Pakem jika ditinjau dari motivasi dan prestasi belajar siswa dibandingkan dengan metode ekspositori.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti merumuskan hipotesis penelitian sebagai dugaan awal hasil penelitian ini, yaitu:

1. Pembelajaran matematika dengan metode Guided Discovery setting STAD (Student Team Achievement Division) efektif ditinjau dari motivasi belajar siswa.

2. Pembelajaran matematika dengan metode Guided Discovery setting STAD (Student Team Achievement Division) efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa.


(35)

35 3. Pembelajaran matematika dengan metode ekspositori efektif ditinjau dari

motivasi belajar siswa

4. Pembelajaran matematika dengan metode ekspositori efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa.

5. Pembelajaran matematika yang menggunakan metode Guided Discovery setting STAD (Student Team Achievement Division) lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran matematika yang menggunakan metode ekspositori ditinjau dari motivasi belajar siswa.

6. Pembelajaran matematika yang menggunakan metode Guided Discovery setting STAD (Student Team Achievement Division) lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran matematika yang menggunakan metode ekspositori ditinjau dari dan prestasi belajar siswa.


(36)

36 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Pakem yang berlokasi di Jalan Kaliurang Km 17 Pakembinangun, Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Adapun mengenai pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada 16 Februari 2016 sampai 5 Maret 2016 pada materi garis singgung lingkaran.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian quasi experiment atau eksperimen semu. Menurut Sugiyono (2013: 77), eksperimen semu merupakan jenis penelitian untuk memperoleh informasi yang diperoleh dengan eksperimen dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol semua variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Pakem tahun pelajaran 2015/2016 yang terdiri dari empat kelas. 2. Sampel Penelitian

Pada penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan secara acak dua kelas dari empat kelas VIII yang ada di SMP Negeri 1 Pakem, Sleman, Yogyakarta. Dari dua kelas tersebut akan diacak lagi untuk menentukan


(37)

37 satu kelas sebagai kelas eksperimen yang akan diberi perlakuan pembelajaran dengan metode Guided discovery dengan setting pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievment Division (STAD), dan satu kelas lainnya sebagai kelas kontrol yang akan diberi perlakuan pembelajaran dengan metode ekspositori.

D. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran, yaitu metode guided discovery dengan setting pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievment Division (STAD) yang diberikan untuk kelas eksperimen dan metode ekspositori yang diberikan untuk kelas kontrol. 2. Variabel Terikat

Terdapat dua variabel terikat dalam penelitian ini yaitu motivasi dan prestasi belajar siswa.

3. Variabel Kontrol

Variabel Kontrol dari penelitian ini adalah guru, materi, dan jumlah jam pelajaran. Pembelajaran kedua kelas dilakukan oleh guru yang sama dengan materi dan jumlah jam pelajaran yang sama.

E. Definisi Operasional Variabel

Untuk menghindari kesalahpahaman variabel penelitian, penelitian ini memberi batasan definisi operasional sebagai berikut.


(38)

38 1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran. Metode pembelajaran tersebut adalah :

a. Pembelajaran dengan metode Guided Discovery setting STAD (Student Team Achievement Division)

Definisi untuk pembelajaran matematika dengan metode guided discovery dalam setting STAD (Student Team Achievement Division) dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang diawali dengan bimbingan singkat dari guru yang mengarahkan peserta didik menemukan sendiri hasil atau jawaban akhir dari suatu permasalahan, tetapi guru tetap memberi isyarat atau petunjuk mengenai bagaimana menyelesaikan masalah tersebut untuk menjaga siswa tetap dalam arah yang benar. Kegiatan belajar dilakukan dalam kelompok yang terdiri dari 4 anggota, dan proses pembelajarannya menganut pembelajaran kooperatif tipe STAD. Evaluasi/penilaian proses pembelajaran dilakukan melalui tes/kuis yang dikerjakan secara individual untuk mengetahui keefektifan metode ini.

Secara lebih rinci, pelaksanaan metode guided discovery dalam setting STAD seperti langkah-langkah berikut ini.

1) Pembukaan

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan motivasi serta mempersiapkan siswa baik secara fisik maupun psikis

2) Apersepsi

Guru menyampaikan materi pembelajaran yang menjadi prasyarat materi yang akan dipelajari, materi prasyarat ini merupakan materi yang telah


(39)

39 dipelajari, sekaligus memberikan stimulation berupa suatu masalah kepada siswa tentang materi yang akan dipelajari.

