PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN SAINTIFIK DENGAN SETTING PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN JIGSAW DITINJAU DARI PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP KELAS VII.

(1)

i

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN SAINTIFIK DENGAN SETTING PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAM

ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN JIGSAW DITINJAU DARI PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP KELAS VII

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun oleh: Dewi Saputri 13301241068 HALAMAN SAMPUL

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

ii

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN SAINTIFIK DENGAN SETTING PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAM

ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN JIGSAW DITINJAU DARI PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP KELAS VII

Oleh: Dewi Saputri 13301241068 ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui efektivitas pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif STAD ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa, (2) mengetahui efektivitas pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif Jigsaw ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa, dan (3) mengetahui manakah yang lebih efektif antara pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif STAD dan pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif Jigsaw ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa.

Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan desain penelitian the nonequivalent pretest-posttest group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII di SMP Negeri 3 Mlati sedangkan sampel penelitian ini adalah kelas VII A sebagai kelompok eksperimen 1 dan kelas VII B sebagai kelompok eksperimen 2 yang dipilih secara acak. Kelompok eksperimen 1 diberikan perlakuan pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif STAD dan kelompok eksperimen 2 diberikan perlakuan pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif Jigsaw. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes prestasi belajar matematika siswa dan instrumen non tes berupa lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Data dianalisis menggunakan one sample t-test dan independent sample t-test dengan taraf signifikansi 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif STAD efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa, (2) pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif Jigsaw efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa, dan (3) pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif STAD tidak lebih efektif dari pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif Jigsaw. Kata kunci: pembelajaran saintifik, pembelajaran kooperatif, STAD, Jigsaw, prestasi


(3)

iii

THE EFFECTIVENESS COMPARISON OF SCIENTIFIC LEARNING WITH COOPERATIVE LEARNING STUDENT TEAM ACHIEVEMENT

DIVISIONS (STAD) AND JIGSAW IN TERMS OF STUDENTS’ MATHEMATICS LEARNING ACHIEVEMENT OF JUNIOR HIGH

SCHOOL GRADE VII By:

Dewi Saputri 13301241068 ABSTRACT

This study aimed to: (1) find out the effectiveness of scientific learning with cooperative learning STAD in terms of students’ mathematics learning achievement, (2) find out the effectiveness of scientific learning with cooperative learning Jigsaw in terms of students’ mathematics learning achievement, and (3) find out which one is more effective between scientific learning with cooperative learning STAD and scientific learning with cooperative learning Jigsaw in terms of students’ mathematics learning achievement.

This study was a quasi-experimental research with the nonequivalent pretest-posttest group desain. The study population included all students of grade VII in SMP Negeri 3 Mlati and the sample was class VII A as experiment group 1 and class VII B as experiment group 2 which were randomly selected. Scientific learning with cooperative learning STAD was conducted in experiment group 1 and scientific learning with cooperative learning Jigsaw was conducted in experiment group 2. The research instruments were mathematics achievement test and observation sheet of learning implementation. Data were analyzed by one sample t-test and independent sample t-test with significance value of 5%.

The results of this study showed that: (1) scientific learning with cooperative learning STAD is effective in terms of students’ mathematics learning achievement, (2) scientific learning with cooperative learning Jigsaw is effective in terms of students’ mathematics learning achievement, and (3) scientific learning with cooperative learning STAD is not more effective than scientific learning with cooperative learning Jigsaw in terms of students’ mathematics learning achievement.

Keywords: scientific learning, cooperative learning, STAD, Jigsaw, learning achievement


(4)

iv

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Dewi Saputri

NIM : 13301241068

Program Studi : Pendidikan Matematika

Judul TA : Perbandingan Efektivitas Pembelajaran Saintifik dengan Setting Pembelajaran Kooperatif Student Team Achievement Divisions (STAD) dan Jigsaw Ditinjau dari Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP Kelas VII

menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Apabila terbukti pernyataan saya ini tidak benar, maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya dan saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Yogyakarta, 1 Juli 2017 Yang menyatakan,

Dewi Saputri NIM. 13301241068


(5)

v LEMBAR PERSETUJUAN


(6)

vi

HALAMAN PENGESAHAN Tugas Akhir Skripsi dengan Judul

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN SAINTIFIK DENGAN SETTING PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAM

ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN JIGSAW DITINJAU DARI PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP KELAS VII

Disusun oleh: Dewi Saputri NIM 13301241068

Telah diujikan di depan Tim Penguji Tugas Akhir Skripsi Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Negeri Yogyakarta Pada tanggal 6 Juli 2017

TIM PENGUJI

Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal

Dr. Heri Retnawati Ketua Penguji

NIP. 197301032000032001 ……….. ………..

Wahyu Setyaningrum, Ph.D Sekretaris Penguji

NIP. 198103192003122001 ……….. ………..

Sugiyono, M.Pd Penguji Utama

NIP. 195308251979031004 ……….. ………..

Tuharto, M,Si Penguji Pendamping

NIP. 196411091990011001 ……….. ………..

Yogyakarta, 2017

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Dekan,

Dr. Hartono


(7)

vii MOTTO

“Innama’al’usri yusro”

(Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan) (Q.S Al Insyirah [94:6]

“Melapangkan hati adalah pekerjaan panjang, perlu latihan, berkali-kali

jatuh-bangun, dan jelas membutuhkan ilmu dan pemahaman baik”

(Tere Liye)


(8)

viii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini saya persembahkan untuk:

 Kedua orang tua saya, Bapak Daryanto dan Ibu Rokhimah, yang telah memberikan segala cinta, kasih sayang, doa, kesabaran, dan pengorbanan yang tiada hentinya.

 Kakak-kakak saya, Finta Fatmasari dan Danang Widyawan, yang menjaga saya dan telah memberikan banyak pelajaran kehidupan.

 Rekan-rekan seperjuangan saya Rizqi Nefi Marlufi, Kumala Kusuma Putri, Ida Siti Mahsunah, Endah Kusrini, Cinta Adi Kusuma Dewi, Seftika Anggraini, dan Geri Wiliansa, yang telah memberikan motivasi dan semangat yang besar untuk tetap melangkah.

 Teman-teman Pendidikan Matematika Internasional 2013.  Keluarga HIMATIKA FMIPA UNY.

 Almamater tercinta, Universitas Negeri Yogyakarta.

 Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.

Skripsi yang berjudul “Perbandingan Efektivitas Pembelajaran Saintifik dengan

Setting Pembelajaran Kooperatif Student Team Achievement Divisions (STAD)

dan Jigsaw Ditinjau dari Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP Kelas VII” ini

disusun dalam rangka untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

Penyelesaian tugas akhir skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sutisna Wibawa, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Hartono selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Bapak Dr. Drs. Sugiman selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing selama proses perkuliahan.

4. Bapak Dr. Ali Mahmudi selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kelancaran dalam pelayanan akademik.

5. Ibu Dr. Heri Retnawati selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan semangat, bimbingan, dan arahan dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi.

6. Bapak Sugiyono, M.Pd dan Bapak Ilham Rizkianto, M.Sc selaku Dosen Validator yang telah memberikan masukan dan saran yang sangat bermanfaat dalam penyempurnaan instrumen dan perangkat pembelajaran.


(10)

x

7. Ibu Dra. Nur Wahyuni Hidayati selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Mlati yang telah memberikan ijin dalam pelaksanaan penelitian di sekolah tersebut.

8. Bapak Mujiyono, S.Pd selaku Guru Mata Pelajaran Matematika di SMP Negeri 3 Mlati yang telah sabar dan tulus dalam membantu kelancaran penelitian dan penyelesaian tugas akhir skripsi.

9. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta yang telah banyak memberikan ilmu yang bermanfaat.

10.Seluruh pihak yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam penulisan tugas akhir skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa tugas akhir skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga penulisan tugas akhir skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang terkait.

Yogyakarta, 1 Juli 2017 Penulis


(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

SURAT PERNYATAAN... iv

LEMBAR PERSETUJUAN... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah... 9

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN TEORI ... 12

A. Landasan Teori ... 12

1.Hakikat Belajar ... 12

2.Hakikat Pembelajaran Matematika ... 14

3.Pembelajaran Saintifik ... 16

4.Pembelajaran Kooperatif ... 19

5.Pembelajaran Kooperatif Tipe (STAD) ... 23

6.Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 26

7.Pembelajaran Saintifik dengan Setting Pembelajaran Kooperatif STAD . 27 8.Pembelajaran Saintifik dengan Setting Pembelajaran Kooperatif Jigsaw . 29 9.Prestasi Belajar ... 31


(12)

xii

11. Keefektifan Pembelajaran ... 32

B. Penelitian yang Relevan ... 34

C. Kerangka Berpikir ... 36

D. Hipotesis ... 38

BAB III METODE PENELITIAN... 39

A. Jenis Penelitian ... 39

B. Desain Penelitian ... 39

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 41

E. Variabel Penelitian... 41

F. Definisi Operasional Variabel ... 42

G. Teknik Pengumpulan Data ... 43

H. Instrumen Penelitian ... 44

I. Analisis Instrumen ... 45

J. Teknik Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56

A. Hasil Penelitian ... 56

1.Deskripsi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 56

2.Deskripsi Data Hasil Tes Pretasi Belajar Matematika Siswa ... 64

B. Analisis Data ... 65

1.Hasil Uji Prasyarat Analisis ... 65

2.Hasil Uji Hipotesis ... 67

C. Pembahasan ... 70

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 77

A. Simpulan ... 77

B. Keterbatasan Penelitian ... 77

C. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Daya Serap Ujian Nasional SMP Negeri 3 Mlati 2015/2016 ... 8

