Reformulasi Produk Minuman Tradisional Berbasis Jahe (Zingiber Officinale Rosc) Berdasarkan Kajian Penerimaan dan Preferensi Konsumen Di Kota Bogor Terhadap Citarasa

(1)

SKRIPSI

REFORMULASI PRODUK MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE (Zingiber officinale Rosc) BERDASARKAN KAJIAN PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN DI KOTA BOGOR TERHADAP CITARASA

Oleh VIVI RUSVIANI

F24102068

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

REFORMULASI PRODUK MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE (Zingiber officinale Rosc) BERDASARKAN KAJIAN PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN DI KOTA BOGOR TERHADAP CITARASA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh VIVI RUSVIANI

F24102068

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

Vivi Rusviani. F24102068. Reformulasi Produk Minuman Tradisional Berbasis Jahe (Zingiber Officinale Rosc.) Berdasarkan Kajian Penerimaan dan Preferensi Konsumen Di Kota Bogor Terhadap Citarasa. Di bawah bimbingan C.Hanny Wijaya dan Budi Nurtama (2007).

RINGKASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerimaan dan preferensi konsumen terhadap minuman tradisional berbasis jahe, mengidentifikasi karakteristik aroma, rasa dan warna minuman tradisional berbasis jahe yang diharapkan konsumen, dan mengembangkan produk minuman tradisional berbasis jahe sesuai dengan preferensi konsumen. Metodologi penelitian ini terbagi atas tiga tahap, yaitu preferensi MTJ untuk optimasi, optimasi MTJ terpilih dan pengujian MTJ formula optimum.

Metode penentuan dan pengambilan responden untuk penelitian ini dilakukan dengan cara sengaja (purposive sampling) dengan pembagian responden berdasarkan perbedaan etnis. Metode yang digunakan dalam optimasi formulasi MTJ adalah Mixture Design (MD). Pengolahan data MD menggunakan perangkat lunak Design Expert (DX) 7.0. Metode analisis yang digunakan adalah metode oven (kadar air dan abu), metode ekstraksi soxhlet (kadar lemak), metode mikro-kjeldahl (kadar protein), metode Luff Schoorl (kadar gula), metode Hunter (warna). Uji Fishbein dan Wilcoxon untuk pengolahan data kuesioner.

Hasil preferensi MTJ mendapatkan bajigur sebagai MTJ yang paling disukai dan sekaligus akan di optimasi formulasinya. Hasil uji skor Evaluasi (ei)

pada tahap ini menunjukkan bahwa rasa pedas (jahe) dengan skor ei 1.17 adalah

sebagai atribut terpenting yang dipertimbangkan konsumen dalam memilih bajigur. Oleh karena itu optimasi lebih ditekankan pada rasa pedas (jahe).

Hasil Mixture Design didapatkan bahwa penggunaan komponen gula merah, jahe dan kopi berpengaruh nyata (signifikan) terhadap skor kesukaan respon warna, rasa manis dan rasa pedas (jahe), sedangkan untuk skor kesukaan respon aroma tidak memberikan pengaruh yang nyata (tidak signifikan). Respon yang signifikan diolah lebih lanjut sehingga didapatkan MTJ formula optimum dengan nilai desirability 0.668. MTJ formula optimum dalam penelitian ini adalah formula A.

Hasil analisis kimia MTJ formula optimum menunjukkan bahwa MTJ formula optimum memiliki kadar air rata-rata 63.05%, kadar abu rata-rata 0.41%, kadar protein rata-rata 1.47%, kadar lemak rata-rata 28.32% pH rata-rata 5.96 dan kadar gula rata-rata 5.81%, sedangkan hasil analisis fisik bajigur formula terpilih terhadap warna menunjukkan bahwa MTJ formula optimum berada pada kisaran warna merah (red) dengan nilai kecerahan rata-rata 46.90 dengan 0Hue rata-rata 48.52.

Hasil uji penerimaan dan preferensi konsumen menunjukkan bahwa MTJ formula optimum dapat diterima oleh konsumen yang berasal dari berbagai etnis Betawi, Jawa, Sumatra, Kalimantan/Sulawesi, dan Sunda. Namun, konsumen terbesar masih tetap berasal dari etnis Sunda (67%). Secara umum konsumen bajigur adalah perempuan (60%). Pembagian berdasarkan usia didapatkan bahwa konsumen bajigur terbesar adalah diantara usia 36-50 tahun (37%). Pembagian


(4)

berdasarkan pekerjaan dan tingkat pengeluaran, konsumen bajigur terbesar adalah konsumen yang tidak bekerja (56%) dan tingkat pengeluaran rata-rata perbulan kurang dari Rp. 500.000 (29%). 71% konsumen bajigur yang tidak bekerja terdiri atas perempuan.

Hasil uji Fishbein menunjukkan bahwa MTJ formula optimum (3.44) lebih disukai dibandingkan bajigur komersil (1.25). Hal ini juga menunjukkan bahwa optimasi yang dilakukan sesuai dengan keinginan responden pada tahap penelitian preferensi MTJ. Tahap preferensi MTJ menunjukkan bahwa responden menyatakan rasa pedas (jahe) sebagai atribut yang paling penting dalam pemilihan bajigur.

Hasil uji Wilcoxon menunjukkan bahwa pada kelompok etnis Betawi dan Kalimantan/Sulawesi tidak ada perbedaan kesukaan pada kedua jenis MTJ (MTJ formula optimum dan bajigur komersil), baik atribut aroma, rasa manis, rasa pedas (jahe), warna maupun secara overall. Etnis Jawa, terdapat perbedaan kesukaan pada atribut aroma, rasa pedas (jahe), warna dan overall terhadap kedua jenis MTJ, sedangkan etnis Sumatra terdapat perbedaan kesukaan pada atribut rasa pedas (jahe) dan overall terhadap kedua jenis MTJ. Etnis Sunda terdapat perbedaan kesukaan atribut rasa manis, rasa pedas (jahe), warna dan overall pada kedua jenis MTJ. Perbedaan penilaian kesukaan kedua jenis MTJ dari masing-masing etnis menunjukkan bahwa ada pengaruh antara skor kesukaan terhadap etnis yang dimiliki responden.


(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

REFORMULASI PRODUK MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE (Zingiber officinale Rosc) BERDASARKAN KAJIAN PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN DI KOTA BOGOR TERHADAP CITARASA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh VIVI RUSVIANI

F24102068

Dilahirkan pada tanggal 23 April 1984 Di Bogor, Jawa Barat

Tanggal Lulus: 31 Januari 2007

Menyetujui,

Bogor, Februari 2007

Prof.Dr. C.Hanny Wijaya, M. Agr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr. Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen ITP


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 23 April 1984, anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan ayahanda Tony Yusman dan Ibunda Hunaenah. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1989-1990 di Taman Kanak-kanak (TK) Tirta Sari Bogor. Tahun 1990 sekolah di Sekolah Dasar Negeri Sindang Sari dan lulus tahun 1996. Pada tahun 1996 melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 1999, kemudian tahun 1999 penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun 2002 penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selain mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis juga aktif di berbagai organisasi seperti HIMITEPA dan aktif diberbagai kegiatan kepanitiaan. Berbagai kegiatan kepanitiaan yang pernah diikuti penulis adalah BAUR 2004, Lepas Landas Sarjana (LLS) 2003, LCTIP XII, dan Seminar and Training HACCP.

Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi dan Penyimpanan Pangan pada tahun 2005-2006. Terakhir penulis melaksanakan kegiatan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, dengan judul “Reformulasi Produk Minuman Tradisional Berbasis Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Berdasarkan Kajian Penerimaan dan Preferensi Konsumen di Kota Bogor Terhadap Citarasa”, di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr. dan Ir. Budi Nurtama M.Agr.


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Karunia, Hidayah dan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitiannya. . Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setingi-tingginya penulis sampaikan kepada sejumlah pihak yang telah berkontribusi secara langsung maupun tak langsung dalam penyelesaian karya ini. Semoga Allah SWT membalas budi baik pihak-pihak yang senantiasa membimbing, membantu dan mendoakan penulis dalam menyalesaikan penelitian dan penyusunan skripsinya. Amin yaa rabbal alamin. Perkenankanlah penulis untuk mengucapkan ucapan terima kasih kepada :

1. Kedua orangtua dan adikku (Sandi) tersayang atas kasih sayang, do’a, dorongan dan kesabaran yang tanpa batas kepada penulis sejak penulis lahir hingga sekarang.

2. Prof. Dr. Ir. C Hanny Wijaya M. Agr atas bimbingan dan nasehat-nasehatnya yang tidak mungkin dapat penulis lupakan. ....

3. Ir. Budi Nurtama M. Agr atas bimbingan, pengarahan dan bantuannya selama penulis menyelesaikan tugas akhir.

4. Dr. Ir. Sukarno, Msc yang telah bersedia menyediakan waktu untuk menguji.

5. Kheri Farhatan Aziz yang dengan kesabarannya telah memberikan dukungan, semangat dan bantuan serta menemani penulis dalam penyelesaiaan skripsi ini.

6. Arti Amrah Tari yang telah memberi bantuan, saran dan kritik dari mulai pembuatan proposal sampai penyelesaiaan skripsi ini. Terima kasih atas kerjasamanya.

7. Maya Kurniawati, Yayah, Astri, Tita, terimakasih untuk semangat dan doa yang selalu kalian berikan kepada penulis.

8. Teman-teman satu bimbingan, Herold, Eko, Andrea, Astuti dan Betrice. 9. Semua golongan C khususnya kelompok C-1 (Deddy, Putra, Hanif dan Ary


(8)

10. Temen-temen TPG 39, Woro (makasih bantuan laptop dan konsumsinya), Evrin dan Dora (makasih bantuan konsumsinya), Ulik dan Dadik (makasih bantuan LCDnya), Bobby, Ijal, Didin, Ajeng., Fafa, Rina, Yudhan, Kanyaka, Yoga, Fahrul, Prasna dan teman-teman TPG 39 lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

11. Seluruh Staf, Laboran dan Teknisi TPG, Pa Wahid, Pa Rojak, Pa Koko, Pa Sidik, Pa Yahya, Pa Sobirin, Pa Gatot, Bu Rubiah, Teh Ida, dan Mas Edi. Dan tak lupa kepada Pa Karna ”Abah” dan Bu Sri.

12. Sahabat-sahabat baikku Ayu, Siska, Febry, Nisa, Uthie, Rifkoh dan Ury. Terima kasih atas warna indah persahabatan kalian.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi, khususnya di bidang pangan.


(9)

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN...

A. LATAR BELAKANG... B. TUJUAN... C. MANFAAT... II. TINJAUAN PUSTAKA...

A. MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE (MTJ) ... B. JAHE (Zingiber officinalle Roscoe) ... C. GULA MERAH... D. SANTAN... E. PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN... F. MIXTURE DESIGN (MD)... III. METODOLOGI PENELITIAN...

A. BAHAN DAN ALAT... B. METODE PENELITIAN...

1. Preferensi Minuman Tradisional berbasis Jahe (MTJ)... 1. Pembuatan dan Pengujian Kuesioner... 2. Penentuan Lokasi dan Responden... 3. Pengumpulan Data... 4. Analisis Data... 2. Optimasi Formulasi MTJ... 3. Pengujian MTJ Formula Optimum... 1. Uji Fisiko-Kimia... 2. Uji Organoleptik (Hedonik)... 3. Uji Penerimaan dan Preferensi konsumen...

iii v vii viii x 1 1 2 2 3 3 7 10 12 13 16 18 18 18 19 19 20 21 21 21 22 22 27 28


(10)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………

A. PENGUJIAN VALIDITAS DAN RELIABILITAS

KUESIONER... B. PENENTUAN JENIS MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS

JAHE (MTJ)... a. Profil Responden... b. Analisis Preferensi Awal Minuman Tradisional berbasis Jahe

(MTJ)... C. MODIFIKASI MTJ TERPILIH (BAJIGUR)...