3) Problem Statement

Pada tahap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi masalah yang diberikan guru sebelumnya. Identifikasi tersebut berupa pertanyaan-pertanyaan, kemudian dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis.

4) Pembentukan Kelompok dan Pembelajaran dalam Kelompok

Guru membentuk beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa pada setiap kelompok. Guru memberikan bahan diskusi kepada setiap kelompok berkaitan dengan materi yang telah diberikan, siswa saling membantu satu sama lain untuk mengumpulkan data (data collecting). Guru memberikan bimbingan agar siswa menemukan sendiri hasil atau jawaban akhir dari suatu permasalahan. Bahan diskusi untuk kelompok dipersiapkan oleh guru agar kompetensi dasar yang diharapkan dapat dicapai. Bahan diskusi ini berupa persoalan yang sifatnya membimbing siswa untuk menemukan sendiri suatu konsep pada materi yang akan dibahas. Setiap kelompok akan mendapatkan permasalahan yang sama untuk diolah (data processing).

5) Presentasi Kelompok

Setelah dilaksanakannya proses pembelajaran dalam kelompok, kemudian masing-masing kelompok mengomunikasikan hasil diskusinya di depan kelas. Selanjutnya guru memberikan konfirmasi terhadap hasil diskusi siswa (verrification).


(40)

40 6) Kuis Individual

Setelah terlaksananya presentasi kelompok, siswa diberikan kuis berdasarkan pokok bahasan yang dipelajari pada saat pertemuan. Kuis ini dikerjakan secara individual oleh masing-masing siswa. Perolehan dari kuis ini akan diakumulasikan menjadi poin kelompok.

7) Evaluasi dan Refleksi

Setiap akhir pertemuan guru bersama siswa merangkum kembali setiap materi pembelajaran yang dipelajari pada hari itu (generalization). Guru sebagai fasilitator bagi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari

8) Reward

Pada akhir pembelajaran atau akhir pokok bahasan, guru merekap hasil perolehan poin kelompok yang kemudian diakumulasikan sebagai poin akhir sehingga dapat ditentukan ranking dari masing-masing kelompok. Guru memberi penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individu dari nilai awal ke nilai kuis berikutnya.

b. Pembelajaran dengan metode ekspositori

Definisi pembelajaran dengan metode ekspositori pada penelitian ini adalah metode yang berpusat pada guru, dan merupakan penggabungan dari metode ceramah, metode tanya jawab, dan metode demonstrasi. Prosedur yang digunakan dalam menerapkan metode ekspositori dalam penelitian ini yaitu:


(41)

41 a. Guru memberikan informasi materi yang dibahas dengan metode ceramah, kemudian memberikan uraian dan contoh soal yang dikerjakan di papan tulis secara interaktif dan komunikatif. Kemudian guru yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, lalu mereka mengerjakan soal yang diberikan guru sambil guru berkeliling memeriksa pekerjaan. Salah seorang ditugaskan mengerjakan soal di papan tulis.

b. Guru memberikan rangkuman yang bisa ditugaskan kepada siswa untuk membuat rangkumannya, atau guru yang membuat rangkuman atau guru bersama-sama siswa membuat rangkuman.

2. Variabel terikat

Variabel terikat merupakan respon yang diamati. Respon yang diamati dalam penelitian ini adalah :

a. Prestasi belajar matematika siswa

Prestasi belajar matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penguasaan pengetahuan atau pencapaian kompetensi dasar yang dikembangkan melalui mata pelajaran matematika dan ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru melalui tes tertulis. Prestasi belajar dikatakan berhasil jika siswa dapat mencapai KKM.

b. Motivasi belajar matematika siswa

Motivasi belajar matematika merupakan sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan serta memberikan arah untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan dalam belajar matematika. Motivasi belajar siswa pada penelitian ini dikhususkan pada motivasi belajar matematika siswa.


(42)

42 F. Desain Penelitian

Bentuk Desain Quasi Experiment yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest-Posttest Control Group Design, yaitu desain yang memberikan pretest sebelum dikenakan perlakuan, serta posttest setelah dikenakan perlakuan pada masing-masing kelompok. Desainnya adalah sebagai berikut.

