seimbang dengan kemampuannya yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatina masing-masing dibawah perlindungan pemerintah.
b. Asas Certainty asas kepastian hukum: Semua pungutan pajak harus
berdasarkan Undang - undang, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum, mulai dari subjeknya, besarnya pajak
dibayar, dan juga ketentuan mengenai waktu pembayarannya.
c. Asas Convinience of Payment asas pemungutan pajak yang tepat
waktu atau asas kesenangan: Pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak, misalnya disaat wajib pajak baru menerima
penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
d. Asas Effeciency asas efesien atau asas ekonomis: Biaya pemungutan
pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak melebihi dari hasil pemasukan pajaknya.
5
3. Dasar Hukum Pemungutan Pajak
Dasar hukum pemungutan pajak terdapat dalam pasal 23 ayat 2 Undang-undang dasar tahun 1945, yang berbunyi “Segala pajak untuk keperluan
negara berdasarkan Undang-Undang”. Selanjutnya dalam pasal 23 A Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 bahwa pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
5
Ida Zuraida dan L.Y. Hari Sih Advianto, Penagihan Pajak Pajak Pusat dan Pajak daerah. Jakarta : Global Indonesia. 2011, h. 16.
undang-undang. Dengan mengacu pada pasal tersebut, maka setiap pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang, tidak boleh berdasarkan pada ketentuan
yang tingkatannya lebih rendah dari undang-undang.
6
Selain pasal 23 ayat 2 UUD tahun 1945 dan pasal 23 A perubahan ke tiga UUD Republik Indonesia tahun 1945, masih ada dua ketentuan yang harus
diperhatikan untuk sahnya pemungutan pajak, yakni : Pasal 16 ICW Indische Comptabilities Wet menentukan bahwa penambahan atau pengurangan pajak
tidak mungkin berlaku sebelum hasil penambahan atau hasil perubahan undang- undang pajak tersebut dimasukkan ke dalam APBN pada tahun yang
bersangkutan. Sementara
itu, didalam
pasal 17
ICW Indische
Comptabilities Wet ditentukan bahwa sesuai penghapusan dan penganturan pajak harus dilakukan sesuai dengan undang-undang. Pemberlakuan
mendasarkan pada pasal II aturan perlihan dari Undang-Undang Dasar 1945.
7
4. Pengadilan Pajak
Pengertian pengadilan pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan Kekuasaan kehakiman di Indonesia bagi wajib pajak atau penanggung pajak
yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Dimana yang dimaksud sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dibidang perpajakan antara wajib pajak
dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang
6
Maria Farida Indrianti S, Ilmu Perundang-undangan 1, Jakarta : Kansius, 2010, h. 4
7
Muhammad Rusjdi, KUP Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan Edisi Keempat, Jakata : Indeks, 2007, h. 8.
dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan pajak. Itu termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang penagihan
dengan surat paksa. Pengadilan pajak dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Susunan Pengadilan Pajak terdiri atas: Pimpinan, Hakim Anggota, Sekretaris, dan Panitera. Pimpinan Pengadilan Pajak
sendiri terdiri dari seorang Ketua dan sebanyak-banyaknya 5 orang Wakil Ketua. Saat ini Sekretaris merangkap tugas Kepaniteraan sebagai Panitera. Pembinaan
serta pengawasan umum terhadap Hakim Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung. Sedangkan pembinaan organisasi, administrasi, dan
keuangan ditanggulangi oleh Kementerian Keuangan.
8
Selain itu, ada Undang- Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, secara tegas
dinyatakan bahwa putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.
9
5. Ketetapan Pajak
Prinsip self-assessment dalam pemenuhan kewajiban perpajakan adalah bahwa Wajib Pajak WP diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar sendiri, dan melaporkan pajak yang terutang sesuai ketentuan
8
Tjia Siauw Jan, Pengadilan Pajak : Upaya Kepastian Hukum dan Keadilan Bagi Wajib Pajak, Cetakan Pertama, Bandung : Alumni 2013, h. 85.