D . OPTIMASI FORMULASI BAJIGUR, METODE MIXTURE DESIGN... E. UJI FISIKO-KIMIA... F. UJI PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN... a. Profil Responden... b, Analisis Multiatribut Fishbein... c. Uji Wilcoxon... V. KESIMPULAN DAN SARAN...

A. KESIMPULAN... B. SARAN... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN...

30

30

31 31

34 39

48 49 52 52 59 62 65 65 66 67 72


(11)

SKRIPSI

REFORMULASI PRODUK MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE (Zingiber officinale Rosc) BERDASARKAN KAJIAN PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN DI KOTA BOGOR TERHADAP CITARASA

Oleh VIVI RUSVIANI

F24102068

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

REFORMULASI PRODUK MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE (Zingiber officinale Rosc) BERDASARKAN KAJIAN PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN DI KOTA BOGOR TERHADAP CITARASA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh VIVI RUSVIANI

F24102068

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(13)

Vivi Rusviani. F24102068. Reformulasi Produk Minuman Tradisional Berbasis Jahe (Zingiber Officinale Rosc.) Berdasarkan Kajian Penerimaan dan Preferensi Konsumen Di Kota Bogor Terhadap Citarasa. Di bawah bimbingan C.Hanny Wijaya dan Budi Nurtama (2007).

RINGKASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerimaan dan preferensi konsumen terhadap minuman tradisional berbasis jahe, mengidentifikasi karakteristik aroma, rasa dan warna minuman tradisional berbasis jahe yang diharapkan konsumen, dan mengembangkan produk minuman tradisional berbasis jahe sesuai dengan preferensi konsumen. Metodologi penelitian ini terbagi atas tiga tahap, yaitu preferensi MTJ untuk optimasi, optimasi MTJ terpilih dan pengujian MTJ formula optimum.

Metode penentuan dan pengambilan responden untuk penelitian ini dilakukan dengan cara sengaja (purposive sampling) dengan pembagian responden berdasarkan perbedaan etnis. Metode yang digunakan dalam optimasi formulasi MTJ adalah Mixture Design (MD). Pengolahan data MD menggunakan perangkat lunak Design Expert (DX) 7.0. Metode analisis yang digunakan adalah metode oven (kadar air dan abu), metode ekstraksi soxhlet (kadar lemak), metode mikro-kjeldahl (kadar protein), metode Luff Schoorl (kadar gula), metode Hunter (warna). Uji Fishbein dan Wilcoxon untuk pengolahan data kuesioner.

Hasil preferensi MTJ mendapatkan bajigur sebagai MTJ yang paling disukai dan sekaligus akan di optimasi formulasinya. Hasil uji skor Evaluasi (ei)

pada tahap ini menunjukkan bahwa rasa pedas (jahe) dengan skor ei 1.17 adalah

sebagai atribut terpenting yang dipertimbangkan konsumen dalam memilih bajigur. Oleh karena itu optimasi lebih ditekankan pada rasa pedas (jahe).

Hasil Mixture Design didapatkan bahwa penggunaan komponen gula merah, jahe dan kopi berpengaruh nyata (signifikan) terhadap skor kesukaan respon warna, rasa manis dan rasa pedas (jahe), sedangkan untuk skor kesukaan respon aroma tidak memberikan pengaruh yang nyata (tidak signifikan). Respon yang signifikan diolah lebih lanjut sehingga didapatkan MTJ formula optimum dengan nilai desirability 0.668. MTJ formula optimum dalam penelitian ini adalah formula A.

Hasil analisis kimia MTJ formula optimum menunjukkan bahwa MTJ formula optimum memiliki kadar air rata-rata 63.05%, kadar abu rata-rata 0.41%, kadar protein rata-rata 1.47%, kadar lemak rata-rata 28.32% pH rata-rata 5.96 dan kadar gula rata-rata 5.81%, sedangkan hasil analisis fisik bajigur formula terpilih terhadap warna menunjukkan bahwa MTJ formula optimum berada pada kisaran warna merah (red) dengan nilai kecerahan rata-rata 46.90 dengan 0Hue rata-rata 48.52.

Hasil uji penerimaan dan preferensi konsumen menunjukkan bahwa MTJ formula optimum dapat diterima oleh konsumen yang berasal dari berbagai etnis Betawi, Jawa, Sumatra, Kalimantan/Sulawesi, dan Sunda. Namun, konsumen terbesar masih tetap berasal dari etnis Sunda (67%). Secara umum konsumen bajigur adalah perempuan (60%). Pembagian berdasarkan usia didapatkan bahwa konsumen bajigur terbesar adalah diantara usia 36-50 tahun (37%). Pembagian


(14)

berdasarkan pekerjaan dan tingkat pengeluaran, konsumen bajigur terbesar adalah konsumen yang tidak bekerja (56%) dan tingkat pengeluaran rata-rata perbulan kurang dari Rp. 500.000 (29%). 71% konsumen bajigur yang tidak bekerja terdiri atas perempuan.

Hasil uji Fishbein menunjukkan bahwa MTJ formula optimum (3.44) lebih disukai dibandingkan bajigur komersil (1.25). Hal ini juga menunjukkan bahwa optimasi yang dilakukan sesuai dengan keinginan responden pada tahap penelitian preferensi MTJ. Tahap preferensi MTJ menunjukkan bahwa responden menyatakan rasa pedas (jahe) sebagai atribut yang paling penting dalam pemilihan bajigur.

Hasil uji Wilcoxon menunjukkan bahwa pada kelompok etnis Betawi dan Kalimantan/Sulawesi tidak ada perbedaan kesukaan pada kedua jenis MTJ (MTJ formula optimum dan bajigur komersil), baik atribut aroma, rasa manis, rasa pedas (jahe), warna maupun secara overall. Etnis Jawa, terdapat perbedaan kesukaan pada atribut aroma, rasa pedas (jahe), warna dan overall terhadap kedua jenis MTJ, sedangkan etnis Sumatra terdapat perbedaan kesukaan pada atribut rasa pedas (jahe) dan overall terhadap kedua jenis MTJ. Etnis Sunda terdapat perbedaan kesukaan atribut rasa manis, rasa pedas (jahe), warna dan overall pada kedua jenis MTJ. Perbedaan penilaian kesukaan kedua jenis MTJ dari masing-masing etnis menunjukkan bahwa ada pengaruh antara skor kesukaan terhadap etnis yang dimiliki responden.


(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

REFORMULASI PRODUK MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE (Zingiber officinale Rosc) BERDASARKAN KAJIAN PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN DI KOTA BOGOR TERHADAP CITARASA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh VIVI RUSVIANI

F24102068

Dilahirkan pada tanggal 23 April 1984 Di Bogor, Jawa Barat

Tanggal Lulus: 31 Januari 2007

Menyetujui,

Bogor, Februari 2007

Prof.Dr. C.Hanny Wijaya, M. Agr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr. Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen ITP


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 23 April 1984, anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan ayahanda Tony Yusman dan Ibunda Hunaenah. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1989-1990 di Taman Kanak-kanak (TK) Tirta Sari Bogor. Tahun 1990 sekolah di Sekolah Dasar Negeri Sindang Sari dan lulus tahun 1996. Pada tahun 1996 melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 1999, kemudian tahun 1999 penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun 2002 penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selain mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis juga aktif di berbagai organisasi seperti HIMITEPA dan aktif diberbagai kegiatan kepanitiaan. Berbagai kegiatan kepanitiaan yang pernah diikuti penulis adalah BAUR 2004, Lepas Landas Sarjana (LLS) 2003, LCTIP XII, dan Seminar and Training HACCP.

Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi dan Penyimpanan Pangan pada tahun 2005-2006. Terakhir penulis melaksanakan kegiatan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, dengan judul “Reformulasi Produk Minuman Tradisional Berbasis Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Berdasarkan Kajian Penerimaan dan Preferensi Konsumen di Kota Bogor Terhadap Citarasa”, di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr. dan Ir. Budi Nurtama M.Agr.


(17)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Karunia, Hidayah dan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitiannya. . Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setingi-tingginya penulis sampaikan kepada sejumlah pihak yang telah berkontribusi secara langsung maupun tak langsung dalam penyelesaian karya ini. Semoga Allah SWT membalas budi baik pihak-pihak yang senantiasa membimbing, membantu dan mendoakan penulis dalam menyalesaikan penelitian dan penyusunan skripsinya. Amin yaa rabbal alamin. Perkenankanlah penulis untuk mengucapkan ucapan terima kasih kepada :

1. Kedua orangtua dan adikku (Sandi) tersayang atas kasih sayang, do’a, dorongan dan kesabaran yang tanpa batas kepada penulis sejak penulis lahir hingga sekarang.

2. Prof. Dr. Ir. C Hanny Wijaya M. Agr atas bimbingan dan nasehat-nasehatnya yang tidak mungkin dapat penulis lupakan. ....

3. Ir. Budi Nurtama M. Agr atas bimbingan, pengarahan dan bantuannya selama penulis menyelesaikan tugas akhir.

4. Dr. Ir. Sukarno, Msc yang telah bersedia menyediakan waktu untuk menguji.

5. Kheri Farhatan Aziz yang dengan kesabarannya telah memberikan dukungan, semangat dan bantuan serta menemani penulis dalam penyelesaiaan skripsi ini.

6. Arti Amrah Tari yang telah memberi bantuan, saran dan kritik dari mulai pembuatan proposal sampai penyelesaiaan skripsi ini. Terima kasih atas kerjasamanya.

7. Maya Kurniawati, Yayah, Astri, Tita, terimakasih untuk semangat dan doa yang selalu kalian berikan kepada penulis.

8. Teman-teman satu bimbingan, Herold, Eko, Andrea, Astuti dan Betrice. 9. Semua golongan C khususnya kelompok C-1 (Deddy, Putra, Hanif dan Ary


(18)

10. Temen-temen TPG 39, Woro (makasih bantuan laptop dan konsumsinya), Evrin dan Dora (makasih bantuan konsumsinya), Ulik dan Dadik (makasih bantuan LCDnya), Bobby, Ijal, Didin, Ajeng., Fafa, Rina, Yudhan, Kanyaka, Yoga, Fahrul, Prasna dan teman-teman TPG 39 lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

11. Seluruh Staf, Laboran dan Teknisi TPG, Pa Wahid, Pa Rojak, Pa Koko, Pa Sidik, Pa Yahya, Pa Sobirin, Pa Gatot, Bu Rubiah, Teh Ida, dan Mas Edi. Dan tak lupa kepada Pa Karna ”Abah” dan Bu Sri.

12. Sahabat-sahabat baikku Ayu, Siska, Febry, Nisa, Uthie, Rifkoh dan Ury. Terima kasih atas warna indah persahabatan kalian.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi, khususnya di bidang pangan.


(19)

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN...

A. LATAR BELAKANG... B. TUJUAN... C. MANFAAT... II. TINJAUAN PUSTAKA...

A. MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE (MTJ) ... B. JAHE (Zingiber officinalle Roscoe) ... C. GULA MERAH... D. SANTAN... E. PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN... F. MIXTURE DESIGN (MD)... III. METODOLOGI PENELITIAN...