Tabel 4. Model Eksperimen Pretest-Posttest Control Group Design Kelas Pretest Treatment Posttest

Eksperimen O1 Angket

X O2

Angket

Kontrol Y

Keterangan :

O1 : Pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

X : Pembelajaran dengan metode Guided Discovery Setting STAD Y : Pembelajaran dengan metode ekspositori

O2 : Posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah tes dan non tes. Tes yang diberikan dalam penelitian ini adalah pretest yaitu tes yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam pembelajaran matematika sebelum mendapatkan perlakuan dan posttest yaitu tes yang diberikan setelah siswa mendapat perlakuan. Soal pretest dan posttest dibuat hampir sama dengan mengacu pada kompetensi dasar dan indikator yang ingin dicapai.

Sedangkan non tes menggunakan angket untuk mengukur motivasi belajar siswa sebelum dan sesudah siswa mendapatkan perlakuan. Selain itu, non tes juga


(43)

43 menggunakan observasi untuk mengetahui keterlaksanaan dari metode Guided Discovery setting StudentTeam Achievement Division (STAD) dan metode ekspositori. Observasi bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai proses pembelajaran yang berlangsung, baik berupa peristiwa maupun tindakan dan proses yang sedang dilakukan, interaksi antara responden dan lingkungan dan faktor-faktor yang dapat diamati lainnya serta tahapan-tahapan yang ada pada tiap metode terlaksana atau tidak.

H. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan oleh peneliti terdiri dari : 1. Instrumen tes

Dalam penelitian ini dilakukan dua macam tes yaitu tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest). Tes awal (pretest) bertujuan untuk mengetahui sejauh mana materi pelajaran yang akan disampaikan telah dikuasai oleh siswa, sedangkan tes akhir (posttest) bertujuan untuk mengetahui apakah materi pelajaran telah dikuasai dengan baik oleh siswa. Tes yang dimaksud dalam penelitian ini berupa tes pilihan ganda.

Keefektifan metode pembelajaran ditentukan berdasarkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) belajar matematika di SMP Negeri 1 Pakem siswa dikatakan tuntas belajar apabila mencapai nilai minimal 75 dari skala 0 sampai 100. Sehingga metode pembelajaran dikatakan efektif jika rata-rata siswa mencapai nilai minimal 75.


(44)

44 2. Instrumen non tes

Instrumen non tes dalam penelitian ini adalah angket motivasi dan lembar observasi

a. Angket Motivasi

Angket motivasi dalam penelitian ini diberikan dua kali, yaitu pertama ketika siswa belum diberi perlakuan yang bertujan untuk mengetahui motivasi awal, dan yang kedua setelah diberi perlakuan, hal ini untuk mengetahui motivasi akhir.

Penelitian ini menggunakan skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Alasan menggunakan skala Likert karena peneliti ingin menghendaki jawaban yang benar-benar mewakili motivasi siswa, sehingga peneliti memberikan empat alternatif pilihan jawaban yaitu S (selalu), SR (sering), K (kadang-kadang), dan TP (tidak pernah). Angket terdiri dari dua macam pernyataan, yaitu pernyataan positif dan pernyataan negatif yang terdiri dari atas 25 pertanyaan dengan skor maksimal 100 dan skor minimal 25.

Berikut merupakan cara penilaian angket motivasi belajar matematika siswa.

Tabel 5. Penilaian Angket Motivasi Belajar Pernyataan Positif Pernyataan Negatif Alternatif Jawaban Skor Alternatif Jawaban Skor

S (Selalu) 4 S (Selalu) 1

SR (Sering) 3 SR (Sering) 2

K (Kadang-Kadang) 2 K (Kadang-Kadang) 3 TP (Tidak Pernah) 1 TP (Tidak Pernah) 4


(45)

45 Menurut Eko Putro Widoyoko (2014:238), skor angket motivasi dapat dikonversi ke dalam nilai skala lima seperti pada tabel 6 berikut.

Tabel 6. Kategori Motivasi Belajar Matematika Siswa

Interval Skor Kategori Kriteria

̅ Sangat Baik

̅ ̅ Baik

̅ ̅ Cukup

̅ ̅ Kurang

̅ Sangat kurang

Keterangan :

̅ : Rerata ideal = (skor maksimal ideal + skor minimal ideal)

: Simpangan baku ideal = (skor maksimal ideal – skor minimal ideal

: Skor empiris b. Lembar Observasi

Lembar observasi kegiatan pembelajaran merupakan suatu lembar pengamatan instrumen yang digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran matematika sesuai dengan tahapan-tahapan metode Guided Discovery setting Student Team Achievement Division (STAD) dan metode ekspositori yang sedang berlangsung. Hal tersebut dibuat untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana dan tujuan penelitian.