9
Y. Sri Pudyatmoko, Pengadilan dan Penyelesaian Sengketa di Bidang Pajak, Edisi Revisi, Cetakan Pertama, Jakarta : Gramedia 2009, h. 51.
perpajakan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam SPT tercantum dalam Pasal 3 ayat 1 UU KUP yang berbunyi sbb :
“Setiap WP wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang
Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktur Jendral Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang
ditetapkan.”. Sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang dipercayakan pada
wajib pajak sendiri melalui Surat Pemberitahuan SPT yang disampaikannya. Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas kepada wajib pajak tertentu
yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak. Dimana fungsi
Ketetapan Pajak sebagai betrikut : a. Koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan
STP Wajib Pajak, b. Sarana untuk mengenakan sanksi,
c. Sarana untuk menagih pajak, d. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar,
e. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.
B Pajak Penghasilan Pasal 21
Pajak Penghasilan Pasal 21 atau PPh 21 adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam tahun berjalan, melaui pemotongan oleh pihak ketiga yaitu pemberi
kerja atau bendaharawan pemerintah atau dana pensiun atau badan lain atau penyelenggara pemerintah yang merupakan anjuran pajak yang boleh
dikreditkan terhadap PPh yang terutang untuk tahun pajak bersangkutan, kecuali PPh yang bersifat final.
PPh sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi, pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorium,
tunjangan, dan pembayaran lain PMK No.252PMK.032008.
10
dengan dasar hukum antara lain adalah :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
No. 16 Tahun 2009. 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
3. Keputusan Menteri
Keuangan Republik
Indonesia Nomor
541KMK.042000 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184PMK.032007
tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyeroran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran,
10
Siti Resmi, Perpajakan Teori dan Kasus Edisi 8, Buku 1, Jakarta : Salemba Empat, 2014, 180
Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254PMK.032008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai
Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.
11
1. Pembayaran Pajak Melalui Potongan Pihak Lain
Pembayaran PPh terutang dilakukan oleh Wajib Pajak pada sarta penerimaan penghasilan melalui pemotongan atau pungutan pajak oleh pihak lain
yang membayarkan penghasilan. Pihak lain yang mempunyai kewajiban memotong PPh. Pada saat memberikan penghasilan kepada Wajib Pajak tersebut
berkedudukan sebagai pemotong pajak. Pemotong pajak sesuai ketentuan Pasal 1 UU Nomor 16 Tahun 2009
Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan UU KUP, termasuk sebagai Wajib pajak, sehingga memepunyai hak dan kewajiban perpajakan.
Pemotongan pajak yang tidak melakukan pemotongan pajak dikenakan sanksi adminstratif perpajakan menurut UU KUP, yaitu membayar pajak yang
seharusnya dipotong ditambah dengan sanksi administrasi perpajakan.
11
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31PJ2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57PJ2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 2126
Pemotong pajak harus memberikan bukti potong sebagai pembayaran pajak atau kredit pajak bagi Wajib Pajak yang dipotong. Pemotong pajak
mempunyai kewajiban untuk membayarkan pajak yang telah dipotong tersebut ke kas negara melalui bank persepsi bank yang ditunjuk menerima pembayaran
pajak. Setelah melakukan pembayaran pajak, pemotong pajak wajib melaporkan bukti potong dan pembayaran pajak tersebut ke kantor pelayanan pajak tempat
pemotong pajak terdaftar. Bukti potong yang dipergunakan oleh Wajib Pajak penerima penghasilan sebagai kredit pajak akan dikonfirmasi dengan pelaporan
bukti potong oleh pemotongan pajak. Pembayaran pajak selekasnya pada saat diperolehnya penghasilan sesusai dengan asas ”pay as you earn”, yaitu bayarlah
pada saat memperolah pengasilan.
12
2. Dasar Hukum Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983, yang di ubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991, kemudian diubah
lagi dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1994, kembali diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, dan terakhir di ubah Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-undang
12
Wirawan B. Ilyas dan Rudy Suhartono, Hukum Pajak Material 1 Seri Pajak Penghasilan, Cetakan Pertama, Jakarta : Salemba Humanika, 2011, h. 119
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008.