A. BAHAN DAN ALAT... B. METODE PENELITIAN...

1. Preferensi Minuman Tradisional berbasis Jahe (MTJ)... 1. Pembuatan dan Pengujian Kuesioner... 2. Penentuan Lokasi dan Responden... 3. Pengumpulan Data... 4. Analisis Data... 2. Optimasi Formulasi MTJ... 3. Pengujian MTJ Formula Optimum... 1. Uji Fisiko-Kimia... 2. Uji Organoleptik (Hedonik)... 3. Uji Penerimaan dan Preferensi konsumen...

iii v vii viii x 1 1 2 2 3 3 7 10 12 13 16 18 18 18 19 19 20 21 21 21 22 22 27 28


(20)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………

A. PENGUJIAN VALIDITAS DAN RELIABILITAS

KUESIONER... B. PENENTUAN JENIS MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS

JAHE (MTJ)... a. Profil Responden... b. Analisis Preferensi Awal Minuman Tradisional berbasis Jahe

(MTJ)... C. MODIFIKASI MTJ TERPILIH (BAJIGUR)...

D . OPTIMASI FORMULASI BAJIGUR, METODE MIXTURE DESIGN... E. UJI FISIKO-KIMIA... F. UJI PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN... a. Profil Responden... b, Analisis Multiatribut Fishbein... c. Uji Wilcoxon... V. KESIMPULAN DAN SARAN...

A. KESIMPULAN... B. SARAN... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN...

30

30

31 31

34 39

48 49 52 52 59 62 65 65 66 67 72


(21)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Komposisi kimia jahe segar per 100 gram (bb) dan jahe kering per

100 gram (bk)... Tabel 2. Syarat mutu gula palma berdasarkan SNI 01-3743-1995... Tabel 3. Komposisi Kimia Santan Kelapa... Tabel 4. Hasil uji validitas kuesioner……….... Tabel 5. Skor evaluasi (ei) terhadap masing-masing atribut Bajigur pada

tahap preferensi MTJ...……… Tabel 6. Hasil pengujian beberapa janis jahe dalam bajigur... Tabel 7. Hasil pengujian santan dalam bajigur... Tabel 8. Komposisi bajigur dalam formula optimasi... Tabel 9. Rancangan percobaan dan nilai rata-rata atribut sensori bajigur…. Tabel 10. Model ordo terpilih dan persamaan polinomial masing-masing

variabel respon……… Tabel 11. Analisis ragam (ANOVA) masing-masing variabel respon……… Tabel 12. Hasil ANOVA untuk respon skor warna... Tabel 13. Hasil ANOVA untuk respon skor rasa pedas (jahe)... Tabel 14. Hasil ANOVA untuk respon skor rasa manis... Tabel 15. Tiga formula optimum terbaik hasil DX7………...… Tabel 16. Hasil analisis fisiko-kimia bajigur formula terpilih...………. Tabel 17. Skor Evaluasi (ei) terhadap masing-masing atribut Bajigur pada

tahap uji penerimaan dan preferensi konsumen...……... Tabel 18. Skor Keyakinan (bi) terhadap masing-masing atribut Bajigur……..

Tabel 19. Skor sikap (A0) Responden terhadap produk Bajigur………

Tabel 20. Skala Skor Preferensi………. Tabel 21. Hasil uji Wilcoxon untuk bajigur formula terpilih dan komersil

pada berbagai etnis dan atribut bajigur... 9 11 12 30 38 40 40 41 43 44 44 45 45 46 47 49 58 59 60 61 62


(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Diagram alir metodologi penelitian... Gambar 2. Pie Chart persentase jumlah responden pada masing-masing

kelompok etnis………. Gambar 3. Pie Chart persentase responden berdasarkan tingkat usia .… Gambar 4. Pie Chart persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan.. Gambar 5. Pie Chart Persentase responden berdasarkan tingkat

Pengeluaran ... Gambar 6. Diagram batang jumlah responden berdasarkan frekuensi MTJ yang diminum per masing-masing MTJ……… Gambar 7. Diagram batang Jumlah responden berdasarkan jumlah yang

diminum per masing-masing MTJ…………..……….. Gambar 8. Diagram batang Jumlah Responden yang menyukai MTJ

berdasarkan kelompok etnis………... Gambar 9. Diagram batang Jumlah Responden yang menyukai MTJ

berdasarkan jenis kelamin….………... Gambar 10. Pie Chart Persentase preferensi bajigur secara keseluruhan….. Gambar 11. Diagram alir pembersihan jahe... Gambar 12. Diagram alir pembuatan MTJ... Gambar 13. Contour plot Tingkat Desirability terhadap Penerimaan

warna, rasa pedas dan rasa manis………... Gambar 14. 3D surface tingkat desirability terhadap penerimaan warna, rasa pedas dan rasa manis……….. Gambar 15. Bajigur formula optimum... Gambar 16 Diagram batang persentase responden bajigur berdasarkan

jenis kelamin... Gambar 17 Pie Chart persentase responden bajigur berdasarkan tingkatan

usia………

Gambar 18 Pie Chart Persentase Responden Bajigur Berdasarkan 19 31 32 32 33 34 35 36 37 37 41 41 48 49 51 53 53


(23)

Pekerjaan... Gambar 19 Pie chart persentase responden bajigur yang tidak bekerja

berdasarkan jenis kelamin……….. Gambar 20 Pie Chart persentase responden bajigur berdasarkan

pengeluaran rata-rata per bulan………... Gambar 21. Pie Chart persentase responden bajigur berdasarkan frekuensi meminum bajigur per minggu………... Gambar 22. Pie Chart persentase responden bajigur berdasarkan tempat

membeli bajigur……… Gambar 23. Pie Chart persentase responden bajigur berdasarkan jumlah

bajigur yang diminum……….... Gambar 24. Diagram batang persentase penerimaan responden terhadap

produk bajigur formula optimum………. 54

54

55

56

57

57


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Kuesioner sebelum uji validasi dan reliabilitas... Lampiran 2. Nilai r tabel untuk uji validitas dan reliabilitas... Lampiran 3. Hasil uji validasi kuesioner... Lampiran 4. Kuesioner hasil validasi dan reliabilitas untuk preferensi MTJ Lampiran 5. Hasil uji reliabilitas Kuesioner... Lampiran 6. Skor Evaluasi (ei) terhadap masing-masing atribut bajigur...

Lampiran 7. Kuesioner uji organoleptik... Lampiran 8. Kuesioner hasil validasi dan reliabilitas untuk uji penerimaan

dan preferensi bajigur... Lampiran 9. Hasil analisis modol ordo, persamaan polynomial dan

ANOVA DX7... Lampiran 10. Skor sikap (A0) Responden terhadap produk Bajigur...

Lampiran 11 Skor sikap (A0) maksimum dari masing-masing atribut...

Lampiran 12. Hasil uji Wilcoxan masing-masing etnis per atribut dua sampel bajigur... Lampiran 13. Gambar bajigur formula optimasi dan bajigur komersil...

72 75 76 77 80 82 83

84

88 97 98

99 106


(25)

(26)

(27)

(28)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Jahe (Zingiber officinale Rosc) merupakan salah satu komoditas tanaman obat, yang mempunyai prospek yang cukup bagus untuk dikembangkan di pasar dalam negeri, regional maupun internasional. Nilai dari tanaman terletak pada rimpangnya yang umum dikonsumsi sebagai minuman penghangat, bumbu dapur dan penambah rasa dan sebagai bahan baku obat tradisional atau yang lebih populer dengan istilah jamu.

Jahe dapat memberikan rasa hangat oleh karena itu digunakan dalam beberapa minuman tradisional Indonesia (Koswara, 1995). Jahe sebagai minuman penghangat sudah sejak lama dikenal di Indonesia. Minuman-minuman hangat berbasis jahe ini tersebar diseluruh wilayah Indonesia dengan nama yang berbeda. Beberapa nama minuman penghangat berbasis jahe yang sudah cukup dikenal masyarakat Indonesia antara lain adalah wedang jahe, bajigur, sekoteng, bandrek, serbat, dan bir pletok. Perbedaan asal daerah minuman hangat tersebut membuat setiap minuman mempunyai keunikan atau ciri khas masing-masing.

Minuman tradisional Indonesia berbasis jahe sudah dipercaya dapat memberikan efek antioksidan yang tinggi (Yusuf, 2002). Namun, tidak semua konsumen menyatakan kesukaannya terhadap minuman tersebut. Oleh karena itu, perlu diteliti tingkat penerimaan minuman tradisional berbasis jahe oleh konsumen. Sifat sensori suatu bahan pangan merupakan faktor utama yang menentukan penerimaan bahan pangan oleh konsumen, maka penerimaan minuman tradisional berbasis jahe oleh konsumen ditentukan melalui uji sensori.

Pemilihan dan penerimaan suatu bahan pangan oleh seseorang dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik (Stepherd dan Spark, 1994). Hal ini juga berlaku untuk minuman tradisional berbasis jahe. Perbedaan komponen tertentu yang digunakan dalam pembuatan minuman berbasis jahe


(29)

sesuai daerah asalnya dapat memberikan dampak yang berbeda terhadap rasa dan aroma minuman berbasis jahe tersebut. Selain itu, faktor demografi juga berpengaruh terhadap penerimaan sensori oleh konsumen, antara lain status sosial, pengalaman, pengetahuan, jenis kelamin, usia dan keadaan psikologis (Bergier, 1987).

Penelitian tentang minuman tradisional berbasis jahe sampai saat ini sudah banyak dilakukan. Penelitian tersebut sebagian besar membahas masalah teknologi pembuatan dan kandungan gizi dalam minuman (Yusuf, 2002). Akan tetapi penelitian mengenai aspek flavor dan penerimaan sensori minuman tradisional berbasis jahe oleh konsumen belum banyak dilakukan. Menurut Widowati (2004), minuman tradisional Indonesia memiliki potensi dan status sebagai pangan fungsional sehingga perlu dikembangkan agar menjadi minuman yang disukai konsumen. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji penerimaan sensori dan flavor minuman tradisional berbasis jahe oleh konsumen dengan melihat pengaruh penambahan komponen tertentu yang sering digunakan dalam pembuatan minuman tradisional berbasis jahe khas Indonesia.

B. TUJUAN DAN MANFAAT

a. Tujuan

- Mengetahui penerimaan dan preferensi konsumen terhadap minuman tradisional berbasis jahe,

- mengidentifikasi karakteristik aroma, rasa dan warna minuman tradisional berbasis jahe yang diharapkan konsumen, dan

- mengembangkan produk minuman tradisional berbasis jahe sesuai dengan preferensi konsumen.

b. Manfaat

- Memberikan referensi bagi pengolahan minuman tradisional berbasis jahe. - sebagai salah satu upaya pelestarian minuman tradisional Indonesia


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE

Makanan/minuman tradisional adalah makanan atau minuman, termasuk jajanan serta bahan campuran atau ingredients yang digunakan secara tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah atau masyarakat Indonesia (Yusuf, 2002). Biasanya makanan/minuman tradisional diolah dari resep yang sudah dikenal masyarakat setempat dengan bahan yang diperoleh dari sumber lokal dan memiliki cita rasa yang relatif sesuai dengan masyarakat setempat. Disadari atau tidak, banyak makanan/minuman tradisional yang berkhasiat bagi kesehatan. Dilihat dari sifatnya, yaitu memiliki karakteristik sensori, bergizi, dan mempunyai sifat fisiologis berkhasiat bagi kesehatan, maka seharusnya banyak makanan/minuman tradisonal yang dapat dikategorikan sebagai makanan/minuman fungsional (Fardiaz, 1997).

