13
1.3 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah diperlukan agar ruang lingkup tidak terlalu luas dan permasalahan peneliti semakin jelas, terarah, dan spesifik, maka pembatasan
masalah yang akan diteliti : nelitian ini bersifat kualitatif-kritis
nelitian ini dilakukan pada iklan garuda Indonesia tahun 2010 rangkat analisis yang digunakan adalah semiologi Roland Barthes signifikasi dua tahap two order of
signification; denotasi, konotasi, dan mitologi.
1.4 Tujuan Penelitian Manfaat penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian 1.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui representasi citra budaya indonesia pada iklan garuda indonesia
2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembungkusan makna di
balik tektualitas iklan garuda indonesia 3.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Sistem Signifikasi makna yang diciptakan oleh kreator iklan.
1.4.2 Manfaat Penelitian
14 1.
Secara teoritis, penelitian ini ditujukan untuk memperkaya khasnah penelitian tentang ilmu komunikasi, khususnya tentang analisis
semiotika
2. Secara praktis, hasil analisis ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca
agar lebih kritis dan dapat memahami makna dan tanda yang
disampaikan dalam sebuah iklan
3. Secara akademis, penelitian ini dapat menjadi sumbangsih kepada
Departemen Ilmu Komunikasi Fisip USU, guna memperkaya bahan
rujukan penelitian dan sumber bacaan. 1.5 Kerangka Teori
Dalam suatu penelitian teori berperan untuk mendorong pemecahan suatu permasalahan dengan jelas dan sistematis. Hal ini sangat berkaitan erat dengan
pengertian teori yakni serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara
merumuskan antar konsep Singarimbun, 1995:37. Sedangkan Kerlinger menjabarkan pengertian teori sebagai suatu
himpunan constuct konsep defenisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel
untuk menjelaskan gejala tersebut Rakhmat, 2004 : 6. Adapun teori-teori yang relevan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1.5.1 Representasi
Representasi merupakan bentuk konkret penanda yang berasal dari konsep abstrak. Representasi dapat berwujud kata, gambar, sekuen, cerita, dsb
15 yang mewakili ide, emosi fakta dan sebagainya. Representasi bergantung pada
tanda dan citra yang sudah ada dan dipahami secara kultural, dalam pembelajaran bahasa dan penandaan yang bermacam-macam atau sitem tekstual secara timbal
balik. Hal ini melalui fungsi tanda ‘mewakili’ yang kita tahu dan mempelajari realitas. Beberapa diantaranya dangkal atau tidak kontreversial-sebagai contoh,
bagaimana hujan direpresentasikan dalam film, karena sebenarnya hujan sulit ditangkap oleh mata kamera dan susah diproduksi.
Beberapa representasi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan budaya dan politik sebagai contoh : gender, bangsa usia, kelas, dst.
Karena representasi tidak terhindarkan untuk terlibat dalam proses seleksi sehingga beberapa tanda tertentu lebih istimewa daripada yang lain, ini terkait
dengan bagaimana konsep tersebut direpresentasikan dalam media berita, film, atau bahkan dalam percakapan sehari-hari. Pada faktanya seperti yang
dikemukakan Dyer 2009:266 bagaimana ‘kita terlihat menentukan sebagian bagaimana kita diperlakukan; bagaimana kita memperlakukan orang lain
didasarkan bagaimana kita melihat mereka dan penglihatan semacam itu datang dari representasi’. Selanjutnya, bagaimana cara representasi diatur melalui
pelbagai macam media, genre, dan dalam pelbagai macam wacana memerlukan perhatian menyeluruh.
Budaya
Kroeber dan Klukohn 1950 mengajukan konsep kebudayaan sebagai kupasan kritis dari definisi-definisi kebudayaan konsensus yang mendekati.
Definisinya adalah : Kebudayaan terdiiri atas berbagai pola, bertingkah laku
16 mantap, pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh
simbol-simbol yang menyususun pencapaiannya secara tersendiri dari kelompok- kelompok manusia, termasuk didalamnya perwujudan benda-benda materi; pusat
esensi kebudayaan terdiri atas tradisi cita-cita atau paham, dan terutama keterikatan terhadap nilai-nilai Soelaeman,2007:21.
Pergeseran kebudayaan manusia terus berlanjut. Gagasan-gagasan kebudayaan terus diciptakan. Pergerakan kebudayaan yang berpusat pada
perkataan ke gagasan kebudayaan yang berpusat pada citra atau bentuk visual, tidak bisa dihindari lagi.
ika
Seorang pakar semiotika kontemporer Umberto Eco memberikan definisi tentang semiotika. Bahwa disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang bisa
dipkai untuk berbohong, karena jika sesuatu tidak bisa dipakai untuk berbohong, sebaliknya itu tidak bisa dipakai untuk apapun juga Denesi, 2010:33.
