BAB 6 PEMBAHASAN
6.1. Prevalence Rate Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil
Gambar 6.1. Diagram Pie Prevalence Rate Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Tuhemberua Kabupaten Nias
Utara Tahun 2011
Dari gambar 6.1 di atas dapat dilihat bahwa prevalence rate kejadian anemia
gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 adalah 51,8. Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi anemia pada ibu hamil di
wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 sangat tinggi. Angka ini menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi anemia gizi pada ibu hamil di
Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 yaitu 12,6 dari tahun 2009. Hal ini sesuai dengan penelitian Rohana 2008 yang menggunakan desain
penelitian cross sectional mendapatkan prevalensi anemia pada ibu hamil 59,3 di wilayah Puskesmas Cunda Muara Dua Lhokseumawe Aceh NAD.
15
Hasil penelitian
Universitas Sumatera Utara
Doloksaribu R.2006 dengan desain penelitian cross sectional di Desa Malingas Tongah Kabupaten Simalungun diperoleh proporsi anemia pada ibu hamil 57,1.
18
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Depkes RI dalam rencana aksi pembinaan gizi masyarakat RAPGM tahun 2010-2014 menetapkan ambang batas
masalah kesehatan. Ambang batas untuk prevalensi anemia gizi adalah 20. Pada penelitian ini diperoleh prevalensi anemia gizi pada ibu hamil 51,8 sehingga dapat
disimpulkan bahwa kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas
Tuhemberua Kabupaten Nias Utara merupakan masalah kesehatan masyarakat.
48
6.2. Analisis Bivariat 6.2.1. Hubungan Umur dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil
Gambar 6.2. Diagram Bar Proporsi Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Tuhemberua
Kabupaten Nias Utara Tahun 2011
Dari gambar 6.2 di atas dapat dilihat bahwa proporsi anemia tertinggi pada ibu hamil yang berumur 20 dan 35 tahun yaitu 76,5.
Jumlah ibu hamil terbanyak adalah berumur 20-35 tahun, tetapi prevalence rate kejadian anemia gizi diantara ibu
Universitas Sumatera Utara
hamil yang berumur 20-35 tahun lebih rendah 47,3 dibandingkan prevalence rate ibu hamil yang berumur 20 dan 35 tahun.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian anemia gizi
pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 dengan p=0,027 p 0,05.
Hal ini sejalan dengan penelirian Amiruddin di wilayah kerja Puskesmas Bantimurung Kabupaten Maros tahun 2004 dengan menggunakan desain penelitian
kasus kontrol yang menemukan prevalensi anemia pada ibu hamil yang berumur 20 tahun dan 35 tahun 74,1. Amiruddin menyimpulkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara umur dengan anemia pada ibu hamil.
45
Berdasarkan hasil penelitian Simanjuntak N. 2009 di Badan Pengelola Rumah Sakit Umum BPRSU Rantauprapat diperoleh proporsi anemia pada ibu
hamil pada kelompok umur 20 dan 35 tahun adalah 65,5 sedangkan pada kelompok umur 20-35 tahun 50,4.
19
Ratio Prevalence RP anemia gizi pada umur 20 dan 35 tahun dengan umur 20-35 tahun adalah 1,616 dengan Confidence Interval CI 1,151-2,271. Hal ini
menunjukkan bahwa umur merupakan faktor risiko kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011. Artinya, ibu hamil yang
berumut 20 dan 35 tahun berisiko mengalami anemia 1,6 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil yang berumur 20-35 tahun.
Universitas Sumatera Utara
6.2.2. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil
Gambar 6.3. Diagram Bar Proporsi Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas
Tuhemberua Kabupaten Nias Utara Tahun 2011 Dari gambar 6.3 di atas dapat dilihat bahwa proporsi anemia tertinggi pada ibu
hamil yang berpendidikan rendah yaitu 53,6. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
pendidikan dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 dengan p=0,623 p 0,05.
Hal ini sejalan dengan penelitian Dian dengan desain penelitian cross sectional di Kabupaten Banggai tahun 2008 yang menyimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil.