Widowati (2004), mengatakan bahwa minuman tradisional Indonesia memiliki potensi untuk dijadikan minuman fungsional. Berbagai jenis minuman Nusantara yang dapat digolongkan sebagai pangan fungsional antara lain: wedang jahe, wedang secang, wedang jeruk, beras kencur, kunyit asam, bir temulawak, bir plethok, ronde, sekoteng, bandrek, serbat dan dadih. Sebagai minuman fungsional, minuman tradisional Indonesia juga memiliki khasiat yang penting bagi kesehatan, antara lain, dapat menghangatkan tubuh, mencegah masuk angin, batuk, influenza, reumatik, meningkatkan stamina tubuh, melancarkan pencernaan dan anti diare (Widowati, 2004).

Di Indonesia, minuman tradisional umumnya terbuat dari rempah-rempah. Salah satu rempah yang banyak digunakan adalah jahe. Menurut Koswara (1995), jahe dapat memberikan rasa hangat oleh karena itu digunakan dalam beberapa minuman tradisional Indonesia.

Minuman tradisional berbasis jahe adalah minuman khas Indonesia yang menggunakan jahe sebagai bahan utamanya. Minuman ini biasa disajikan dalam keadaan panas atau hangat. Hal ini sangat sesuai dengan fungsinya,


(31)

yaitu sebagai minuman penghangat tubuh. Produk-produk minuman tradisional yang terdapat di Indonesia yang dibuat dari jahe antara lain wedang jahe, bir pletok, bandrek, serbat, sarabba, adon-adon coro, sekoteng, dan ronde. Beberapa diantaranya sudah sangat di kenal masyarakat Indonesia umumnya, yaitu wedang jahe dan bandrek. Dua jenis minuman ini sudah banyak dipasarkan dalam bentuk instan. Hal ini adalah sebagai bukti bahwa wedang jahe dan bandrek sudah memasyarakat. Namun, beberapa minuman lainnya, seperti bir pletok, serbat, bajigur, sarabba, adon-adon coro, sekoteng dan ronde lebih dikenal didaerah asal masing-masing.

Wedang jahe adalah minuman yang lebih dikenal di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kata wedang berasal dari bahasa Jawa yang artinya air panas atau air mendidih. Kata ini untuk mewakili jenis minuman yang dibuat dari air panas atau air yang dipanaskan dan disajikan dalam keadaan panas (http://cyberman.cbn.net.id/). Minuman ini mampu memberikan rasa hangat mulai dari kerongkongan sampai perut. Selain jahe, bahan lain yang biasa digunakan untuk pembuatan wedang jahe adalah gula merah. Namun, wedang jahe juga sering ditambahkan merica (Untari, 2005).

Proses pembuatan wedang jahe adalah jahe dihancurkan/dimemarkan rebus bersama gula merah hingga gulanya larut. Diaduk hingga gula larut seluruhnya baru dimasukkan pandan. Penambahan pandan ini untuk meningkatkan selera melalui keharuman khas pandan. Setelah aroma tercium, diangkat lalu disaring (Untari, 2005).

Bandrek adalah minuman semacam wedang jahe. Minuman ini sangat dikenal di wilayah pulau jawa khususnya Jawa Barat. Bahan tambahan pembuatan bandrek sama dengan wedang jahe, yaitu gula merah. Variasi bahan dalam pembuatan bandrek dipengaruhi oleh kebiasaan daerah masing-masing. Bandrek Parahiyangan menambahkan lada halus (merica halus) dan cabe kering yang dimemarkan selain bahan utamanya, yaitu jahe dan gula jawa, sedangkan bandrek Wetan sering digunakan serai untuk bahan tambahannya guna menambah aroma dan rasa pada bandrek (Untari, 2005). Bahan tambahan lain yang biasa digunakan pada bandrek, yaitu kayumanis dan daun pandan.


(32)

Proses pembuatan bandrek sama dengan pembuatan wedang jahe. Namun dalam penyajiannya kadang ditambahkan kelapa dalam bentuk serutan (Untari, 2005). Kelapa serut inilah yang menjadi khas bandrek parahiyangan.

Minuman tradisional berbasis jahe lainya adalah sarabba dan bajigur. Sarabba merupakan minuman khas yang berasal dari Makasar (Sulawesi Selatan), sedangkan bajigur lebih dikenal di Jawa Barat. Perbedaan dua minuman ini dengan bandrek dan wedang jahe adalah terdapat bahan tambahan santan dalam proses pembuatannya.

Sarabba dan bajigur terbuat dari campuran gula jawa, jahe dan santan. Sekilas jika melihat bahan-bahannya, sarabba serupa dengan bajigur. Namun terdapat perbedaan dalam perbandingan jumlah santan dan jahe yang ditambahkan. Jumlah jahe yang ditambahkan pada bajigur umumnya lebih sedikit dibandingkan sarabba. Jika perbandingan jahe dan santan pada bajigur adalah 1 : 3, maka perbandingan jahe dan santan pada sarabba adalah sebaliknya (3 : 1). Bajigur biasanya diberi tambahan kopi bubuk sebagai citarasa khas bajigur lainnya selain santan (Untari, 2005). Perbedaaan perbandingan jumlah komposisi yang ditambahkan pada kedua minuman ini dapat berpengaruh pada rasa dan aroma dari minuman-minuman tersebut.

Rasa dan aroma jahe lebih terasa pada sarabba. Hal inilah yang menjadi ciri khas dari sarabba. Seperti halnya bandrek, sarabba juga sering ditambahkan beberapa bahan lain seperti lada halus, kayu manis, pandan dan putih telur ayam kampung. Rasa minuman ini pedas dan hangat di tubuh. Konon, Sarabba bermanfaat untuk menyegarkan dan menghangatkan badan serta melancarkan peredaran darah (http://www.resto.co.id/).

Proses pembuatan sarabba dan bajigur adalah santan dipanaskan, lalu dimasukkan bahan-bahan lainnya, seperti gula jawa, jahe dan pandan, lalu disaring . Didaerah asalnya, sarabba dan bajigur biasa dikonsumsi disore hari pada saat hujan turun. Wilayah Jepara (Jawa Tengah) juga memiliki minuman seperti sarabba yang dikenal dengan nama adon-adon coro (http://id.wikipedia.org/).

Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia tidak kalah saing dengan wilayah Indonesia lainnya. Suku Betawi yang merupakan penduduk asli


(33)

Jakarta juga memiliki minuman tradisional khas yang berbasis jahe, yaitu bir pletok. Walaupun mengandung kata bir, akan tetapi biasanya bir pletok tidak mengandung alkohol. Menurut Widowati (2004), bir pletok bukan minuman fermentasi dan tidak mengandung alkohol. Produk ini terbuat dari rimpang dan rempah alami. Selain jahe, rempah lain yang digunakan adalah kayu manis, sereh, cengkeh, kayu secang, bunga dan biji pala serta cabe jawa (http://id.wikipedia.org/wiki/Bir_pletok). Bir pletok biasanya menggunakan air, garam dan gula pasir sebagai bahan tambahan.

Proses pembuatan bir pletok adalah merebus air hingga mendidih, kemudian dimasukkan rempah-rempah yang telah dimemarkan, lalu dimasak sampai beraroma lalu saring. Gula pasir dan garam dimasukkan ke dalam rebusan rempah yang telah disaring. lalu dipanaskan kembali dengan api kecil selama 15 menit,lalu diangkat. Hidangkan panas atau dingin. Inilah yang menjadi keistimewaan bir pletok, yaitu bisa disajikan hangat maupun dingin. Apabila kita meminum bir pletok pertama-tama akan terasa pedas, akan tetapi selanjutnya badan akan terasa hangat pengaruh dari ramuan yang terdapat didalamnya.

Selain minuman-minuman yang tersebut diatas, ada juga jenis minuman tradisional berbasis jahe lainnya, yaitu sekoteng, ronde dan serbat. Tiga minuman ini tidak kalah terkenalnya dengan minuman-minuman yang sudah disebutkan sebelumnya. Serbat lebih mirip dengan bandrek dan wedang jahe, hanya saja bahan tambahan yang digunakan adalah gula pasir, kapulaga, adas manis, dan asam Jawa. Sekoteng dan ronde manggunakan bahan-bahan seperti yang digunakan pada pembuatan bandrek dan wedang jahe, hanya dalam penyajiannya ditambahkan pengisi. Bahan pengisi yang biasanya digunakan pada sekoteng adalah kacang tanah sangrai, kacang hijau, roti tawar dan pacar cina, sedangkan dalam ronde menggunakan tepung ketan yang dibentuk bulatan kecil sebagai ciri khasnya. Dalam hal ini wedang jahe dan bandrek berfungsi sebagai kuah.


(34)

B. JAHE (Zingiber officinalle Roscoe) a) Botani Jahe

Berdasarkan taksonomi tanaman, jahe (Zingiber officinalle Roscoe) termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, sub divisio Angiospermae, kelas monicotyledone, ordo Zingiberales, famili Zingiber dan spesies Officinale (Purseglove et al., 1981). Tanaman jahe terdiri dari akar, batang, daun, dan bunga. Seluruh batang jahe ditutupi oleh kelopak daun yang melingkari batang dan bunganya berbentuk mayang kuning kehijauan. Jahe merupakan tanaman rumput-rumputan yang hidup merumpun, berbatang semu, tegak atau condong dengan ketinggian antara 30 sampai 100 cm (Purseglove et al., 1981).

Bagian jahe yang banyak digunakan manusia adalah rimpangnya. Rimpang jahe merupakan batang yang tumbuh dalam tanah dan di panen setelah berumur 9-11 bulan. Rimpang jahe bercabang-cabang, berwarna kuning tua pada bagian luar dan kuning muda pada bagian dalam serta berserat. Bentuk rimpang jahe pada umumya tidak beraturan dan kulitnya mudah dikelupas.

Waktu pemanenan jahe tergantung dari tujuan penggunaanya. Jahe yang digunakan sebagai bahan baku permen, manisan dan selai dipanen pada saat muda agar tidak terlalu keras, umumnya berumur 3-4 bulan (Farrel, 1985). Rimpang yang akan digunakan sebagai bumbu atau ekstraksi minyak atsiri dan oleoresin dipanen setelah tua karena kandungan minyak atsiri dan oleoresinnya lebih tinggi, biasanya berumur 8 – 10 bulan (Purseglove et al., 1981). Jahe mengandung zat zingeron, zingiberin, zingiberol, borneo, sineol, felandren, kamfer, karbohidrat, damar, vitamin A, B, C, oleoresin dan asam organik.

Berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna rimpang dikenal 3 jenis jahe, yaitu jahe putih besar, jahe putih kecil, dan jahe merah. Jahe putih besar biasanya disebut jahe gajah atau badak. Jenis jahe ini memiliki rimpang yang besar dan gemuk, potongan melintangnya berwarna putih-kekuningan, serat sedikit, aroma kurang tajam dan rasa kurang pedas. Jahe gajah biasanya dikonsumsi saat berumur muda maupun tua sebagai jahe segar atau jahe olahan.


(35)

Jahe putih kecil memiliki potongan melintang berwarna putih-kekuningan, aroma agak tajam dan rasanya pedas. Jahe merah memiliki ukuran terkecil, warna rimpangnya jingga muda hingga merah, aroma sangat tajam dan rasanya sangat pedas. Jenis jahe putih kecil dan jahe merah mempunyai kandungan serat yang lebih tinggi dibandingkan jahe gajah. Kedua jenis jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya (Santosa, 1994).

b) Komposisi kimia jahe

Rimpang jahe berbau harum dan berasa pedas. Rimpang jahe mengandung minyak atsiri 0,25 - 3,3% yang terdiri dari zingiberene, curcumene, philandren. Selain itu, rimpang jahe mengandung oleoresin 4,3 – 6,0% yang terdiri dari gingerols serta shogaols yang menimbulkan rasa pedas (Rismunandar,1988).