13
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009.
14
C Hak Serta Kewajiban
1. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Undang-undang pajak yang berlaku di Indonesia mengatur hak dan kewajiban wajib pajak. Keberadaan wajib pajak orang pribadi dakan negeri
adalah pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berhubungan denga kedudukannya sebagai wajib pajak. Hak-hak dan keajiban-keawjiban yang
timbul tentunya tidak dapat dilepaskan dari sistem yang berlaku. Karena sistem perpajakan yang di tetapkan di Indonesia adalah sistem self assessment
berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, maka hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang timbul disesuiankan berdasrkan ketentuan tersebut. Hak-hak yang melekat pada wajib pajak orang pribadi dalam negeri pada
dasarnya sama dengan hak-hak wajib pajak pada umumnya. Adapun hak-hak tersebut di antaranya ialah :
13
Undang-Undang PPh dan Peraturan Pelaksanaannya. KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Direktorat Penyuluhan, Pelayanan,
dan Hubungan Masyarakat. 2013 Nomor: PJ.091PPhUU0012013-00
14
Mardiasmo, Pepajakan Edisi Revisi 2011 Cetakan VI, Jogyakarta : Andi, 2011, h. 21
a. Hak Untuk Meghitung Pajak Sendiri Setiap wajib pajak berhak menghitung besarnya pajak ynag terutang
setiap tahunnya yang berhak dilakukan dengan mengisi Surat Pemberitahuan SPT. Perhintgan tersebut bersifat final kecuali apabila Kantor Pelayanan
Pajak KPP memiliki data dan atas data tersebut dilakukan pemeriksaan terhadap keberatan pengisian data oleh wajib pajak.
15
b. Hak Melakukan Pembetulan Surat Pemberitahuan SPT Dalam menghitung besarnya pajak terutang yang dilakukan sendiri,
kesalahan mungkin saja timbul. Untuk itu berdasarkan pasal 8 Undang- undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Umum Perpajakan, wajib pajak berhak melakukan pembetulan dengan menyampaikan peryataan tertulis selama Direktorat Jenderal Pajak
belum melakuka pemeriksaan atau setelah dilakukan tindakan pemeriksaan tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan
16
c. Hak Mengajukan Permohonan Restitusi dan Memperoleh Pembayaran Restitusi
Setiap wajib pajak yang mengajukan perhitungan kelebihan pembayaran pajak berhak atas minta restitusi pengembalian. Dalam pasal 17
B Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan disebutkan bahwa apabila dalam
15
Mardiasmo, Pepajakan Edisi Revisi, Cetakan Keenam, Yogyakarta : Andi, 2011, h. 157.
16
B. Boediono, Perpajakan Indonesia, Jakarta : Diadit Media, 2001, h. 96.
waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi diberikan, KPP tidak memberikan jawaban maka permohongan tersebut dikatakan terkabul. Tanggal diterimanya
permohonan restitusi yang disertakan ada STP adalah tanggal ketika STP disampaikan. Wajib pajak yang permohongann restitusinya dikabulkan
mendapat restitusi paling lambat satu bulan setelah jangka waktu 12 bulan tersebut berakhir dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
Apabila SKPLB terlambat diterbitkannya maka wajib pajak di beri imbalan bunga sebesar 2 sebuan sejak berakhirnya jangka waktu tersebut sampai di
terbitkan SKPLB.
17
d. Hak Untuk Mengajukan Keberatan Wajib pajak dapat menilai bahwa hasil pemeriksaannya yang
dilakukan oleh aparat pajak adalah tidak benar. Berdasarkan pasal 25 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan, wajib pajak dapat mengajukan keberatan secara tertulis atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Nihil dan pemotonga atau pemungutan oleh pihak
ketiga berdasrkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Berdarasarkan pasal 26 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan, wajib pajak
17
http:www.pajak.go.idcontentarticlerestitusi-pengembalian-pendahuluan-pajak- kemudahan-administrasi-ataukah-loophole di akses tanggal 23 April 2015
berhak mengetahui atas jawaban setelah diajukannya keberatan paling lambat 12 bulan sejak keberatan diterima. Apabila KPP tidak memberikan
keputusan, maka keberatan dianggap dikabulkan.
18
e. Hak Megajukan Permohonan Banding Apabila wajib pajak masih tidak puas atas keputusan Direktorat
Jendral Pajak, maka berdasrkan pasal 27 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan,
wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding yang dibuat secara tertulis dan ditujukan kepada badan peradilan pajak.
Selain memiliki hak-hak yang telah disebutkan di atas, wajib pajak memiliki kewajiban-kewajiban yang harus di penuhi sehubungan dengan di
terapkannya sistem self assessment,.
19
yaitu sebagai berikut : a. Mendaftarkan Diri Sebagai Wajib Pajak
Mendaftarkan diri sebagai wajib pajak adalah kewjiban awal bagi setiap subjek pajak yang telah memenuhi tatbestand, seseuai dengan ketentuan
pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan. Pendaftaran dilaksanakan di
KPP di tempat wajib pajak berdomisili, atau bertempat tinggal bagi wajib pajak orang pribadi. Mereka yang dikecualikan dari keawjiban untuk
mendaftarkan diri adalah :
18
B. Boediono, Perpajakan Indonesia Cetakan I, h. 97.
19
Siti Resmi, Perpajakan Teori dan Kasus Edisi 8 Buku 1, h. 23.
1 Yang tidak mempunyai penghasilan lain selain penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan dari satu pemberi kerja, 2
Yang mempunyai penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak PTKP,
3 Wanita kawin bersuami, meskipun wanita tersebut memiliki
penghasilan sendiri, kecuali dalam perkawinannya di ikat dengan suatu perjanjian seperti pemisahan harta dan penghasilan,
4 Anak yang masih belum dewasa
b. Mengambil, Mengisi dan Menyampaikan SPT Setiap wajib pajak menambil sendiri SPT, mengisi dengan benar, jelas,
transparan, dan di tanda tangani dan selanjutnya disampaikan ke KPP dimana wajib pajak berdomisili atau dikirimkan melalui kantor pos,
pengisian melalui web dirjen pajak atau dengan cara lain yang diatur dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak. Ketentuan tersebut diatur dalam pasal 3
dan pasal 6 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan.
20
c. Melunasi Pajak Terutang Dalam mengisi SPT sekaligus mengisi menghintung besarnya pajak yang
terutang terdapat kemungkinan kurang bayar, nihil atau lebih bayar. Apabila kurang bayar, maka wajib pajak harus melunasi kekuarangan tersebut paling
lambat 1 satu bulan pajak atau bagian bulan pajak berakhir, atau sebelum
20
Mahirot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Formal, Yogyakarta: Graha Ilmu 2010, h. 55.
surat pemberitahuan itu disampaikan. Apabila memang terlambat Pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud, yang dilakukan
setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 dua persen per bulan yang
dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 satu bulan. Hal
tersebut diatur dalam pasal 9 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan.
21
d. Menyelenggarakan Pembukuan Berdasarkan pasal Pasal 14 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan PPh, wajib pajak pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, wajib menyelenggarakan pembukuan kecuali
bagi wajib pajak yang menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma penghitung Penghasilan Neto dengan menggunakan Keputusan
Direktur Jendral Pajak No. KEP 536PJ2000, dan wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
e. Membantu Mempermudah Saat Pemeriksaan Ketentuan pasal 29 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, menyebutkan bahwa dalam pemeriksaan, wajib pajak harus membantu kelancarannya
21
Thomas Sumuran, Tax Review dan Strategi Perencanaan Pajak Cetakan I, Jakarta : Indeks, 2013, h. 63.
dengan cara
memberikan keterangan
yang sebenar-benarnya,
memperlihatkan pembukuan, memberi kesempatan kepada petuagas untuk memasuki ruangan tertentu yang berhubungan dengan pemeriksaan dan
meniadakan kerahasiaan selama pemeriksaan tersebut berlangsung.
22
2. Upaya Hukum Wajib Pajak
a. Banding Banding yang diajukan ke Pengadilan Pajak ini merupakan upaya
hukum lanjutan yang diajukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak. Bandiang diajukan terhadap keputusan dari pejabat yang berwenang,
misalnya berkaitan dengan keputusan atas upaya hukum keberatan. Akan tetapi harap dipahami di sini bahwa yang dinamakan upaya hukum
banding beroep tidak sama persis dengan upaya hukum banding pada Peradilan Umum ataupun Peradilan Tata Usaha Negara. Banding diatur
dalam Bab IV Bagian Kedua, yakni Pasal 35 sampai dengan Pasal 39 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002, dan diatur pula dengan Pasal 27
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007.
23
b. Gugatan
22
Bohari, Pengantar Hukum Pajak, Jakarta : PT Raja Gravindo Persada,2004, h. 78
23
Tjia Siauw Jan, Pengadilan Pajak : Upaya Kepastian Hukum dan Keadilan Bagi Wajib Pajak, Cetakan Pertama Bandung : Alumni 2013, h. 97.
Dalam bidang pajak, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002, wajib pajak atau penanggung pajak dapat
mengajukan gugatan. Gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 7 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 diberikan batasan sebagai upaya
hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak terhadap pelaksanaan Penagihan Pajak atau terhadap keputusan hakim pajak
yang dapat diajukan gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
24
c. Peninjauan kembali Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985, ketentuan yang
mengatur pemeriksaan terhadap upaya hukum peninjauan kembali diatur dalam Bagian Keempat tentang Pemeriksaan Peninjauan Kembali Putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yakni dari Pasal 66 sampai dengan Pasal 77. Pengajuan Permohonan peninjauan kembali
dapat dilakukan baik oleh pihak penggugat atau pembanding, maupun oleh pihak tergugat atau terbanding. Untuk cara pengajuan permohonan
peninjauan kembali yang diajukan oleh pihak tergugat atau terbanding, pihak Direktorat Jenderal Pajak telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Tata Cara
Penanganan Peninjauan Kembali atas Putusan pengadilan Pajak ke Mahkamah Agung tanggal 9 juni 2003.
24
Tjia Siauw Jan, Pengadilan Pajak : Upaya Kepastian Hukum dan Keadilan Bagi Wajib, h. 99.
3. Wewenang dan Kewajiban Aparat Pajak Fiskus
Aparat pajak merupakan alat pemerintah dalam memungut pajak dan masyarakat. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, wewenang aparat pajak diantaranya adalah :
a. Melakukan Penyuluhan Kepada Wajib Pajak Penyuluhan dilaksanakan dalam rangka pemenuhan kewajiban
perpajakannya. Perlu disadari bahwa peranan penyuluhan sesungguhnya sangat fundamental. Optimalisasi peranan penyuluhan perpajakan adalah
bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD
45 yaitu membangun suatu masyarakat khususnya masyarakat wajib pajak yang cerdas, jujur, patriotik
dan benar-benar menyadari peranannya dalam pembangunan bangsa dan negara. self assessment
menghendaki peranan positif wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Konsekuensinya dari sistem tersebut
adalah bahwa aparat pajak berkwajiban mendukung upaya-upaya bagi lancarnya
kegiatan wajib
pajak melalui
penyuluhan-penyuluhan perpajakan.
25
Penelitian dan pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat pajak berdasarkan pasal 29 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan meliputi :
25
Wewenang Aparat
Pajak :
http:pandupajak.orgliterasipajak.php?page=detail- artikelid=681 di akses tanggal 23 April 2015
1 Verivikasi lapangan maupun di kantor 2 Pemeriksaan lapangan
Setelah penelitian dan pemeriksaan dilakukan maka langkah selanjutnya adalah menindak lanjuti hasil verivikasi atau penelitian dengan
menerbitkan surat ketetapan pajak berdasarkan ketentuan dalam Undang- Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Umum
Perpajakan sebagai realisasi dari sanksi administrasi berupa Surat tagihan Pajak berdasarkan pasal 13, ayat 1. Surat Ketetapan Pajak Kurang bayar
berdasarkan pasal 15, Surat Ketetapan pajak Nihil Berdasarkan pasal 17A dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar berdasarkan pasal 17.
26
b. Melakukan Penyidikan Berdasarkan pasal 44 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan, Pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jendral pajak diberi wewenang tindak pidana di
Bidang perpajakan, sebagai mana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Pidana yang berlaku.
c. Melakukan Penagihan Pajak Dalam pasal 18 Undang-undang Nomor 16 tahun 2009 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan disebutkan bahwa Surat Tagihan pajak STP, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB, Surat
26
B. Boediono, Perpajakan Indonesia, Jakarta : Diadit Media, 2001, h. 108
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan SKPKBT dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
putusan banding yang
menyebutkan pajak yang harus dibayar bertambah merupakan dasar dan penagihan pajak.
Selain kewewenangan-kewenangan yang telah disebutkan diatas, aparat pajak juga dibebani oleh kewajiban-kewajiban yang meliputi umum dan
kewajiban khusus.
27
Kewajiban umum aparat dalam melayani kebutuhan wajib pajak merupakan konsekuensi dari keberadaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban
tersebut diantaranya adalah : 1 Melayani wajib pajak dalam pendaftaran sebagai wajib pajak ;
2 Melayani wajib pajak dalam mengambil dan menyampaikan SPT, termasuk SPT PPh Tahunan dan PPh Masa;
3 Melayani wajib pajak dalam menyampaikan permohonan restitusi, kompensasi, cicilan atas tunggakan pajak, dan mengajukan keberatan
termasuk menyampaikan banding; 4 Melayani wajib pajak dalam mengajukan pembetulan atas SPT yang telah
disampaikan; 5 Kewajiban
menerbitkan surat-surat
keputusan berkenaan
dengan permohonan restitusi, permohonan keberatan, penerapan norma perhitungan
dan izin penggunaan pembukuan dengan bahasa asing. 6 Melayani wajib pajak yang mengajukan permohonan penghapusan NPWP.
27
Mardiasmo, Pepajakan Edisi Revisi, Cetakan Keenam, Yogyakarta : Andi, 2011, h. 147.
Kewajiban khusus bagi aparat pajak adalah untuk tidak memberitahukan kepada yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan
kepadanya oleh wajib pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaan-nya untuk menjalankan peraturan perundang-undangan perpajakan rahasia jabatan. Hal ini
diatur dalam pasal 34 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan.
28
28
Penjelasan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009
41
BAB III PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA SENGKETA PAJAK PT.
MONAGRO KIMIA
A. Posisi Kasus
Adanya suatu kasus yang menyangkut sengketa pajak terjadi pada tahun 2007, dimana PT. MONAGRO KIMIA merupakan perusahaan asisng
atau swasta, yang begerak dalam bidang pupuk dan pangan ternak, dalam kegiatan usahanya tersebut setelah mengkaji atau menghitung kembali
pajaknya, merasa PT. MONAGRO KIMIA pembayaran pajak yang dilakukan tahun 2006 menunjukan posisi lebih bayar sebesar Rp 8,738,888,746.
terbilang Delapan Miliar Tujuh Ratus Tiga Puluh Delapan Juta Delapan Ratus Delapan Puluh Delapan Ribu Tujuh Ratus Empat Puluh Enam Rupiah.
Dengan alasan terebut maka pihak PT. MONAGRO KIMIA mengajukan SPT Tahunan PPh Badan tersebut kepada Kantor Pelayanan
Pajak Penanaman Modal Asing Satu KPP PMA I pada tanggal 13 Juli 2007 dan diterima oleh kantor KKP PMA I. Sebelumnya KPP PMA I menerbitkan
Surat Perintah
Pemeriksaan Pajak
SP3 No.
PRINT-PSL- 330WPJ.07KP.02052007 tertanggal 30 Mei 2007 dengan tujuan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Tahun Pajak 2006 yang meliputi semua jenis pajak. Pada tanggal 11 Agustus 2008 hasil yang
dilakukan oleh fiskuspegawai pajak yang datang untuk memeriksa sebagaimana kepatuhan wajib pajak, menyatakan dengan surat Nomor:
000422010605208 tanggal 11 Juli 2008. Bahwasanya PT. MONAGRO
KIMIA memiliki perbedaan atau selisih dalam penghitungan PPh 21nya pada tahun pajak 2006.
Tabel 1.1 Hasil Keterangan Pajak Kurang Bayar PPh Pasal 21 PT MONAGRO
KIMIA Nomor: 000422010605208 tanggal 11 Juli 2008.
Atas hasil tersebut PT. MONAGRO KIMIA tidak sependapat dengan hasil fiskus, bahwasanya oleh karena itu PT. MONAGRO KIMIA
mengajukan upaya hukum pertama dalam sengketa pajak yaitu keberatan kepada KPP PMA I pada tanggal 3 September 2008 melalui surat
permohongan Nomor : MKSep-0857 tertanggal 3 September 2008. Dengan surat tersebut KPP PMA I menanggapi hal tersebut dengan
menerbitkan Keputusan Terbanding Nomor: KEP-695PJ.072009 tanggal 1 September 2009 tentang keberatan atas SKPKB PPh 21
Nomor: 000422010605208 tanggal 11 Juli 2008, terbanding menolak atas tindakan
keberatan tersebut. Dengan hasil :
Tabel 1.2 Hasil Keputusan Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing
Nomor: KEP-695PJ.072009 tanggal 1 September 2009
Bahwa perlu diketahui bahwa selama proses keberatan, peneliti telah mengirimkan undangan untuk
diskusi dengan surat Nomor:S-3621 PJ.07112009 tanggal 21 April 2009 yang PT. MONAGRO KIMIA terima
pada tanggal 29 April 2009. Namun, dikarenakan keterlambatan pengiriman undangan tersebut, pihak dari PT. MONAGRO KIMIA tidak dapat
menghadiri diskusi dengan peneliti fiskus pajak. Hal tersebut pun telah sampaikan kepada Peneliti.
Dimana selanjutnya, peneliti fiskus dari KPP PMA I kembali mengirimkan undangan dengan surat Nomor: S-4575PJ.07112009 tanggal
5 Juni 2009, yang terima pada tanggal 23 Juni 2009 oleh pihak yang terkait yaitu PT. MONAGRO KIMIA untuk dapat menghadiri undangan Peneliti
tersebut. Namun undangan tersebut ternyata tidak untuk mendiskusikan materi keberatan dan setelahnya PT. MONAGRO KIMIA diminta untuk
menandatangani Daftar Hasil Akhir Penelitian Keberatan tanpa adanya diskusi terlebih dahulu, hasil ini dinggap telah menyalahi aturan yang ada
oleh PT. MONAGRO KIMIA sebagaimana hukum tidak berjalan sesuai yang diharapkan.
B. Putusan Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put 38985 PP M.IV 10 2012
Dalam hal ini PT. MONAGRO KIMIA melakukan upaya hukum seusai dengan pasal 23 ayat 1 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan yaitu dengan banding. Sesuai dengan pasal 36 ayat 4 Undang-Undang Pengadilan Pajak, sebelumnya wajib pajak diwajibkan
membayar 50 lima puluh persen dari utang pajaknya sebagai prasayarat sebelum mengajukan permohonan banding. Hal ini dinyatakan bahwa PT.
MONAGRO KIMIA sebagai Pemohon Banding. Dalam dalil-dalil alasan koreksi terbanding yang diajukan kepada
pengadilan pajak, pada pokoknya mengajukan dalil-dalil gugatan sebagai berikut. Bahwa selisih tersebut diperhitungkan sebagai koreksi obyek pajak
dan dialokasikan pada KPP PMA I Jakarta dan KPP Madya Tangerang.