Charles Saunders Peirce, yang dianggap sebagai pendiri semiotika modern. Ia mendefinisikan semiotika sebagai hubungan antara tanda simbol,
objek, dan makna Morissan, 2009: 28. Tanda mewakili objek referent yang ada di dalam pikiran orang yang meninterpretasikan interpreter. Peirce
menyatakan bahwa representasi dari suatu objek disebut dengan interpretant. Bagi Pierce, tanda “is something whichstands to somebody for something
in some respect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Peirce disebut ground. Konsekuensinya, tanda sign atau representamen
selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretant.
17 Atas dasar hubungan ini, Pierce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang
dikaitkan dengan ground baginya menjadi qualisgn, sinsign dan lesign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar, lemah, lembut,
merdu. Sinsign adalah eksitensi aktual atau benda atau peristiwa yang ada pada tanda; misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh
yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Lesign adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-
hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia Sobur, 2004:41. Charles Morris memudahkan kita memahami ruang lingkup kajian
semiotika yang menaruh perhatian atas ilmu tentang tanda-tanda. Menurut dia, kajian semiotika yang menaruh perhatian atas ilmu tentang tanda-tanda. Menurut
dia, kajian semiotika pada dasarnya dapat di bedakan ke dalam tiga cabang penyelidikan Branches of inquiry yakni sintaktik, semantik, dan pragmatik.
Wibowo, 2011 : 4 1
Sintaktik syntactics atau sintaksis syntax : suatu cabang penyelidikan semiotika mengkaji “hubungan-hubungan formal
diantara satu tanda-tanda yang lain”. Dengan begitu hubungan- hubungan formal ini merupaakan kaidah-kaidah yang
mengendalikan tuturan dan interpretasi, pengertian sintaktik kurang lebih adalah semacam gramatika.
2 Semantik semantics: suatu cabang penyelidikan semiotika yang
mempelajari “ hubungan di antara tandaa-tanda sebelum digunakan dalam tuturan tertentu
18 3
Paragmatik pragmatics : Suatu cabang penyelidikan semiotika yang mempelajari “hubungan di antara tanda-tanda interpreter-
interpreter atau para pemakainya”-pemakaian tanda-tanda. Pragmatik secara khusus berurusan dengan aspek-aspek
komunikasi, khususnya fungsi-fungsi situasional yang melatari tuturan.
1.5.4 Semiotika Komunikasi Visual
Semiotika komunikasi mengkaji tanda dalam konteks komunikasi yang lebih luas, yang melibatkan pelbagai elemen komunikasi, seperti saluran
channel, sinyal signal, media, pesan, kode bahkan juga noise. ‘semiotika komunikasi’ menekankan aspek ‘produksi tanda’ sign production di dalam
pelbagai rantai komunikasi, saluran, dan media ketimbang ‘sistem tanda’ sign system. Didalam semiotika komunikasi, tanda ditempatkan dalam rantai
komunikasi, sehingga mempunyai peran penting dalam penyampaian pesan. Dari sudut pandang semiotika, desain komunikasi visual adalah sebuah
‘sistem semiotika’ khusus, dengan perbendaharaan tanda vocabulary dan sintaks syntagm yang khas, yang berbeda dengan sistem semiotika seni. Di dalam
sistem semiotika komunikasi visual melekat fungsi ‘komunikasi’, yaitu fungsi tanda dalam menyampaikan pesan messaege dari sebuah pengirim pesan
sender kepadaa penerima receiver tanda berdasarkan aturan atau kode-kode tertentu. Fungsi komunikasi mengharuskan ada relasi satu atau dua arah antara
pengirim dan penerima pesan, yang dimediasi oleh media tertentu. Tinarbuko, 2010:xi.
19 Meskipun fungsi utamanya adalah fungsi komunikasi, tetapi bentuk-
bentuk komunikasi visual juga mempunyai fungsi signifikasi signification, yaitu fungsi dalam menyampaikan sebuah konsep isi, atau makna. Fungsi signifikasi ini
bersifat konkret dimuati dengan konsep-konsep abstrak, atau makna,yang secara umum disebut petanda signified.