Rimpang jahe dapat dimanfaatkan sebagai bumbu masak, manisan, minuman, obat-obatan tradisional serta sebagai bahan tambahan pada kue, puding, dan lain-lain. Selain itu, rimpang jahe dapat diambil oleoresinnya yang dapat digunakan untuk industri parfum, sabun, kosmetika, farmasi, dan lain-lain. Ekstrak jahe mempunyai daya antioksidan yang dapat dimanfaatkan untuk mengawetkan minyak dan lemak. Enzim protease pada rimpang jahe menyebabkan jahe ini dapat dimanfaatkan untuk melunakkan daging sebelum dimasak (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Rimpang jahe banyak digunakan untuk radang lambung, masuk angin, menambah nafsu makan, muntah-muntah, kholera, perut sakit, rematik, bengkak-bengkak, terkilir, difteri, memperlancar peredaran darah, gangguan syaraf dan penghangat badan.

Komposisi rimpang jahe menentukan tinggi rendahnya nilai aroma dan rasa pedas jahe. Banyak hal yang mempengaruhi komposisi kimia rimpang jahe, diantaranya adalah jenis jahe, tanah tempat tumbuhnya, umur panen, penanganan dan pemeliharaan tanaman, perlakuan pra panen, pemanenan, dan penanganan pasca panen. Komposisi kimia jahe segar dan jahe kering disajikan pada Tabel 1. Secara garis besar, rimpang jahe mengandung minyak atsiri (0.25-3.30%), oleoresin (4,3-6,0%), lipida (6.00-8.00%), protein


(36)

(9.00%), karbohidrat (>50.00%) serta beberapa vitamin dan mineral (Rismunandar, 1988).

Tabel 1. Komposisi kimia jahe segar per 100 gram (bb) dan jahe kering per 100 gram (bk)

Komponen Jumlah

Jahe segar Jahe kering

Energi (KJ) 184.0 1424.0

Protein (gram) 1.5 9.1

Karbohidrat (gram) 1.0 6.0

Lemak (gram) 10.1 70.8

Kalsium (mg) 21 116

Phospor (mg) 39 148

Besi (mg) 4.3 12

Vitamin A (SI) 30 147

Thiamin (mg) 0.02 -

Niasin (mg) 0.8 5

Vitamin C (mg) 4 -

Serat kasar (gram) 7.53 5.9

Total abu (gram) 3.70 4.8

Magnesium (gram) - 184

Natrium (mg) 6.0 32

Kalium (mg) 57.0 1342

Seng - 5

Sumber : Koswara (1995).

Menurut Grosch (1999) seperti yang dikutip oleh Slamet (2005), jahe memiliki kandungan senyawa aktif yang mampu berfungsi sebagai pemberi rasa pedas dan antioksidan. Kandungan senyawa aktif yang terkandung di dalam jahe sebagian besar adalah gingerol yang selama penyimpanan dapat terhidrasi menjadi shogaol yang memiliki rasa pedas rendah daripada gingerol. Shogaol dapat mengalami reaksi pemecahan retroaldol dan terbentuk senyawa


(37)

zingerone dan hexanal. Pada konsentrasi tertentu, hexanal dapat mengurangi aroma jahe.

c) Manfaat Jahe

Komponen yang terkandung di dalam rimpang jahe sangat banyak kegunaannya, terutama sebagai bumbu masak, pemberi aroma, dan rasa makanan dan minuman serta digunakan dalam industri farmasi, industri parfum, industri kosmetika, dan lain sebagainya (Paimin dan Murhananto, 1991). Di Indonesia dikenal tiga produk utama jahe, yaitu : jahe segar, awetan jahe dengan gula, dan jahe kering. Jahe segar dikonsumsi sebagai rempah untuk bumbu, bahan pembuatan jamu, sedangkan rimpang jahe muda dimakan sebagai lalap, acar, dan asinan jahe. Jahe alam bentuk tepung atau oleoresinnya dapat digunakan sebagai pemberi aroma (flavoringagent) dalam industri makanan seperti dalam pembuatan permen, biskuit, kue dan lain-lain (Koswara, 1995). Rasa hangat yang dimiliki jahe sering dimanfaatkan dalam pembuatan minuman.

Manfaat jahe dalam bidang pengobatan tradisional antara lain dipercaya sebagai obat pencahar (laxative), penguat lambung, penghangat badan, obat masuk angin, mengobati batuk, bronkhitis, asma, dan penyakit jantung (Darwis et al., 1991), mengatasi influenza, obat cacing, diare, rematik, kembung, luka, dan penambah nafsu makan serta memperbaiki pencernaan (Paimin dan Murhananto, 1991).

C. GULA MERAH (GULA PALMA)

Menurut SNI (1995) gula palma adalah gula yang dihasilkan dari pengolahan nira palma, yaitu aren ( Arenga piñata, merr), kelapa (Cocos nucifera, linn), siwalan (Borassus flabellifer) atau jenis palma lainnya dan berbentuk cetak atau serbuk. Syarat mutu gula merah palma berdasarkan SNI (1995) dapat dilihat pada Tabel 2.

Menurut Dachlan (1986), pada dasarnya proses pembuatan gula merah adalah proses penguapan nira dengan cara pemanasan. Nira segera dibersihkan dari kotoran-kotoran dengan cara penyaringan dengan menggunakan ijuk,


(38)

kemudian dituangkan kedalam wadah dan segera dipanaskan. Nira tersebut akan mendidih dan akan menimbulkan buih yang meluap-luap yang berwarna kuning sampai coklat dan semakin lama akan meluap naik.

Nira merupakan larutan gula, tetapi didalamnya terdapat zat yang tidak larut air dalam bentuk emulsi seperti protein dan lilin. Pada saat dididihkan butir-butir air akan menempel pada butir-butir emulsi dan mengangkatnya kepermukaan sebagai buih. Bila buih tidak dibuang, pada saat nira menjadi kental buih akan teraduk kebagian dalam dan karena warnanya lebih muda maka gula yang dihasilkan akan berbintik-bintik putih (Tjiptahadi, 1984).

Tabel 2. Syarat mutu gula palma berdasarkan SNI 01-3743-1995

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Cetak Butiran/granula

1 Keadaan

1.1 Bentuk Normal Normal

1.2 Rasa dan Aroma Normal, khas Normal, khas

1.3 Warna Kuning

kecoklatan sampai coklat

Kuning kecoklatan sampai coklat 2 Bagian yang tidak

larut dalam air % b/b Maks. 1.0 Maks. 0.2

3 Air % b/b Maks. 10.0 Maks. 3.0

4 Abu % b/b Maks. 2.0 Maks. 2.0

5 Gula pereduksi % b/b Maks.10.0 Maks. 6.0

6 Jumlah gula

sebagai sakarosa % b/b Maks. 77 Maks. 90.0

7 Cemaran logam

7.1 Seng mg/kg Maks. 40.0 Maks. 40.0

7.2 Timbal mg/kg Maks. 2.0 Maks. 2.0 7.3 Tembaga mg/kg Maks. 10.0 Maks. 10.0

7.4 Raksa mg/kg 0.03 0.03


(39)

8 Arsen mg/kg 1.0 1.0

Menurut Sardjono et al. (1983), pada waktu pemasakan akan berbentuk buih berwarna putih kekuningan sampai kuning. Hal ini dapat dicegah dengan menambahkan 5 gram minyak untuk 5 liter nira atau satu sendok makan untuk 25 liter nira.

Nira yang telah kental kemudian diukur kematangannya. Pengukuran kematangan nira pekat dilakukan dengan mengambil sedikit pekatan nira yang sedang dimasak kemudian meneteskannya kedalam air dingin. Apabila terbentuk benang-benang gula yang jika dipegang terasa keras, mudah patah dan tidak lengket berarti pemasakan sudah cukup dan wadah pemasakan harus segera diangkat dari tungku (Sardjono et al., 1983).

Menurut Sardjono et al. (1983), pekatan nira diaduk sebentar, diambil sedikit dan dioleskan dipinggir wajan kemudian digosok-gosok dengan pengaduk dan dicampur lagi sambil diaduk. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai pekatan terlihat mulai dingin. Pekatan tersebut dituangkan kedalam cetakan yang telah dibasahi untuk mempermudah pelepasan gula apabila telah kering.

D. SANTAN

Santan adalah cairan yang berwarna putih yang diperoleh dengan mengempa buah kelapa segar, dengan atau tanpa penambahan air. Komposisi santan ini berbeda tergantung dari varietas kelapa, umur buah dan keadaan lingkungan (Grimwood, 1975 didalam Djatmiko, 1983). Komposisi kimia santan kelapa dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Kimia Santan Kelapa Komposisi

kimia Kandungan (%)

Air 50.00* 54.1* 52.00**


(40)

Protein 2.78* 4.4* 3.50**

Pati 0.09* - -

Gula 2.99* - -

Total Padatan 10.38* - 9.00**

Abu 1.22* 1.0* 1.00**

Karbohidrat - 8.3* -

Sumber : * Nathanael dan Proper dkk didalam Woodroof (1979), ** Hagenmaier (1977).

Menurut Kirk dan Othmer (1960), ukuran partikel santan lebih besar dari tiga mikron sehingga santan berwarna putih seperti susu, sedangkan menurut Hagenmaier (1977), diameter globula lemak santan berkisar antara 0,01-0,02 milimeter.

Menurut Cheosakul (1967) didalam Herman dan Somaatmadja (1975), penambahan sejumlah air pada santan sangat mempengaruhi komposisi santan dan menyebabkan emulsi santan lebih stabil.

Woodroof (1979), melaporkan bahwa emulsi santan distabilkan oleh protein dan mungkin juga oleh beberapa ion yang terserap pada batas permukaan antara minyak dan air. Menurut Hagenmaier (1977), beberapa jenis protein yang tidak larut dalam air juga terdapat di dalam santan.

Kelapa yang digunakan untuk ekstraksi santan harus matang sempurna dan yang paling baik adalah kelapa yang jatuh dari pohon secara alamiah dan kecil ukurannya. Jenis kelapa ini memiliki pulp yang mencapai maksimum dan kandungan airnya yang sedikit.

Ekstraksi santan dilakukan dengan dua tahap, yaitu 1) persiapan buah meliputi seleksi buah, pemisahan sabut, seasoning, pemisahan tempurung dan 2) pencucian serta tahap ekstraksi (Djatmiko dan Ketaren, 1981).

Efektifitas ekstraksi santan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu alat pemarut yang digunakan, bahan baku, perbandingan antara air dan daging buah kelapa serta suhu ekstraksi (Dendi dan Timmins, 1973).

Di dalam sentrifugasi, santan terpisah menjadi tiga bagian, yaitu krim, skim, dan endapan. Fraksi lemak dan protein terbesar terdapat pada bagian


(41)

krim, masing 91,89% dan 70,56 %, sedangkan pada skim masing-masing 2,26% dan 15,28% (Somatmaja, 1974).

E. PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN

Food preference didefinisikan sebagai derajat kesukaan terhadap makanan dimana preferensi ini akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Makanan merupakan perangsang dari segi sensori, sedangkan karakteristik fisiko-kimia yang ditentukan oleh ingredient, proses dan penyimpanan akan berinteraksi dengan indra manusia sehingga membentuk preferensi (Cardello, 1994). Preferensi yang dilakukan masyarakat terhadap suatu produk lebih dikenal dengan sebutan preferensi konsumen. Preferensi konsumen adalah derajat kesukaan atau tidak suka seseorang terhadap suatu produk (Sanjur, 1982). Menurut Suhardjo (1989) didalam Ikasanti (2001), preferensi konsumen dapat berpengaruh terhadap konsumsi pangan.