(46)

46 Lembar observasi ini dibuat dalam bentuk checklist. Jadi, dalam pengisiannya observer memberikan tanda checklist pada kolom keterlaksanaan. Jika kriteria yang dimaksud dalam daftar cek dilaksanakan guru maka memberikan tanda checklist pada kolom “Ya”, dan jika guru tidak melaksanakan maka memberikan tanda checklist pada kolom “Tidak”. Selain membuat daftar cheklist, terdapat juga kolom keterangan untuk memuat saran-saran observer atau kekurangan-kekurangan aktivitas guru selama proses pembelajaran. Persentase skornya dapat dihitung menggunakan cara sebagai berikut.

I. Analisis Instrumen 1. Validitas Instrumen

Validitas adalah suatu konsep yang berkaitan dengan sejauh mana tes telah mengukur apa yang seharusnya diukur. Dalam penelitian ini validitas yang digunakan adalah validitas isi. Untuk memperoleh validitas isi dilakukan beberapa langkah. Langkah awal adalah menyusun butir-butir instrumen berdasarkan kisi-kisi instrumen, kemudian dilakukan uji validitas. Uji validitas isi ini dilakukan melalui experts judgment yaitu dengan mengkonsultasikan instrumen kepada para ahli. Dalam hal ini adalah dosen ahli pendidikan matematika Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Reliabilitas Instrumen


(47)

47 ( )

Keterangan :

: koefisien reliabilitas instrumen

: banyaknya butir soal dalam instrumen

∑ : jumlah variansi butir soal : variansi skor total

Hasil perhitungan koefisien reliabilitas kemudian diinterpretasikan sesuai dengan pendapat J.P. Guilford (Erman Suherman, 2003: 139) pada tabel 7 berikut.

Tabel 7. Kualifikasi Koefisien Reliabilitas

Kriteria Kriteria

Sangat rendah

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat tinggi

J. Teknik Analisis Data 1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menyajikan data yang telah diperoleh melalui hasil angket motivasi dan hasil pretest maupun posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Untuk


(48)

48 mendeskripsikan data-data tersebut digunakan teknik statistik yang meliputi :

a. Rata-rata (mean)

Rumus rata-rata yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

̅

Keterangan :

̅ = rata-rata (mean) = banyak siswa = skor siswa ke i b. Ragam (variansi)

Rumus ragam yang digunakan adalah sebagai berikut :

̅

Keterangan :

= ragam (variansi) = banyak siswa

= skor siswa ke i

̅ = rata-rata (mean) c. Simpangan baku

Rumus simpangan baku yang digunakan adalah sebagai berikut :


(49)

49 = simpangan baku

= banyak siswa = skor siswa ke i

̅ = rata-rata (mean) 2. Analisis Data

a. Uji Prasyarat Analisis 1) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan terhadap kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol baik sebelum maupun setelah perlakuan, apakah masing-masing kelas tersebut berdistribusi normal atau tidak. Data yang diuji meliputi data hasil tes prestasi belajar dan skor motivasi belajar matematika siswa. Uji normalitas menggunakan uji kolmogorov-smirnov dengan taraf signifikasi 0,05. Hipotesis pada uji normalitas adalah sebagai berikut.

: data berasal dari populasi yang berdistribusi normal : data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

Kriteria yang digunakan adalah : 1) jika nilai signifikasi lebih dari atau sama dengan 0,05 maka diterima, yang artinya data berasal dari populasi yang berdistribusi normal, 2) jika nilai signifikasi kurang dari 0,05 maka ditolak, yang artinya data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.


(50)

50 2) Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui kesamaan varians terhadap kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Uji homogenitas yang digunakan adalah uji homogenitas Levene’s dengan bantuan software SPSS dan perhitungan manual dengan menggunakan uji f. Hipotesis yag digunakan adalah sebagai berikut:

: (data kelas eksprimen dan kelas kontrol mempunyai varians yang homogen)

: (data kelas eksprimen dan kelas kontrol tidak mempunyai varians yang homogen)

Statistik uji :

Keterangan :

: varians kelas eksperimen : varians kelas kontrol

Taraf signifikansi yang digunakan adalah 0,05 dengan kriteria: 1) jika nilai atau nilai signifikasi kurang dari atau sama dengan 0,05 berarti data kedua kelas tidak memiliki varians yang homogen, 2) jika nilai signifikasi lebih dari 0,05 berarti data kedua kelas memiliki varians yang homogen.