P revalensi anemia pada ibu hamil yang berpendidikan rendah di Kabupaten Banggai
63,5
14
Universitas Sumatera Utara
Ratio Prevalence RP anemia gizi pada ibu hamil dengan pendidikan rendah dan tinggi adalah 1,099 dengan Confidence Interval CI 0,750-1,612. Hal ini
menunjukkan bahwa pendidikan belum dapat disimpulkan sebagai faktor risiko kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun
2011. Proporsi ibu hamil yang menderita anemia gizi paling tinggi pada kelompok
yang berpendidikan rendah. Pada ibu hamil dengan tingkat pendidikan yang rendah kadang ketika tidak mendapatkan cukup informasi mengenai kesehatannya maka ia
tidak tahu mengenai bagaimana cara melakukan perawatan kehamilan yang baik.
26
6.2.3. Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil
Gambar 6.4. Diagram Bar Proporsi Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Berdasarkan Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas
Tuhemberua Kabupaten Nias Utara Tahun 2011
Universitas Sumatera Utara
Dari gambar 6.4 di atas dapat dilihat bahwa proporsi anemia tertinggi pada ibu hamil yang bekerja yaitu 55,1. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji
chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011
dengan p=0,632 p 0,05. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Tristiyanti 2006 di Kecamatan
Ciampea dengan desain cross sectional yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status pekerjaan dengan kejadian anemia.
47
Ratio Prevalence RP anemia gizi pada ibu hamil yang bekerja dan tidak bekerja adalah 1,875 dengan Confidence Interval CI 0,522-1,465. Hal ini
menunjukkan bahwa pekerjaan belum dapat disimpulkan sebagai faktor risiko kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun
2011. Berdasarkan hasil penelitian Hasnah dan Atik 2003, jenis pekerjaan yang
dilakukan ibu hamil akan berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinannya. Beban kerja yang berlebihan menyebabkan ibu hamil kurang beristirahat, yang berakibat
produksi sel darah merah tidak terbentuk secara maksimal dan dapat mengakibatkan ibu kurang darah atau disebut sebagai anemia.
38
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil, namun proporsi anemia terbanyak pada
kelompok ibu hamil yang bekerja.
Universitas Sumatera Utara
6.2.4. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil
Gambar 6.5. Diagram Bar Proporsi Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Berdasarkan Pendapatan Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas
Tuhemberua Kabupaten Nias Utara Tahun 2011 Dari gambar 6.5 di atas dapat dilihat bahwa proporsi anemia tertinggi pada ibu
hamil yang tergolong miskin yaitu 59,2. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara pendapatan keluarga dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 dengan p=0,038 p 0,05.
Ratio Prevalence anemia gizi berdasarkan pendapatan keluarga adalah 1,538 dengan Confidence Interval CI 0,989-2,392. Hal ini menunjukkan bahwa
pendapatan keluarga belum dapat disimpulkan sebagai faktor risiko kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini sejalan dengan penelitian Hendro di Puskesmas Medan Johor Tahun 2005 dengan desain penelitian cross sectional yang menemukan adanya hubungan
antara pendapatan keluarga dengan kejadian anemia pada ibu hamil.
17
Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang adalah status ekonomi, dalam hal ini adalah daya beli keluarga. Kemampuan keluarga untuk
membeli bahan makanan antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga dan harga bahan makanan itu sendiri. Keluarga dengan pendapatan terbatas
kemungkinan besar kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya, terutama memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya.
8
6.2.5. Hubungan Usia Kehamilan dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil
Gambar 6.6. Diagram Bar Proporsi Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Berdasarkan Usia Kehamilan di Wilayah Kerja Puskesmas
Tuhemberua Kabupaten Nias Utara Tahun 2011 Dari gambar 6.6 di atas dapat dilihat bahwa proporsi anemia tertinggi pada
kehamilan trimester II yaitu 63,2. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji
Universitas Sumatera Utara
chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara usia kehamilan dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun
2011 dengan p=0,224 p 0,05. Kebutuhan zat besi pada trimester I relatif sedikit, yaitu 0,8 mg sehari yang
kemudian meningkat tajam selama trimester II dan III, yaitu 6,8 mg sehari.