Penerimaan atau preferensi konsumen dapat dipengaruhi oleh sifat-sifat sensori pada makanan seperti rasa, aroma, tekstur dan penampakan. Sifat-sifat sensori pada makanan dan minuman akan diproses dalam otak dengan dilatarbelakangi oleh faktor kultur/etnis, psiko-sosial, learning dan memory, ketahanan tubuh dan lain-lain (Cardello, 1994). Perbedaan psikologi diantara individu seperti personality juga berpengaruh terhadap preferensi makanan, contohnya adalah mood dan sleepness (Shepherd dan Spark, 1994).

Menurut Stepherd dan Spark (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi food preference dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Faktor intrinsik, yaitu penampakan, aroma, temperatur, tekstur, kualitas, kuantitas dan cara penyajian makanan

2. Faktor ekstrinsik, yaitu lingkungan sosial, iklan produk dan waktu penyajian

3. Faktor biologis, fisik, dan psikologis, yaitu umur, jenis kelamin, keadaan psikis, aspek psikologi dan biologis

4. Faktor personal, yaitu tingkat pendugaan, pengaruh dari orang lain, prioritas, selera, mood dan emosi


(42)

5. Faktor sosial ekonomi, yaitu pendapatan keluarga, harga makanan, status sosial dan keamanan

6. Faktor pendidikan, yaitu status pengetahuan individu dan keluarga serta pengetahuan tentang gizi

7. Faktor kultur, agama, dan daerah, yaitu asal kultur, latar belakang agama, kepercayaan, tradisi, serta letak daerah.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa tekstur dan flavor lebih banyak menjadi sebab disukai atau tidak disukainya makanan. Pemilihan flavor perlu diperhatikan karena rasa dan aroma makan mempunyai pengaruh terhadap penerimaan dan konsumsi (Cardello, 1994). Perbedaan temperatur dapat menyebabkan penurunan atau peningkatan penerimaan konsumen, tergantung dari jenis makanan yang disajikan. Penampakan visual seperti warna, bentuk, logo, simbol, dan nama pada pengemasan makanan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap penerimaannya. Adanya kepercayaan terhadap kualitas gizi dan pengaruh kesehatan menjadi lebih penting daripada kenyataan bahwa konsekwensi kualitas gizi dan kesehatan yang ditentukan oleh pilihan individu (Stepherd dan Spark, 1994).

Preferensi dipengaruhi oleh waktu dan kondisi makanan yang disediakan seperti kondisi lapar, perasaan dan saat terakhir mengkonsumsi. Suatu makanan tidak akan kita sukai bila kita belum pernah mencobanya, tidak disukai setelah dicoba, membosankan dan terlalu biasa dikonsumsi akan menyebabkan alergi atau reaksi fisiologis yang berhubungan dengan efek penyakit setelah mengkonsumsinya (Lyman, 1989).

Kesukaan pada sifat-sifat sensori makanan dipelajari melalui pengalaman, yaitu seperti pemilihan rasa manis dan rasa pahit. Pengetahuan mempengaruhi sikap dan selanjutnya berpengaruh pada tingkah laku/preferensi makanan (Stepherd dan Spark, 1994). Menurut Bergier (1987), latar belakang kultur dalam penerimaan makanan tidak dapat dirubah. Adat istiadat dan norma-norma baru tidak dapat menggantikan yang lama, kecuali untuk orang yang berada pada tingkat atas dan sangat kaya. Penerimaan makanan oleh seseorang juga berbeda tergantung keadaan sosial dan asal


(43)

masing-masing daerah. Biasanya makanan tradisional akan dipertahankan dan tidak pernah diganti oleh adanya perkembangan makanan baru.

Menurut Jaeger et al (1998) didalam Ikasanti (2001), hasil penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa persepsi komensori sebagian besar serupa dengan perbedaan kultur, hal ini juga telah dikonfirmasikan dalam berbagai produk makanan, contohnya kopi, jus jeruk, corn flakes dan es krim. Maskowitz et al (1975), menyatakan bahwa perbedaan cross-culture pada kesukaan konsumen berhubungan erat denga variasi produk yang diujikan diantara populasi kultur yang berbeda.

Olfactory preference, didefinisikan dengan baik sesuai dengan pertambahan usia. Preferensi dipengaruhi oleh umur, dimana preferensi anak-anak akan sangat berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak-anak lebih menyukai makanan yang kemanisannya tinggi daripada usia yang lain (Zandstra dan Graff, 1998).

Perbedaan jenis kelamin berpengaruh terhadap sensitifitas rasa. Ini telah dipelajari oleh Okoro et al (1998), dimana ia menyatakan bahwa penerimaan rasa asin dipengaruhi oleh sex, sedangkan persepsi terhadap rasa pahit (urea) tidak dipengaruhi oleh genetik. Anak perempuaan memiliki ambang rasa asin yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki. Selain itu, wanita kurang menyukai makanan berlemak dibandingkan pria (Bower dan Saadat, 1998).

Pengetahuan seseorang tentang kesehatan berpengaruh penting dalam konsumsi suatu produk makanan (Bower dan Saadat, 1998). Latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap pertimbangan konsumen dalam membeli suatu produk. Melalui pendidikan yang cukup tinggi, konsumen lebih mempertimbangkan secara matang sesuai dengan pengetahuan tentang produk yang dimiliki sebelum menurunkan untuk membeli suatu produk.

F. MIXTURE DESIGN (MD)

Optimasi pada salah satu atau seluruh aspek produk adalah tujuan dalam pengembangan produk. Hasil evaluasi sensori seringkali digunakan untuk menentukan apakah produk yang optimum telah dikembangkan dengan benar.


(44)

Metode Mixture Design (MD) seringkali diterapkan dalam mengoptimasi formula suatu produk. MD merupakan kumpulan dari teknik matematika dan statistika yang berguna untuk permodelan dan analisa masalah sebuah respon yang dipengaruhi oleh beberapa variabel dan tujuannya adalah mengoptimalkan respon tersebut (Montgomery, 2002). Respon yang digunakan dalam MD adalah fungsi dari proporsi perbedaan komponen atau bahan dalam suatu formula (Cornell,1990).

Menurut Cornell (1990), MD terdiri dari enam tahap yaitu menentukan tujuan percobaan, memilih komponen-komponen dari campuran, mengidentifikasi batasan-batasan pada komponen campuran, mengidentifikasi variabel respon yang akan dihitung, membuat model yang sesuai untuk mengolah data dari respon, dan memilih disain percobaan yang sesuai. MD digunakan untuk menentukan dan secara simultan menyelesaikan persamaan multivariasi. Persamaan tersebut dapat ditampilkan secara grafik sebagai respon yang dapat digunakan dalam menggambarkan bagaimana variabel uji mempengaruhi respon, menentukan hubungan antar variabel uji, dan menentukan bagaimana kombinasi seluruh variabel uji mempengaruhi respon.

Menurut Cornell (1990), metode MD tidak hanya terdiri dari dua orde. Namun yang sering digunakan adalah orde pertama dan kedua. Orde pertama dari MD dengan dua variabel uji digambarkan pada persamaan (1), sedangkan orde kedua digambarkan pada persamaan (2).

Y = b0 + b1X1 + b2X2 (1)

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b11X12 + b22X22 + b12X1X2 (2)

Orde pertama seringkali memberikan deskripsi bentuk geometri permukaan respon yang kurang memadai, oleh karena itu penggunaan orde kedua lebih dianjurkan.


(45)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah jahe, santan, gula merah (palm), sedangkan bahan tambahan lainnya adalah kopi, garam, dan pandan. Bahan-bahan untuk pembuatan MTJ ini diperoleh dari Pasar Anyar Bogor, kecuali jahe. Jahe yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari BALITRO (Balai Penelitian Tanaman Tropis) Bogor. Bahan untuk analisa produk, yaitu petroleum eter, H2SO4, alkohol 70%, katalisator CuSO4,

NaOH, fenolftalein, larutan KCl, NaCl, MgNO3, BaCl2, asam borat (H3BO3),

HCl 0,1 N, aquades, kertas saring, kapas bebas lemak, larutan Luff dan bahan-bahan analisis lainnya. Selain bahan-bahan-bahan-bahan tersebut terdapat bajigur komersil yang digunakan sebagai pembanding dalam tahap uji penerimaan dan preferensi konsumen. Bajigur komersil ini diperoleh dari penjual bajigur keliling.

Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan minuman tradisional berbasis jahe adalah pisau, panci, sendok pengaduk kayu, ayakan dan kompor gas. Sedangkan alat yang digunakan untuk analisa adalah alat ekstraksi soxhlet lengkap dengan kondensor dan labu lemak, alat pemanas listrik, oven, timbangan analitik, cawan porselen, desikator, penjepit cawan, tanur, erlenmeyer 125 ml, erlenmeyer 250 ml, labu Kjeldahl, buret 25 ml, corong, pipet, gelas ukur, alat destilasi, kertas saring, buret, Minolta chromameter CR-310, dan pH-meter Hanna Hi8014.

B. METODE PENELITIAN

Metodologi yang dilakukan pada penelitian ini diawali dengan preferensi Minuman Tradisional berbasis Jahe (MTJ), melalui pengumpulan data primer dalam bentuk kuesioner yang bertujuan untuk mendapatkan jenis MTJ yang paling disukai. Tahap selanjutnya adalah optimasi formula jenis MTJ yang


(46)

paling disukai dengan menggunakan metode mixture design. Formula MTJ terpilih yang optimum hasil dari metode mixture design tersebut diuji secara fisiko-kimia, organoleptik, dan dilakukan uji penerimaan dan preferensi konsumen.

1. Preferensi Minuman Tradisional berbasis Jahe (MTJ) 1.1. Pembuatan dan pengujian kuesioner

Penentuan jenis MTJ ini dilakukan dengan penyebaran kuesioner. Kuesioner berisi informasi umum responden dan informasi tentang produk. Pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner adalah jenis pertanyaan terbuka dan tertutup. Agar kuesioner bersifat sahih, maka dilakukan beberapa pengujian sebelum kuesioner tersebut digunakan. Pengujian yang dilakukan terhadap kuesioner adalah validitas dan reliabilitas. Pengujian kuesioner dilakukan terhadap 30 responden.

Gambar 1. Diagram alir metodologi penelitian

- Uji fisiko-kimia (kadar gula, warna, pH dan proksimat)

- Uji Organoleptik (kesukaan) Optimasi formulasi MTJ

(Mixture Design/MD)

Preferensi MTJ dengan penyebaran kuesioner

-uji validitas

MTJ yang paling di sukai

Formula MTJ t ilih


(47)

Menurut Singarimbun dan Efendi (1989), validitas menunjukkan sejauh mana kuesioner mengukur apa yang ingin diukur. Validitas kuesioner dihitung dengan menggunakan korelasi antara masing – masing pertanyaan dengan skor total. Indeks korelasi yang diperoleh (r) dibandingkan dengan angka kritis tabel korelasi nilai ”r”, nilai korelasi dihitung dengan menggunakan rumus product moment sebagai berikut :

r = N (Σ XY) – (ΣX ΣY)

√(N Σ X2 – (Σ X)2) (NΣY2 -– (Σ Y)2)

Dimana : X = skor pada soal yang ingin diukur Y = skor dari masing – masing soal N = jumlah pengamatan

r = indeks validitas

Pertanyaan yang diukur dengan rumus product moment adalah pertanyaan pada kuesioner nomor 4, 7, 8, 10.1, 10.2, 10.3, 10.4, 10.5, 10.6, dan 10.7. Pertanyaan selain nomor tersebut dilakukan uji validitas secara subyektif, yaitu dengan cara menanyakan langsung kepada responden dan apabila ada pertanyaan yang kurang dimengerti atau bersifat bias maka akan diperbaiki berdasarkan masukkan dari responden.