(51)

51 b. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan setelah uji normalitas yang menyatakan data berdistribusi normal dan uji homogenitas yang menyatakan data kedua kelas memiliki varians yang homogen.

1) Uji Hipotesis Pertama

Uji hipotesis pertama bertujuan untuk menjawab rumusan masalah pertama yaitu apakah pembelajaran matematika dengan metode Guided Discovery Setting STAD (Student Team Achievement Division) efektif ditinjau dari motivasi belajar matematika siswa. Kriteria efektif pada pengujian hipotesis pertama jika skor motivasi minimal termasuk dalam kriteria baik yaitu lebih dari 70. Pengujian hipotesis pertama ini menggunakan uji one sample t-test.

Rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut.

: (pembelajaran dengan metode Guided Discovery setting STAD tidak efektif ditinjau dari motivasi belajar matematika siswa)

: (pembelajaran dengan metode Guided Discovery setting STAD efektif ditinjau dari motivasi belajar matematika siswa)

Taraf signifikansi  = 5%


(52)

52

̅ √

Keterangan :

̅ : rata-rata

: nilai yang dihipotesiskan (70) : simpangan baku

: banyaknya siswa

Kriteria keputusan : ditolak jika atau ditolak jika nilai signifikasi kurang dari 0,05.

2) Uji Hipotesis Kedua

Uji hipotesis kedua bertujuan untuk menjawab rumusan masalah kedua yaitu apakah pembelajaran matematika dengan metode Guided Discovery Setting STAD (Student Team Achievement Division) efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa. Kriteria efektif pada pengujian hipotesis kedua jika rata-rata skor posttest siswa minimal mencapai KKM yaitu 75. Pengujian hipotesis kedua ini menggunakan uji one sample t-test.

Rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut.

: (pembelajaran dengan metode Guided Discovery setting STAD tidak efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa)


(53)

53 : (pembelajaran dengan metode Guided Discovery setting STAD efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa)

Taraf signifikansi  = 5%

Statistik uji : (Walpole, 1995:305)

̅ √

Keterangan :

̅ : rata-rata

: nilai yang dihipotesiskan (KKM = 75) : simpangan baku

: banyaknya siswa

Kriteria keputusan : ditolak jika atau ditolak jika nilai signifikasi kurang dari 0,05.

3) Uji Hipotesis Ketiga

Uji hipotesis ketiga bertujuan untuk menjawab rumusan masalah ketiga yaitu apakah pembelajaran matematika dengan metode ekspositori efektif ditinjau dari motivasi belajar matematika siswa. Kriteria efektif pada pengujian hipotesis pertama jika skor motivasi minimal termasuk dalam kriteria baik yaitu lebih dari 70. Pengujian hipotesis ketiga ini menggunakan uji one sample t-test.


(54)

54 : (pembelajaran dengan metode ekspositori tidak efektif

ditinjau dari motivasi belajar matematika siswa) : (pembelajaran dengan metode ekspositori efektif

ditinjau dari motivasi belajar matematika siswa) Taraf signifikansi  = 5%

Statistik uji : (Walpole, 1995:305)

̅ √

Keterangan :

̅ : rata-rata

: nilai yang dihipotesiskan (70) : simpangan baku

: banyaknya siswa

Kriteria keputusan : ditolak jika atau ditolak jika nilai signifikasi kurang dari 0,05.

4) Uji Hipotesis Keempat

Uji hipotesis keempat bertujuan untuk menjawab rumusan masalah keempat yaitu apakah pembelajaran matematika dengan metode ekspositori efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa. Kriteria efektif pada pengujian hipotesis keempat jika rata-rata skor posttest siswa minimal mencapai KKM yaitu 75. Pengujian hipotesis keempat ini menggunakan uji one sample t-test.


(55)

55 : (pembelajaran dengan metode ekspositori tidak efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa)

: (pembelajaran dengan metode ekspositori efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa) Taraf signifikansi  = 5%

Statistik uji : (Walpole, 1995:305)

̅ √

Keterangan :

̅ : rata-rata

: nilai yang dihipotesiskan (KKM = 75) : simpangan baku

: banyaknya siswa

Kriteria keputusan : ditolak jika atau ditolak jika nilai signifikasi kurang dari 0,05.