Tabel 2. 1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif... 21

Tabel 2. 2 Pengelompokan Siswa dalam Pembelajaran Kooperatif ... 22

Tabel 2. 3 Langkah-langkah Pembelajaran STAD ... 24

Tabel 2. 4 Penentuan Skor Kemajuan Siswa ... 25

Tabel 2. 5 Contoh Pembagian Kelompok Jigsaw ... 26

Tabel 2. 6 Langkah-langkah Pembelajaran Saintifik dengan Setting STAD ... 28

Tabel 2. 7 Langkah Pembelajaran Saintifik dengan Setting Jigsaw... 30

Tabel 3. 1 Desain Penelitian... 40

Tabel 4. 1 Skor Kemajuan Kelompok STAD 60 Tabel 4. 2 Deskripsi Data Nilai Pretest dan Posttest Prestasi Belajar ... 64

Tabel 4. 3 Hasil Uji Normalitas ... 66

Tabel 4. 4 Hasil Uji Homogenitas ... 66


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Rata-rata Nilai UN SMP/Sederajat ... 2

Gambar 2. 1. Kerangka Berpikir ... 38

Gambar 4. 1 Kerja Sama dalam Tim ... 59

Gambar 4. 2 Kelompok dengan Skor Kemajuan Tertinggi... 61

Gambar 4. 3 Diskusi Kelompok Asal ... 63


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Jadwal Penelitian

Lampiran 1.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 85

Lampiran 2. RPP dan LKS Lampiran 2.1 RPP Kelompok Eksperimen 1 ... 86

Lampiran 2.2 RPP Kelompok Eksperimen 2 ... 129

Lampiran 2.3 LKS Kelompok Eksperimen 3 ... 169

Lampiran 2.4 LKS Kelompok Eksperimen 4 ... 197

Lampiran 3. Instrumen Penelitian Lampiran 3.1 Kisi-kisi Soal Pretest dan Posttest Prestasi Belajar ... 232

Lampiran 3.2 Soal Pretest ... 236

Lampiran 3.3 Soal Posttest ... 241

Lampiran 3.4 Kunci Jawaban Pretest ... 246

Lampiran 3.5 Kunci Jawaban Posttest ... 252

Lampiran 3.6 Reliabilitas Soal Pretest ... 258

Lampiran 3.7 Reliablitias Soal Posttest ... 259

Lampiran 3.8 Contoh Pengerjaan Pretest ... 260

Lampiran 3.9 Contoh Pengerjaan Posttest ... 265

Lampiran 3.10 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Kelompok E1 ... 270

Lampiran 3.11 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Kelompok E2 ... 273

Lampiran 3.12 Rekap Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Kelompok E1 ... 276

Lampiran 3.13 Rekap Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Kelompok E2 ... 288

Lampiran 3.14 Perhitungan Presentase Keterlaksanaan Pembelajaran ... 300

Lampiran 4. Analisis Data Lampiran 4.1 Rekapitulasi Data Pretest dan Posttest ... 302

Lampiran 4.2 Analisis Deskriptif ... 303

Lampiran 4.3 Uji Normalitas ... 305

Lampiran 4.4 Uji Homogenitas ... 307

Lampiran 4.5 Uji Beda Rata-rata Pretest ... 308

Lampiran 4.6 Uji Hipotesis ... 309

Lampiran 5. Surat-surat Lampiran 5.1 Surat Keterangan Validasi ... 312

Lampiran 5.2 SK Pembimbing ... 350

Lampiran 5.3 Surat Ijin Penelitian ... 352


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Globalisasi telah menjadi bagian dari setiap aspek kehidupan termasuk pendidikan. Era gobalisasi ditandai dengan adanya kemajuan teknologi yang sangat berpengaruh terhadap pendidikan baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasinya. Tuntutan terhadap kualitas semakin diperhatikan untuk meningkatkan daya saing secara global, salah satunya kualitas pendidikan. Pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas pula sehingga sumber daya manusia (SDM) tersebut dapat memperoleh bekal berupa sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang cukup untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi masa depan.

Kualitas pendidikan di Indonesia salah satunya bisa dilihat dari keikutsertaannya dalam PISA (Program for International Student Assessment) dan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study). PISA merupakan studi internasional tentang prestasi membaca, matematika, dan sains siswa sekolah berusia 15 tahun. Berdasarkan data dari National Center for Education Statistics (2016), hasil PISA 2015 khususnya pada bidang matematika menunjukkan rata-rata perolehan skor Indonesia yaitu 386 dengan skala yang ditetapkan yaitu 0-1000. Perolehan skor tersebut lebih rendah dari rata-rata skor secara keseluruhan yaitu 490. Hal yang serupa juga ditunjukkan pada hasil TIMSS. TIMSS merupakan studi internasional yang mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa siswa di bidang matematika dan sains. Hasil TIMSS 2015


(17)

2

khususnya pada bidang matematika menunjukkan rata-rata perolehan skor Indonesia untuk siswa kelas 4 adalah 397 dengan skala yang ditetapkan yaitu 0-1000. Hasil ini juga lebih rendah dari rata-rata keseluruhan yaitu 500. Jika dilihat dari benchmarks yang ditetapkan pada TIMSS, maka dapat diketahui bahwa 50% siswa memperoleh kategori rendah.

Perolehan skor pada hasil PISA dan TIMMS 2015 menunjukkan bahwa penguasaan materi matematika masih rendah. Berdasarkan struktur kurikulum 2013 yang digunakan, matematika merupakan mata pelajaran yang wajib dipelajari di sekolah. Matematika mencakup berbagai macam kompetensi seperti geometri dan pengukuran, aljabar, bilangan, serta statistik dan peluang. Menurut data laporan hasil Ujian Nasional dari Kemdikbud, rata-rata nilai Ujian Nasional untuk jenjang SMP mengalami penurunan selama tiga tahun terakhir. Data laporan hasil Ujian Nasional tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1. 1 Rata-rata Nilai UN SMP/Sederajat

54 56 58 60 62 64 66

2014 2015 2016

Rata-rata Nilai UN SMP/Sederajat


(18)

3

Berdasarkan data laporan Hasil Ujian Nasional SMP/Sederajat juga diperoleh nilai rata-rata untuk mata pelajaran matematika yaitu 50,24 yang masuk ke dalam kategori D. Selain itu, dari data laporan hasil Ujian Nasional dapat diketahui juga presentase penguasaan materi yang dilihat dari indikator-indikatornya. Berdasarkan data tersebut, rata-rata penguasaan terhadap kemampuan yang dipelajari di kelas VII masih rendah yaitu 48,53%. Kemampuan yang diuji tersebut antara lain berkaitan dengan materi bilangan bulat, himpunan, perbandingan, hubungan antar sudut, aritmetika sosial, dan lain sebagainya.

Prestasi belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor. Prestasi belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor internal maupun eksternal. Menurut Majid dan Rochman (2014: 191-195), beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar adalah proses pembelajaran dan peran guru dalam melibatkan keaktifan siswa. Terdapat pembelajaran yang dapat menjadikan siswa pasif atau aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Pembelajaran yang berpusat pada guru menjadikan siswa pasif karena pembelajaran hanya berupa pemindahan pengetahuan dari guru ke siswa. Pembelajaran seharusnya dapat melibatkan siswa secara aktif dalam mencari pengetahuan, bukan hanya menerima pengetahuan. Menurut Mulyasa (2015: 65), pembelajaran harus diorientasikan kepada kepentingan siswa sesuai dengan karakteristiknya agar menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif.

Proses pembelajaran berpedoman pada kurikulum yang menjadi acuan rancangan pembelajaran di kelas. Berdasarkan Kurikulum 2013, pembelajaran yang dilaksanakan menggunakan pendekatan saintifik atau pendekatan berbasis


(19)

4

proses keilmuan. Pendekatan saintifik meliputi 5M yaitu lima kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/mencoba, menalar/mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik diharapkan dapat mamfasilitasi siswa untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar. Siswa diberikan kesempatan untuk dapat memiliki pengalaman belajar dan dapat menemukan pemahamannya sendiri. Dengan demikian siswa akan memiliki kompetensi yang lebih baik dan prestasi belajar dapat meningkat.

Pendekatan saintifik dapat diperkuat dengan model pembelajaran tertentu. Berdasarkan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, salah satu poin tentang prinsip pembelajaran yang digunakan adalah bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas. Berdasarkan prinsip tersebut, pembelajaran tidak hanya interaksi guru dengan siswa, tetapi juga interaksi antar siswa. Hal tersebut dikarenakan siswa dapat belajar dari siapa saja termasuk siswa yang lainnya. Dalam hal ini, pembelajaran yang dapat mendukung pembelajaran saintifik adalah pembelajaran kooperatif karena pembelajaran kooperatif didasarkan pada kerja sama kelompok sehingga interaksi antar siswa lebih diutamakan. Menurut Hamzah dan Muhlisrarini (2014: 160-161), terdapat lima unsur dasar sebagai ciri-ciri pembelajaran kooperatif yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antaranggota, dan evaluasi proses kelompok. Dari ciri-ciri tersebut dapat dilihat bahwa siswa dapat


(20)

5

berinteraksi satu sama lain sehingga dapat saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang didasarkan pada kerja sama dalam kelompok, akan tetapi kerja sama dalam kelompok belum tentu merupakan pembelajaran kooperatif. Menurut Woolfolk dan Margetts (2007: 358), kerja sama dalam kelompok dapat bermanfaat, tetapi pembelajaran kooperatif yang sebenarnya membutuhkan lebih dari sekedar membuat siswa berada dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran berdasarkan kerja sama dalam kelompok namun lebih terstruktur. Menurut Arends (2008: 5), siswa dalam situasi cooperative learning didorong atau dituntut untuk mengerjakan tugas yang sama secara bersama-sama, dan mereka harus mengoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas itu.