1.5.5 Semiologi Roland Barthes
Roland barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan stanggered systems, yang memungkinkan untuk di hasilkannya makna yang juga bertingkat-
tingkat, yaitu dengan denotasi denotation dan konotasi conotation. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara
penanda dan petanda, atau antara tanda daan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna ekplisit, langsung dan pasti. Makna denotasi denotative
meaning, dalaam hal ini, adalah makna pada apa yang tampak. Misalnya, foto wajah SBY berarti wajah SBY yang sesungguhnya. Denotasi adalah tanda yang
penandanya mempunyai tingkat konvensi atau kesepakatan yang tinggi. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara
penanda atau petanda, yang didalamnya beroperasi makna tidak ekplisit, tidak langsung dan tidak pasti artinya terbuka terhadap berbagai kemungkinan. Ia
menciptakan makna lapis kedua, yang terbentuk ketika penanda dikaitkan dengan berbagai aspek psikologis, seperti perasaan, emosi atau keyakinan. Misalnya,
tanda bunga mengkonotasikan ‘kasih sayang’ atau tanda tengkorak mengkonotasikan ‘bahaya’. Konotasi dapat menghasilkan makna lapis kedua yang
20 bersifat implisist, tersembunyi, yang disebut makna konotatif connotative
meaning. Selain itu, Roland Barthes juga melihat makna yang lebih dalam tingkatnya,
tetapi lebih bersifat konvensional, yaitu makna-makna yang berkaitan dengan mitos. Mitoas dalam pemahaman semiotika barthes adalah pengkodean makna
dan nilai-nilai sosial yang sebetulnya arbiter atau konotatif sebagai sesuatu yang dianggap alamiah.
1.5.6 Iklan
Iklan adalah bagian penting dari serangkaian kegiatan mempromosikan produk yang menekankan unsur citra. Dengan demikian, objek iklan tidak sekedar
tampil dalam wajah utuh, akan tetapi melalui proses penciotraan, sehingga citra produk lebih mendominasi bila dibandingkan produk itu sendiri. Pada proses ini
cita produk di ubah menjadi citra produk Bungin, 2008:79. Iklan dikategorisasikan sebagai iklan nonkomersial dan iklan komersial.
Iklan nonkomersial adalah iklan yang bersifat pelayanan masyarakat. Iklan komersial ditandai dengan syarat imajinasi dalam proses pencitraan dan
pembentukan nilai-nilai estetika untuk memperkuat citra terhadap objek iklan itu sendiri. Sehingga terbentuk image, semakin tinggi estetika dan citra objek iklan,
maka semakin komersial objek tersebut Bungin,2008:65. Hant dan Seldon mengatakan, periklanan komersial sebagai media publik, dibuat dengan informasi
dan promosi penjualan untuk tujuan pasar.
I.6 Kerangka konsep
21 Kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang bersifat kritis dalam
memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai Nawawi,1995:40. Dalam penelitian ini kerangka konsep yang digunakan yaitu
analisis Semiologi Roland Barthes. Salah seorang ahli teori kunci semiotika, Roland Barthes, mengembangkan
gagasan-gagasan Saussure dan mencoba menerapakan kajian tanda-tanda secara lebih luas lagi 1967. Melalui sebuah karier yang produktif dan menggairahkan
dalam banyak fase budaya, barthes memasukkan fesyen 1990, fotografi 1984 sastra 1987, majalah, dan musik diantara sekian banyak minatnya 1973;1984.
Salah satu keasyikan utamanya adalah “bagaimana makna masuk kedalamcitraimage” Barthes, 1984:32. Dan itulah kunci menuju semiotika :
tentang bagaimana pencipta sebuah citra membuatnya bermakna sesuatu dengan bagaimana kita, sebagai pembaca, mendapatkan maknanya. Stokes, 2006:76
Roland barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan stanggered systems, yang memungkinkan untuk di hasilkannya makna yang juga bertingkat-
tingkat, yaitu dengan denotasi denotation dan konotasi conotation. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara
penanda dan petanda, atau antara tanda daan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna ekplisit, langsung dan pasti. Makna denotasi denotative
meaning, dalaam hal ini, adalah makna pada apa yang tampak. Misalnya, foto wajah SBY berarti wajah SBY yang sesungguhnya. Denotasi adalah tanda yang
penandanya mempunyai tingkat konvensi atau kesepakatan yang tinggi.
22 Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara
penanda atau petanda, yang didalamnya beroperasi makna tidak ekplisit, tidak langsung dan tidak pasti artinya terbuka terhadap berbagai kemungkinan. Ia
menciptakan makna lapis kedua, yang terbentuk ketika penanda dikaitkan dengan berbagai aspek psikologis, seperti perasaan, emosi atau keyakinan. Misalnya,
tanda bunga mengkonotasikan ‘kasih sayang’ atau tanda tengkorak mengkonotasikan ‘bahaya’. Konotasi dapat menghasilkan makna lapis kedua yang
bersifat implisist, tersembunyi, yang disebut makna konotatif connotative meaning.
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca the reader. Konotasi walaupun merupakan sifat asli
tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran
kedua, yang dibangun diatas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies-nya secara
tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama Sobur,2004:69.
Berbagai tingkatan pertandaan ini sangat penting dalam penelitian desain, karena dapat digunakan sebagai model dalam membongkar makna desain iklan,
produk , interior, fesyen yang berkaitan secara implisist dengan nilai-nilai ideologi, budaya, moral, spritual. Tingkatan tanda dan makna barthes ini dapat
digambarkan sebagai berikut : Gambar1.1 Tingkatan Makna Barthes
23
I.7 Operasional Konsep