Sebelum kita melakukan pengujian hipotesis selanjutnya, yaitu menganalisis perbedaan keefektifan pembelajaran dengan metode Guided Discovery setting STAD dan metode ekspositori ditinjau dari motivasi dan prestasi belajar matematika siswa, terlebih dahulu kita melakukan uji rata-rata hasil pretest dan motivasi awal dari kedua kelas untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata dari kedua kelas tersebut. Uji ini dapat digunakan setelah uji prasyarat


(56)

56 analisis, yaitu uji normalitas dan homogenitas telah terpenuhi. Uji beda rata-rata ini menggunakan uji independent sample t-test dengan bantuan SPSS versi 21.0.

Hipotesis yang digunakan untuk uji rata-rata motivasi awal belajar matematika adalah

: (tidak terdapat perbedaan rata-rata skor awal motivasi belajar matematika pada kelas eksperimen dan kelas kontrol)

: (terdapat perbedaan rata-rata skor awal motivasi belajar matematika pada kelas eksperimen dan kelas kontrol)

Hipotesis yang digunakan untuk uji rata-rata pretest prestasi belajar adalah

: (tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata pretest prestasi belajar matematika pada kelas eksperimen

dan kelas kontrol)

: (terdapat perbedaan nilai rata-rata pretest prestasi belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol) Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut :

(Walpole, 1995:305)

̅ ̅ √


(57)

57

Keterangan :

̅ : rata-rata skor kelas eksperimen

̅ : rata-rata skor kelas kontrol : variansi skor kelas eksperimen : variansi skor kelas kontrol : simpangan baku gabungan

: banyaknya siswa kelas eksperimen : banyaknya siswa kelas kontrol

Kriteria keputusan pengujian hipotesis adalah diterima jika

dengan taraf signifikansi = 5% atau ditolak jika nilai signifikasi kurang dari 0,05.

Langkah selanjutnya, data yang telah diperoleh dari posttest dan motivasi akhir belajar matematika akan diuji beda rata-rata. Uji beda rata-rata dari kedua kelas bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata dari kedua kelas tersebut. Uji ini dapat digunakan setelah uji prasyarat analisis, yaitu uji normalitas dan homogenitas telah terpenuhi. Uji rata-rata ini menggunakan uji independent sample t-test dengan bantuan SPSS versi 21.0

Hipotesis yang digunakan untuk uji rata-rata motivasi akhir belajar matematika adalah


(58)

58 : (tidak terdapat perbedaan rata-rata skor akhir

motivasi belajar matematika pada kelas eksperimen dan kelas kontrol)

: (terdapat perbedaan rata-rata skor akhir motivasi belajar matematika pada kelas eksperimen dan kelas kontrol)

Hipotesis yang digunakan untuk uji rata-rata posttest prestasi belajar adalah

: (tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata posttest prestasi belajar matematika pada kelas eksperimen

dan kelas kontrol)

: (terdapat perbedaan nilai rata-rata posttest

prestasi belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol)

Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut : (Walpole, 1995:305)

̅ ̅ √


(59)

59 Keterangan :

̅ : rata-rata skor kelas eksperimen

̅ : rata-rata skor kelas kontrol : variansi skor kelas eksperimen : variansi skor kelas kontrol : simpangan baku gabungan

: banyaknya siswa kelas eksperimen : banyaknya siswa kelas kontrol

Kriteria keputusan pengujian hipotesis adalah diterima jika

dengan taraf signifikansi = 5%, atau ditolak jika nilai signifikasi kurang dari 0,05.

Uji beda rata-rata di atas digunakan untuk menentukan keberlanjutan uji hipotesis kelima dan keenam

5) Uji Hipotesis Kelima

Uji hipotesis kelima bertujuan untuk menjawab rumusan masalah kelima yaitu apakah pembelajaran matematika dengan metode Guided Discovery setting STAD lebih efektif dibandingkan dengan metode ekspositori ditinjau dari motivasi belajar matematika siswa. Kriteria efektif pada pengujian hipotesis kelima jika rata-rata skor akhir motivasi siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari rata-rata skor akhir motivasi kelas kontrol. Pengujian hipotesis kelima ini menggunakan uji independent sample t-test.