Penyelesaian tugas dalam pembelajaran kooperatif dilakukan dengan berdiskusi dan mengembangkan ide-ide satu sama lain. Siswa memastikan semua anggota kelompok menguasai materi yang menjadi pembahasan. Setiap anggota kelompok memiliki kontribusi terhadap keberhasilan kelompoknya sehingga masing-masing anggota perlu ikut berperan. Hal ini berpengaruh pada pencapaian prestasi siswa. Model cooperative learning dikembangkan untuk mencapai paling sedikit tiga tujuan penting: prestasi akademis, toleransi dan penerimaan terhadap keanekaragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Arends, 2008: 5).

Pada pembelajaran kooperatif, kelompok belajar bersifat heterogen dan terdiri dari siswa dengan prestasi yang berbeda-beda. Baik siswa dengan prestasi


(21)

6

rendah maupun prestasi tinggi sama-sama mendapatkan pengaruh dari pembelajaran kooperatif. Dalam prosesnya, siswa yang berprestasi tinggi dapat mengajari teman-temannya yang berprestasi lebih rendah. Selain siswa berprestasi rendah mengalami kenaikan pencapaian, siswa berprestasi yang lebih tinggi pun juga mendapatkan pencapaian lebih karena sudah bertindak mengajari yang lain. Mereka menjadi lebih paham lagi dengan materinya. Jelasnya, tujuan kooperatif menciptakan norma-norma yang pro-akademik di antara para siswa, dan norma-norma pro-akademik memiliki pengaruh yang amat penting bagi pencapaian siswa (Slavin, 2008: 36).

Pembelajaran kooperatif terdiri dari beberapa tipe. Tipe-tipe tersebut dapat dipilih untuk merancang pembelajaran di kelas. Tipe-tipe pembelajaran kooperatif antara lain Student Team Achievement Divisions (STAD) dan Jigsaw. Kedua tipe pembelajaran ini berdasarkan pada kerja sama kelompok sesuai dengan dasar pembelajaran kooperatif. Menurut Jihad & Haris (2012: 33), STAD dan Jigsaw memiliki kesamaan dalam hal tujuan kognitif, tujuan sosial, struktur kelompok, pemilihan topik, dan penilaian. Strukur kelompok pada STAD dan Jigsaw bersifat heterogen. Setelah pembelajaran juga dilaksanakan pengerjaan kuis secara individu untuk penilaian. Selain itu, tanggung jawab individu sangat penting dalam pembelajaran STAD dan Jigsaw meskipun dalam pembelajaran tersebut mengutamakan kerja sama kelompok. Dalam STAD siswa harus mengerjakan kuis secara individu dan skor kemajuan masing-masing siswa akan berpengaruh pada poin yang diberikan pada tim. Dalam Jigsaw masing-masing anggota tim bertanggung jawab untuk menguasai salah satu bagian materi belajar


(22)

7

dan kemudian mengajarkan bagian itu kepada anggota-anggota lain di timnya. Kelompok dalam Jigsaw dibedakan menjadi kelompok asal (home group) dan kelompok ahli (expert group).

STAD dan Jigsaw memiliki langkah pembelajaran yang berbeda. Langkah-langkah STAD menurut Lestari dan Yudhanegara (2015: 46-47) meliputi presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim. Dalam langkah-langkah pembelajaran tersebut dapat muncul kegiatan 5M sebagai perpaduan dengan pembelajaran saintifik. Dalam tim siswa dapat melakukan kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Dengan demikian pembelajaran saintifik dengan setting STAD dapat memfasilitasi siswa secara aktif untuk memahami konsep melalui kerja sama dalam kelompok berdasarkan pembelajaran STAD.

Langkah-langkah pembelajaran Jigsaw menurut Huda (2015: 121) meliputi diskusi dalam kelompok ahli, diskusi dalam kelompok asal, dan pengerjaan kuis secara individu. Kegiatan 5M dapat muncul dalam langkah-langkah pembelajaran Jigsaw sebagai perpaduan dengan pembelajaran saintifik. Dalam diskusi kelompok ahli dapat muncul kegiatan mengamati, menanya, dan mengumpulkan informasi. Setelah berdiskusi dalam kelompok ahli, siswa kembali ke dalam kelompok asal untuk mengasosiasi dan mengomunikasikan informasi yang telah dikumpulkan. Pembelajaran saintifik dengan setting Jigsaw dapat memfasilitasi siswa untuk terlibat secara aktif dalam memahami konsep melalui langkah-langkah pembelajaran Jigsaw. Dengan demikian prestasi siswa dapat meningkat.


(23)

8

SMP Negeri 3 Mlati merupakan salah satu sekolah yang layak menjadi responden dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan prestasi belajar matematika di SMP Negeri 3 Mlati masih rendah. Menurut data laporan hasil Ujian Nasional SMP/MTs tahun pelajaran 2015/2016 di SMP Negeri 3 Mlati dari Puspendik, persentase penguasaan soal materi matematika adalah sebagai berikut.

Tabel 1. 1 Daya Serap Ujian Nasional SMP Negeri 3 Mlati 2015/2016 No. Urut Kemampuan yang Diuji Sekolah Kota/Kab. Prop Nas

1 Geometri dan Pengukuran 50.00 54.86 52.42 47.19

2 Aljabar 54.98 58.43 56.64 52.97

3 Bilangan 55.83 61.09 58.21 52.74

4 Statistik dan Peluang 61.81 57.25 55.99 46.73

Berdasarkan data pada tabel 1.1, dapat dilihat bahwa persentase penguasaan terhadap kemampuan geometri dan pengukuran, aljabar, serta bilangan di SMP Negeri 3 Mlati lebih rendah dari persentase dalam lingkup kota/kabupaten dan propinsi. Persentase tertinggi adalah statistik dan peluang yaitu hanya sebesar 61.81%.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti melakukan eksperimen untuk menguji efektivitas pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif STAD dan Jigsaw serta perbandingan efektivitas antara keduanya ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa SMP kelas VII. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 3 Mlati pada tahun ajaran 2016/2017.


(24)

9 B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas adalah:

1. prestasi belajar matematika siswa masih rendah,

2. pembelajaran matematika di sekolah cenderung berpusat pada guru,

3. sumber belajar tidak memfasilitasi siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran,

4. kurangnya interaksi antar siswa melalui kerja sama kelompok, 5. pembelajaran belum terlaksana dengan baik.

C. Pembatasan Masalah

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada masalah perbandingan prestasi belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dan Jigsaw pada materi Garis dan Sudut. Sasaran penelitian terbatas pada siswa kelas VII di SMP Negeri 3 Mlati.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Apakah pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif STAD efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa SMP kelas VII?

2. Apakah pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif Jigsaw efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa SMP kelas VII?


(25)

10

3. Manakah yang lebih efektif antara pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif STAD dan pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif Jigsaw ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa SMP kelas VII?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui efektivitas pembelajaran saintifik dengan setting

pembelajaran kooperatif STAD ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa SMP kelas VII.

2. Untuk mengetahui efektivitas pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif Jigsaw ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa SMP kelas VII.

3. Untuk mengetahui manakah yang lebih efektif antara pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif STAD dan pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif Jigsaw ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa SMP Kelas VII.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi guru

Menjadi bahan referensi bagi guru dalam mencari pembelajaran yang efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa.


(26)

11 2. Bagi siswa

Memberi kesempatan bagi siswa agar lebih terlibat secara aktif dalam pembelajaran melalui pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif.

3. Bagi peneliti

Menambah wawasan peneliti terhadap penelitian yang terkait dengan pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif STAD dan Jigsaw.


(27)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Hakikat Belajar

Belajar merupakan unsur fundamental dalam penyelenggaraan pendidikan. Belajar berkaitan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional. Belajar kemudian menjadi bagian tak terpisahkan dari tujuan berpendidikan yang bermuara pada peningkatan kualitas hidup dan kehidupan (Yamin, 2015: 3). Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003, pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Oleh karena itu, perlu dikaji lebih mendalam mengenai hakikat belajar untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut.

Pandangan tentang pengetahuan akan berpengaruh terhadap pandangan tentang belajar. Dalam hal ini pengetahuan dapat dipandang sebagai sesuatu yang diberikan kepada siswa atau sesuatu yang berusaha dibangun oleh siswa itu sendiri. Pengetahuan sebagai sesuatu yang diberikan mengacu kepada teori belajar konvensional yang menganggap siswa sebagai sesuatu yang kosong dan perlu diisi dengan banyak hal. Sedangkan siswa sebenarnya sudah memiliki pengetahuan sebelumnya. Setiap orang telah mempunyai pengetahuan/pengalaman dalam dirinya, yang tertata dalam bentuk struktur


(28)

13

kognitif. Proses belajar terjadi bila materi yang baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki (Sani, 2014: 10).