5
Hal ini memungkinkan seorang untuk mengalami anemia pada trimester II dan III.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara usia kehamilan dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil, namun proporsi anemia gizi berdasarkan
usia kehamilan paling banyak pada ibu hamil dengan usia kehamilan trimester II yaitu 63,2.
Ratio Prevalence RP anemia gizi pada trimester II dan I adalah 1,360 dengan Confidence Interval CI 0,854-2,168. Ratio prevalence pada trimester II dan
III yaitu 1,389 dengan Confidence Interval CI 0,927-2,083. Hal ini menunjukkan bahwa usia kehamilan belum dapat disimpulkan sebagai faktor risiko kejadian anemia
gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011.
Universitas Sumatera Utara
6.2.6. Hubungan Paritas dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil
Gambar 6.7. Diagram Bar Proporsi Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Berdasarkan Paritas di Wilayah Kerja Puskesmas Tuhemberua
Kabupaten Nias Utara Tahun 2011
Dari gambar 6.7 di atas dapat dilihat bahwa proporsi anemia tertinggi pada ibu hamil dengan paritas
≥4 yaitu 80. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara paritas
dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 dengan p=0,005 p 0,05.
Hal ini sejalan dengan penelitian Amiruddin di wilayah kerja Puskesmas Bantimurung tahun 2004 dengan menggunakan desain penelitian kasus kontrol yang
menyimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara paritas dengan anemia pada ibu hamil.
45
Ratio Prevalence RP anemia gizi pada paritas ≥4 dan 4 adalah 1,756
dengan Confidence Interval CI 1,282-2,406. Hal ini menunjukkan bahwa paritas merupakan faktor risiko terjadinya anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja
Universitas Sumatera Utara
Puskesmas Tuhemberua tahun 2011. Artinya, ibu hamil dengan paritas ≥4 berisiko
mengalami anemia 1,8 kali lebih besar dibandingakan ibu hamil dengan paritas 4. Jumlah anak yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan zat gizi dalam
keluarga.
6
Selain itu makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan
melahirkan akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemia.
12
6.2.7. Hubungan Jarak Kehamilan dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil
Gambar 6.8. Diagram Bar Proporsi Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Berdasarkan Jarak Kehamilan di Wilayah Kerja Puskesmas
Tuhemberua Kabupaten Nias Utara Tahun 2011
Dari gambar 6.8 di atas dapat dilihat bahwa proporsi anemia tertinggi pada ibu hamil dengan jarak kehamilan yang 2 tahun yaitu 60,3. Hasil analisis statistik
dengan menggunakan uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jarak kehamilan dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di
wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 dengan p=0,013 p 0,05.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini sejalan dengan penelitian Amiruddin di wilayah kerja Puskesmas Bantimurung Kabupaten Maros tahun 2004 dengan menggunakan desain penelitian
kasus kontrol yang menyimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara jarak kehamilan dengan anemia pada ibu hamil. Prevalensi anemia pada ibu hamil dengan
jarak kehamilan 2 tahun 66,1.
45
Penelitian Hendro 2005 di Puskesmas Medan Johor dengan desain penelitian cross sectional juga menunjukkan adanya hubungan antara jarak kehamilan dengan
kejadian anemia pada ibu hamil. Proporsi anemia pada ibu hamil dengan jarak kehamilan 2 tahun 56,8.
17
Ratio Prevalence RP anemia gizi pada jarak kehamilan 2 tahun dan ≥2
tahun adalah 1,715 dengan Confidence Interval CI 1,066-2,761. Hal ini menunjukkan bahwa jarak kehamilan merupakan faktor risiko terjadinya anemia gizi
pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011. Artinya, ibu hamil dengan jarak kehamilan 2 tahun berisiko mengalami anemia 1,7 kali lebih
besar dibandingakan ibu hamil dengan jarak kehamilan ≥2 tahun.