Reliabilitas kuesioner menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran relatif konsisten. Reliabilitas hanya satu kali diuji. Kuesioner pertama yang belum diuji validasi dan reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 1.

1.2. Penentuan Lokasi dan Responden

Penelitian mengenai penerimaan dan preferensi konsumen produk minuman tradisional berbasis jahe (MTJ) dilaksanakan di kota Bogor dengan pertimbangan bahwa kota Bogor merupakan kota dengan populasi penduduk yang besar dan beragam baik dari segi ekonomi, sosial dan budaya. Selain itu, pertimbangan lain pemilihan kota Bogor adalah untuk kemudahan teknis dilapangan

Responden dari penelitian ini adalah langsung dari konsumen dilapangan yang berada di kota Bogor. Penentuan pengambilan responden dilakukan menggunakan dengan cara sengaja atau disebut metode


(48)

purposive (Simamora, 2004). Responden yang digunakan dalam penentuan jenis MTJ adalah responden tidak terlatih (untrained panelis) yang pernah mengkonsumsi MTJ minimal satu kali pada dua bulan terakhir.

Pemilihan responden didasarkan pada perbedaan etnis dengan jumlah responden untuk masing-masing etnis diusahakan sama. Adapun pembagian etnis yang dimaksud adalah etnis Betawi, Jawa, Sunda, Sumatra dan Kalimantan/Sulawesi.

1.3. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei (Simamora, 2004). Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dari hasil kuesioner dengan menggunakan metode wawancara tertulis.

1.4. Analisis data

Data yang diperoleh dihitung skor masing-masing jenis MTJ yang paling disukai oleh responden. MTJ yang paling banyak dipilih oleh responden dengan frekuensi konsumsi tertinggi akan digunakan sebagai acuan dalam formulasi produk.

Pengolahan data juga dilakukan dengan metode Fishbein. Dalam metode Fishbein nilai-nilai bi dan ei berkisar dari -2 sampai +2. Skor dari

sikap konsumen terhadap berbagai atribut produk MTJ ini dihitung berdasarkan atribut-atribut yang digunakan. Adapun secara simbolis, rumus tersebut dapat diekspresikan sebagai :

n A0 = Σ bi ei

i=1

Dimana A0 = sikap terhadap berbagai atribut produk MTJ

bi = kekuatan kepercayaan bahwa obyek memiliki atribut i

ei = evaluasi mengenai atribut i

n = jumlah atribut yang menonjol


(49)

Tahap ini bertujuan untuk memformulasikan produk minuman tradisional berbasis jahe sesuai dengan hasil kuesioner pada tahap pertama (preferensi MTJ). Produk MTJ yang akan di buat formulasinya adalah produk hasil uji kuesioner pada tahap pertama dengan memfokuskan pada rasa, aroma dan warna yang memiliki skor kesukaan tertinggi.

Optimasi formulasi MTJ dilakukan dengan menggunakan metode Mixture Design (MD). Pengolahan data MD menggunakan program Design Expert (DX) 7.0. Data yang diperlukan dalam pengolahan dengan DX 7.0 adalah variabel uji yang digunakan beserta kisaran taraf masing-masing variabel. Design Expert akan menghasilkan suatu disain percobaan yang nantinya dilakukan untuk mendapatkan respon. Respon yang digunakan dalam optimasi formulasi MTJ ini adalah respon hasil uji kesukaan.

Proses selanjutnya adalah pengolahan data untuk mendapatkan formula optimum yang dapat diketahui melalui suatu persamaan multivariasi. Persamaan multivariasi tersebut dipetakan dalam suatu contour plot baik berupa gambar dua dimensi (2-D) maupun tiga dimensi (3-D).

3. Pengujian MTJ Formula Optimum 3.1 Uji Fisiko-Kimia

a. Analisa kadar air metode oven (AOAC, 1995)

Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan oven. Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 30 menit dengan suhu 100 sampai 105oC. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan setelah dingin segera ditimbang. Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan dan ditimbang kemudian cawan yang berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 100 sampai 105oC selama sekitar 6 jam sampai tercapai bobot konstan, cawan kemudian didinginkan dalam desikator sekitar 30


(50)

menit dan segera ditimbang. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus :

b. Analisa kadar abu, metode oven (AOAC, 1995)

Cawan porselin dikeringkan dalam tanur bersuhu 400-600oC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, selanjutnya dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang. Perhitungan kadar abu dilakukan dengan menggunakan rumus :

c. Analisa kadar lemak, metode ekstraksi soxhlet (AOAC, 1995) Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110oC, didinginkan, dalam desikator dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet), yang telah berisi pelarut heksana.

Reflux dilakukan selama 6 jam dan pelarut heksana yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 1000C hingga bobotnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Perhitungan kadar lemak dilakukan dengan menggunakan rumus :

(bobot awal – bobot akhir) bobot sampel

Kadar air (%) = x 100 %

bobot lemak (g) bobot sampel (g)

Kadar lemak (%) = x 100 %

bobot abu (g) bobot sampel (g)


(51)

d. Analisa kadar protein, metode Mikro-Kjeldahl (AOAC, 1995)

Analisis protein dilakukan dengan menggunakan metode Mikro Kjeldahl. Contoh sebanyak 1 g didestruksi dengan 5 ml asam sulfat pekat dengan katalisator CuSO4 dan Na2SO4 sampai warnanya menjadi

hijau jernih. Cairan dibiarkan sampai dingin lalu ditambahkan air suling secara perlahan-lahan. Setelah dingin isi labu dipindahkan ke alat destilasi dengan penambahan NaOH pekat dan tiga tetes indikator fenolftalein. Sebagai penampung digunakan 25 ml asam borat jenuh dan 2 sampai 3 tetes indikator campuran metil biru dan metil merah. Hasil destilasi dititrasi dengan larutan HCl 0.1 N. Prosedur blanko ditentukan seperti di atas tanpa menggunakan bahan yang dianalisis. Perubahan warna dari biru ke hijau menandakan titik akhir tiitrasi. Perhitungan kadar protein dilakukan dengan menggunakan rumus :

Dimana N = Normalitas HCl

e. Analisa kadar gula, Metode Luff Schoorl (SNI 01-2892-1992) Timbang bahan padat yang sudah dihaluskan sebanyak 2.5 – 25 gram dan pindahkan ke dalam labu takar 100 ml, tambahkan 50 ml aquades, bubur Al(OH)3 dan larutan Pb. Asetat. Penambahan bahan

penjernih ini diberikan tetes demi tetes sampai penetesan dari reagensia tidak menimbulkan pengeruhan lagi, kemudian tambahkan aquades sampai tanda dan disaring.

Filtrat ditampung dalam labu takar 200 ml. Na2CO3 anhidrat atau

K atau Na-oksalat anhidrat atau larutan Na-fosfat 8% ditambahkan secukupnya untuk menghilangkan kelebihan Pb, kemudian

(ml HCl – ml blanko) x N x 14.007 x 100 mg sampel

% Nitrogen =


(52)

ditambahkan K atau Na-oksalat atau Na-fosfat atau Na2CO3 agat tetap

jernih. 50 ml filtrat bebas Pb diambil dari larutan, masukan ke dalam erlenmayer, kemudian ditambah dengan 25 ml aquades dan 10 ml HCl 30% (BJ 1,15). Panaskan di atas penangas air pada suhu 67 – 700C selama 10 menit lalu didinginkan secepatnya sampai suhu 200C. Netralkan dengan NaOH 45%, kemudian diencerkan sampai volume tertentu sehingga 25 ml air mengandung 15 – 60 mg gula pereduksi.

Sebanyak 25 ml larutan diambil dan masukkan ke dalam erlenmayer dan ditambahkan 25 ml larutan Luff Schoorl. Percobaan blangko dibuat, yaitu 25 ml Larutan Luff Schoorl ditambah 25 ml aquades Setelah ditambah beberapa butir batu didih, erlenmayer dihubungkan dengan pendingin balik kemudian dididihkan (usahakan 2 menit sudah mendidih). Pendidihan larutan dipertahankan selama 10 menit, lalu didinginkan dan tambahkan 15 ml KI 20% dan 25 ml H2SO4 26,5%.

Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na thiosulfat 0,1 N memakai indikator pati 2 – 3 ml. Pati ditambahkan untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi.

penetapan berat glukusa dilakukan dengan membandingkan volume Na- thiosulfat yang diperlukan dengan suatu daftar (tabel luff schoorl)..

f. Warna, metode Hunter (Hutching, 1999)

Analisis warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter minolta CR-310. Sebelum dilakukan pengukuran nilai L, a dan b perlu dilakukan kalibrasi terlebih dahulu terhadap alat dengan menggunakan pelat standar warna putih (L=97.51; a=5.35; b=-3.37). Setelah proses kalibrasi selesai, dilanjutkan dengan

bobot glukosa x faktor pengenceran bobot sampel


(53)

pengukuran warna sampel. Sistem warna yang digunakan adalah sistem Lab.

Sampel diletakkan pada tempat yang tersedia, kemudian tombol start ditekan dan akan diperoleh nilai L, a dan b dari sampel. Hasil pengukuran dikonversi ke dalam sistem Hunter dengan L menyatakan parameter kecerahan dari hitam (0) sampai putih (100). Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai + a (positif) dari 0 sampai + 100 untuk warna merah dan nilai – a (negatif) dari 0 sampai – 80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai + b (positif) dari 0 sampai + 70 untuk warna kuning dan nilai – b (negatif) dari 0 sampai – 80 untuk warna biru. Sedangkan L menyatakan kecerahan warna. Semakin tinggi kecerahan warna, semakin tinggi nilai L.

Selanjutnya dari nilai a dan b dapat dihitung oHue dengan rumus :

Jika hasil yang diperoleh :

18º - 54º maka produk berwarna red (R)

54º - 90º maka produk berwarna yellow red (YR) 90º - 126º maka produk berwarna yellow (Y)

126º - 162º maka produk berwarna yellow green (YG) 162º - 198º maka produk berwarna green (G)

198º - 234º maka produk berwarna blue green (BG) 234º - 270º maka produk berwarna blue (B)

270º - 306º maka produk berwarna blue purple (BP) 306º - 342º maka produk berwarna purple (P) 342º - 18º maka produk berwarna red purple (RP)

h. Analisa Derajat Keasaman (pH)

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH-meter Hanna Hi8014. Langkah awal pengukuran pH adalah dengan

oHue = tan-1b


(54)

melakukan standarisasi pH-meter. Buffer yang digunakan dalam standarisasi pH-meter tergantung pH sampel yang akan diukur.

Standarisasi dimulai dengan menyalakan pH-meter dan biarkan sampai stabil (15-30 menit). Suhu larutan buffer diukur, lalu set pengatur shu pH-meter pada suhu terukur. Elektroda dibilas dengan aquades lalu keringkan dengan kertas tissue. Elektroda di celupkan kedalam larutan sampel, lalu set pengukuran pH. Elektroda dibiarkan tercelup beberapa saat sapai diperoleh pembacaan yang stabil, lalu sesuaikan pengatur standarisasi pH-meter (tombol kalibrasi) sampai diperoleh angka pH yang sesuai dengan pH buffer pada suhu terukur.