Mulyasa (2015: 49) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses mencari dan membentuk atau mengonstruksi pengetahuan yang bersifat aktif, dan berlangsung secara spesifik. Dengan kata lain, dalam proses belajar, pengetahuan bukan diberikan kepada siswa, tetapi siswa secara aktif mencari tahu pengetahuan. Belajar melalui interaksi terhadap lingkungan dapat memberikan pengalaman bagi siswa. Belajar menurut Abdulhak dan Darmawan (2013: 77) dapat diartikan sebagai kegiatan aktif individu yang belajar untuk melakukan interaksi dengan lingkungannya, sehingga mampu menghayati dan membangun makna terhadap pengalaman tersebut. Dengan hal tersebut akan terbentuk pemikiran dan cara pandang baru mengenai lingkungan sekitarnya. Melalui belajar siswa mampu lebih berpikir terhadap lingkungan sekitar.

Dalam konteks yang lebih universal, sesungguhnya, belajar menghendaki terjadinya perubahan-perubahan diri bagi yang sedang belajar (Yamin, 2015: 2). Melalui kegiatan aktif dan interaksi terhadap lingkungan diharapkan akan ada perubahan yang terjadi pada siswa. Menurut Winkel (1991: 36), belajar dapat diartikan sebagai suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah kegiatan aktif individu untuk mengonstruksi pengetahuannya melalui interaksi


(29)

14

lingkungan dan pembangunan makna dari pengalaman-pengalamannya. Dengan belajar akan dihasilkan perubahan-perubahan dalam diri siswa yaitu perubahan dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

2. Hakikat Pembelajaran Matematika

Sani (2014: 40) menyatakan bahwa pembelajaran adalah penyediaan kondisi yang mengakibatkan terjadinya proses belajar pada diri peserta didik. Menurut Sugihartono, dkk (2013: 81), pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal. Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar dalam lingkungan belajar. Dalam hal ini, pembelajaran bergantung pada dua aspek penting, yaitu guru dan siswa. Dalam proses pembelajaran, baik guru maupun siswa bersama-sama menjadi pelaku terlaksananya tujuan pembelajaran.

Pembelajaran pada abad ke 21 telah mengalami pergeseran makna. Pembelajaran bukan lagi pemindahan pengetahuan dari guru ke siswa. Pembelajaran memfasilitasi siswa untuk aktif mencari tahu pengetahuan. Menurut Mulyasa (2015: 65), pembelajaran harus diorientasikan kepada kepentingan siswa sesuai dengan karakteristiknya agar menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif. Siswa dapat aktif belajar dan mengembangkan potensinya jika pembelajarannya diorientasikan kepada kepentingan siswa. Artinya guru harus mengubah pembelajaran yang biasanya dilakukan, yakni pembelajaran yang


(30)

15

berpusat pada guru (teacher centered learning) ke pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered learning) sehingga siswa mendapatkan pengalaman dalam belajar. Hal ini diperkuat dengan kriteria pembelajaran menurut Schunk (2012:5) yang terdiri dari pembelajaran melibatkan perubahan, pembelajaran bertahan lama seiring dengan waktu, dan pembelajaran terjadi melalui pengalaman.

Kegiatan dalam pembelajaran berpengaruh terhadap proses belajar siswa. Jenis kemampuan yang diharapkan dalam proses pembelajaran dikelompokkan dalam tiga kategori utama yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik (Hamzah & Muhlisrarini, 2014: 43). Hal ini sesuai dengan perubahan-perubahan yang diharapkan melalui proses belajar siswa.

Di lain sisi, matematika merupakan mata pelajaran wajib untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. Berdasarkan UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003, bahan kajian matematika antara lain berhitung, ilmu ukur, dan aljabar dimaksudkan untuk mengembangkan logika dan kemampuan berpikir peserta didik. Bahan kajian matematika tersebut dirinci lagi menjadi berbagai kompetensi dasar sesuai dengan jenjang pendidikan. Materi pelajaran yang banyak membuat guru harus memahami lagi mengenai matematika dan pembelajaran matematika.

Matematika bukan sekedar ilmu perhitungan. Hamzah dan Muhlisrarini (2014: 40) mengemukakan bahwa matematika dikenal sebagai ilmu yang terstruktur dan sistematis yang artinya konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis dan sistematis. Selain itu matematika juga bersifat


(31)

16

abstrak. Matematika merupakan suatu ilmu berpikir yang banyak menggunakan simbol, sehingga cenderung bersifat abstrak (Jannah, 2011: 75).

Pembelajaran matematika dapat dilaksanakan dengan baik jika siswa dapat secara aktif memahami konsep-konsep matematika yang diajarkan. Menurut NCTM (2000: 20), siswa harus belajar dengan pemahaman, secara aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya. Pembelajaran matematika juga dapat terlaksana dengan baik jika guru mampu memfasilitasi siswa untuk terlibat secara aktif. Hakikat konsep matematika lebih menjawab pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana mengajarkan matematika di sekolah (Runtukahu dan Kandou, 2014: 27).

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah upaya memfasilitasi siswa untuk aktif dalam kegiatan belajar matematika melalui pengalamannya sehingga siswa memiliki kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pembelajaran tersebut berdasarkan pada kepentingan peserta didik sehingga pembelajaran yang sesuai adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa.

3. Pembelajaran Saintifik

Pembelajaran saintifik disebut juga pembelajaran ilmiah. Pendekatan saintifik lahir dengan mengadaptasi scientific learning. Dalam pengertian ini, pendekatan saintifik mempunyai ciri penanda sebagai proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses penemuan secara ilmiah (Andayani, 2015: 374). Terdapat metode dasar dari pemikiran dan penelitian saintifik. Kurnik (2008: 420) mengatakan bahwa metode dasar dari pemikiran dan penelitian saintifik adalah


(32)

17

analisis dan sintesis, analogi, abstraksi, dan konkretisasi, generalisasi dan spesialisasi, induksi, dan deduksi.

Pembelajaran saintifik tidak hanya memandang hasil belajar sebagai muara akhir, namun proses pembelajaran dipandang sangat penting (Saefuddin & Berdiati, 2014: 43). Kurikulum 2013 merinci KI (Kompetensi Inti) ke dalam empat kategori kemampuan yaitu sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Menurut Mulyasa (2015: 101), penerapan saintific method dalam membentuk KI-KD menuntut keterlibatan peserta didik secara aktif, karena mereka adalah pusat dari tujuan dan pembentukan kompetensi. Hal ini sejalan dengan pendapat Majid dan Rochman (2014: 4) yang menyatakan bahwa siswa lebih diberdayakan sebagai subjek belajar yang harus berperan aktif dalam mencari informasi dari berbagai sumber belajar dan guru lebih berperan sebagai fasilitator pembelajaran. Dengan keterlibatan secara aktif tersebut diharapkan siswa memiliki kompetensi yang lebih baik. Menurut Sunarti dan Rahmawati (2014: 2), dengan pembelajaran saintifik siswa akan lebih kreatif, inovatif, dan produktif.

Berdasarkan Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 lampiran IV, pembelajaran pada Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik atau pendekatan berbasis proses keilmuan. Pendekatan saintifik meliputi lima kegiatan yaitu yang dirinci sebagai berikut.


(33)

18

Kegiatan mengamati dapat dilakukan dengan kegiatan membaca, mendengar, menyimak, dan melihat (tanpa atau dengan alat). Proses mengamati dapat melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.

b. menanya,

Kegiatan menanya yaitu mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati. Hal ini dapat mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, dan berpikir kritis.

c. mengumpulkan informasi/mencoba,

Siswa dapat mengumpulkan informasi dengan melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/ kejadian, aktivitas, atau wawancara dengan nara sumber.

d. menalar/mengasosiasi,

Kegiatan menalar/mengasosiasi berupa mengolah informasi yang sudah dikumpulkan. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dapat menambah keluasan dan kedalaman serta mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda.

e. mengomunikasikan.

Kegiatan mengomunikasikan berupa menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran saintifik menekankan pada keterlibatan siswa secara aktif dalam memahami konsep


(34)

19

pengetahuan. Kegiatan-kegiatan pembelajaran saintifik meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan. 4. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran (Majid, 2013: 173). Model pengajaran kooperatif menurut Jihad dan Haris (2008: 30) memiliki ciri-ciri: 1) Untuk menuntaskan belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara

kooperatif;

2) Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah;

3) Jika dalam kelas, terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompokpun terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula; 4) Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan

Dari pemaparan di atas, pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja kelompok daripada perorangan. Artinya anggota-anggota kelompok saling bertanggung jawab terhadap penguasaan materi satu sama lain karena kemampuan individu berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok sehingga mereka harus saling membantu dan berdiskusi.

Pembelajaran kooperatif menekankan pada interaksi dan kerja sama dalam kelompok. Meskipun demikian, pembelajaran kooperatif berbeda dengan kerja sama. Menurut Eggen dan Kauchak (2012: 136), pembelajaran kooperatif dan kerja kelompok serupa tapi tidak sama. Kadar struktur merupakan perbedaan


(35)

20

utama. Pembelajaran kooperatif lebih terstruktur dibandingkan kerja kelompok dan memberikan peran spesifik bagi siswa.

Pembelajaran kooperatif memiliki berbagai tujuan yang bermanfaat dalam pendidikan. Menurut Slavin (2008: 4-5), salah satu tujuan berdasarkan penelitian dasar yang mendukung adalah penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan pencapaian prestasi siswa, dan juga akibat-akibat positif lainnya yang dapat mengembangkan hubungan antarkelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga diri.

Menurut Eggen dan Kauchak (2012: 130), saat siswa bekerja sama, mereka mendapatkan pengalaman yang dapat mendorong sejumlah keterampilan sosial, seperti:

1) Menyimak dengan penuh perhatian 2) Membaca petunjuk-petunjuk nonverbal

3) Menyelesaikan ketidaksepakatan (secara diplomatis) 4) Mencurahkan pikiran ke dalam kata-kata

5) Memahami sudut pandang orang lain 6) Membuat pernyataan mendukung 7) Memberikan pujian tulus

Tujuan pembelajaran kooperatif adalah melatihkan keterampilan sosial seperti tenggang rasa, bersikap sopan terhadap teman, mengkritik ide orang lain, berani mempertahankan pikiran yang logis, dan berbagai keterampilan yang bermanfaat untuk menjalin hubungan interpersonal (Sani, 2014: 131). Sedangkan menurut


(36)

21

Daryanto dan Rahardjo (2012: 242), tujuan model pembelajaran kooperatif salah satunya adalah hasil belajar akademik siswa dapat meningkat.

Menurut Jihad dan Haris (2008, 31-32) terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif secara umum.

Tabel 2. 1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Fase dan Indikator Aktivitas/Kegiatan Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Fase-2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. Fase-3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase-4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Fase-5

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Fase-6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.


(37)

22

Contoh pengelompokan siswa berdasarkan kemampuan akademik adalah sebagai berikut:

Tabel 2. 2 Pengelompokan Siswa dalam Pembelajaran Kooperatif

Kemampuan No. Nama Rangking Kelompok

Tinggi 1 1 A

2 2 B

3 3 C

4 4 D

Sedang 5 5 D

6 6 C

7 7 B

8 8 A

9 9 A

10 10 B

11 11 C

12 12 D

Rendah 13 13 D

14 14 C

15 15 B

16 16 A

(Jihad & Haris, 2008: 35-36) Ada beberapa tipe pembelajaran kooperatif yang dijelaskan menurut Slavin (2008:11-16), yaitu:

1) Student Team-Achievement Divisions (STAD), 2) Teams Games-Tournament (TGT),

3) Jigsaw II,

4) Team Accelerated Instruction (TAI),

5) Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), 6) Group Investigation (Kelompok Investigasi),


(38)

23 7) Learning Together (Belajar Bersama),

8) Complex Instruction (Pengajaran Kompleks),

9) Structure Dyadic Methods (Metode Struktur Berpasangan),

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dengan membagi siswa ke dalam kelompok heterogen untuk berinteraksi dan berdiskusi. Tujuan dari pembelajaran kooperatif di antaranya adalah untuk pencapaian prestasi dan keterampilan sosial.

5. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD)

Seperti pembelajaran kooperatif pada umumnya, STAD merupakan pembelajaran yang didasarkan pada kerja sama kelompok yang bersifat heterogen. Menurut Burden dan Byrd (2013: 161), Student teams-achievement divisions (STAD) terdiri dari tim-tim belajar yang beranggotakan empat orang yang beraneka ragam dalam prestasi, jenis kelamin, dan etnisitas. Model ini dapat diterapkan untuk mata pelajaran matematika, sains, bahasa, dan ilmu pengetahuan sosial (Sani, 2014: 133).

STAD merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada prestasi tim berdasarkan rekognisi tim yang diperoleh dari jumlah seluruh skor kemajuan individual setiap anggota tim (Lestari & Yudhanegara, 2015: 45). Menurut Warsono & Hariyanto (2013: 197), aktivitas dalam STAD mendorong siswa untuk terbiasa bekerja sama dan saling membantu dalam menyelesaikan suatu masalah, tetapi pada akhirnya bertanggung jawab secara mandiri.


(39)

24

Langkah-langkah STAD berdasarkan penjelasan Lestari dan Yudhanegara (2015, 46-47) adalah sebagai berikut:

Tabel 2. 3 Langkah-langkah Pembelajaran STAD

Fase Deskripsi

Presentasi Kelas

Presentasi kelas merupakan tahapan di mana guru menyampaikan materi secara langsung kepada siswa.

Tim Pembentukan tim didasarkan pada prestasi akademis siswa dalam kelas. Siswa berdiskusi dalam tim atau kelompok dalam proses pembelajaran. Fungsi utama dari tim ini adalah untuk memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi untuk mempersiapkan setiap anggota tim agar dapat mengerjakan kuis dengan baik.

Kuis Pengerjaan soal kuis dilakukan secara individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya.

Skor Kemajuan Individual

Setiap siswa diberikan skor awal yang diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut sebelum mengerjakan kuis. Selanjutnya, siswa akan mengumpulkan poin untuk tim masing-masing berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis yang dibandingkan dengan skor awal. Dengan demikian, setiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya. Perhitungan skor perkembangan individu tersebut dimaksudkan agar siswa termotivasi untuk memperoleh prestasi terbaik sesuai dengan kemampuannya.

Rekognisi Tim

Rekognisi tim diperoleh dari rata-rata jumlah seluruh skor perkembangan individu anggota tim. Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan lainnya jika skor rata-rata tim mencapai kriteria tertentu.


(40)

25

Berdasarkan penjelasan di atas, skor dasar yang dimaksud adalah nilai rata-rata siswa berdasarkan tes dan kuis masa lampau atau skor yang ditentukan oleh nilai semester lalu atau tahun lalu. Penentuan skor kemajuan siswa dapat ditentukan melalui prosedur sebagai berikut.

Tabel 2. 4 Penentuan Skor Kemajuan Siswa Langkah

ke- Indikator

Operasional

1 Menetapkan skor

dasar

Setiap siswa diberikan skor berdasarkan skor kuis yang lalu

2 Menghitung skor

kuis terkini

Siswa memperoleh poin untuk kuis yang berkaitan dengan pelajaran terkini

3 Menghitung skor

perkembangan

Siswa mendapatkan poin perkembangan yang besarnya ditentukan apakah skor kuis terkini mereka menyamai atau melampaui skor dasar mereka, dengan menggunakan skala yang diberikan di bawah ini

Kriteria Nilai Perkembangan

Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar

0 poin 10 poin di bawah sampai 1 poin

di bawah skor dasar

10 poin Skor dasar sampai 10 poin di

atas skor dasar

20 poin Lebih dari 10 poin di atas skor

dasar

30 poin Pekerjaan sempurna (tanpa

memperhatikan skor dasar)

30 poin

(Jihad & Haris, 2008: 35-36) Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran yang menempatkan siswa ke dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan 4-5 orang dari beragam kemampuan, etnik, dan gender dengan langkah-langkahnya yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim. STAD mengutamakan diskusi dalam


(41)

26

kelompok, akan tetapi skor kemajuan masing-masing individu berkontribusi untuk keberhasilan kelompok.

6. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Jigsaw merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Elliot Aronson. Menurut Woolfolk dan Margetss (2007: 361), dalam Jigsaw setiap anggota kelompok diberikan bagian dari materi untuk dipelajari oleh seluruh kelompok dan menjadi seorang ahli untuk bagiannya. Siswa harus mengajari satu sama lain, sehingga kontribusi setiap anggota adalah penting. Menurut Warsono dan Hariyanto (2013: 194), aktivitas dalam Jigsaw mendorong siswa untuk terbiasa berpikir dari bagian-bagian menuju ke pemikiran yang bersifat holistik melihat keterpaduan antar bagian yang membentuk subjek bahan ajar secara utuh

Strategi pembelajaran Jigsaw merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif yang menerapkan model diskusi dalam dua tahap (Saefuddin & Berdiati, 2014: 116). Kelompok belajar dibagi menjadi dua yaitu kelompok ahli (expert group) dan kelompok asal (home group). Berikut adalah contoh rancangan Jigsaw terhadap pembagian kelompok tersebut.

Tabel 2. 5 Contoh Pembagian Kelompok Jigsaw

Kelompok Asal Kelompok Ahli

Nama Kelompok Anggota Kelompok

Nama Kelompok Anggota Kelompok

1 A1 A A1

B1 A2

C1 A3

D1 B B1

2 A2 B2

B2 B3

C2 C C1

D2 C2


(42)

27

B3 D D1

C3 D2

D3 D3

Langkah-langkah pembelajaran Jigsaw menurut Huda (2015: 121) adalah siswa bekerja kelompok selama dua kali, yakni dalam kelompok mereka sendiri

dan dalam “kelompok ahli”. Setelah masing-masing anggota menjelaskan bagiannya masing-masing kepada taman-teman satu kelompoknya, mereka mulai bersiap untuk diuji secara individu. Biasanya siswa diuji dengan pengerjaan kuis secara individu. Menurut Eggen dan Kauchak (2012: 138), pembelajaran Jigsaw memerlukan perencanaan kegiatan yaitu menentukan tujuan belajar, menyiapkan panduan belajar, membentuk tim siswa, dan mendukung presentasi pakar

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw membagi siswa ke dalam dua jenis kelompok yaitu kelompok asal dan kelompok ahli. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yaitu pembagian kelompok asal, diskusi kelompok ahli, diskusi kelompok asal, dan kuis.