(60)

60 : (pembelajaran dengan metode Guided Discovery

setting STAD tidak lebih efektif dibandingkan dengan metode ekspositori atau keduanya memiliki efektivitas yang sama)

: (pembelajaran dengan metode Guided Discovery setting STAD lebih efektif dibandingkan dengan metode ekspositori)

Nilai signifikansi  = 0,05

Statistik uji : (Walpole, 1995:305)

̅ ̅ √

dengan

Keterangan :

̅ : rata-rata skor kelas eksperimen

̅ : rata-rata skor kelas kontrol : variansi skor kelas eksperimen : variansi skor kelas kontrol : simpangan baku gabungan

: banyaknya siswa kelas eksperimen : banyaknya siswa kelas kontrol


(61)

61 Kriteria keputusan : ditolak jika atau ditolak jika

nilai signifikasi kurang dari 0,05. 6) Uji Hipotesis Keenam

Uji hipotesis keenam bertujuan untuk menjawab rumusan masalah keenam yaitu apakah pembelajaran matematika dengan metode Guided Discovery setting STAD lebih efektif dibandingkan dengan metode ekspositori ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa. Kriteria efektif pada pengujian hipotesis keenam jika rata-rata skor posttest siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari rata-rata skor postteti kelas kontrol. Pengujian hipotesis keenam ini menggunakan uji independent sample t-test.

Rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut :

: (pembelajaran dengan metode Guided Discovery setting STAD tidak lebih efektif dibandingkan dengan metode ekspositori atau keduanya memiliki efektivitas yang sama)

: (pembelajaran dengan metode Guided Discovery setting STAD lebih efektif dibandingkan dengan metode ekspositori)

Nilai signifikansi  = 0,05

Statistik uji : (Walpole, 1995:305)

̅ ̅ √


(62)

62 dengan

Keterangan :

̅ : rata-rata skor kelas eksperimen

̅ : rata-rata skor kelas kontrol : variansi skor kelas eksperimen : variansi skor kelas kontrol : simpangan baku gabungan

: banyaknya siswa kelas eksperimen : banyaknya siswa kelas kontrol

Kriteria keputusan : ditolak jika atau ditolak jika nilai signifikasi kurang dari 0,05


(1)

ix 8. Siswa kelas VIII C dan VIII D SMP Negeri 1 Pakem atas partisipasi aktif dan

kerjasamanya.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah berkontribusi dalam penulisan dan penyelesaian tugas akhir skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir skripsi ini masih banyak kekurangan. Kritik dan saran yang bersifat membangun selalu diharapkan demi perbaikan tugas akhir skripsi ini. Semoga penulisan tugas akhir skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Yogyakarta, April 2016 Penulis,

Septi Nur Hidayati NIM 12301241010


(2)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiiiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. LANDASAN TEORI ... 9

A. Kajian Teori ... 9

B. Penelitian Yang Relevan ... 32

C. Kerangka Berpikir ... 33

D. Hipotesis Penelitian ... 34

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 36

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

B. Jenis Penelitian ... 36

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 36

D. Variabel Penelitian ... 37

E. Definisi Operasional Variabel ... 37

F. Desain Penelitian ... 42

G. Teknik Pengumpulan Data ... 42

H. Instrumen Penelitian ... 43

I. Analisis Instrumen ... 46


(3)

xi

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 63

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 63

B. Pembahasan ... 88

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 97

C. Implikasi ... 97

D. Keterbatasan Penelitian ... 98


(4)

xii DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pembagian Peserta Didik Kelompok STAD ... 26

Tabel 2. Perhitungan Skor Individu ... 27

Tabel 3. Tingkatan Penghargaan Kelompok STAD (Rekognisi Kelompok/Tim) 28 Tabel 4. Model Eksperimen Pretest-Posttest Control Group Design... 42

Tabel 5. Penilaian Angket Motivasi Belajar ... 44

Tabel 6. Kategori Motivasi Belajar Matematika Siswa ... 45

Tabel 7. Kualifikasi Koefisien Reliabilitas ... 47

Tabel 8. Waktu Penelitian ... 63

Tabel 9. Rekap Penilaian Keterlaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 66

Tabel 10. Pembagian Kelompok Kelas Eksperimen ... 67

Tabel 11 Hasil Akumulasi Skor Kemajuan Individu Kelas Eksperimen ... 70

Tabel 12. Rekap Penilaian Keterlaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 72

Tabel 13. Deskripsi Data Motivasi Awal dan Motivasi Akhir pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 74

Tabel 14. Deskripsi Data Pretest dan Posttest pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 76

Tabel 15. Hasil Uji Normalitas ... 78

Tabel 16. Hasil Uji Homogenitas ... 79

Tabel 17. Hasil Uji Beda Rata-Rata antara Kelompok Eksperimen dan Kontrol Sebelum Perlakuan ... 83

Tabel 18. Hasil Uji Beda Rata-Rata antara Kelompok Eksperimen dan Kontrol Setelah Perlakuan ... 85


(5)

xiii DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Siswa Belajar Berkelompok ... 70

Gambar 2. Guru Membimbing Siswa ... 71

Gambar 3. Siswa Mempresentasikan Hasil Diskusinya ... 71

Gambar 4 Diagram Hasil Data Motivasi ... 75


(6)

xiv DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Pembelajaran

Lampiran 1.1. RPP Kelas Eksperimen………... 104

Lampiran 1.2. RPP Kelas Kontrol….……...………... 158

Lampiran 1.3. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)………....………... 205

Lampiran 1.4. Kunci Lembar Kegiatan Siswa (LKS)………... 250

Lampiran 1.5. Kisi-Kisi Pretest dan Posttest….………... 310

Lampiran 1.6. Soal Pretest………... 311

Lampiran 1.7. Kunci Jawaban Pretest………... 316

Lampiran 1.8. Soal Posttest……….…..….………... 319

Lampiran 1.9. Kunci Jawaban Posttest………..…... 324

Lampiran 1.10. Kisi-Kisi Angket Motivasi..………... 327

Lampiran 1.11. Angket Motivasi………... 328

Lampiran 2. Contoh Hasil Pekerjaan Siswa Lampiran 2.1. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)………... 331

Lampiran 2.2. Latihan Soal………... 365

Lampiran 2.3. Angket Motivasi Awal………... 377

Lampiran 2.4. Angket Motivasi Akhir……….……... 381

Lampiran 2.5. Lembar Jawaban Pretest………... 385

Lampiran 2.6. Lembar Jawaban Posttest….………... 387

Lampiran 3. Keterlaksanaan Pembelajaran Lampiran 3.1. Lembar Observasi Pembelajaran Kelas Eksperimen... 390

Lampiran 3.2. Lembar Observasi Pembelajaran Kelas Kontrol……... 402

Lampiran 3.3. Rekap Penilaian Keterlaksanaan Pembelajaran………... 420

Lampiran 4. Analisis Data Lampiran 4.1. Reliabilitas Instrumen………... 425

Lampiran 4.2. Analisis Deskriptif………... 428

Lampiran 4.3. Rekapitulasi Hasil Angket Motivasi Belajar…..……... 433

Lampiran 4.4. Rekapitulasi Hasil Pretest-Posttest………...…..……... 434

Lampiran 4.5. Uji Prasyarat Analisis………... 435

Lampiran 4.6. Uji Hipotesis………... 446

Lampiran 5. Surat-Surat Lampiran 5.1. Surat Keterangan Validasi Instrumen………... 459

Lampiran 5.2. Lembar Validasi Instrumen………... 461

Lampiran 5.3. Surat Keterangan Penunjukan Dosen Pembimbing…... 511

Lampiran 5.4. Surat Ijin Penelitian Fakultas………... 512

Lampiran 5.5. Surat Ijin Penelitian BAPPEDA………... 513


Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar biologi siswa antara pembelajaran kooperatif tipe stad dengan metode ekspositori pada konsep ekosistem terintegrasi nilai: penelitian quasi eksperimen di SMA at-Taqwa Tangerang

0 10 192

Peningkatan Hasil Belajar Biologi Siswa dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Konsep Jaringan Tumbuhan (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI IPA MA Jamiyyah Islamiyah Pondok Aren Tangerang Tahun Ajaran 2012-2013)

1 6 287

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

Penerapan model pembelajaran kooperatif student teams achievement division dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih: penelitian tindakan kelas VIII-3 di MTs Jami'yyatul Khair Ciputat Timur

0 5 176

Komparasi hasil belajar metode teams games tournament (TGT) dengan Student Teams Achievement Division (STAD) pada sub konsep perpindahan kalor

0 6 174

Perbedaan Hasil Belajar Biologi Antara Siswa yang Diajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan TGT (Penelitian Kuasi EKsperimen di SMAN 1 Bekasi))

0 42 0

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN STRATEGI STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Dengan Strategi Student Team Achievement Division (STAD) Dan Make A Match Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinja

0 5 15

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN STRATEGI STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Dengan Strategi Student Team Achievement Division (STAD) Dan Make A Match Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinja

0 3 17

EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) Eksperimen Pembelajaran Matematika Dengan Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) Dan Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Matem

0 2 23

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN SAINTIFIK DENGAN SETTING PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN JIGSAW DITINJAU DARI PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP KELAS VII.

3 14 368