Penyelesaian Kasus Putusan MA. Nomor. 574BPKPJK2013
dengan ini merupakan hasil dari kesalahan hitung atau SPT Tahunan, mungkin terdapat kekeliriuan atau kesalahan dalam pengisian dari pihak PT.
MONAGRO KIMIA dalam perihal pajak PPh 21, sistem penerapan dari sistem self assesment dari PT. MONAGRO KIMIA kurang tepat dalam
menghitung besarnya pajak yang terkait dalam pengeluran pajak mereka. Bahwasanya apabila berdasarkan pembetulan SPT, ternyata terdapat
kekurangan pembayaran pajak, maka terhadap Wajib Pajak dikenakan sanksi bunga berdasarkan Pasal 8 Ayat 2 dan Ayat 2a Undang-Undang Ketentuan
Umum Perpajakan. Selanjutnya dimana fakta dari persidangan Mahkamah Agung
menunjukkan bahwa sebagian besar Wajib Pajak masih enggan membayar pajak dengan benar, karena menggangap perhitungan sudah benar. Mereka
akan selalu berusaha untuk mengelak dari pembayaran pajak. Oleh karena itu, dalam sistem self assessment ini keberadaan basis data perpajakan yang
lengkap dan akurat sangat penting bagi Direktorat Jenderal Pajak DJP. Data ini akan digunakan untuk membuktikan bahwa penghitungan,
penyetoran dan pelaporan pajak yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak sudah benar. Apabila diketahui masih salah, maka data tersebut akan
digunakan sebagai dasar tindakan koreksi. Selanjutnya dari segi pembuktian, Pihak pemohohon peninjauan
kembali atau PT. MONAGRO KIMIA yang sebelumnya di saat banding atau pengadilan pajak tidak bisa menunjukan surat kontrak kerja perjanjian
outsourching dengan PT Mulyti Global Adikarindo beserta bukti
pembayarannya. Bahwa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; Buku ke Empat Tentang Pembuktian Dan Daluwarsa; Bab II tentang Pembuktian
Dengan Tulisan; Pasal 1888, menyatakan: Kekuatan pembuktian suatu bukti tulisan adalah pada akta aslinya.
Hakim Mahkamah Agung mengangap bahwasanya bukti yang di perlihatkan pada sidang sekarang mungkin barulah dibuat dalam jangka
waktu setelah Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP- 695PJ.072009 tanggal 1 September 2009 tentang Keberatan atas Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 21 Tahun Pajak 2006 tersebut. Dengan kata lain PT. MONAGRO KIMIA tidak ingin merelakan
sebagian hartanya untuk membayar pajak demi menjaga profit atau keuntungan semata, dan bahwasnya membayar pajak itu termasuk kedalam
pembangunan negara, yang selanjutnya akan dinikmati oleh PT. MONAGRO KIMIA sendiri.
Islam mengajarkan bahwa Allah SWT melarang hamba-Nya saling memakan harta sesamanya dengan jalan yang tidak dibenarkan. Dan pajak
adalah merupakan dzakat dalam islam sama halnya dengan baitulmal pada zaman Rasulullah SAW, maka dari itu jagalah salah satu jalan tersbut agar
terhindar dari yang batil untuk memakan harta sesamanya apabila dipungut tidak sesuai aturan, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat
29:
٢ ٩
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.” [QS An-Nisa : 29] Adapun dalil secara khusus yang mengancam apabila pajak tidak dipungut
dengan benar, karena pajak merupakan suatu kewajiban seperti halnya dzakat maka dari itu Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya pelaku atau pemungut pajak diadzab di neraka” [HR Ahmad 4109, Abu Dawud kitab Al-Imarah : 7]
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak serta
peraturan perundang-undangan
lain yang
bersangkutan, maka dari itu Bahwa alasan-alasan peninjauan kembali tersebut tidak dapat dibenarkan karena pertimbangan hukum.
Maka sesuai dengan keputusan hakim Mahkamah Agung kembali menetapkan dan menguatkan putusan pengadilan jak sebelumnya, bahwa PT
MONAGRO KIMIA dikenakan sanksi bunga administrasi dalam
pembayaran pajak berdasarkan Pasal 8 Ayat 2 dan Ayat 2a dan pasal 18
Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan. “Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan
jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak”
Selanjutnya dimana sanksi tersebut dapat diangsur sesuai dengan pasal 19 ayat 1 dan 2 “Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan
Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang
dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 dua persen per bulan untuk seluruh
masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari
bulan dihitung penuh 1 satu bulan.” “Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda
pembayaran pajak juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 dua persen perbulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan bagian
dari bulan dihitung penuh 1 satu bulan.” Dengan demikian, utusan pengadilan pajak adalah perbuatan hukum
yang dilakukan oleh hakim sebagai akhir dari penyelesaian sengketa pajak
dan merupakan manifestasi dari kewenangannya.
Sekalipun putusan merupakan manifestasi tanggung jawab hakim dalam memeriksa sengketa
pajak. Putusan ditetapkan karena hasil penilaian pembuktian, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, dan keyakinan
hakim.
74