7. Pembelajaran Saintifik dengan Setting Pembelajaran Kooperatif STAD Pembelajaran saintifik mengacu pada proses membangun pengetahuan dengan menemukan sendiri secara ilmiah. Sedangkan pembelajaran kooperatif tipe STAD mengacu pada pembelajaran berdasarkan diskusi kelompok dan pelaksanaan kuis individu sebagai skor kelompok. Perpaduan pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif tipe STAD menciptakan pembelajaran berdasarkan diskusi kelompok untuk menemukan konsep pengetahuan mereka sendiri.


(43)

28

Kegiatan-kegiatan dalam pembelajaran saintifik berdasarkan Permendikbud nomor 81 A tahun 2013 lampiran IV adalah mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, dan mengomunikasikan. Sedangkan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Lestari dan Yudhanegara (2015, 46-47) adalah presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim.

Dari uraian tersebut, diperoleh langkah-langkah pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut:

Tabel 2. 6 Langkah-langkah Pembelajaran Saintifik dengan Setting STAD No Langkah Pembelajaran STAD Langkah Pembelajaran Saintifik Kegiatan Pembelajaran 1 Presentasi

kelas

- Guru menyampaikan tujuan

pembelajaran dengan rinci.

2 Tim Mengamati Siswa mengamati permasalahan yang diberikan dengan membaca, mendengar, atau melihat.

Menanya Siswa bertanya kepada guru atau anggota kelompok mengenai informasi yang ingin diketahui tentang materi pembelajaran yang akan dipelajari. Mengumpulkan

informasi

Siswa mencari informasi yang diperlukan dari berbagai sumber dan diskusi untuk mencari jawaban siswa atas kegiatan menanya.

Mengomunikasikan Siswa menyampaikan hasil diskusinya kepada teman sekelas.

Mengasosiasi Siswa mengolah informasi yang diperoleh untuk menyelesaikan masalah.

3 Kuis - Siswa mengerjakan kuis secara

individu. 4 Skor kemajuan

individual

- Skor kemajuan individu yang diperoleh kemudian diolah untuk mendapatkan skor kemajuan tim.


(44)

29

5 Rekognisi tim - Perolehan peningkatan perkembangan dikomunikasikan kepada siswa, kelompok yang berhasil akan mendapatkan penghargaan.

8. Pembelajaran Saintifik dengan Setting Pembelajaran Kooperatif Jigsaw Pembelajaran saintifik mengacu pada proses membangun pengetahuan dengan menemukan sendiri secara ilmiah. Sedangkan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mengacu pada pembelajaran berdasarkan diskusi kelompok yang terdiri dari kelompok-kelompok ahli. Pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw menciptakan pembelajaran berdasarkan diskusi kelompok dan kelompok ahli untuk menemukan pengetahuan mereka sendiri.

Kegiatan-kegiatan pembelajaran saintifik berdasarkan Permendikbud nomor 81 A tahun 2013 lampiran IV adalah:

a) Mengamati b) Menanya

c) Mengumpulkan informasi d) Mengomunikasikan

Sedangkan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw menurut Huda (2015: 121) adalah:

a) Pembagian kelompok asal b) Diskusi kelompok ahli c) Diskusi kelompok asal d) Kuis


(45)

30

Dari uraian di atas, diperoleh langkah-langkah pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.7 berikut.

Tabel 2. 7 Langkah Pembelajaran Saintifik dengan Setting Jigsaw No Langkah Pembelajaran Jigsaw Langkah Pembelajaran Saintifik Kegiatan Pembelajaran

1 Pembagian kelompok asal

- Siswa dibagi menjadi beberapa

kelompok asal. 2 Diskusi

kelompok ahli

- Siswa dalam kelompok asal

diberikan subtopik yang berbeda untuk didiskusikan dalam kelompok ahli.

Mengamati Siswa mengamati permasalahan yang diberikan dengan membaca, mendengar, atau melihat.

Menanya Siswa bertanya kepada guru atau anggota kelompok mengenai informasi yang ingin diketahui tentang materi pembelajaran yang akan dipelajari.

Mengumpulkan informasi

Siswa mencari informasi yang diperlukan dari berbagai sumber dan diskusi untuk mencari jawaban siswa atas kegiatan menanya.

3 Diskusi kelompok asal

Mengomunikasikan Siswa menyampaikan hasil diskusi kelompok ahli pada kelompok


(46)

31

asal.

Mengasosiasi Siswa mengolah informasi yang diperoleh untuk menyelesaikan masalah.

4 Kuis - Siswa mengerjakan soal kuis

secara individu.

9. Prestasi Belajar

Prestasi belajar penting untuk mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran. Menurut Sudijono (2011: 434), prestasi dipergunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam penentuan nilai akhir. Hal tersebut dikarenakan prestasi yang dilambangkan dengan nilai-nilai hasil belajar pada dasarnya mencerminkan sampai sejauh mana tingkat keberhasilan yang telah dicapai oleh peserta didik dalam pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan bagi masing-masing mata pelajaran atau bidang studi.

Menurut Sudaryono (2012: 102), prestasi belajar (achievement) berbeda dengan hasil belajar (learning outcome). Prestasi belajar hanya mengukur dua aspek yaitu aspek kognitif dan aspek psikomotor. Hasil belajar yaitu ketercapaian setiap kemampuan dasar, baik kognitif, afektif maupun psikomotor, yang diperoleh siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran tertentu (Jihad & Haris, 2008: 64). Jadi, kemajuan prestasi diukur dari penguasaan pengetahuan dan keterampilan.

Prestasi belajar dipengaruhi oleh berbagai factor. Menurut Majid dan Rochman (2014: 191-195), prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor internal dan


(47)

32

faktor eksternal. Faktor internal dapat berupa fisiologis maupun psikologis. Faktor eksternal salah satunya adalah proses pembelajaran dan peran guru dalam melibatkan keaktifan siswa. Selain itu, menurut Cohen (dalam Huda, 2015: 20), prestasi belajar siswa sangat bergantung pada jenis tugas yang diterima oleh kelompok mereka dan cara kerja mereka menyelesaikan tugas tersebut.

Prestasi belajar siswa dapat diketahui melalui tes prestasi. Dalam bidang pendidikan, tes biasa digunakan untuk mengukur prestasi belajar dan kompetensi kejuruan. Prestasi belajar dapat diukur dengan berbagai macam jenis tes, yaitu tes tertulis, tes lisan dan tes unjuk kerja (Mulyatiningsih, 2012: 25).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah pencapaian siswa dalam penguasaan materi pembelajaran yang berupa pengetahuan dan keterampilan. Prestasi belajar tersebut dapat diukur dengan menggunakan tes prestasi.

10.Keefektifan Pembelajaran

Keefektifan memiliki peran penting untuk mengetahui apakah suatu hasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Dalam hal ini efektivitas pembelajaran berkaitan dengan tujuan pembelajaran. Tujuan dari pembelajaran akan tercapai secara maksimal jika pembelajarannya efektif. Tujuan pembelajaran ini akan mencapai hasil yang maksimal apabila pembelajaran berjalan secara efektif (Jihad & Haris, 2008: 12). Sedang kan menurut Susanto (2015: 53), proses pembelajaran dikatakan efektif apabila seluruh peserta didik dapat terlibat secara aktif, baik mental, fisik, maupun sosialnya. Sebab dalam proses pembelajaran aktivitas yang menonjol ada pada peserta didik.


(48)

33

Sani (2013: 46-48) memaparkan kegiatan pembelajaran yang efektif pada umumnya meliputi aspek-aspek sebagai berikut.

1) Berpusat pada peserta didik (student centered) 2) Interaksi edukatif antara guru dengan siswa 3) Suasana demokratis

4) Variasi metode mengajar

5) Bahan yang sesuai dan bermanfaat 6) Lingkungan yang kondusif

7) Sarana belajar yang menunjang

Pembelajaran dipengaruhi oleh pengajaran di dalam kelas. Kyriacou (2012: 17) membuat tiga pembedaan yang berguna di antara tiga kelas variabel yang terpokok yaitu variabel konteks, variabel proses, dan variabel produk. Variabel produk mengacu pada semua hasil pendidikan yang diinginkan dan yang menjadi dasar dalam kriteria yang digunakan untuk menilai efektivitas.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran dapat diukur dengan ketercapaian tujuan pembelajaran. Tujuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah prestasi belajar siswa yang tinggi. Menurut Widoyoko (2014: 165), setiap kompetensi dasar dapat diketahui ketercapaiannya berdasarkan KKM yang ditetapkan. KKM tersebut berfungsi sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi siswa sesuai kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti

Berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di SMP Negeri 3 Mlati, siswa dikatakan tuntas belajar jika mencapai nilai minimal 75 untuk skala 100.


(49)

34

Maka kriteria pencapaian tujuan pembelajaran prestasi matematika adalah 75 dan pembelajaran dikatakan efektif jika rata-rata nilai siswa mencapai nilai lebih dari atau sama dengan 75.

B. Penelitian yang Relevan

1) Penelitian Uki Suhendar dan Djamilah Bondan Widjajanti (2016) dalam jurnal yang berjudul “Komparasi Keefektifan Saintifik dan PMRI Ditinjau

dari Prestasi, Minat, dan Percaya Diri Siswa Kelas VII” menyimpulkan

bahwa hasil penelitian pada taraf signifikansi 0,05 menunjukkan bahwa Pendekatan saintifik efektif ditinjau dari prestasi, minat, dan percaya diri. 2) Penelitian Badrun & Hartono (2013) dalam jurnal yang berjudul “Keefektifan

Model Pembelajaran Kooperatif Model STAD Ditinjau dari Prestasi dan

Motivasi Belajar Siswa di Kelas VIII SMP” menyimpulkan bahwa

pembelajaran kooperatif model STAD efektif ditinjau dari prestasi dan motivasi belajar siswa.

3) Penelitian Rinda Naviano dan Dhoriva Urwatul Wutsqa (2017) dalam jurnal

yang berjudul “Keefektifan Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan

Saintifik Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) dan Think Pair Share (TPS) Ditinjau dari Motivasi dan Prestasi Peserta Didik Kelas XI SMKN 4 Surakarta” menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendeketan saintifik melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TPS efektif ditinjau dari motivasi dan prestasi belajar matematika.


(50)

35

4) Penelitian Suratno (2014) dalam jurnal yang berjudul “Keefektifan Pembelajaran tipe TPS dan Jigsaw Ditinjau dari Prestasi Belajar Matematika

dan Karakter Siswa” menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TPS dan tipe Jigsaw efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika dan karakter siswa.

5) Penelitian Lella Tahlilla Yasna (2016) dalam jurnal yang berjudul

“Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Cooperative Learning Ditinjau dari Prestasi Belajar, Motivasi, dan Akhlak Mulia Siswa” menyimpulkan bahwa pendekatan cooperative learning tipe STAD dan tipe Jigsaw efektif digunakan dalam pembelajaran matematika.

6) Penelitian Auni Shabrina dan Jailani (2015) dalam jurnal yang berjudul

“Komparasi Keefektifan Model Pembelajaraan Kooperatif Tipe Core dan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Ditinjau dari Prestasi Belajar

dan Koneksi Matematis Siswa SMP Kelas VIII” menyimpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw efektif ditinjau prestasi belajar dan koneksi matematis siswa.

7) Penelitian Idha Novianti (2012) dalam jurnal yang berjudul “Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Jigsaw pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dari Motivasi Belajar” menyimpulkan bahwa siswa diajarkan dengan model pembelajaran STAD memiliki prestasi matematika yang lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan model Jigsaw dan model pembelajaran konvensional.


(51)

36

8) Penelitian Curie Putri Hijrihani dan Dhoriva Urwatul Wutsqa (2015) dalam

jurnal yang berjudul “Keefektifan Cooperative Learning Tipe Jigsaw dan STAD Ditinjau dari Prestasi Belajar dan Kepercayaan Diri Siswa” menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw tidak lebih efektif dari daripada model pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa.

C. Kerangka Berpikir

Salah satu permasalahan yang terjadi pada siswa adalah prestasi belajar matematika yang masih rendah. Prestasi belajar dipengaruhi oleh pembelajaran yang dilaksanakan. Prestasi belajar menunjukkan penguasaan materi pembelajaran. Oleh karena itu, diperlukan suatu pengembangan dalam pembelajaran, salah satunya adalah pembelajaran saintifik. Beberapa tipe pembelajaran kooperatif antara lain pembelajaran kooperatif STAD dan Jigsaw. Pembelajaran saintifik menekankan pada keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat mendukung pembelajaran saintifik adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif menekankan kerja sama kelompok daripada perorangan. Berdasarkan teori dan penelitian yang relevan yang telah dikemukakan, peneliti mengasumsikan bahwa pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif STAD dan Jigsaw dapat diterapkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif STAD dan Jigsaw memiliki langkah-langkah pembelajaran yang berbeda. Dalam pembelajaran STAD, setelah diskusi kelompok terdapat pengerjaan kuis secara individu. Skor kemajuan individu


(52)

37

Efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa Prestasi belajar matematika siswa rendah

Pembelajaran matematika saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif Model pembelajaran

kooperatif tipe STAD

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw Efektif ditinjau dari prestasi

belajar matematika siswa

Pembelajaran saintifik dengan setting STAD lebih efektif dari pembelajaran saintifik dengan setting Jigsaw ditinjau dari prestasi belajar

matematika siswa

diakumulasikan menjadi skor kemajuan kelompok kemudian kelompok dengan skor tertinggi akan mendapat penghargaan. Sehingga setiap siswa berkontribusi dalam kelompoknya karena akan berpengaruh terhadap skor kemajuan kelompoknya. Dalam pembelajaran Jigsaw, siswa dalam kelompok asal diberikan bagian materi yang berbeda-beda untuk kemudian didiskusikan dalam kelompok ahli. Setelah semua siswa selesai berdiskusi dalam kelompok ahli, mereka kembali ke kelompok asal masing-masing untuk saling menyampaikan hasil diskusi kelompok ahli. Siswa harus berkontribusi dalam kelompoknya karena siswa harus mengajarkan bagiannya kepada teman kelompok asalnya sehingga diperoleh informasi yang harus dipelajari secara keseluruhan. Diharapkan kedua model pembelajaran di atas dapat membantu siswa belajar sehingga memperoleh prestasi yang tinggi. Akan tetapi pembelajaran saintifik dengan setting STAD dirasa lebih unggul jika dilihat dari pembentukan kelompok dan pemberian penghargaan kepada siswa. Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1.


(53)

38

Gambar 2. 1. Kerangka Berpikir D. Hipotesis

Hipotesis penelitian yang dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif STAD efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa SMP kelas VII.

2. Pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif Jigsaw efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa SMP kelas VII.

3. Pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran STAD lebih efektif dari pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif Jigsaw ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa SMP kelas VII.


(54)

39 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Penelitian eksperimen semu dilakukan untuk mengetahui pengaruh suatu perlakuan terhadap karakteristik subjek yang diteliti. Pada penelitian eksperimen semu tidak memungkinkan untuk mengontrol semua variabel yang relevan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif STAD dan pembelajaran saintifik dibandingkan dengan setting pembelajaran kooperatif Jigsaw ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian eksperimen ini adalah the nonequivalent pretest-posttest group design. Berdasarkan desain tersebut, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan kelompok eksperimen 1 dan 2. Langkah kedua adalah memberikan pretest (tes awal) yang sama pada kelompok eksperimen 1 dan 2. Kemudian kedua kelompok eksperimen tersebut diberikan perlakuan yang berbeda, yaitu pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif STAD dan pembelajaran santifik dengan setting pembelajaran kooperatif Jigsaw. Setelah itu kedua kelompok eksperimen diberikan posttest (tes akhir) yang sama. Desain penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1.


(55)

40

Tabel 3. 1 Desain Penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

E1 XE1 X1 YE1

E2 XE2 X2 YE2

Keterangan:

E1 = Kelompok yang diberi perlakuan pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif STAD

E2 = Kelompok yang diberi perlakuan pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif Jigsaw

XE1 = Pretest kelompok eksperimen 1 XE2`= Pretest kelompok eksperimen 1 YE1 = Posttest kelompok eksperimen 2 YE2 = Posttest kelompok eksperimen 2

X1 = Proses pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif STAD

X2 = Proses pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif Jigsaw

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Mlati yang berlokasi di Mlati, Sleman, Yogyakarta. Waktu pelaksanaan penelitian yaitu pada tanggal 2 Maret-9 April 2017 tahun ajaran 2016/2017.


(56)

41 D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII di SMP Negeri 3 Mlati tahun ajaran 2016/2017 yang terdiri dari 4 kelas, yaitu kelas VII A, VII B, VII C, dan VII D. Jumlah siswa secara keseluruhan adalah 131 siswa.

2. Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan secara acak yaitu dengan mengambil sampel berupa kelas-kelas. Hal ini dilakukan karena pengambilan sampel di sekolah hanya bisa dilakukan dengan memilih kelas-kelas yang kemudian dijadikan kelompok eksperimen. Berdasarkan teknik tersebut, sampel dipilih secara acak yaitu 2 dari 4 kelas. Sampel yang terpilih yaitu kelas VII A dan VII B dengan jumlah siswa masing-masing 32 dan 30 siswa. Kemudian dilakukan pengacakan lagi untuk menentukan perlakuan yang akan diberikan kepada masing-masing kelas. Sehingga diperoleh kelas VII A sebagai kelompok eksperimen 1 yang mendapat perlakuan pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif STAD dan kelas VII B sebagai kelompok eksperimen 2 yang mendapat perlakuan pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif Jigsaw. E. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent), variabel terikat (dependent), dan variabel kontrol.


(57)

42 1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen 1 yaitu model pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif STAD dan perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen 2 yaitu model pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif Jigsaw.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah prestasi belajar matematika siswa. Prestasi belajar merupakan karakteristik subjek yang diukur melalui data pretest dan posttest.

3. Variabel Kontrol

Variabel kontrol pada penelitian ini adalah guru, alokasi waktu, dan materi pokok yang diajarkan. Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai guru pada kedua kelompok eksperimen. Waktu pembelajaran untuk setiap kelompok eksperimen adalah sama. Materi pokok yang diajarkan pada kedua kelompok juga sama dan berfokus pada materi garis dan sudut.

F. Definisi Operasional Variabel

Penelitian ini memberi batasan definisi operasional sebagai berikut:

1. Pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif STAD adalah pembelajaran yang menekankan pada keterlibatan siswa secara aktif untuk menemukan pengetahuan melalui diskusi kelompok berdasarkan langkah-langkah STAD. Langkah-langkah-langkah STAD yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor


(58)

43

kemajuan individual, dan rekognisi tim. Dalam pembelajaran tersebut terdapat kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan.

2. Pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran kooperatif Jigsaw adalah pembelajaran yang menekankan pada keterlibatan siswa secara aktif untuk menemukan pengetahuan melalui diskusi kelompok berdasarkan langkah-langkah Jigsaw. Langkah-langkah-langkah Jigsaw yaitu pebagian kelompok asal, diskusi kelompok ahli, diskusi kelompok asal, dan kuis. Dalam pembelajaran tersebut terdapat kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasika.

3. Prestasi belajar matematika siswa adalah pencapaian siswa dalam penguasaan materi pembelajaran matematika yang ditunjukkan oleh nilai posttest.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui tes dan observasi.

1. Tes

Data tes diperoleh dari pretest dan posttest. yang diberikan untuk mengetahui prestasi belajar matematika siswa. Pretest adalah tes yang dilakukan pada kelompok sebelum diberi perlakuan dan bertujuan untuk mengetahui prestasi awal siswa. Posttest adalah tes yang dilakukan pada kelompok setelah diberi perlakuan dan bertujuan untuk mengetahui prestasi siswa setelah perlakuan.


(59)

44 2. Observasi

Observasi dilakukan untuk mengetahui proses pembelajaran yang dilaksanakan dan kesesuainnya terhadap pembelajaran yang telah direncanakan. Observasi merupakan metode pengumpulan data melalui pengamatan dan pencatatan perilaku subjek penelitian yang dilakukan secara sistematik. Alat yang digunakan untuk mengobservasi dapat berupa lembar pengamatan atau check list (Mulyatiningsih, 2012: 26). Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu observasi keterlaksanaan pembelajaran.

H. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes dan instrumen non tes.

1. Instrumen Tes

Instrumen tes berupa pretest dan posttest yang digunakan untuk mengetahui prestasi belajar matematika siswa. Pretest dilaksanakan pada kelompok sebelum diberikan perlakuan. Posttest dilaksanakan pada kelompok setelah diberikan perlakuan. Instrumen tes berbentuk 10 soal uraian. Ketercapaian prestasi belajar melalui instrumen tes dapat dilihat dari skor pada interval 0-100. Skor ketuntasan untuk prestasi belajar siswa berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 75.

2. Instrumen Non Tes

Instrumen non tes yang digunakan adalah lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Lembar observasi tersebut digunakan untuk mengamati proses pembelajaran sesuai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Lembar observasi


(60)

45

berbentuk checklist. Pengisisan lembar observasi dilakukan oleh seorang observer pada setiap pembelajaran yaitu dengan memberikan checklist pada kolom “Ya” jika aspek yang diamati terlaksana atau pada kolom “Tidak” jika aspek yang diamati tidak terlaksana.

I. Analisis Instrumen

Analisis instrumen dalam penelitian ini terdiri dari validitas instrumen dan reliabilitas instrumen. Hal ini dilakukan agar instrumen yang akan digunakan menjadi alat ukur yang valid dan reliabel.

1. Validitas Instrumen

Validitas instrumen yang digunakan adalah validitas isi. Pembuktian validitas isi diperoleh dengan kesepakatan para ahli (expert judgements), yaitu orang yang memiliki kepakaran di bidang yang sesuai dengan instrumen untuk penelitian. Ahli yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dosen Jurusan Pendidikan Matematika. Para ahli berperan untuk memberikan penilaian dan masukan terhadap instrumen untuk kemudian diperbaiki. Dari penilaian tersebut akan diperoleh kesimpulan instrumen tersebut layak digunakan tanpa revisi, layak digunakan dengan revisi, atau tidak layak digunakan. Pada penelitian ini hasil validitas instrumen menunjukkan instrumen layak digunakan dengan revisi. Validitas instrumen selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 5.1.

2. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas yang digunakan dalam penelitian iniadalah rumus Alpha Cronbach.


(61)

46

Rumus Alpha Cronbach adalah sebagai berikut: [ ] [ ∑ ] Keterangan:

= koefisien reliabilitas = banyaknya butir soal

∑ = jumlah varian skor setiap butir soal = varian skor total

Interpretasi dari perhitungan koefisien reliabilitas dapat dilihat pada tabel 3 berikut.

Tabel 3. Kriteria Koefisien Reliabilitas Koefisien Reliabilitas Kriteria

Sangat tinggi

Tinggi

Cukup

Rendah

Sangat rendah

(Arikunto dalam Sunarti & Rahmawati (2013: 99)) Reliabilitas instrumen dapat dihitung dengan bantuan software SPSS 21 menggunakan reliability analysis. Berdasarkan perhitungan tersebut, diperoleh nilai untuk soal pretest sebesar 0,409 yang masuk kategori cukup dan nilai untuk soal posttest sebesar 0,707 yang masuk kategori tinggi. Hasil perhitungan dengan SPSS selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.6 dan lampiran 3.7. J. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis berdasarkan teknik analisis data yang meliputi analisis deskriptif, uji asumsi atau uji prasyarat analisis, dan uji hipotesis.


(62)

47 1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan data yang diperoleh agar memperoleh informasi yang berguna dalam penelitian. Data tersebut berupa data prestasi belajar matematika siswa dan data observasi keterlaksanaan pembelajaran.

Data prestasi belajar matematika siswa berupa data pretest dan posttest. Teknik statistik yang digunakan yaitu rata-rata (mean), ragam (variansi), dan simpangan baku (standar deviasi) dengan rincian sebagai berikut.

a. Rata-rata (mean)

Rumus untuk menghitung rata-rata adalah sebagai berikut:

̅ ∑

Keterangan:

̅ = rata-rata (mean) = banyaknya sampel

= skor data ke-i b. Ragam (variansi)

Rumus untuk menghitung ragam adalah sebagai berikut:

∑ ̅

Keterangan:

= ragam (variansi) = banyaknya sampel


(63)

48 = skor data ke-i

̅ = rata-rata (mean)

c. Simpangan baku (standar deviasi)

Rumus untuk menghitung simpangan baku adalah sebagai berikut:

√ √∑ ̅

Keterangan:

s = simpangan baku (standar deviasi) = ragam (variansi)

= banyaknya sampel = skor data ke-i

̅ = rata-rata (mean)

Data observasi keterlaksanaan pembelajaran dideskripsikan dengan menginterpretasi penilaian lembar observasi yaitu skor “1” jika aspek yang diamati terlaksana dan skor “0” jika aspek yang diamati tidak terlaksana. Persentase skor lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran dapat dihitung dengan membandingkan jumlah skor pencapaian per indikator dengan jumlah skor maksimal per indikator.

2. Uji Asumsi atau Uji Prasyarat Analisis

Uji asumsi atau uji prasyarat analisis dilakukan sebagai syarat sebelum dilakukan pengujian terhadap hipotesis. Uji asumsi dalam penelitian ini yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.


(64)

49 a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data masing-masing kelompok eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kolmogorov-Smirnov. 1) Hipotesis

: data berasal dari populasi yang berdistribusi normal : data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal 2) Statistik Uji

| |

dengan

∑ dan

̅

Keterangan:

: distribusi frekuensi kumulatif

: frekuensi kumulatif ke-i

∑ : jumlah frekuensi : data ke-i

̅ : rata-rata

: simpangan baku 3) Taraf Signififikansi = 0,05 4) Kriteria Keputusan

Kriteria keputusan yang diambil yaitu diterima jika . Uji normalitas dengan uji Kolmogorov Smirnov ini dapat dilakukan dengan bantuan


(65)

50

software SPSS 21. Kriteria keputusannya yaitu diterima jika nilai signifikansi lebih dari 0,05.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan utuk mengetahui kesamaan varians dari kedua kelompok eksperimen. Uji homogenitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Levene’s.

1) Hipotesis

(kedua data homogen)

(kedua data tidak homogen) 2) Taraf Signifikansi = 0,05

3) Statistik Uji

4) Kriteria Keputusan

Kriteria keputusan yang diambil yaitu diterima jika . Uji homogenitas dengan Levene’s ini dapat dilakukan dengan bantuan software SPSS 21. Krietria keputusannya yaitu diterima jika nilai signifikansi lebih dari 0,05. 3. Uji Hipotesis

Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas, selanjutnya dilakukan uji beda rata-rata terhadap prestasi awal pada masing-masing kelompok eksperimen. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata untuk prestasi awal kedua kelompok tersebut. Uji yang digunakan yaitu uji independent sample t-test dengan taraf signifikansi 0,05 pada software SPSS 21.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar biologi siswa antara pembelajaran kooperatif tipe stad dengan metode ekspositori pada konsep ekosistem terintegrasi nilai: penelitian quasi eksperimen di SMA at-Taqwa Tangerang

0 10 192

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe (Student Team Achievement Divisions) STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD

1 6 165

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dalam meningkatkan hasil belajar akidah akhlak: penelitian tindakan kelas di MA Nihayatul Amal Karawang

0 10 156

Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan student team achievement division(stad) ditinjau dari Gaya belajar dan motivasi berprestasi

0 3 167

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DITINJAU DARI KECERDASANINTERPERSONALSISWA

0 58 270

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR PESERTA

0 6 154

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAM ASSITED INDIVIDUALIZATION) DAN TIPE STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA.

0 0 7

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE GUIDED DISCOVERY SETTING STAD (STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION) TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP NEGERI 1 PAKEM.

2 4 115

Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dan Think Pair Share (TPS) Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Motivasi Berprestasi

0 0 8

EFEKRIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT TEAMS-ACHIEVEMENT DIVISIONS) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI MINAT BELAJAR SISWA KELAS VII SMP PIRI SLEMAN

0 0 12