Banyak wanita yang tidak sempat memulihkan tenaganya antara jarak kehamilan. Hal ini membuat wanita lebih sering mengalami tingkat kesehatan yang
buruk, komplikasi kehamilan dan persalinan.
40
Berbagai penelitian membuktikan
bahwa status gizi ibu belum pulih sebelum 2 tahun pasca persalinan sebelumnya sehingga belum siap untuk kehamilan berikutnya.
8
Universitas Sumatera Utara
6.2.8. Hubungan Pelayanan Antenatal dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil
Gambar 6.9. Diagram Bar Proporsi Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Berdasarkan Pelayanan Antenatal di Wilayah Kerja Puskesmas
Tuhemberua Kabupaten Nias Utara Tahun 2011
Dari gambar 6.9 di atas dapat dilihat bahwa proporsi anemia tertinggi pada ibu hamil dengan pelayanan antenatal yang tidak baik yaitu 59,7. Hasil analisis statistik
dengan menggunakan uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pelayanan antenatal dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di
wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 dengan p=0,039 p 0,05. Hal ini sejalan dengan penelitian Hendro di Puskesmas Medan Johor Tahun
2005 dengan desain penelitian cross sectional yang menemukan adanya hubungan antara pelayanan antenatal dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Hendro
menemukan proporsi anemia tertinggi pada ibu hamil dengan pelayanan antenatal yang tidak baik yaitu 76,2.
17
Universitas Sumatera Utara
Ratio Prevalence RP anemia gizi pada pelayanan antenatal tidak baik dan baik adalah 1,510 dengan Confidence Interval CI 0,993-2,295. Hal ini menunjukkan
bahwa pelayanan antenatal belum dapat disimpulkan sebagai faktor risiko kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011.
Semua ibu hamil diharapkan mendapat perawatan kehamilan oleh tenaga kesehatan untuk deteksi dini faktor risiko pada kehamilan.
Untuk itu pemeriksaan kehamilan paling sedikit dilakukan 4 kali selama kehamilan, yaitu 1 kali pada
trimester I K1, satu kali pada trimester II, dan dua kali pada trimester III K4. Bidan melakukan pemeriksaan klinis terhadap kondisi kehamilan dan memberikan
informasi kepada ibu hamil, suami dan keluarganya tentang kondisi ibu hamil dan masalahnya.
41
Namun, tingkat kesadaran masyarakat untuk memeriksakan kehamilannya masih cukup rendah. Pada tahun 2010 cakupan K4 di Puskemas
Tuhemberua masih 51,78. Selain itu, pelayanan antenatal yang tidak baik ini disebabkan karena keterbatasan alat misalnya alat ukur Hb sehingga tidak dapat
dilakukan skrining anemia pada ibu hamil.
Universitas Sumatera Utara
6.2.9. Hubungan Konsumsi Tablet Besi dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil
Gambar 6.10. Diagram Bar Proporsi Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Berdasarkan Konsumsi Tablet Besi di Wilayah Kerja Puskesmas
Tuhemberua Kabupaten Nias Utara Tahun 2011
Dari gambar 6.10 di atas dapat dilihat bahwa proporsi anemia tertinggi pada ibu hamil yang tidak mengonsumsi tablet besi 64,8. Hasil analisis statistik dengan
menggunakan uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi tablet besi dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah
kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 dengan p=0,007 p 0,05. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Darlina dengan desain penelitian cross
sectional di Kota Bogor tahun 2002 yang menemukan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi tablet besi dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil.
46
Ratio Prevalence RP anemia gizi pada ibu hamil yang tidak mengonsumsi dan yang mengonsumsi tablet besi adalah 1,650 dengan Confidence Interval CI
1,128-2,413. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi tablet besi merupakan faktor risiko
terjadinya anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua
Universitas Sumatera Utara
tahun 2011. Artinya, ibu hamil yang tidak mengonsumsi tablet besi berisiko mengalami anemia 1,7 kali lebih besar dibandingakan ibu hamil yang mengonsumsi
tablet besi. Selama kehamilan, terjadi peningkatan kebutuhan zat besi. Jumlah zat besi
yang dibutuhkan sekitar 1000 mg selama hamil. Kebutuhan zat besi pada trimester I relatif sedikit, yaitu 0,8 mg sehari yang kemudian meningkat tajam selama trimester
II dan III, yaitu 6,8 mg sehari.