Pengukuran sampel dimulai dengan mengukur suhu sampel, lalu set pengatur shu pH-meter pada suhu terukur. pH-meter dinyalakan dan biarkan sampai stabil (15-30 menit). Elektroda dibilas dengan aquades lalu keringkan dengan kertas tissue. Elektroda di celupkan kedalam larutan sampel, lalu set pengukuran pH. Elektroda dibiarkan tercelup beberapa saat sapai diperoleh pembacaan yang stabil, lalu catat pH sampel.

3.2 Uji Organoleptik, Hedonik (Moskowitz didalam Meilgaard et al., 1999)

Uji organoleptik dilakukan dengan skor kesukaan atau hedonik terhadap formula yang dibuat. Uji organoleptik dilakukan didalam tahap optimasi produk MTJ dan didalam tahap uji penerimaan dan preferensi konsumen. Uji organoleptik di dalam tahap optimasi produk MTJ dilakukan dengan meminta responden mengkonsumsi sampel dan diantara masing-masing sampel diharuskan mengkonsumsi penetral, kemudian diminta untuk memberikan penilaian tingkat kesukaan mereka terhadap aroma dan rasa sampel dengan menggunakan skala garis dengan batas terendah 0 (sangat tidak suka) dan batas tertinggi 8 (sangat suka). Responden diminta untuk memberikan penilaian dengan cara memberikan tanda garis vertikal pada skala garis tersebut.

Uji organoleptik pada tahap uji penerimaan dan preferensi konsumen dilakukan dengan meminta responden mengkonsumsi


(55)

sampel dan diantara masing-masing sampel diharuskan mengkonsumsi penetral, kemudian diminta untuk memberikan penilaian tingkat kesukaan mereka terhadap aroma dan rasa sampel dengan menggunakan 5 tingkat skala kesukaan dimulai dari sangat tidak suka(=1) sampai sangat suka (=5). Responden diminta menilai produk dengan cara memberikan tanda check (v) pada salah satu tingkat kesukaan. Pada saat pengujian sampel disajikan dalam keadaan panas. Sampel yang disajikan terdiri dari dua macam, yaitu sampel formula MTJ terpilih dan sampel bajigur komersil. Bajigur komersil yang digunakan dalam uji penerimaan dan preferensi konsumen adalah bajigur yang berasal dari penjual keliling.

3.3 Uji Penerimaan dan Preferensi Konsumen

Uji penerimaan dan preferensi konsumen dilakukan dengan metode survei (Simamora, 2004) dan uji organoleptik (hedonik) terhadap produk MTJ yang disediakan. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dari hasil kuesioner dengan menggunakan metode wawancara tertulis dan hasil uji organoleptik.

Kuesioner yang dipakai adalah kuesioner hasil reliabilitas dan validitas pada tahap pertama dengan beberapa perbedaan. Perbedaan yang dimaksud adalah berubahnya istilah MTJ pada kuesioner penentuan jenis MTJ menjadi MTJ terpilih pada kuesioner uji penerimaan dan preferensi konsumen dan ditambahkannya bagian lembar kerja (worksheet) untuk uji organoleptik produk. Kuesioner lengkap uji penerimaan dan preferensi dapat dilihat pada Lampiran 3.

Responden yang digunakan dalam uji penerimaan dan preferensi adalah responden tidak terlatih (untrained panelis) yang pernah mengkonsumsi MTJ terpilih minimal satu kali pada dua bulan terakhir. Setiap anggota dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih. Jumlah responden yang dibutuhkan di hitung dengan rumus Slovin, yaitu :


(56)

keterangan : n = jumlah responden N = jumlah populasi

e = % kelonggaran ketidaktelitian karena sampel yang masih ditolelir

Pengolahan data pada uji ini dilakukan dengan metode Fishbein dan Wilcoxon. Uji Wilcoxon biasa digunakan untuk pengolahan data nonparametrik berpasangan. Uji Wilcoxon dalam penelitian ini untuk mengetahui pebedaan kesukaan masing etnis terhadap masing-masing atribut dari dua MTJ (MTJ terpilih dan komersil). Pengolahan uji ini dilakukan dengan program SPSS 13.0.


(57)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENGUJIAN VALIDITAS DAN RELIABILITAS KUESIONER

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian formulasi produk minuman tradisional berbasis jahe (Zingiber officinale Rosc.) berdasarkan kajian penerimaan dan preferensi konsumen terhadap citarasa ini terlebih dahulu di uji validitas dan reliabilitasnya. Kuesioner sebelum uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pengujian validitas kuesioner menghasilkan nilai r yang mengukur variabel yang berpengaruh dalam membentuk preferensi, penerimaan dan atribut produk minuman tradisional berbasis jahe. Hasil dari uji kuesioner secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil uji validitas kuesioner

No. Nomor Pertanyaan Validitas (r>0.361)

1 4 Valid

2 7 Non valid

3 8 Non valid

4 10.1 Valid

5 10.2 Valid

6 10.3 Valid

7 10.4 Non valid

8 10.5 Valid

9 10.6 Valid

10 10.7 Non valid

Berdasarkan hasil uji validasi pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa dengan selang kepercayaan 95% untuk n – 2 terdapat enam pertanyaan valid. Nilai r dari ke enam pertanyaan tersebut lebih besar dari r tabel (0,361), sedangkan empat pertanyaan lainnya lebih kecil dari r tabel sehingga dilakukan perbaikan terhadap empat pertanyaan tersebut. Nilai r tabel dapat


(58)

dilihat pada Lampiran 2. Perbaikan dilakukan berdasarkan uji validitas secara subyektif sehingga pertanyaan tersebut mudah dimengerti dan tidak menimbulkan bias. Data hasil perhitungan untuk validitas dapat dilihat pada Lampiran 3, sedangkan kuesioner hasil perbaikan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Uji reliabilitas kuesioner dilakukan terhadap 30 orang responden. Berdasarkan pengujian reliabilitas diperoleh nilai korelasi r Spearman-Brown (r hitung) sebesar 0.503. Nilai korelasi r tabel pada selang kepercayaan 95% untuk n – 2 adalah 0.361. Menurut Simamora (2004), kuesioner dapat dikatakan reliabel jika nilai korelasi r hitung lebih besar dari nilai korelasi r tabel. Nilai korelasi r hitung yang diperoleh dari pengujian reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini lebih besar dari nilai r tabel, maka kuesioner dalam penelitian ini dapat dikatakan reliabel. Data hasil perhitungan reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 5.

B. PREFERENSI MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE (MTJ) a. Profil Responden Preferensi Minuman Tradisional Berbasis Jahe

(MTJ)

Survei dilakukan terhadap 40 orang responden yang pernah mengkonsumsi salah satu jenis produk-produk minuman tradisional jahe. Penyebaran lima kelompok entis dalam penelitian ini sudah merata. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 2, dimana masing kelompok etnis memiliki jumlah persentase responden yang sama, yaitu 20%.

Betawi 20%

Jawa 20% Kalimanta/Sula

wesi 20% Sumatra

20% Sunda


(1)

Test Statisticsb

-1,134a

,257 Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

B - A

Based on positive ranks. a.

Wilcoxon Signed Ranks Test b.

Test Statisticsb

-1,667a

,096 Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

B - A

Based on positive ranks. a.

Wilcoxon Signed Ranks Test b.

Test Statisticsb

-,707a ,480 Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

B - A

Based on positive ranks. a.

Wilcoxon Signed Ranks Test b.

e.

Overall

Ranks

3a 2,67 8,00

1b 2,00 2,00

3c 7 Negative Ranks Positive Ranks Ties Total B - A

N Mean Rank Sum of Ranks

B < A a.

B > A b.

B = A c.

D.

Etnis Sumatra

a.

Aroma

Ranks

5a 3,60 18,00

1b 3,00 3,00

4c 10 Negative Ranks Positive Ranks Ties Total B - A

N Mean Rank Sum of Ranks

B < A a.

B > A b.

B = A c.

b.

Rasa Manis

Ranks

3a 3,33 10,00

2b 2,50 5,00

5c 10 Negative Ranks Positive Ranks Ties Total B - A

N Mean Rank Sum of Ranks

B < A a.

B > A b.

B = A c.


(2)

Test Statisticsb

-2,232a

,026 Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

B - A

Based on positive ranks. a.

Wilcoxon Signed Ranks Test b.

Test Statisticsb

-1,807a

,071 Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

B - A

Based on positive ranks. a.

Wilcoxon Signed Ranks Test b.

Test Statisticsb

-2,060a

,039 Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

B - A

Based on positive ranks. a.

Wilcoxon Signed Ranks Test b.

Ranks

6a 3,50 21,00

0b ,00 ,00

4c 10 Negative Ranks Positive Ranks Ties Total B - A

N Mean Rank Sum of Ranks

B < A a.

B > A b.

B = A c.

d.

Warna

Ranks

5a 3,80 19,00

1b 2,00 2,00

4c 10 Negative Ranks Positive Ranks Ties Total B - A

N Mean Rank Sum of Ranks

B < A a.

B > A b.

B = A c.

e.

Overall

Ranks

5a 3,00 15,00

0b ,00 ,00

5c 10 Negative Ranks Positive Ranks Ties Total B - A

N Mean Rank Sum of Ranks

B < A a.

B > A b.

B = A c.

E.

Etnis Sunda


(3)

Test Statisticsb

-1,625a

,104 Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

B - A

Based on positive ranks. a.

Wilcoxon Signed Ranks Test b.

Test Statisticsb

-3,792a ,000 Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

B - A

Based on positive ranks. a.

Wilcoxon Signed Ranks Test b.

Ranks

33a 29,05 958,50

22b 26,43 581,50

12c 67 Negative Ranks Positive Ranks Ties Total B - A

N Mean Rank Sum of Ranks

B < A a.

B > A b.

B = A c.

b.

Rasa Manis

Ranks

36a 28,31 1019,00

14b 18,29 256,00

17c 67 Negative Ranks Positive Ranks Ties Total B - A

N Mean Rank Sum of Ranks

B < A a.

B > A b.

B = A c.

c.

Rasa Pedas (jahe)

Ranks

34

a

23,01

782,50

9

b

18,17

163,50

24

c

67

Negative Ranks

Positive Ranks

Ties

Total

B - A

N

Mean Rank

Sum of Ranks

B < A

a.

B > A

b.

B = A

c.

Test Statistics

b

-3,866

a

,000

Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

B - A

Based on positive ranks.

a.

Wilcoxon Signed Ranks Test

b.


(4)

d.

Warna

Ranks

36

a

27,11

976,00

11

b

13,82

152,00

20

c

67

Negative Ranks

Positive Ranks

Ties

Total

B - A

N

Mean Rank

Sum of Ranks

B < A

a.

B > A

b.

B = A

c.

Test Statistics

b

-4,451

a

,000

Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

B - A

Based on positive ranks.

a.

Wilcoxon Signed Ranks Test

b.

e.

Overall

Ranks

27

a

23,22

627,00

14

b

16,71

234,00

26

c

67

Negative Ranks

Positive Ranks

Ties

Total

B - A

N

Mean Rank

Sum of Ranks

B < A

a.

B > A

b.

B = A

c.

Test Statistics

b

-2,645

a

,008

Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

B - A

Based on positive ranks.

a.

Wilcoxon Signed Ranks Test

b.


(5)

Lampiran 13. Gambar MTJ formula optimum dan bajigur komersil

Keterangan : A = MTJ formula optimum

B = Bajigur Komersil


(6)