5
Untuk memenuhi kebutuhan zat besi yang cukup tinggi, ibu hamil membutuhkan suplemen zat besi.
Konsumsi zat besi sangat diperlukan oleh ibu hamil yang ditujukan untuk mencegah ibu dan janin dari anemia, dan faktor risiko lainnya. Diharapkan ibu hamil
dapat mengonsumsi tablet besi minimal 90 tablet selama kehamilan. Tablet besi dapat diperoleh ibu hamil secara gratis di puskesmas dan pemberian tablet besi merupakan
salah satu standar minimal pelayanan antenatal. Cakupan pemberian tablet besi di Puskesmas Tuhemberua tahun 2009 masih cukup rendah yaitu 44,66.
Banyak faktor yang mendukung rendahnya tingkat konsumsi tablet besi. Misalnya, wanita hamil sulit mengingat aturan minum tiap hari, minimnya dana
untuk membeli suplemen secara teratur dan efek samping yang tidak nyaman dari tablet besi.
9
Universitas Sumatera Utara
6.2.10. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil
Gambar 6.11. Diagram Bar Proporsi Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Berdasarkan Status Gizi di Wilayah Kerja Puskesmas
Tuhemberua Kabupaten Nias Utara Tahun 2011
Dari gambar 6.11 di atas dapat dilihat bahwa proporsi anemia tertinggi pada ibu hamil dengan status gizi tidak baik yaitu 58,3. Hasil analisis statistik dengan
menggunakan uji chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja
Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 dengan p=0,470 p 0,05. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Darlina dengan desain penelitian cross
sectional di Kota Bogor tahun 2002 yang menemukan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi tablet besi dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil. Darlina
menemukan proporsi anemia pada ibu hamil dengan status gizi tidak baik 52,5.
46
Ratio Prevalence RP anemia gizi pada status tidak baik dan baik adalah 1,167 dengan Confidence Interval CI 0,783-1,738. Hal ini menunjukkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
status gizi belum dapat disimpulkan sebagai faktor risiko terjadinya anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011.
Deteksi Kurang Energi Kronik KEK dengan ukuran LILA yang rendah mencerminkan kekurangan energi dan protein dalam intake makanan sehari-hari yang
biasanya diiringi juga dengan kekurangan zat gizi lain, diantaranya besi. Dapat diasumsikan bahwa ibu hamil yang menderita KEK berpeluang untuk menderita
anemia.
46
6.3. Analisis Multivariat
Berdasarkan analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik berganda diperoleh variabel
dua variabel yang berhubungan dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 yaitu
variabel paritas dan jarak kehamilan. Namun variabel yang memiliki nilai ExpB yang paling besar adalah variabel paritas sehingga paritas merupakan variabel yang
paling dominan berhubungan dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011.
Variabel paritas memiliki nilai ExpB=4,321. Artinya ibu hamil dengan paritas
≥4 berpeluang mengalami anemia gizi sebesar 4 kali lebih tinggi dibandingkan ibu hamil dengan paritas 4.
Setiap mengalami persalinan seorang wanita akan mengeluarkan sangat banyak darah sehingga jika sering melahirkan akan berisiko mengalami anemia.
Kurangnya konsumsi makanan yang mengandung zat besi setelah melahirkan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia pada kehamilan selanjutnya. Selain itu, makin
Universitas Sumatera Utara
sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemia.
12
Untuk menurunkan angka paritas yang tinggi, peningkatan program Keluarga Berencana KB sangat memegang peranan penting. Program KB secara langsung
dapat menurunkan tingkat paritas dan secara tidak langsung dapat menurunkan prevalence rate anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua.
Universitas Sumatera Utara
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan